Anda di halaman 1dari 21

BAB I

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Hyperemesis Gravidarum

Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang hebat dalam


masa kehamilan yang dapat menyebabkan kekurangan cairan, penurunan berat
badan atau gangguan elektrolit sehingga menggangu aktivitas sehari – hari dan
membahayakan janin didalam kandungan. Pada umumnya terjadi pada minggu ke
6 – 12 masa kehamilan, yang dapat berlanjut hingga minggu ke 16 – 20
masa kehamilan.
Hiperemesis gravidarum adalah bertambahnya emesis yang dapat
mengakibatkan gangguan kehidupannya sehari-hari. Hiperemesia gravidarum
yang berlangsung lama hingga dapat mengakibatkan gangguan tumbuh kembang
janin.
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan selama masa
hamil. Muntah yang membahayakan ini dibedakan dari morning sicknes normal
yang umum dialami wanita hamil karena intensitasnya melebihi muntah normal
dan berlangsung selama trimester pertama kehamilan.

B. Etiologi
Kejadian hyperemesis gravidarum belum diketahui dengan pasti. Tetapi
beberapa factor predisposisi dapat dijabarkan sbb:

1. Factor adaptasi dan hormonal


Pada ibu hamil yang kekurangan darah lebih sering terjadi hyperemesis
gravidarum. Yang termasuk dalam ruang lingkup factor adaptasi adalah ibu hamil
dengan anemia, wanita primigravida, dan over distensi rahim pada kehamilan
ganda dan kehamilan mola hidatidosa.
Sebagian kecil primigravida belum mampu beradaptasi terhadap hormone
estrogen dan gonadotropin korionik, sedangkan pada kehamilan ganda dan mola

1
hidatidosa, jumlah hormone yang terlalu tinggi dapat menyebabkan hyperemesis
gravidarum.
2. Factor psikologis
Hubungan factor psikologis dengan kejadian hyperemesis gravidarum
belum jelas. Besar kemungkinan bahwa wanita yang menolak hamil, takut
kehilangan pekerjaan, keretakan hubungan dengan suami dapat menjadi factor
kejadian hyperemesis gravidarum.
3. Factor alergi
Pada kehamilan, dimana diduga terjadi invasi jaringan villi korialis yang
masuk ke dalam peredaran darah ibu, maka factor alergi dianggap dapat
menyebabkan kejadian hyperemesis gravidarum.

C. Patofisiologi

Patofisiologi hiperemesis gravidarum dijelaskan dalam beberapa teori


yang diajukan oleh para ahli dan peneliti.

1. Perubahan Hormonal

Kadar hCG mencapai puncaknya pada trimester awal kehamilan.


Sebenarnya hormon hCG ini tidak secara langsung menjadi penyebab hiperemesis
gravidarum. Namun, secara tidak langsung terlibat karena hCG secara fisiologis
dapat menstimulasi reseptor hormon TSH (thyroid stimulating hormone). Hal ini
menyebabkan terjadinya kondisi hipertiroidisme transien (gestational transient
thyrotoxicosis) pada awal kehamilan. Dari penelitian didapatkan banyak
perempuan hamil dengan hiperemesis gravidarum ternyata memiliki kadar
tiroksin yang tinggi dan TSH yang rendah. [4] Kondisi hipertiroidisme transien ini
akan kembali menjadi normal ketika usia kehamilan sudah mencapai pertengahan
trimester kedua tanpa perlu terapi antitiroid. Selain hCG, hormon yang diduga
juga berperan dalam terjadinya hiperemesis gravidarum adalah estrogen. Namun,
dibutuhkan penelitian yang lebih lanjut untuk membuktikan hal ini karena
beberapa studi mengatakan terdapat korelasi antara kadar estrogen dengan tingkat

2
keparahan mual dan muntah pada perempuan hamil sementara beberapa studi
yang lain mengatakan tidak terdapat korelasi.[5]

2. Disfungsi Gastrointestinal

Perubahan pada aktivitas ritmik gastrik (disritmia gastrik), baik menjadi


lebih cepat maupun lebih lambat, turut berkontribusi terhadap terjadinya mual dan
muntah pada kehamilan. Mekanisme penyebab disritmia gastrik ini di antaranya
adalah peningkatan kadar estrogen dan progesteron, gangguan fungsi tiroid,
perubahan tonus vagal dan simpatis, serta sekresi vasopresin sebagai respon
terhadap perubahan volume intravaskuler yang biasanya terjadi pada awal
kehamilan. Pada perempuan dengan hiperemesis gravidarum, perubahan-
perubahan tersebut diduga terjadi lebih ektsrem atau saluran gastrointestinalnya
menjadi lebih sensitif dengan perubahan-perubahan tersebut.

Perubahan pada tekanan istirahat (relaksasi) spinkter esofagus bagian


bawah (lower esophageal sphincter/LES) dan gangguan peristaltis esofagus
(dismotilitas esofagus) juga memiliki kaitan dengan mual dan muntah pada
kehamilan. LES pada perempuan hamil lebih mudah menjadi longgar. Walaupun
sebenarnya perubahan ini lebih berkaitan dengan terjadinya
sensasi heartburn pada kehamilan (GERD), hal ini juga dapat menyebabkan
gejala seperti mual. Estrogen dan progesteron juga disebut sebagai mediator
dismotilitas esofagus dan relaksasi LES.

Komposisi makanan juga dapat memiliki hubungan dengan mual dan


muntah pada kehamilan. Sebuah penelitian membuktikan bahwa makanan dengan
komposisi dominan protein berhubungan dengan menurunnya/membaiknya
kondisi disritmia gastrik sementara makanan dengan komposisi dominan
karbohidrat atau lemak tidak memiliki efek terhadap kondisi disritmia gastrik.

3
3. Disfungsi Hati

Mual dan muntah pada kehamilan dapat berefek pada hati. Kerusakan
oksidasi asam lemak mitokondria dihipotesis memiliki peran dalam terjadinya
disfungsi hati maternal yang terkait dengan hiperemesis gravidarum. Disfungsi
hati ini terjadi pada hampir 50% pasien dengan hiperemesis gravidarum dan
biasanya berupa biasanya peningkatan serum transaminase yang tidak terlalu
tinggi (tidak lebih dari 200 U/L). [4,5]

4. Infeksi

Bakteri Helicobacter pylori adalah bakteri yang ditemukan di dalam


lambung yang dapat memperberat mual dan muntah pada kehamilan. Namun,
keterlibatan bakteri ini dalam terjadinya hiperemesis gravidarum masih
kontroversial. Sebuah studi di Amerika Serikat baru-baru ini menunjukan bahwa
tidak ada hubungan bakteri H. pylori dengan hiperemesis gravidarun. Namun,
mual dan muntah yang menetap pada trimester kedua dapat terjadi karena ulkus
peptikum yang disebabkan oleh infeksi H.pylori.

5. Keseimbangan dan Penciuman

Hiperakuitas dari sistem olfakori dapat menjadi faktor yang turut


berkontribusi terhadap terjadinya mual dan muntah selama kehamilan. Banyak
perempuan yang sedang hamil mengeluhkan bau dari masakan tertentu dapat
menjadi pemicu mual. Sementara itu, gangguan keseimbangan diduga juga dapat
menyebabkan hiperemesis gravidarum karena kemiripannya dengan motion
sickness.

6. Genetik

Sebuah studi memperlihatkan bahwa seorang anak perempuan yang


terlahir dari kehamilan dengan hiperemesis gravidarum memiliki risiko 3% untuk
mengalami hal serupa saat ia hamil sementara anak perempuan yang terlahir dari

4
kehamilan tanpa riwayat hiperemesis gravidarum memiliki risiko 1.1% untuk
mengalami hyperemesis gravidarum.[7] Studi lain menunjukkan bahwa seorang
saudara perempuan dari ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum akan memiliki
risiko yang lebih tinggi untuk mengalami hal serupa. Begitu pula dengan kerabat
yang memiliki pertalian darah dari ibu dan bapak.[8]

7. Psikologis

Stres psikologis pada kehamilan dapat menyebabkan dan memperberat


mual dan muntah pada kehamilan. Walaupun begitu, kondisi hiperemesis
gravidarum tampaknya juga menjadi salah satu penyebab stres psikologis pada
kehamilan.

D. Tingkatan Hiperemesis Gravidarum Pada Ibu Hamil

Berdasarkan keparahan gejalanya, hiperemesis gravidium dibedakan


menjadi 3 tingkatan. Penderita gejala paling ringan termasuk hiperemesis
gravidarum tingkat 1, gejala sedang termasuk hiperemesis gravidarum tingkat 2,
gejala paling parah termasuk tingkat 3.

1. Hiperemesis Gravidarum Tingkat 1

Hiperemesis gravidarum dengan gejala paling ringan termasuk dalam


golongan tingkatan 1. Kondisi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
yaitu perubahan hormon estrogen dalam tubuh, peningkatan hormon HCG
(Human Chorionic Gonadotropin) yang diproduksi plasenta, kegemukan
(obesitas), memiliki riwayat hiperemesis gravidarum, hamil pertama kali, genetik
(ada keluarga yang mengalami hiperemesis gravidarum), hamil anggur,
mengandung anak kembar, dan mengandung anak perempuan.

Gejala paling umum pada penderita hiperemesis gravidarum tingkat 1,


yakni:

5
a Badan terasa lemas dan lesu
b Lidah menjadi kering
c Sering muntah setiap selesai makan
d Berkurangnya nafsu makan
e Bobot badan menurun secara perlahan
f Mata tampak cekung
g Volume urine berkurang (sedikit)
h Mudah merasa haus
i Tekanan darah sistolik menurun
j Berkurangnya turgor kulit
k Keinaikan frekuensi denyut nadi (sekitar 100 kali tiap menit)

2. Hiperemesis Gravidarum Tingkat 2

Tingkatan hiperemesis gravidarum ke-2 ini umumnya terjadi saat


gejalanya tak kunjung usai. Untuk penyebab hiperemesis gravidarum tingkat 2
hampir sama dengan tingkat 1, yakni perubahan hormon HCG, obesitas, genetik
(salah satu keluarga pernah mengalami hiperemesis gravidarum), hamil anak
kembar, mengandung anak berjenis kelamin perempuan, hamil anggur, obesitas
dan daya imun lemah.

Gejala paling umum pada penderita hiperemesis gravidarum tingkat 2,


yakni:

a Muntah tak terkendali (terus-menerus) dalam seharian dan terkadang


berhenti cukup lama, lalu kambuh lagi
b Lidah kering dan tampak kotor
c Bobot badan turun drastis
d Mata tampak cekung
e Dehidrasi
f Urine mengandung bilirubin dan zat aseton
g Oliguria (volume urin sedikit)

6
h Nafas beraroma aseton
i Wajah terlihat pucat
j Konstipasi
k Kenaikan suhu badan (demam)
l Kulit tampak menguning (ikterus ringan)
m Tekanan darah sistolik menurun hingga dibawah 80 mmHg
n Frekuensi denyut nadi naik hingga 100-140 kali lipat
o Penderita menunjukkan sikap diam dan tak banyak bicara
p Penderita tampak linglung dan bingung
q Tidak mampu berpikir jernih (disorientasi)
r Menurunnya kesadaran sementara
s Berisiko mengalami koma

3. Hiperemesis Gravidarum tingkat 3

Pada tahap ini, kondisi hiperemsis gravidarum sudah sangat parah.


Penderita mengalami gejala komplikasi yang membuatnya merasa tidak nyaman.
Sehingga tak jarang penderita harus menjalani rawat inap di rumah sakit. Faktor
penyebab dari hiperemesis gravidarum tingkat 3 yaitu adanya gangguan ginjal,
gangguan pada proses oksidasi lemak, kenaikan kadar hormon HCG, obesitas,
daya imun sangat menurun, kekurangan nutrisi, kemungkinan hamil anggur,
mengandung anak kembar, mengandung anak perempuan, genetik, kondisi
morning sickness berlebihan, masalah hiperemesis gravidarum tingak 1 dan 2
yang tidak segera diatasi.

Gejala paling umum pada penderita hiperemesis gravidarum tingkat 3, yakni:

a Gejala mual muncul dan hilang


b Muntah berhenti sementara
c Dehidrasi
d Mata cekung
e Cepat merasa haus

7
f Mengalami kondisi dehidrasi berlebihan
g Demam (suhu badan meningkat)
h Tekanan darah sistolik menurun (tapi tidak berkepanjangan)
i Volume urin sedikit
j Urine mengandung zat keton
k Gangguan pada mental
l Kadar bilirubin dalam darah meningkat, hingga menyebabkan warna kulit
menjadi kuning (ikterus)
m Mengalami nigtamus, dimana bola mata mengalami gangguan dengan
gerakan-gerakan spontan (vertikal dan horizontal) hingga beberapa menit,
bisa menyampai 60-100 menit.
n Mengalami sianosis, warna kulit menjadi pucat dan kebiruan dikarenakan
kekurangan oksigen dalam darah
o Gangguan pada organ jantung
p Kehilangan kesadaran
q Berisiko koma

Beberapa wanita hamil yang menderita hiperemesis gravidarum pada


tahap sangat parah, dimana penderita terus-menerus muntah maka bisa memicu
pendarahan pada kerongkongan. Di samping itu, ibu juga berisiko menderita
gangguan hati, ginjal, lambung, usus, jantung, otak dan melahirkan bayi prematur.

E. Tanda dan Gejala

Sekalipun batas antara muntah yang fisiologis dan patologis tidak jelas,
tetapi muntah yang menimbulkan gangguan kehidupan sehari-hari dan dehidrasi
memberikan petunjuk bahwa wanita telah memerlukan perawatan yang intensif.

Gambaran gejala hyperemesis gravidarum secara klinis dapat dibagi


menjadi 3 tingkat:

1. Hyperemesis gravidarum tingkat pertama


a Muntah berlangsung terus

8
b Makan berkurang
c Berat badan menurun
d Kulit dehidrasi-tonusnya lemah
e Nyeri di daerah epigastrium
f Tekanan darah turun dan nadi meningkat
g Lidah kering
h Mata tampak cekung
2. Hyperemesis gravidarum tingkat kedua
a Penderita tampak lebih lemah
b Gejala dehidrasi makin tampak mata cekung, tugor kulit makin
kurang, lidah kering dan kotor.
c Tekanan darah turun, nadi meningkat
d Berat badan makin menurun
e Mata ikterik
f Gejala hemokonsentrasi makin tampak: urin berkurang, badan
aseton dalam urin meningkat
g Terjadi gangguan buang air besar
h Mulai tampak gejala gangguan keadaran, menjadi apatis
i Napas berbau aseton

3. Hyperemesis gravidarum tingkat ketiga


a Muntah berkurang
b Keadaan umum wanita hamil makin menurun: tekanan darah turun,
nadi meningkat, dan suhu naik: keadaan dehidrasi makin jelas
c Gangguan fatal hati terjadi dengan manifestasi icterus
d Gangguan kesadaran dalam bentuk: somnolen sampai koma:
komplikasi susunan saraf pusat (ensofalopati wenicke): nistagmus-
perubahan arah bola mata, diplopia-gambar tampak ganda,
perubahan mental.

9
F. Akibat

Hiperemesis gravidarum tidak hanya mengancam kehidupan klien,


namun dapat menyebabkan efek samping pada janin seperti abortus, berat
badan lahir rendah, kelahiran prematur dan malformasi pada bayi lahir
(Gross dalam Runiari, 2010 hal 61). Penelitian yang dilakukan oleh
Paawi (2005) didapatkan bahwa hiperemesis gravidarum merupakan faktor
yang signifikan terhadap memanjangnya hari rawat bagi bayi yang
dilahirkan. Ada peningkatan angka kematian Intrauterin Growth
Retardation (IUGR) pada klien hiperemesis gravidarum yang mengalami
penurunan berat badan lebih dari 5%.

Selain berdampak fisiologis pada kehidupan klien dan janinnya,


hiperemesis gravidarum juga memberikan dampak secara psikologis,
sosial, spiritual dan pekerjaan. Secara psikologis dapat menimbulkan dampak
kecemasan, rasa bersalah dan marah. Jika mual dan muntah menghebat,
maka timbul self pity dan dapat terjadi konflik antara ketergantungan dan
kehilangan kontrol. Berkurangnya pendapatan akibat berhenti bekerja
mengakibatkan timbulnya ketergantungan terhadap pasangan (Simpson, et.
Al., 2001)

Keadaan fisiologis dan psikoemosional yang optimal, sehingga


jika wanita mengalami mual dan muntah yang menghebat dianggap sebagai
kegagalan perkembangan wanita (Runiari, 2010 hal 62)

G. Penatalaksanaan
1. Isolasi
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, terapi cerah dan
peredaran udara yang baik. Catat cairan yang keluar dan masuk. Hanya dokter dan
perawat yang boleh masuk ke dalam kamar penderita, sanpai muntah berhenti dan
penderita mau makan. Tidak diberikan makanan/minum dan selama 24 jam.
Kadang-kadang dengan isolasi saja gejala-gejala akan berkurang atau hilang tanpa
pengobatan.

10
2. Terapi psikologik
Perlu diyakinkan kepada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan,
hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan, kurangi pekerjaan serta
menghilangkan masalah dan konflik, yang kiranya dapat menjadi latar belakang
penyakit ini.

3. Cairan
Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein
dengan glukose 5% dalam cairan garam fisiologik sebanyak 2-3 liter sehari. Bila
perlu dapat ditambah kalium, dan vitamin, khususnya vitamin B kompleks dan
vitamin C dan bila ada kekurangan protein, dapat diberikan pula asam amino
secara intravena.

4. Obat
Pemberian obat pada hyperemesis gravidum sebaiknya berkonsultasi
dengan dokter sehingga dapat dipilih obat yang tidak bersifat teratogenik atau
dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi.

5. Penghentian kehamilan
Pada sebagian kecil kasus keadan tidak menjadi baik, bahkan mundur.
Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikistrik bila keadaan
memburuk. Delirium, kebutaan, takhikardi, ikterus, anuria dan perdarahan
merupakan manifestasi komplikasi organik. Dalam keadaan demikian perlu
dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan
abortus teraupetik sering sulit diambil, oleh karana itu di satu pihak tidak boleh
dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain pihak tidak boleh menunggu sampai terjadi
gejala ireversibel pada organ vital.

11
BAB II

TINJAUAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN

A. Anamnesis Lengkap

Riwayat penyakit yang digali meliputi riwayat penyakit sekarang dan


riwayat penyakit terdahulu yang mungkin ada kaitannya dengan gejala yang
timbul saat ini.

Untuk riwayat penyakit saat ini dapat ditanyakan mengenai onset, tingkat
keparahan, pola, faktor yang meringankan dan memperberat (mis. hubungannya
dengan makanan, obat-obatan, vitamin prenatal, stres, atau pemicu lainnya). Mual
dan muntah yang dialami biasanya akan muncul pada trimester awal kehamilan
yakni usia kehamilan 4-7 minggu, mencapai puncaknya pada usia kehamilan 9
minggu, dan menghilang pada usia kehamilan kurang lebih 20 minggu. Tingkat
keparahan mual dan muntah pada kehamilan dapat diukur dengan sebuah scoring
system seperti skor PUQE (Pregnancy Unique Quantification of Emesis).

Tabel 1 Pregnancy Unique Quantification of Emesis (PUQE) Index

Skor 1 2 3 4 5

Tidak Lebih
Dalam 24 jam terakhir, berapa lama 1 jam atau 2-3 4-6
sama dari 6
Anda merasa mual? kurang jam jam
sekali jam

Tidak
Dalam 24 jam terakhir, berapa kali 3-4 5-6 7 atau
sama 1-2 kali
Anda muntah? kali kali lebih
sekali

Dalam 24 jam terakhir, berapa kali Tidak


3-4 5-6 7 atau
Anda muntah kering tanpa sama 1-2 kali
kali kali lebih
mengeluarkan apa-apa? sekali

12
Interpretasi skor:

a <6 ringan,
b 7-12 sedang,
c 13-15 berat

Selain riwayat penyakit sekarang, riwayat kehamilan, riwayat pemakaian


kontrasepsi oral dan respon terhadap pemakaiannya, serta riwayat gangguan
ginekologis seperti perdarahan atau bercak darah per vaginam tidak kalah
pentingnya. Selain itu, ditanyakan pula tentang kemungkinan adanya penyakit
gastrointestinal lainnya, penyakit endokrin, penyakit ginjal, penyakit hati, dan
lain-lain yang dapat juga menjadi diagnosis banding. Kondisi psikososial, keadaan
ekonomi, pekerjaan, dan support system yang dimiliki saat ini perlu juga untuk
digali.

Gejala definitif dari hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah.


Gejala lainnya yang umum ditemui meliputi ptialisme (hipersalivasi), kelelahan,
kelemahan, dan pusing. Selain itu, pasien juga dapat mengalami hal berikut:

a Gangguan tidur
b Hiperolfaksi
c Disgeusia (gangguan indera perasa)
d Penurunan ketajaman gustatori
e Depresi
f Gelisah
g Mudah marah
h Perubahan mood
i Penurunan konsentrasi

B. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan di antaranya adalah pemeriksaan:

13
a Kesadaran
b Tanda vital
c Berat badan
d Saturasi oksigen
e Tanda-tanda dehidrasi
f Pemeriksaan status obstetri
g Pemeriksaan tiroid
h Status generalis lainnya yang berhubungan dengan anamnesis riwayat
penyakit [2,5]

C. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan pada pasien hiperemesis


gravidarum:

a Dipstik urin: Ketonuria (Keton +1 atau lebih), keton berdampak buruk


terhadap perkembangan janin
b Pemeriksaan darah lengkap untuk mendeteksi penyulis seperti anemia dan
infeksi
c Ureum dan Kreatinin, dilakukan bila dicurigai ada gangguan ginjal
d Elektrolit, pada muntah yang hebat bisa terjadi electrolyte imbalance
e Glukosa darah sewaktu (GDS), karena pasien yang mual-muntah
umumnya sulit makan sehingga bisa mengalami hipoglikemia
f Fungsi tiroid (TSH, fT4)
g Fungsi hati (SGOT,SGPT): perlu dibedakan antara peningkatan yang
normal terjadi pada hiperemesis gravidarum dan akibat penyakit pada hati
seperti hepatitis B atau penyebab lainnya
h Amilase: menentukan ada tidaknya prostatitis
i Kultur urin: infeksi saluran kemih dapat menyebabkan mual muntah

Selain pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan penunjang lainnya yang


dapat dilakukan adalah pemeriksaan USG untuk memastikan kesejahteraan janin

14
dan memeriksa kemungkinan adanya kehamilan multipel atau penyakit
tropoblastik

D. Diagnosis Banding

Diagnosis lain perlu dipertimbangkan jika terjadi mual dan muntah pada
kehamilan yang cukup parah atau berulang apalagi jika gejala dan tanda klinis
lainnya tidak khas. Kondisi lain yang dapat dipertimbangkan menjadi diagnosis
banding pada pasien dengan dugaan hiperemesis gravidarum meliputi:

a Toksisitas obat
b Gangguan makan
c Gastroparesis
d Migrain
e Torsi ovarium
f Pseudotumor serebri
g Gangguan psikologis
h Tumor sistem saraf pusat
i Lesi vestibuler
j Infeksi saluran kemih

Diagnosis banding lain yang lebih jarang terjadi adalah:

a Pankreatitis akut
b Apendisitis
c Penyakit bilier
d Ketoasidosis diabetikum
e Esofagitis
f Fatty Liver
g Gastroenteritis
h GERD
i Hepatitis
j pertiroidisme dan hiperparatiroidisme

15
k Irritable Bowel Syndrome
l Nefrolitiasis
m Ileus paralitik
n Penyakit ulkus peptikum

E. Intervensi

Penatalaksanaan untuk hiperemesis gravidarum dilakukan dengan target untuk:

a Menentukan apakah terjadi dehidrasi atau tidak


b Mengurangi gejala dengan cara mengubah diet serta lingkungannya dan
memulai obat dengan pendekatan yang bijak
c Melakukan rehidrasi jika terjadi dehidrasi
d Mencegah komplikasi yang serius dari muntah yang persisten termasuk di
antaranya gangguan elektrolit, defisiensi vitamin (mis. ensefalopati
Wernicke), dan kehilangan berat badan yang ekstrem
e Meminimalisasi efek fetal baik karena kondisi mual dan muntah ibu
maupun karena pengobatannya

1. Muntah tanpa Dehidrasi

Terdapat empat lini terapi untuk muntah tanpa dehidrasi. Selain itu,
terdapat juga terapi tambahan berupa obat yang mengurangi asam lambung.

a. Lini Pertama: Modifikasi Gaya Hidup dan Piridoksin

Untuk kondisi mual yang disertai muntah tetapi tanpa dehidrasi, penerapan
modifikasi diet dan menghindari pencetus juga dilakukan seperti pada kondisi
mual tanpa muntah. Namun bedanya untuk terapi obat awal yang diberikan
langsung dengan kombinasi doksilamin-piridoksin karena pemberian piridoksin
tunggal terbukti kurang efektif untuk mengurangi muntah (hanya efektif
mengurangi mual saja). Namun, jika kombinasi doksilamin-piridoksin juga tidak
bisa mengurangi gejala mual dan muntah harus dipikirkan pemberian obat

16
selanjutnya yakni obat lini kedua, ketiga, dan keempat. Di Indonesia, doksilamin
tidak tersedia sehingga obat yang disarankan adalah piridoksin saja. Selain itu,
piridoksin juga dapat dikombinasikan dengan suplemen jahe.

Dosis yang digunakan adalah 10-25 mg setiap 6-8 jam untuk piridoksin
oral dengan dosis maksimum 200 mg/hari.

b. Lini Kedua: Antihistamin

Obat lini kedua yang dapat diberikan berupa antihistamin (antagonis H1)
selain doksilamin. Dengan alasan keamanan untuk janin terdapat 3 obat yang
direkomendasikan yakni difenhidramin, meclizin, dan dimenhidrinat. Meclizin
tidak tersedia di Indonesia.

Dosis difenhidramin oral yang dipakai yakni 25 sampai 50 mg setiap 4


sampai 6 jam sesuai kebutuhan. Selain dalam bentuk oral, difenhidramin juga
dapat diberikan secara IV dengan dosis 10 sampai 50 mg setiap 4 sampai 6 jam
sesuai kebutuhan.

Dosis dimenhidrinat oral yang dipakai yakni 25 sampai 50 mg setiap 4


sampai 6 jam sesuai kebutuhan. Untuk dimenhidrinat, sebagai catatan, jika pasien
diberikan doksilamin juga, dosis maksimal dimenhidrinat adalah 200mg/hari.

Efek samping dari obat-obatan golongan ini di antaranya sedasi, mulut


kering, dan konstipasi.

c. Lini Ketiga: Antagonis Dopamin

Obat lini ketiga berupa antagonis dopamin. Obat golongan ini yang
direkomendasikan untuk perempuan hamil dengan mual muntah
adalah metoklopramid, fenotiazin (prometazin dan proklorperazin), dan
butirofenon (droperidol). Proklorperazin tidak tersedia di Indonesia.

17
Dosis metoklopramid yang dipakai yakni 10 mg, dapat diberikan secara
oral, IV, atau IM (idealnya diberikan 30 menit sebelum makan dan saat akan
tidur) setiap 6 sampai 8 jam per hari.

Dosis prometazin yang dapat diberikan yakni 12.5 sampai 25 mg, dapat
diberikan secara oral, rektal, atau IM setiap 4 jam. Pemberian secara oral atau
rektal lebih disarankan. Pemberian prometazin secara IV, intraarterial, dan
subkutan dikontraindikasikan karena dapat menyebabkan gangren pada
ekstremitas dan nekrosis jaringan.

Dosis proklorperazin yang dapat diberikan yakni 5 mg sampai 10 mg


secara oral, IV atau IM setiap 6 jam atau 25 mg per rektal 2 kali sehari.

Efek samping yang umum terjadi pada pemberian proklorperazin ini di


antaranya mengantuk, pusing, sakit kepala, dan retensi urin.

d. Lini Keempat: Antagonis Serotonin

Obat lini keempat yang digunakan adalah antagonis serotonin. Obat


golongan ini yang bisa dipakai untuk mual dan muntah pada kehamilan yakni
ondansetron, granisetron, dan dolasetron.

Ondansetron adalah obat yang paling umum digunakan dari golongan ini.
Dosis ondansetron yang dipakai yakni 4 mg, dapat diberikan secara oral setiap 8
jam sesuai kebutuhan atau dapat juga diberikan secara IV dengan injeksi secara
bolus setiap 8 jam sesuai kebutuhan. Dosis dapat dinaikkan jika dibutuhkan dan
dibatasi sampai 16 mg/dosis (per satu kali pemberian). Sakit kepala, kelelahan,
konstipasi, dan mengantuk adalah efek samping yang paling sering terjadi.
Ondansetron juga dapat menyebabkan pemanjangan interval QT, khususnya pada
pasien-pasien dengan faktor risiko aritmia (riwayat pemanjangan interval QT
sebelumnya, hipokalemia atau hipomagnesemia, gagal jantung, pemberian obat
bersamaan dengan obat yang menyebabkan perpanjangan interval QT, dan

18
penggunaan dosis ondansetron intravena multipel). EKG dan pengawasan
elektrolit direkomendasikan pada pasien tersebut.

e. Terapi Tambahan: H2 Blocker

Selain keempat lini obat tersebut, terdapat terapi tambahan yang dapat
diberikan yakni golongan obat-obatan yang mengurangi asam lambung. Pada
perempuan hamil dengan GERD atau mual muntah, sebuah studi observasional
menunjukan bahwa penggunaan obat-obatan pengurang asam lambung (mis.
antasid, H2 blocker, dan PPI) yang dikombinasikan dengan terapi antiemesis
secara signifikan memperbaiki gejala dalam 3 sampai 4 hari setelah dimulainya
terapi. Namun, di antara semua golongannya, obat pengurang asam lambung yang
paling aman dan direkomendasikan untuk diberikan pada ibu hamil adalah
golongan H2 blocker yakni ranitidin dan simetidin dengan dosis oral dua kali 150
mg sehari.[2,12-14]

2. Muntah dengan Dehidrasi

Terapi rehidrasi merupakan kunci dari terapi pada perempuan hamil yang
mengalami muntah dengan dehidrasi. Pemberian cairan awal dapat dilakukan
dengan pemberian larutan RL 2L selama 3 sampai 5 jam. Selanjutnya cairan
diganti dengan cairan dekstrosa 5% dalam cairan saline 0.45%. Sebagai
alternatifnya cairan yang diberikan dapat berupa perbandingan dekstrosa 5% atau
10% dengan RL yakni 2:1 dengan jumlah tetesan 40 tetesan per menit.

Selain pemberian cairan tersebut, ditambahkan juga dengan pemberian


vitamin seperti thiamin (vitamin B1) secara intravena dengan dosis 100mg yang
dilarutkan ke dalam 100 cc NaCl 0.9% (pemberian thiamin IV 100 mg sampai tiga
hari ke depan). Pemberian thiamin ini penting untuk mencegah terjadinya
ensefalopati Wernicke.

Obat-obatan antiemesis yang diberikan pada kondisi ini adalah obat-


obatan antiemesis dalam bentuk IV. Koreksi magnesium dan kalsium juga dapat

19
diberikan jika ada indikasi. Diet yang diberikan pada kondisi ini adalah diet tinggi
protein untuk mengurangi mual. Selain diet tinggi protein, pisang dan roti kering
juga dapat diberikan. Namun, jika muntah sangat hebat, pasien disarankan untuk
dipuasakan terlebih dahulu selama 24-48 jam.

3. Mual Muntah yang Persisten

Pada kasus mual dan muntah pada kehamilan yang persisten dapat
diberikan terapi glukokortikoid. Namun, pemberiannya harus diberikan di atas
trimester pertama kehamilan karena efek sampingnya pada janin (risiko terjadinya
celah palatum pada janin sedikit meningkat). Cara kerja obat golongan ini dalam
mengurangi gejala mual dan muntah yang berat pada perempuan hamil masih
belum diketahui pasti, tetapi dari penelitian terbukti efektif.

Obat glukokortikoid yang biasa dipakai yakni metilprednison IV dengan


dosis 16 mg setiap 8 jam selama 48 sampai 72 jam. Sebagai alternatifnya dapat
diberikan hidrokortison IV 100 mg 2 kali sehari.

Glukokortikoid ini dapat dihentikan secara tiba-tiba pada pasien yang


tidak menunjukan perbaikan sementara pada pasien yang menunjukan perbaikan
obat oini harus di-tapering off selama 2 minggu. Pemberian obat ini harus
diwaspadai pada perempuan hamil dengan diabetes gestasional.

Setelah pemberian obat secara IV, terapi dilanjutkan dengan pemberian


prednison oral 40 mg per hari selama 1 hari, diikuti dengan 20 mg per hari selama
3 hari, lalu 10 mg per hari selama 3 hari, terakhir 5 mg per hari selama 7 hari.
Regimen ini dapat diulang sampai 3 kali dalam rentang waktu 6 minggu.

20
DAFTAR PUSTAKA

Indah. 2017. Emesis dan Hiperemesis.


https://www.academia.edu/24585554/Makalah_EMESIS_DAN_HIPERMESIS?a
uto=download (diakses pada tanggal 6 Januari 2020)

Krisna. 2015. http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=10951 (diakses pada

tanggal 6 Januari 2020)

Kurniasari. 2014. https://www.alomedika.com/penyakit/obstetrik-dan-


ginekologi/hiperemesis-gravidarum/patofisiologi (diakses pada tanggal 6 Januari
2020)

Maya. 2017. https://hamil.co.id/masalah-kehamilan/gangguan-


kehamilan/tingkatan-hiperemesis-gravidarum (diakses pada tanggal 6 Januari
2020)

Susanti. 2016. https://www.alomedika.com/penyakit/obstetrik-dan-


ginekologi/hiperemesis-gravidarum/diagnosis (diakses pada tanggal 6 Januari
2020)

Widya. 2017. https://www.alomedika.com/penyakit/obstetrik-dan-


ginekologi/hiperemesis-gravidarum/penatalaksanaan (diakses pada tanggal 6
Januari 2020)

21

Anda mungkin juga menyukai