TINJAUAN TEORI
B. Etiologi
Kejadian hyperemesis gravidarum belum diketahui dengan pasti. Tetapi
beberapa factor predisposisi dapat dijabarkan sbb:
1
hidatidosa, jumlah hormone yang terlalu tinggi dapat menyebabkan hyperemesis
gravidarum.
2. Factor psikologis
Hubungan factor psikologis dengan kejadian hyperemesis gravidarum
belum jelas. Besar kemungkinan bahwa wanita yang menolak hamil, takut
kehilangan pekerjaan, keretakan hubungan dengan suami dapat menjadi factor
kejadian hyperemesis gravidarum.
3. Factor alergi
Pada kehamilan, dimana diduga terjadi invasi jaringan villi korialis yang
masuk ke dalam peredaran darah ibu, maka factor alergi dianggap dapat
menyebabkan kejadian hyperemesis gravidarum.
C. Patofisiologi
1. Perubahan Hormonal
2
keparahan mual dan muntah pada perempuan hamil sementara beberapa studi
yang lain mengatakan tidak terdapat korelasi.[5]
2. Disfungsi Gastrointestinal
3
3. Disfungsi Hati
Mual dan muntah pada kehamilan dapat berefek pada hati. Kerusakan
oksidasi asam lemak mitokondria dihipotesis memiliki peran dalam terjadinya
disfungsi hati maternal yang terkait dengan hiperemesis gravidarum. Disfungsi
hati ini terjadi pada hampir 50% pasien dengan hiperemesis gravidarum dan
biasanya berupa biasanya peningkatan serum transaminase yang tidak terlalu
tinggi (tidak lebih dari 200 U/L). [4,5]
4. Infeksi
6. Genetik
4
kehamilan tanpa riwayat hiperemesis gravidarum memiliki risiko 1.1% untuk
mengalami hyperemesis gravidarum.[7] Studi lain menunjukkan bahwa seorang
saudara perempuan dari ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum akan memiliki
risiko yang lebih tinggi untuk mengalami hal serupa. Begitu pula dengan kerabat
yang memiliki pertalian darah dari ibu dan bapak.[8]
7. Psikologis
5
a Badan terasa lemas dan lesu
b Lidah menjadi kering
c Sering muntah setiap selesai makan
d Berkurangnya nafsu makan
e Bobot badan menurun secara perlahan
f Mata tampak cekung
g Volume urine berkurang (sedikit)
h Mudah merasa haus
i Tekanan darah sistolik menurun
j Berkurangnya turgor kulit
k Keinaikan frekuensi denyut nadi (sekitar 100 kali tiap menit)
6
h Nafas beraroma aseton
i Wajah terlihat pucat
j Konstipasi
k Kenaikan suhu badan (demam)
l Kulit tampak menguning (ikterus ringan)
m Tekanan darah sistolik menurun hingga dibawah 80 mmHg
n Frekuensi denyut nadi naik hingga 100-140 kali lipat
o Penderita menunjukkan sikap diam dan tak banyak bicara
p Penderita tampak linglung dan bingung
q Tidak mampu berpikir jernih (disorientasi)
r Menurunnya kesadaran sementara
s Berisiko mengalami koma
7
f Mengalami kondisi dehidrasi berlebihan
g Demam (suhu badan meningkat)
h Tekanan darah sistolik menurun (tapi tidak berkepanjangan)
i Volume urin sedikit
j Urine mengandung zat keton
k Gangguan pada mental
l Kadar bilirubin dalam darah meningkat, hingga menyebabkan warna kulit
menjadi kuning (ikterus)
m Mengalami nigtamus, dimana bola mata mengalami gangguan dengan
gerakan-gerakan spontan (vertikal dan horizontal) hingga beberapa menit,
bisa menyampai 60-100 menit.
n Mengalami sianosis, warna kulit menjadi pucat dan kebiruan dikarenakan
kekurangan oksigen dalam darah
o Gangguan pada organ jantung
p Kehilangan kesadaran
q Berisiko koma
Sekalipun batas antara muntah yang fisiologis dan patologis tidak jelas,
tetapi muntah yang menimbulkan gangguan kehidupan sehari-hari dan dehidrasi
memberikan petunjuk bahwa wanita telah memerlukan perawatan yang intensif.
8
b Makan berkurang
c Berat badan menurun
d Kulit dehidrasi-tonusnya lemah
e Nyeri di daerah epigastrium
f Tekanan darah turun dan nadi meningkat
g Lidah kering
h Mata tampak cekung
2. Hyperemesis gravidarum tingkat kedua
a Penderita tampak lebih lemah
b Gejala dehidrasi makin tampak mata cekung, tugor kulit makin
kurang, lidah kering dan kotor.
c Tekanan darah turun, nadi meningkat
d Berat badan makin menurun
e Mata ikterik
f Gejala hemokonsentrasi makin tampak: urin berkurang, badan
aseton dalam urin meningkat
g Terjadi gangguan buang air besar
h Mulai tampak gejala gangguan keadaran, menjadi apatis
i Napas berbau aseton
9
F. Akibat
G. Penatalaksanaan
1. Isolasi
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, terapi cerah dan
peredaran udara yang baik. Catat cairan yang keluar dan masuk. Hanya dokter dan
perawat yang boleh masuk ke dalam kamar penderita, sanpai muntah berhenti dan
penderita mau makan. Tidak diberikan makanan/minum dan selama 24 jam.
Kadang-kadang dengan isolasi saja gejala-gejala akan berkurang atau hilang tanpa
pengobatan.
10
2. Terapi psikologik
Perlu diyakinkan kepada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan,
hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan, kurangi pekerjaan serta
menghilangkan masalah dan konflik, yang kiranya dapat menjadi latar belakang
penyakit ini.
3. Cairan
Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein
dengan glukose 5% dalam cairan garam fisiologik sebanyak 2-3 liter sehari. Bila
perlu dapat ditambah kalium, dan vitamin, khususnya vitamin B kompleks dan
vitamin C dan bila ada kekurangan protein, dapat diberikan pula asam amino
secara intravena.
4. Obat
Pemberian obat pada hyperemesis gravidum sebaiknya berkonsultasi
dengan dokter sehingga dapat dipilih obat yang tidak bersifat teratogenik atau
dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi.
5. Penghentian kehamilan
Pada sebagian kecil kasus keadan tidak menjadi baik, bahkan mundur.
Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikistrik bila keadaan
memburuk. Delirium, kebutaan, takhikardi, ikterus, anuria dan perdarahan
merupakan manifestasi komplikasi organik. Dalam keadaan demikian perlu
dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan
abortus teraupetik sering sulit diambil, oleh karana itu di satu pihak tidak boleh
dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain pihak tidak boleh menunggu sampai terjadi
gejala ireversibel pada organ vital.
11
BAB II
A. Anamnesis Lengkap
Untuk riwayat penyakit saat ini dapat ditanyakan mengenai onset, tingkat
keparahan, pola, faktor yang meringankan dan memperberat (mis. hubungannya
dengan makanan, obat-obatan, vitamin prenatal, stres, atau pemicu lainnya). Mual
dan muntah yang dialami biasanya akan muncul pada trimester awal kehamilan
yakni usia kehamilan 4-7 minggu, mencapai puncaknya pada usia kehamilan 9
minggu, dan menghilang pada usia kehamilan kurang lebih 20 minggu. Tingkat
keparahan mual dan muntah pada kehamilan dapat diukur dengan sebuah scoring
system seperti skor PUQE (Pregnancy Unique Quantification of Emesis).
Skor 1 2 3 4 5
Tidak Lebih
Dalam 24 jam terakhir, berapa lama 1 jam atau 2-3 4-6
sama dari 6
Anda merasa mual? kurang jam jam
sekali jam
Tidak
Dalam 24 jam terakhir, berapa kali 3-4 5-6 7 atau
sama 1-2 kali
Anda muntah? kali kali lebih
sekali
12
Interpretasi skor:
a <6 ringan,
b 7-12 sedang,
c 13-15 berat
a Gangguan tidur
b Hiperolfaksi
c Disgeusia (gangguan indera perasa)
d Penurunan ketajaman gustatori
e Depresi
f Gelisah
g Mudah marah
h Perubahan mood
i Penurunan konsentrasi
B. Pemeriksaan Fisik
13
a Kesadaran
b Tanda vital
c Berat badan
d Saturasi oksigen
e Tanda-tanda dehidrasi
f Pemeriksaan status obstetri
g Pemeriksaan tiroid
h Status generalis lainnya yang berhubungan dengan anamnesis riwayat
penyakit [2,5]
C. Pemeriksaan Penunjang
14
dan memeriksa kemungkinan adanya kehamilan multipel atau penyakit
tropoblastik
D. Diagnosis Banding
Diagnosis lain perlu dipertimbangkan jika terjadi mual dan muntah pada
kehamilan yang cukup parah atau berulang apalagi jika gejala dan tanda klinis
lainnya tidak khas. Kondisi lain yang dapat dipertimbangkan menjadi diagnosis
banding pada pasien dengan dugaan hiperemesis gravidarum meliputi:
a Toksisitas obat
b Gangguan makan
c Gastroparesis
d Migrain
e Torsi ovarium
f Pseudotumor serebri
g Gangguan psikologis
h Tumor sistem saraf pusat
i Lesi vestibuler
j Infeksi saluran kemih
a Pankreatitis akut
b Apendisitis
c Penyakit bilier
d Ketoasidosis diabetikum
e Esofagitis
f Fatty Liver
g Gastroenteritis
h GERD
i Hepatitis
j pertiroidisme dan hiperparatiroidisme
15
k Irritable Bowel Syndrome
l Nefrolitiasis
m Ileus paralitik
n Penyakit ulkus peptikum
E. Intervensi
Terdapat empat lini terapi untuk muntah tanpa dehidrasi. Selain itu,
terdapat juga terapi tambahan berupa obat yang mengurangi asam lambung.
Untuk kondisi mual yang disertai muntah tetapi tanpa dehidrasi, penerapan
modifikasi diet dan menghindari pencetus juga dilakukan seperti pada kondisi
mual tanpa muntah. Namun bedanya untuk terapi obat awal yang diberikan
langsung dengan kombinasi doksilamin-piridoksin karena pemberian piridoksin
tunggal terbukti kurang efektif untuk mengurangi muntah (hanya efektif
mengurangi mual saja). Namun, jika kombinasi doksilamin-piridoksin juga tidak
bisa mengurangi gejala mual dan muntah harus dipikirkan pemberian obat
16
selanjutnya yakni obat lini kedua, ketiga, dan keempat. Di Indonesia, doksilamin
tidak tersedia sehingga obat yang disarankan adalah piridoksin saja. Selain itu,
piridoksin juga dapat dikombinasikan dengan suplemen jahe.
Dosis yang digunakan adalah 10-25 mg setiap 6-8 jam untuk piridoksin
oral dengan dosis maksimum 200 mg/hari.
Obat lini kedua yang dapat diberikan berupa antihistamin (antagonis H1)
selain doksilamin. Dengan alasan keamanan untuk janin terdapat 3 obat yang
direkomendasikan yakni difenhidramin, meclizin, dan dimenhidrinat. Meclizin
tidak tersedia di Indonesia.
Obat lini ketiga berupa antagonis dopamin. Obat golongan ini yang
direkomendasikan untuk perempuan hamil dengan mual muntah
adalah metoklopramid, fenotiazin (prometazin dan proklorperazin), dan
butirofenon (droperidol). Proklorperazin tidak tersedia di Indonesia.
17
Dosis metoklopramid yang dipakai yakni 10 mg, dapat diberikan secara
oral, IV, atau IM (idealnya diberikan 30 menit sebelum makan dan saat akan
tidur) setiap 6 sampai 8 jam per hari.
Dosis prometazin yang dapat diberikan yakni 12.5 sampai 25 mg, dapat
diberikan secara oral, rektal, atau IM setiap 4 jam. Pemberian secara oral atau
rektal lebih disarankan. Pemberian prometazin secara IV, intraarterial, dan
subkutan dikontraindikasikan karena dapat menyebabkan gangren pada
ekstremitas dan nekrosis jaringan.
Ondansetron adalah obat yang paling umum digunakan dari golongan ini.
Dosis ondansetron yang dipakai yakni 4 mg, dapat diberikan secara oral setiap 8
jam sesuai kebutuhan atau dapat juga diberikan secara IV dengan injeksi secara
bolus setiap 8 jam sesuai kebutuhan. Dosis dapat dinaikkan jika dibutuhkan dan
dibatasi sampai 16 mg/dosis (per satu kali pemberian). Sakit kepala, kelelahan,
konstipasi, dan mengantuk adalah efek samping yang paling sering terjadi.
Ondansetron juga dapat menyebabkan pemanjangan interval QT, khususnya pada
pasien-pasien dengan faktor risiko aritmia (riwayat pemanjangan interval QT
sebelumnya, hipokalemia atau hipomagnesemia, gagal jantung, pemberian obat
bersamaan dengan obat yang menyebabkan perpanjangan interval QT, dan
18
penggunaan dosis ondansetron intravena multipel). EKG dan pengawasan
elektrolit direkomendasikan pada pasien tersebut.
Selain keempat lini obat tersebut, terdapat terapi tambahan yang dapat
diberikan yakni golongan obat-obatan yang mengurangi asam lambung. Pada
perempuan hamil dengan GERD atau mual muntah, sebuah studi observasional
menunjukan bahwa penggunaan obat-obatan pengurang asam lambung (mis.
antasid, H2 blocker, dan PPI) yang dikombinasikan dengan terapi antiemesis
secara signifikan memperbaiki gejala dalam 3 sampai 4 hari setelah dimulainya
terapi. Namun, di antara semua golongannya, obat pengurang asam lambung yang
paling aman dan direkomendasikan untuk diberikan pada ibu hamil adalah
golongan H2 blocker yakni ranitidin dan simetidin dengan dosis oral dua kali 150
mg sehari.[2,12-14]
Terapi rehidrasi merupakan kunci dari terapi pada perempuan hamil yang
mengalami muntah dengan dehidrasi. Pemberian cairan awal dapat dilakukan
dengan pemberian larutan RL 2L selama 3 sampai 5 jam. Selanjutnya cairan
diganti dengan cairan dekstrosa 5% dalam cairan saline 0.45%. Sebagai
alternatifnya cairan yang diberikan dapat berupa perbandingan dekstrosa 5% atau
10% dengan RL yakni 2:1 dengan jumlah tetesan 40 tetesan per menit.
19
diberikan jika ada indikasi. Diet yang diberikan pada kondisi ini adalah diet tinggi
protein untuk mengurangi mual. Selain diet tinggi protein, pisang dan roti kering
juga dapat diberikan. Namun, jika muntah sangat hebat, pasien disarankan untuk
dipuasakan terlebih dahulu selama 24-48 jam.
Pada kasus mual dan muntah pada kehamilan yang persisten dapat
diberikan terapi glukokortikoid. Namun, pemberiannya harus diberikan di atas
trimester pertama kehamilan karena efek sampingnya pada janin (risiko terjadinya
celah palatum pada janin sedikit meningkat). Cara kerja obat golongan ini dalam
mengurangi gejala mual dan muntah yang berat pada perempuan hamil masih
belum diketahui pasti, tetapi dari penelitian terbukti efektif.
20
DAFTAR PUSTAKA
21