Anda di halaman 1dari 14

PROPOSAL

PELAKSANAAN KEGIATAN PENYULUHAN TENTANG GIZI KURANG

DI DESA MEKAR SARI DELI TUA

MEDAN 2020

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu masalah pokok kesehatan di negara-
negara berkembang termasuk Indonesia adalah masalah gangguan terhadap
kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh gizi kurang. Saat ini di dalam era
globalisasi dimana terjadi perubahan gaya hidup dan pola makan, Indonesia
menghadapi masalah gizi kurang yang pada umumnya disebabkan oleh
kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas
lingkungan, dan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi. Sekitar 37,3 juta
penduduk hidup di bawah garis kemiskinan, separuh dari total rumah tangga
mengonsumsi makanan kurang dari kebutuhan sehari-hari, lima juta balita
berstatus gizi kurang, dan lebih dari 100 juta penduduk berisiko terhadap berbagai
masalah kurang gizi.
Menurut Depkes RI (2006) masalah kurang gizi masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat dan dapat menjadi penyebab kematian terutama
pada kelompok resiko tinggi (bayi dan balita). Menurut Alan Berg (1986), gizi
yang kurang mengakibatkan terpengaruhnya perkembangan mental,
perkembangan jasmani, dan produktifitas manusia karena semua itu
mempengaruhi potensi ekonomi manusia. Masalah gizi pada hakikatnya adalah
masalah kesehatan yang penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan
pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah
gizi adalah multifaktor, oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus
melibatkan berbagai sektor yang terkait. Walaupun telah banyak dilakukan
penyuluhan tentang masalah kurang gizi namun masih banyak masyarakat yang
mengalami masalah-masalah gizi. Oleh karena itu, penyusun berusaha mencari
tahu berbagai hal tentang masalah gizi kurang di Indonesia sebagaimana apa yang
akan dibahas dalam makalah ini.
B. Tujuan

1 Tujuan Umum

Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan diharapkan ibu dengan balita gizi kurang
dapat memahami dan mengerti tentang penyakit gizi kurang.

2 Tujuan Khusus

Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan, diharapkan ibu dengan balita gizi kurang
dapat menjelaskan tentang :

a. Pengertian Anemia
b. Penyebab Anemia
c. Tanda dan Gejala Anemia
d. Makanan yang Baik Dikonsumsi oleh Ibu Hamil
e. Cara pengobatan tradisional penyakit anemia

C. Pelaksanaan
1. Topik Kegiatan : Penyuluhan tentang Anemia pada Ibu Hamil di Desa
Mekar Sari Deli Tua Medan
2. Sasaran :
1. Bidan Desa
2. Kader
3. Masyarakat dengan bayi gizi kurang
3. Metode :
a. Diskusi
b. Demonstrasi

4. Strategi :
a. Penyaji menanyakan kepada peserta tentang anemia yang
terjadi pada ibu hamil (Pengertian, Peyebab, tanda dan gejala
anemia, Makanan yang baik di konsumsi oleh ibu hamil) di
Desa Mekar Sari.
b. Fasilitator memfasilitasi jalannya diskusi.
c. Notulen menuliskan hasil diskusi mengenai masalah
kesehatan yang terdapat di Desa Mekar Sari.
d. Notulen membacakan hasil diskusi mengenai masalah
kesehatan yang terdapat di Desa Mekar Sari.

5. Media/ Alat:
a. Sound Sistem
b. LCD

6. Waktu dan Tempat


Hari : Kamis, 6 Februari 2020
Waktu : 08.00 WIB - selesai
Tempat: Balai Desa Mekar Sari

7. Pengorganisasian Acara

No Waktu Uraian Kegiatan Peserta


1 3 menit Pembukaan : a. Menjawab salam
b. Mendengarkan
1. Memberikan salam
c. Memperhatikan
2. Menjelaskan tujuan
penyuluhan
3. Menyebutkan materi
atau pokok bahasan yang
disampaikan
2 30 menit Penyuluhan : a. Menyimak
a. Menanyakan kepada penjelasan
b. Mendengarkan
peserta tentang anemia
b. Memberikan penjelasan
c. Peserta bertanya
reinforcement atas
d. Peserta menyimak
kemauan peserta
mengungkapkan
pemahamannya tentang
anemia atau kemauan
untuk berbagi
pengalaman
c. Memberikan kesempatan
pada peserta untuk
bertanya tentang hal
yang belum dipahaminya
d. Menjawab pertanyaan
peserta
3 Penutup a. melakukan evaluasi a. menjawab
b. menyimpulkan materi
pertanyaan
penyuluhan b. menyimak
c. mengucapkan salam
kesimpulan
c. menjawab salam

8. Pengorganisasian Lain
Ketua : Rizka Mutiara Raudah
Moderator : Vivi Rosalin Rajagukguk
Fasilitator : Semua Anggota
Notulen : Satria Cristin Silalahi
Observer : Nur Khairunnisa
Pemateri : Novita Ardiyanti
Zhillu Arsy
Risky Meilidia Ginting

9. Kriteria Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
1) Waktu pelaksanaan suda ditentukan yaitu hari .... pukul...
2) Tempat di ....
3) Media dan alat sudah disipakan
4) Peserta hadir tepat waktu sebanyak 80% dari jumlah undangan
5) Mahasiswa haidr tepat waktu
6) Proposal tersedia dan telah mendapat persetujuan dari pembimbing
b. Evaluasi proses
1) 100% peserta mengerti diadakannya pertemuan
2) 100% terlibat dalam proses penyuluhan di Desa Mekar Sari
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Gizi Kurang


Gizi kurang adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan atau
ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, aktivitas berfikir
dan semua hal yang berhubungan dengan kehidupan. Kekurangan zat gizi bersifat
ringan sampai dengan berat. Gizi kurang menggambarkan kurangnya makanan
yang dibutuhkan untuk memenuhi standar gizi.
Gizi kurang dapat terjadi karena seseorang mengalami kekurangan salah
satu zat gizi atau di dalam tubuh (Almatsier, 2005). Gizi kurang juga berarti, suatu
kondisi yang terjadi ketika seseorang mengalami kekurangan nutrisi penting
tertentu, gagal untuk memenuhi tuntutan tubuh yang menyebabkan efek pada
pertumbuhan, kesehatan fisik, suasana hati, perilaku dan fungsi-fungsi lain dari
tubuh. Dengan demikian menjadi kekurangan gizi tidak selalu berarti bahwa orang
kekurangan berat badan.
Masalah gizi kurang ini banyak dialami anak-anak sejak masih dalam
kandungan dan fatalnya, masalah tersebut kadang sangat sulit diatasi
bahkan, tidak dapat diperbaiki ketika anak menjelang dewasa.
Golongan masyarakat yang rentan terhadap gizi kurang adalah balita, ibu hamil
dan menyusui.

B. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Gizi Kurang

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya gizi kurang, antara lain :


1. Pola makan atau asupan gizi yang kurang dan pola hidup masyarakat.

2. Faktor sosial budaya


Yang dimaksud disini adalah rendahnya kesadaran masyarakat akan
pentingnya makanan bergizi bagi pertumbuhan anak. Sehingga, banyak
balita yang diberi makan "sekadarnya" atau asal kenyang padahal miskin
gizi. Masalah lainnya juga berupa pantangan untuk menggunakan
makanan tertentu yang mungkin memiliki nilai gizi tinggi namun, tidak
dikonsumsi karena sudah merupakan tradisi yang turun-temurun sehingga, dapat
mempengaruhi terjadinya gizi kurang.
3. Faktor pendidikan
Kurang adanya pengetahuan tentang pentingnya gizi dikalangan
masyarakat yang pendidikannya relatif rendah seperti, pengetahuan orang tua
tentang pentingnya asupan makanan yang cukup nutrisi.
4. Faktor ekonomi dan kepadatan penduduk
Kemiskinan keluarga dan penghasilan yang rendah yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak
terpenuhi. Rendahnya pendapatan masyarakat dan laju pertambahan penduduk
yang tidak diimbangi dengan bertambahnya
ketersediaan bahan pangan akan menyebabkan krisis pangan. Ini
pun bisa menjadi penyebab terjadinya gizi kurang.
5. Faktor infeksi dan penyakit lain

Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi yang berpengaruh


pada tubuh. Faktor penyakit lain juga berpengaruh seperti, TBC, HIV/AIDS,
saluran pernapasan dan diare.

6. Sanitasi Lingkungan

Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik dan sehat


dapat memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain diare,
kecacingan,dan infeksi saluran pencernaan. Apabila anak menderita infeksi
saluran pencernaan, penyerapan zat-zat gizi akan terganggu yang menyebabkan
terjadinya kekurangan zat gizi.

7. Pola pengasuhan anak, berupa perilaku ibu atau pengasuh lain dalam
hal memberikan makan, merawat, kebersihan memberi kasih sayang dan
sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan kesehatan ibu (fisik dan mental),
status gizi, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, adat kebiasaan dan sebagainya
dari si ibu dan pengasuh lainnya.

8. Bencana alam, perang, kebijaksanaan politik maupun ekonomi yang


memberatkan rakyat. Banjir, tanah longsor, tsunami, letusan gunung berapi dan
bencana alam lain akan menghambat pemenuhan gizi di Indonesia. Bencana alam
berpotensi menghalang proses distribusi bahan makanan sehingga bahan pangan
yang ada tidak terdistribusi dengan baik.

9. Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai.


Berbagai kesulitan air bersih dan akses sarana pelayanan kesehatan
menyebabkan kurangnya jaminan bagi keluarga. Pokok masalah gizi di
masyarakat yaitu kurangnya pemberdayaan keluarga dan kurangnya pemanfaatan
sumber daya masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor langsung maupun tidak
langsung. Hal ini dapat ditanggulangi dengan adanya berbagai kegiatan yang ada
di masyarakat seperti posyandu, pos kesehatan,dll.
C. Masalah Gizi Kurang yang Banyak Terjadi di Indonesia
Situasi global, untuk kejadian luar biasa, tingginya harga makanan akan
meningkatkan jumlah anak yang kekurangan gizi terutama di wilayah WHO yang
melaporkan penemuan kasus kekurangan gizi. Populasi di dunia 2008 yang
diperkirakan beresiko terhadap kurang gizi mencapai 44.967 juta orang yang
tinggal di wilayah perkotaan dan pedesaan, yang merupakan penyebab utama
kematian (WHO, 2008).
Sedangkan di Indonesia, data susenas menunjukkan bahwa prevalensi gizi
kurang selalu menunjukkan peningkatan yaitu dari 12,66 % (2001), 14,28 % dan
14,33 % (2004) (Dinkes RI, 2004). Contoh masalah gizi kurang yang banyak
terjadi di Indonesia, antara lain :
1. KEP (Kekurangan Energi Protein) / PEM (Protein Energi Malnutrition)
Kekurangan energi protein adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan
oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga
tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG). Menurut Supariasa
(2000) Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-
hari dan atau gangguan penyakit tertentu.
Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan badan
yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat
badannya. Anak balita ini justru merupakan kelompok umur yang paling sering
menderita akibat kekurangan gizi. Pada anak-anak KEP dapat menghambat
pertumbuhan, rentan terhadap penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya
tingkat kecerdasan (Almatsier, 2003). Penyebab langsung dari KEP adalah
kekurangan kalori protein. (Sediaoetomo, 1999), masukan makanan yang kurang
dan penyakit atau kelainan yang diderita anak, misalnya penyakit infeksi,
malabsorbsi dan lain-lain. Penyebab tak langsung dari KEP sangat banyak,
sehingga disebut juga sebagai penyakit dengan kausa
multifaktorial (Sediaoetomo, 1999). Dapat juga karena penyerapan protein
terganggu, seperti pada keadaan diare kronik, kehilangan protein abnormal pada
proteinuria (nefrosis), infeksi perdarahan atau luka bakar, dan gagal mensintesis
protein seperti pada keadaan penyakit hati kronik (Nelson, 1999).
Bentuk Kurang Energi Protein (KEP) pada dewasa dibagi dalam dua
bentuk yaitu Undernutrition (kurang zat gizi) dan Starvation
(kelaparan) sedangkan, pada anak-anak dalam bentuk PEM (Protein Energi
Malnutrition) menurut Jelliffe mencakup seluruh kelompok umur
anak, dikelompokkan menjadi : PEM ringan, PEM sedang dan PEM berat yang
terdiri dari marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.
Prevalensi tinggi terjadi pada balita, ibu hamil (bumil) dan ibu menyusui.
KEP pada derajat ringan dan sedang hanya menunjukkan gejala-gejala gizi kurang
seperti, pertumbuhan dan berat badan kurang, kondisi badan yang tampak kurus,
ukuran lingkar lengan menurun, aktivitas dan perhatian kurang namun, tidak
banyak ditemukan kelainan seperti, kelainan kulit dan rambut. Sedangkan, KEP
pada derajat berat (gizi buruk) yang dibedakan menjadi tiga tipe
yaitu kwashiorkor, marasmus dan marasmus-kwashiorkor terdapat gangguan
pertumbuhan, muncul gejala klinis dan kelainan biokimiawi yang khas.
a. Marasmus
Marasmus adalah kekurangan energi (kalori) pada makanan yang
menyebabkan cadangan protein tubuh terpakai sehingga anak menjadi “kurus”
dan “emosional”. Sering terjadi pada bayi yang tidak cukup mendapatkan ASI
serta tidak diberi makanan penggantinya, atau terjadi pada bayi yang sering diare.
Gejala Klinis marasmus, antara lain :
· Wajah seperti orang tua
· Cengeng dan Rewel
· Mata tidak bercahaya
· Sering disertai penyakit infeksi (diare, umumnya kronis berulang, TBC)
· Tampak sangat kurus (tulang terbungkus kulit)
· Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy
pants)
· Perut cekung
· Iga gambang (tulang rusuk menonjol).

b. Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah penyakit yang disebabkan oleh
kekurangan protein dan sering timbul pada usia 1-3 tahun karena pada usia ini
kebutuhan protein tinggi. Meski penyebab utama kwashiorkor adalah kekurangan
protein, tetapi karena bahan makanan yang dikonsumsi kurang menggandung
nutrien lain serta konsumsi daerah setempat yang berlainan, akan terdapat
perbedaan gambaran kwashiorkor di berbagai negara.
Gejala Klinis kwashiorkor, antara lain :
· Edema (pada kedua punggung kaki, bisa seluruh tubuh), dan bila ditekan
lama kembali
· Rambut tipis, warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok
· Kelainan kulit (dermatosis) dan pembesaran hati
· Wajah membulat dan sembab
· Pandangan mata sayu, apatis dan rewel
· Sering disertai penyakit infeksi akut, diare, ISPA dll
· Otot mengecil (hipotrofi).

c. Marasmus-Kwashiorkor
Marasmus-kwashiorkor pada dasarnya adalah campuran dari gejala
marasmus dan kwashiorkor, ciri khas yang dapat terlihat secara klinis yakni :
· Beberapa gejala klinik marasmus, terlihat sangat buruk dalam hal berat badan
(BB/U) dan bila dikonfirmasi dengan BB/TB dikategorikan sangat kurus.
· Kwashiorkor secara klinis terlihat disertai edema yang tidak mencolok pada
kedua punggung kaki
Anak-anak gizi buruk dengan tanda-tanda klinis ini dapat di deteksi
kekurangan energi proteinnya melalui :
a. Penimbangan bulanan di Posyandu termasuk upaya-upaya kejar timbangnya
b. Surveilens gizi/KLB gizi
c. Manajemen Terpadu Balita Sakit dan Poliklinik KIA/tumbuh kembang.

2. GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium)


Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) adalah sekumpulan gejala
atau kelainan yang ditimbulkan karena tubuh menderita kekurangan iodium secara
terus – menerus dalam waktu yang lama yang berdampak pada pertumbuhan dan
perkembangan manusia (DepKes RI, 1996). Makin banyak tingkat kekurangan
iodium yang dialami makin banyak komplikasi atau kelainan yang
ditimbulkannya, meliputi pembesaran kelenjar tiroid dan berbagai stadium
sampai timbul bisu-tuli dan gangguan mental akibat kretinisme (Chan et al,
1988), pertumbuhan yang tidak normal, keterlambatan perkembangan jiwa, dan
tingkat kecerdasan yang rendah.
Kodyat (1996) mengatakan bahwa pada umumnya masalah ini lebih
banyak terjadi di daerah pegunungan dimana makanan yang dikonsumsinya
sangat tergantung dari produksi makanan yang berasal dari tanaman setempat
yang tumbuh pada kondisi tanah dengan kadar iodium rendah.
Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan
masalah yang serius mengingat dampaknya secara langsung mempengaruhi
kelangsungan hidup dan kulitas manusia. Kelompok masyarakat yang sangat
rawan terhadap masalah dampak defisiensi iodium adalah wanita usia subur
(WUS), ibu hamil, anak balita dan anak usia sekolah (Jalal, 1998).
Menurut Djokomoeldjanto (1994) bahwa GAKI sangat erat hubungannya
dengan letak geografis suatu daerah, karena pada umumnya masalah ini sering
dijumpai di daerah pegunungan seperti pegunungan Himalaya, Alpen, Andres dan
di Indonesia gondok sering dijumpai di pegunungan seperti Bukit Barisan Di
Sumatera dan pegunungan Kapur Selatan.
Daerah yang biasanya mendapat suplai makanannya dari daerah lain
sebagai penghasil pangan, seperti daerah pegunungan yang notabenenya
merupakan daerah yang miskin kadar iodium dalam air dan tanahnya. Dalam
jangka waktu yang lama namun pasti daerah tersebut akan mengalami defisiensi
iodium atau daerah endemik iodium (Soegianto, 1996 dalam Koeswo,
1997). Wanita hamil didaerah endemik GAKI akan mengalami
berbagai gangguan kehamilan antara lain, abortus, bayi lahir mati, dan
hipothyroid pada neonatal.

3. AGB (Anemia Gizi Besi)


Sekitar 47% dari 25 juta anak balita dan 26,5% dari sekitar 80 juta anak
usia sekolah dan remaja di Indonesia mengalami anemia gizi besi (kurang darah),
kata Direktur Gizi Masyarakat Depkes, dr Rachmi Untoro MPH. "Secara klinis
anemia gizi besi ditandai gejala '5L' yaitu lesu, lemah, letih, lelah dan lalai,"
katanya pada Seminar Dampak Anemia Gizi Besi terhadap Kecerdasan Anak, di
Jakarta, Kamis (04/08).
Anemia gizi pada balita dan anak akan berdampak pada peningkatan
kesakitan dan kematian, perkembangan otak, fisik, motorik, mental dan
kecerdasan juga terhambat, daya tangkap belajar menurun dan interaksi sosial
berkurang.
AGB bisa diderita siapa saja, namun ada masa rentan AGB. Diantaranya
pada masa kehamilan, balita, remaja, masa dewasa muda dan lansia. Pada ibu
hamil, prevalensi anemia defisiensi berkisar 45-55%, artinya satu dari dua ibu
hamil menderita AGB. Ibu hamil rentan terhadap AGB disebabkan kandungan zat
besi yang tersimpan tidak sebanding dengan peningkatan volume darah yang
terjadi saat hamil, ditambah dengan penambahan volume darah yang berasal dari
janin. Wanita secara kodrat harus kehilangan darah setiap bulan akibat menstruasi,
karenanya wanita lebih tinggi risikonya terkena AGB dibandingkan pria. Anak
anak dan remaja juga usia rawan AGB karena kebutuhan zat besi cukup tinggi
diperluka semasa pertumbuhan. Jika asupan zat besinya kurang maka risiko AGB
menjadi sangat besar. Penyakit kronis seperti radang saluran cerna, kanker, ginjal
dan jantung dapat menggangu penyerapan dan distribusi zat besi di dalam tubuh
yang dapat menyebabkan AGB.
Menurut Soedjatmiko, anak yang sejak balita mengalami anemia ini tak
bisa diobati lagi. Sedangkan bagi anak yang terkena pada usia sekolah, masih bisa
diobati dengan memberikan suplemen zat besi. Prinsipnya, harus ada perubahan
pola makan yang sehat.

4. Kekurangan Vitamin A (KVA)


Kekurangan Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah yang tersebar di
seluruh dunia terutama negara berkembang dan dapat terjadi pada semua umur
terutama pada masa pertumbuhan (balita). Kekurangan vitamin A dapat
menurunkan sistem kekebalan tubuh dan menurunkan epitelisme sel-sel
kulit. Anak yang menderita kurang vitamin A, bila terserang campak, diare atau
penyakit infeksi lain, penyakit tersebut akan bertambah parah dan dapat
mengakibatkan kematian. Infeksi akan menghambat kemampuan tubuh untuk
menyerap zat-zat gizi dan pada saat yang sama akan mengikis habis simpanan
vitamin A dalam tubuh.
Bayi-bayi yang tidak mendapat ASI mempunyai risiko lebih tinggi untuk
menderita KVA, karena ASI merupakan sumber vitamin A yang baik. Rendahnya
konsumsi vitamin A dan pro vitamin A pada bumil sampai melahirkan akan
memberikan kadar vitamin A yang rendah pada ASI.
Kekurangan vitamin A untuk jangka waktu lama juga akan mengkibatkan
terjadinya gangguan pada mata, dan bila anak tidak segera mendapat vitamin A
akan mengakibatkan kebutaan. Kekurangan vitamin A juga menyebabkan lapisan
sel yang menutupi paru-paru tidak mengeluarkan lendir, sehingga mudah
dimasuki mikroorganisme, bakteri, dan virus yang dapat menyebabkan infeksi.
Jika hal ini terjadi pada permukaan dinding usus halus, akan menyebabkan diare.
Vitamin A dapat diperoleh dari ASI atau makanan yang berasal dari
hewan, sayuran hijau serta buah. Dalam keadaan darurat, dimana makanan sumber
alami menjadi sangat terbatas, suplementasi kapsul vitamin A menjadi sangat
penting untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit.
Masalah kurang vitamin A subklinis (kadar vitamin A dalam serum <20
ug/dl) dibeberapa propinsi masih cukup memprihatinkan, karena 50% balita masih
mempunyai status vitamin A rendah. Kurang vitamin A akan mengakibatkan
penurunan daya tahan tubuh terhadap penyakit yang berpengaruh pada
kelangsungan hidup anak. 9,8 persen balita Indonesia masih kekurangan vitamin
A. Program penanggulangan Vitamin A di Indonesia telah dilaksanakan sejak
tahun 1995 dengan suplementasi kapsul Vitamin A dosis tinggi, untuk mencegah
masalah kebutaan karena kurang Vitamin A, dan untuk meningkatkan daya tahan
tubuh. Pemberian kapsul Vitamin A menunjang penurunan angka kesakitan dan
angka kematian anak (30-50%). maka selain untuk mencegah kebutaan,
pentingnya vitamin A saat ini lebih dikaitkan dengan kelangsungan hidup anak,
kesehatan dan pertumbuhan anak.

D. Dampak yang Ditimbulkan Akibat Gizi Kurang

Gizi kurang menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi,


menyebabkann banyak penyakit kronis, dan menyebabkan orang tidak mungkin
melakukan kerja keras. Seseorang kekurangan zat gizi akan mudah terserang
penyakit,dan pertumbuhan akan terganggu (Supariasa dkk,2002).
Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan
masalah, baik pada ibu maupun janin. Gizi kurang pada ibu hamil dapat
menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu antara lain: anemia, pendarahan,
berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena penyakit infeksi.
Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan
persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (premature), pendarahan
setelah persalinan, serta persalinan dengan operasi cenderung
meningkat. Kekurangan gizi pada ibu hamil juga dapat mempengaruhi proses
pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati,
kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra partum (mati
dalam kandungan), lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Ibu hamil yang
juga menderita Kurang Energi Protein akan berpengaruh pada gangguan fisik,
mental dan kecerdasan anak, dan juga meningkatkan resiko bayi yang dilahirkan
kurang zat besi. Bayi yang kurang zat besi dapat berdampak pada gangguan
pertumbuhan sel-sel otak, yang dikemudian hari dapat mengurangi IQ
anak. Secara umum gizi kurang pada bayi, balita dan ibu hamil dapat menciptakan
generasi yang secara fisik dan mental lemah.
Secara umum dampak gizi kurang antara lain, pertumbuhan anak menjadi
terganggu, produksi tenaga (energi) kurang sehingga mempengaruhi aktivitas,
pertahanan tubuh menurun dan terganggunya fungsi otak sehingga, dapat
menciptakan generasi dan SDM yang kurang berkualitas.

E. Cara Mencegah dan Menanggulangi Masalah Gizi Kurang


Beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi kurang antara lain, sebagai
berikut :
1. Membiasakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan memperhatikan
pola makan yang teratur dengan gizi seimbang.
2. Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak
mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat
normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, sistem reproduksi normal,
tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil
maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat
daripada ibu dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya.
3. Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan.
Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai
pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur.
4. Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program
posyandu untuk mengetahui apakah pertumbuhan anak sesuai dengan
standar pada KMS. Sehingga, jika tidak sesuai atau ditemukan adanya gejala
gizi kurang maka hal tersebut dapat segera diatasi.
5. Meningkatkan pengetahuan masyarakat terutama orang tua tentang
gizi melalui penyuluhan kepada masyarakat luas terutama di daerah
pedesaan dan di daerah terpencil. Sebab, menurut Samuel, dibutuhkan
peningkatan pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya pemberian
makanan bergizi yang seimbang sejak bayi dan komposisi makanan seperti
apa yang dibutuhkan oleh anak mereka. Memberikan makanan yang tepat
dan seimbang kepada anak yang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak,
mineral dan vitamin. Lemak minimal diberikan 10 % dari total kalori yang
dibutuhkan, sementara protein diberikan 12 % dari total kalori. Sisanya
adalah karbohidrat. “Kuantitas makanan yang dikonsumsi harus disesuaikan
dengan kebutuhan anak, karena masing-masing anak memiliki kebutuhan
gizi yang berbeda tergantung usia, gender dan aktivitas.”
6. Diperlukan peranan baik dari keluarga, praktisi kesehatan, maupun
pemerintah. Pemerintah harus meningkatkan kualitas posyandu dan
pelayanan kesehatan lainnya, jangan hanya sekedar untuk penimbangan dan
vaksinasi, tapi harus diperbaiki dalam hal penyuluhan gizi dan kualitas
pemberian makanan tambahan, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat
agar akses pangan tidak terganggu.
7. Menggerakan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat dengan
meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang
berkualitas dan meningkatkan sistem surveilans, monitoring dan informasi
kesehatan

Anda mungkin juga menyukai