Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KAPITA SELEKTA

AUTOIMUN

OLEH :

KELOMPOK 3 :
KELAS E2

1. ELIN OKTAVIA (A201901041)


2. NUR RAHMI (A201901042)
3. ANNISA NUR SA’ADAH (A201901051)
4. SUSINARWATI (A201901053)
5. SRI KURNIA NNGSI (A201901065)
6. ALNIS WULANDARI (A201901066)
7. EMOSASIRUANA ANDARTANI (A201901114)

DOSEN PENGAMPU : dr. HILMA YUNIAR THAMRIN, Sp.Pk.,M.Kes

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


PROGRAM STUDI D – IV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
UNIVERSITAS MANDALA WALUYA
KENDARI
2022

1
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah swt yang telah


memberikan kesehatan, kesempatan, serta kelapangan berpikir kepada penulis.
Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang
telah membebaskan umat manusia dari kejemuhan dan kefasikan.

Dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul


“Autoimun”. Ucapan terimakasih kepada dosen yang telah membimbing mata
kuliah Kapita Selekta.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih memiliki kekurangan.


Oleh karena itu, kritikan yang sifatnya membangun masih diperlukan demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya, penulis hanya berharap semoga makalah ini
berguna terutama bagi penulis sendiri dan pembacanya.

Kendari,15 Juli 2022

Kelompok 3

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................2

DAFTAR ISI...................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................4

1.1 Definisi.............................................................................................4
1.2 Etiologi.............................................................................................5
1.3 Faktor Pencetus................................................................................6
1.4 Jenis-Jenis Penyakit Autoimun........................................................7

BAB II PATOFISIOLOGI.............................................................................11

BAB III DIAGNOSIS.....................................................................................15

3.1 Anamnesis.........................................................................................15

3.2 Pemeriksaan Fisik.............................................................................17

3.3 Pemeriksaan Laboratorium...............................................................18

BAB IV PENUTUP.........................................................................................23

4.1 Kesimpulan........................................................................................23

4.2 Saran..................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................24

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Definisi
Autoimunitas adalah respon imun terhadap antigen tubuh sendiri yang
disebabkan oleh menkanisme normal yang gagal berperan untuk
mempertahankan self-tolerance sel B, sel T atau keduanya. Respon imun
terlalu aktif menyebabkan disfungsi imun, menyerang bagian dari tubuh
tersebut dan merupakan kegagalan fungsi sistem kekebalan tubuh yang
membuat badan menyerang jaringannya sendiri. Sistem imunitas menjaga
tubuh melawan pada apa yang terlihatnya sebagai bahan asing atau berbahaya.
Bahan seperti itu termasuk mikro-jasad, parasit (seperti cacing), sel kanker,
dan malah pencangkokkan organ dan jaringan.
Penyakit autoimun adalah penyakit dimana sistem kekebalan yang
terbentuk salah mengidentifikasi benda asing, dimana sel, jaringan atau organ
tubuh manusia justru dianggap sebagai benda asing sehingga dirusak oleh
antibodi. Jadi adanya penyakit autoimun tidak memberikan dampak
peningkatan ketahanan tubuh dalam melawan suatu penyakit, tetapi justru
terjadi kerusakan tubuh akibat kekebalan yang terbentuk.
Ada dua teori utama yang menerangkan mekanisme terjadinya penyakit
autoimun. Pertama, autoimun disebabkan oleh kegagalan pada delesi DNA
limfosit normal untuk mengenali antigen tubuh sendiri. Kedua, autoimun
disebabkan oleh kegagalan regulasi normal sistem imunitas (yang
mengandung beberapa sel imun yang mengenali antigen tubuh sendiri namun
mengalami supresi). Terjadinya kombinasi antara faktor lingkungan, faktor
genetik dan tubuh sendiri berperan dalam ekspresi penyakit autoimun.
Beberapa contoh penyakit autoimun tersebut antara lain adalah Rheumatoid
arthritis (RA), Systemic Lupus Erythematosus (SLE), Antiphospholipid
Syndrome (APS).
Bahan yang bisa merangsang respon imunitas disebut antigen. Antigen
adalah molekul yang mungkin terdapat dalam sel atau di atas permukaan sel

4
(seperti bakteri, virus, atau sel kanker). Beberapa antigen, seperti molekul
serbuk sari atau makanan, ada di mereka sendiri. Sistem imunitas bereaksi
hanya terhadap antigen dari bahan asing atau berbahaya, tidak terhadap
antigen dari orang yang memiliki jaringan sendiri. Tetapi, sistem imunitas
kadang-kadang rusak, menterjemahkan jaringan tubuh sendiri sebagai antibodi
asing dan menghasilkan (disebut autoantibodi) atau sel imunitas menargetkan
dan menyerang jaringan tubuh sendiri. Respon ini disebut reaksi autoimun.
Hal tersebut menghasilkan radang dan kerusakan jaringan. Efek seperti itu
mungkin merupakan gangguan autoimun.

1.2 Etiologi
Penyakit autoimun timbul akibat patahnya toleransi kekebalan diri dan
dipengaruhi oleh berbagai faktor (multi faktor). Jika tubuh dihadapkan sesuatu
yang asing maka tubuh memerlukan ketahanan berupa respon immun untuk
melawan substansi tersebut dalam upaya melindungi dirinya sendiri dari
kondisi yang potensial menyebabkan penyakit. Untuk melakukana hal tersebut
secara efektif maka diperlukan kemampuan untuk mengenali dirinya sendiri
sehingga dapat memberikan respon pada kondisi asing atau bukan dirinya
sendiri. Pada penyakit autoimmune terjadi kegagalan untuk mengenali
beberapa bagian dari dirinya.
Reaksi autoimun dapat disebabkan oleh beberapa hal :
a. Senyawa yang ada di badan yang normalnya dibatasi di area tertentu
(disembunyikan dari sistem kekebalan tubuh) dilepaskan ke dalam aliran
darah. Misalnya, pukulan ke mata bisa membuat cairan di bola mata
dilepaskan ke dalam aliran darah. Cairan merangsang sistem kekebalan
tubuh untuk mengenali mata sebagai benda asing dan menyerangnya.
b. Senyawa normal di tubuh berubah, misalnya, oleh virus, obat, sinar
matahari, atau radiasi. Bahan senyawa yang berubah mungkin
kelihatannya asing bagi sistem kekebalan tubuh. Misalnya, virus bisa
menulari dan demikian mengubah sel di badan. Sel yang ditulari oleh virus
merangsang sistem kekebalan tubuh untuk menyerangnya.

5
c. Senyawa asing yang menyerupai senyawa badan alami mungkin memasuki
badan. Sistem kekebalan tubuh dengan kurang hati-hati dapat menjadikan
senyawa badan mirip seperti bahan asing sebagai sasaran. Misalnya,
bakteri penyebab sakit kerongkongan mempunyai beberapa antigen yang
mirip dengan sel jantung manusia. Jarang terjadi, sistem kekebalan tubuh
dapat menyerang jantung orang sesudah sakit kerongkongan (reaksi ini
bagian dari demam rheumatik).
d. Sel yang mengontrol produksi antibodi misalnya, limfosit B (salah satu sel
darah putih) mungkin rusak dan menghasilkan antibodi abnormal yang
menyerang beberapa sel badan.
e. Keturunan mungkin terlibat pada beberapa kekacauan autoimun.
Kerentanan kekacauan, daripada kekacauan itu sendiri, mungkin diwarisi.
Pada orang yang rentan, satu pemicu, seperti infeks virus atau kerusakan
jaringan, dapat membuat kekacauan berkembang. Faktor hormonal juga
mungkin dilibatkan, karena banyak kekacauan autoimun lebih sering
terjadi pada wanita.
1.3 Faktor Pencetus
Faktor faktor yang menyebabkan seseorang berisiko untuk mengidap
penyakit autoimun, seperti :

1. Genetik atau keturunan. Faktor genetik merupakan faktor risiko utama


yang bisa menimbulkan penyakit autoimun. Meski demikian, faktor ini
bukan satu-satunya yang bisa memicu reaksi kekebalan tubuh.
2. Lingkungan. Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor penting yang
memicu timbulnya penyakit autoimun. Faktor lingkungan mencakup
paparan zat tertentu, seperti asbes, merkuri, perak, dan emas, pola hidup
yang berantakan serta pola makan yang kurang sehat.
3. Perubahan hormon. Faktor perubahan hormon menjadi salah satu
penyebab penyakit autoimun. Seperti contohnya, penyakit autoimun sering
menyerang ibu setelah melahirkan. Hal tersebut menimbulkan asumsi
bahwa perubahan hormon memiliki korelasi dengan penyakit autoimun.

6
Misalkan ketika seorang wanita hamil, melahirkan anak, atau ketika
mengalami menopause.
4. Infeksi. Umumnya, penyakit autoimun sering dikaitkan dengan terjadinya
gejala infeksi. Hal tersebut dianggap wajar karena gejala penyakit
autoimun sebagian besar, diperburuk oleh infeksi tertentu.
5. Jenis kelamin. Sekitar tiga perempat orang dengan gangguan autoimun
adalah wanita.
1.4 Jenis-Jenis Penyakit Autoimun
1. Penyakit Anemia Hemolitik Autoimun
Penyakit ini menyerang sel darah merah, ditandai dengan gejala Anemia
(berkurangnya jumlah sel darah merah) terjadi, menyebabkan kepenatan,
kelemahan, dan sakit kepala ringan. Limpa mungkin membesar. Anemia
bisa hebat dan bahkan fatal.
2. Penyakit Bullous Pemphigoid
Penyakit ini menyerang kulit, ditandai dengan Lepuh besar, yang kelilingi
oleh area bengkak yang merah, terbentuk di kulit. Gatal biasa. Dengan
pengobatan, prognosis baik.
3. Penyakit Sindrom Goodpasture
Penyakit ini menyerang paru-paru dan ginjal, ditandai dengan Gejala,
seperti pendeknya nafas, batuk darah, kepenatan, bengkak, dan gatal,
mungkin berkembang. Prognosis baik jika pengobatan dilaukan sebelum
kerusakan paru-paru atau ginjal hebat terjadi.
4. Penyakit Graves
Penyakit ini menyerang kelenjar tiroid, ditandai dengan kelenjar gondok
dirangsang dan membesar, menghasilkan kadar tinggi hormon thyroid
(hyperthyroidism). Gejala mungkin termasuk detak jantung cepat, tidak
tahan panas, tremor, berat kehilangan, dan kecemasa. Dengan pengobatan,
prognosis baik.
5. Penyakit Tiroiditis Hashimoto
Penyakit ini menyerang kelenjar tiroid, ditandai dengan kelenjar gondok
meradang dan rusak, menghasilkan kadar hormon thyroid rendah

7
(hypothyroidism). Gejala seperti berat badan bertambah, kulit kasar, tidak
tahan ke dingin, dan mengantuk. Pengobatan seumur hidup dengan
hormon thyroid perlu dan biasanya mengurangi gejala secara sempurna.
6. Penyakit Multiple Sclerosis
Penyakit ini menyerang Otak dan spinal cord, ditandai dengan Seluruh sel
syaraf yang terkena rusak. Akibatnya, sel tidak bisa meneruskan sinyal
syaraf seperti biasanya. Gejala mungkin termasuk kelemahan, sensasi
abnormal, kegamangan, masalah dengan pandangan, kekejangan otot, dan
sukar menahan hajat. Gejala berubah-ubah tentang waktu dan mungkin
datang dan pergi. Prognosis berubah-ubah.
7. Penyakit Myasthenia Gravis
Penyakit ini menyerang Koneksi antara saraf dan otot (neuromuscular
junction), ditandai dengan otot, teristimewa yang dipunyai mata, melemah
dan lelah dengan mudah, tetapi kelemahan berbeda dalam hal intensitas.
Pola progresivitas bervariasi secara luas. Obat biasanya bisa mengontrol
gejala.
8. Penyakit Pemphigus
Penyakit ini menyerang kulit, ditandai dengan Lepuh besar terbentuk di
kulit. Gangguan bisa mengancam hidup.
9. Penyakit Pernicious Anemia
Penyakit ini menyerang sel tertentu di sepanjang perut, ditandai dengan
Kerusakan pada sel sepanjang perut membuat kesulitan menyerap vitamin
B12. (Vitamin B12 perlu untuk produksi sel darah tua dan pemeliharaan
sel syaraf). Anemia adalah, sering akibatnya menyebabkan kepenatan,
kelemahan, dan sakit kepala ringan. Syaraf bisa rusak, menghasilkan
kelemahan dan kehilangan sensasi. Tanpa pengobatan, tali tulang belakang
mungkin rusak, akhirnya menyebabkan kehilangan sensasi, kelemahan,
dan sukar menahan hajat. Risiko kanker perut bertambah. Juga, dengan
pengobatan, prognosis baik.

8
10. Penyakit Rheumatoid Arthritis
Penyakit ini menyerang Sendi atau jaringan lain seperti jaringan paru-paru,
saraf, kulit dan jantung, Banyak gejala mungkin terjadi. termasuk demam,
kepenatan, rasa sakit sendi, kekakuan sendi, merusak bentuk sendi,
pendeknya nafas, kehilangan sensasi, kelemahan, bercak, rasa sakit dada,
dan bengkak di bawah kulit. Progonosis bervariasi
11. Penyakit Systemic Lupus Erythematosus (Lupus)
Penyakit ini menyerang sendi, ginjal, kulit, paru-paru, jantung, otak dan
sel darah, ditandai dengan Sendi, walaupun dikobarkan, tidak menjadi
cacat. Gejala anemia, seperti kepenatan, kelemahan, dan ringan-
headedness, dan yang dipunyai ginjal, paru-paru, atau jantung
mengacaukan, seperti kepenatan, pendeknya nafas, gatal, dan rasa sakit
dada, mungkin terjadi. Bercak mungkin timbul. Ramalan berubah-ubah
secara luas, tetapi kebanyakan orang bisa menempuh hidup aktif meskipun
ada gejolak kadang-kadang kekacauan.
12. Penyakit Diabetes Mellitus Tipe
Penyakit ini menyerang Sel beta dari pankreas (yang memproduksi
insulin), ditandai dengan Gejala mungkin termasuk kehausan berlebihan,
buang air kecil, dan selera makan, seperti komplikasi bervariasi dengan
jangka panjang. Pengobatan seumur hidup dengan insulin diperlukan,
sekalipun perusakan sel pankreas berhenti, karena tidak cukup sel pankreas
yang ada untuk memproduks iinsulin yang cukup. Prognosis bervariasi
sekali dan cenderung menjadi lebih jelek kalau penyakitnya parah dan
bertahan hingga waktu yang lama.
13. Penyakit Vasculitis
Penyakit ini menyerang pembuluh darah, Vasculitis bisa mempengaruhi
pembuluh darah di satu bagian badan (seperti syaraf, kepala, kulit, ginjal,
paru-paru, atau usus) atau beberapa bagian. Ada beberapa macam. Gejala
(seperti bercak, rasa sakit abdominal, kehilangan berat badan, kesukaran
pernafasan, batuk, rasa sakit dada, sakit kepala, kehilangan pandangan, dan
gejala kerusakan syaraf atau kegagalan ginjal) bergantung pada bagian

9
badan mana yang dipengaruhi. Prognosis bergantung pada sebab dan
berapa banyak jaringan rusak. Biasanya, prognosis lebih baik dengan
pengobatan.

10
BAB II

PATOFISIOLOGI

Dalam keadaan normal, sistem imun dapat membedakan self antigen


(antigen tubuh sendiri) dari antigen asing, karena tubuh mempunyai toleransi
terhadap self antigen (self-tolerance), tetapi pengalaman klinis menunjukkan
bahwa adakalanya timbul reaksi autoimunitas. Idealnya, sistem imun dapat
memelihara keseimbangan antara respon yang efektif terhadap antigen lingkungan
dan sistem pengendalian terhadap sejumlah molekul yang mempunyai
kemampuan merusak diri sendiri.
Autoimunitas terjadi karena self-antigen yang dapat menimbulkan aktivasi,
proliferasi serta diferensiasi sel T autoreaktif menjadi sel efektor yang
menimbulkan kerusakan jaringan dan berbagai organ. Respons terhadap self-
antigen melibatkan komponen-komponen yang juga terlibat dalam respons imun,
seperti antibodi, komplemen, kompleks imun, dan cell mediated immunity. Baik
antibodi maupun sel T atau keduanya dapat berperan dalam patogenesis penyakit
autoimun.
Dalam autoimunitas, antigen disebut autoantigen, sedang antibodi disebut
autoantibodi. Selautoreaktif adalah limfosit yang mempunyai reseptor untuk
autoantigen.Bila sel tersebutmemberikan respon autoimun, disebut SLR (sel
limfosit reaktif).Pada orang normal, meskipunSLR terpajan dengan autoantigen,
tidak selalu terjadi respons autoimun oleh karena ada sistem yang mengontrol
reaksi autoimun.
 Fitur Umum Gangguan Autoimun
Penyakit autoimun memiliki beberapa karakteristik umum yang
relevan dengan mendefinisikan mekanisme yang mendasari.
1. Penyakit autoimun mungkin baik sistemik atau organ tertentu, tergantung
pada distribusi gens autoanti- yang diakui. Misalnya, pembentukan
kompleks imun beredar terdiri dari nukleoprotein diri dan antibodi spesifik
biasanya duces pro penyakit sistemik, seperti systemic lupus
erythematosus (SLE). Sebaliknya, autoantibodi atau sel T respon terhadap

11
antigen diri dengan dibatasi memimpin jaringan distribusi untuk penyakit
organ-spesifik, seperti asthenia gravis, diabetes tipe 1, dan multiple
sclerosis.
2. Berbagai mekanisme efektor bertanggung jawab untuk cedera sue tis- pada
penyakit autoimun yang berbeda. Mekanisme ini termasuk kompleks
imun, beredar autoantibodi, dan limfosit T autoreaktif dan dibahas dalam
Bab 19. Fitur logika klinis dan patogenesis penyakit ini biasanya
ditentukan oleh sifat dari respon autoimun yang dominan.
3. Penyakit autoimun cenderung menjadi kronis, progresif, dan
mengabadikan diri. Alasan untuk ini membangun struktur kendala pada
aspek yang bahwa antigen diri yang memicu respon imun dimulai, banyak
mekanisme amplifikasi diaktifkan yang mengabadikan respon. Selain itu,
respon dimulai terhadap satu antigen diri yang melukai jaringan dapat
mengakibatkan pelepasan dan perubahan antigen jaringan lainnya, aktivasi
limfosit spesifik untuk antigen lainnya.
4. Toleransi cacat atau regulasi. Kegagalan mekanisme-mekanisme diri
toleransi dalam sel T atau B, yang menyebabkan keseimbangan antara
aktivasi limfosit dan kontrol, adalah penyebab dari semua penyakit
autoimun. Potensi autoimunitas ada di semua individu menyebabkan
beberapa kekhususan secara acak dari klon limfosit berkembang mungkin
untuk antigen diri, dan banyak antigen diri yang mudah diakses limfosit.
Seperti dibahas sebelumnya, toleransi terhadap antigen diri biasanya
dikelola oleh proses seleksi yang mencegah pematangan beberapa diri
limfosit cific antigen-dengan spesialisasi dan dengan mekanisme yang
menonaktifkan atau menghapus limfosit diri reaktif yang melakukan
matang. Kehilangan self toleransi mungkin terjadi jika limfosit diri reaktif
tidak dihapus atau dinonaktifkan selama atau setelah maturasi dan jika
APC diaktifkan sehingga antigen diri disajikan untuk sistem kekebalan
tubuh secara imunogenetik.
5. Tampilan abnormal dari antigen diri. Kelainan dapat mencakup
peningkatan ekspresi dan ketekunan antigen diri yang biasanya

12
dibersihkan, atau perubahan struktural dalam antigen tersebut dihasilkan
dari modifikasi enzimatik atau dari stres seluler atau cedera. Jika
perubahan ini mengarah pada tampilan epitop antigenik yang tidak hadir
secara normal, sistem kekebalan tubuh mungkin tidak toleran terhadap
epitop ini, sehingga memungkinkan respon antigen-diri untuk
mengembangkan.
6. Peradangan atau respon imun bawaan awal. Ini dapat berkontribusi
terhadap perkembangan penyakit autoimun, mungkin dengan
mengaktifkan APC, yang mengatasi mekanisme peraturan dan hasil dalam
aktivasi sel T yang berlebihan.

Perhatian terakhir banyak telah difokuskan pada peran sel T dalam


autoimunitas karena dua alasan utama. Pertama, sel T helper adalah regulator
kunci dari semua respon imun untuk protein, dan sebagian besar antigen diri
terlibat dalam auto penyakit kekebalan tubuh adalah protein. Kedua, beberapa
penyakit autoimun secara genetik terkait dengan MHC (kompleks HLA pada
manusia), dan fungsi MHC molekul adalah untuk menyajikan antigen peptida ke
sel T. Kegagalan toleransi diri dalam limfosit T dapat mengakibatkan penyakit
autoimun di mana kerusakan jaringan disebabkan oleh reaksi kekebalan sel-
dimediasi. Kelainan sel T helper juga dapat menyebabkan produksi autoantibodi
karena sel-sel T helper diperlukan untuk produksi antibodi afinitas tinggi terhadap
antigen protein.

13
Gambar 1. Mekanisme Autoimun

14
BAB III

DIAGNOSIS

Rheumatoid arthritis adalah penyakit sistem autoimun, terutama


menyerang sendi. Ia dapat ditandai dengan inflamasi dan nyeri di sendi dan
gangguan gerak. Penyakit ini perlu diwaspadai apabila berlangsung tanpa
pengobatan yang memadai, penyakit ini dapat menyebabkan kelainan bentuk pada
persendian dan peradangan kronis. Kondisi ini dapat menyebabkan hilangnya
fungsi persendian dan kecatatan sehingga kualitas hidup menurun.

3.1 Anamnesis

Pemeriksaan pasien dimulai dengan wawancara atau anamnesis.


Anamnesis adalah wawancara antara dokter, penderita atau keluarga penderita
yang mempunyai hubungan dekat dengan pasien, mengenai semua data tentang
penyakit. Dalam anamnesis, harus diketahui adalah identitas pasien, keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang dan dulu, riwayat kesihatan keluarga, riwayat
peribadi dan riwayat ekonomi. Dalam rekam medik, perlu ada anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis kerja, penatalaksanaan dan
prognosis. Maka seorang dokter sering menemukan informasi penting tentang
kemungkinan penyebab gejala melalui sebuah diskusi tentang riwayat kesehatan
pasien.1 Ia juga adalah pintu pembuka untuk membangun hubungan antara dokter
dan pasien sehingga dapat membawa kepada keterbukaan dan kerjasama dari
pasien untuk tahap-tahap pemeriksaan selanjutnya.

 Hal yang harus ditanyakan berdasarkan gejala-gejala yang telah diketahui ;


1. Identitas
Ditanyakan nama lengkap, usia, tempat tinggal dan pekerjaan. Penyakit
reumatik dapat menyerang semua umur tetapi frekuensi penyakit terhadap
kelompok umur tertentu yang berbeda. Misalnya osteoarthritis lebih sering
ditemukan pada pasien usia lanjut dibandingkan dengan usia muda.
Sebaliknya lupus eritematous sistemik lebih sering ditemukan pada wanita
usia muda dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Pada penyakit

15
reumatik perbandingan jenis kelamin berbeda pada beberapa kelompok
penyakit. Reumatoid Artritis, Lupus Eritematosus Sistemik : pria>wanita
2. Keluhan
Ada 2 jenis anamnesis yang umum dilakukan, yakni Autoanamnesis dan
Alloanamnesis. Pada umumnya anamnesis dilakukan dengan teknik
autoanamnesis yaitu anamnesis yang dilakukan langsung terhadap
pasiennya. Anamnesis yang didapat dari informasi orang lain serta ahli
keluarga disebut Alloanamnesis.
3. Riwayat penyakit sekarang (RPS) :
 Sendi apakah yang terkena? Umumnya pergelangan tangan, jari
tangan, siku, bahu dan lutut.
 Apakah ada rasa nyeri? Sejak kapan dan dimana? Nyerinya itu berapa
lama? Pagi atau malam sahaja? Atau sepanjang hari? Apakah ada
faktor pemberat yang menyebabkan nyeri? Seperti pernah terbentur
atau ketabrak.
 Adakah kaku, bengkak, deformitas? Umumnya kaku terjadi pada pagi
hari saat bangun tidur dan selama lebih dari 1 jam.
 Apakah satu atau dua sendi yang terkena?
 Apakah ada keluhan penyerta seperti demam? Berat badan turun?
Lelah?
4. Riwayat personal dan social
Ditanya ke pasien apakah pekerjaannya itu membutuhkan menggunakan
tengan dengan kerap? Mengangkat beban yang berat? Pemakannya
bagaimana? Apakah ada mengambil protein yang berlebihan? Apakah
pasien merokok dan mengambil alcohol?
5. Riwayat penyakit dahulu
Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya hubungan antara
penyakit yang pernah dideritai dengan penyakitnya sekarang. Yang perlu
ditanya adalah tentang riwayat kecelakaan, penyakit berat, imunisasi,
operasi, alergi obat atau makanan. Ditanyakan juga jenis obat dan
pemeriksaan yang pernah diambil dahulu.

16
6. Riwayat keluarga
Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial atau
penyakit infeksi. Pada penyakit yang bersifat kongenital, perlu ditanyakan
riwayat kehamilan dan kelahiran. Hasil anamnesis : Ibunya juga sering
mengalami nyeri sendi terutama pada lutut kirinya.

3.2 Pemeriksaan fisik

1. Inspeksi(LOOK)
Inspeksi adalah cara memeriksa dengan melihat dan mengamati
bagian tubuh pasien yang diperiksa. Dilihat bagian anggota tangan dari
bahu sehingga jari-jari. Dan juga anggota kaki dari coxae sehingga jari-jari
kaki. Dilihat juga warna kulit, bentuk tubuh, ukuran tubuh dan gerakan
tubuh spontan. Dengan inspeksi juga dapat melihat benjolan, kemerahan,
deformitas dan pengecilan otot di sekelilingnya.
2. Palpasi (FEEL)
Palpasi adalah pemeriksaan secara perabaan dengan menggunakan
rasa propioseptif ujung jari tangan. Dengan palpasi dapat diketahui nyeri
pada benjolan tersebut, hangat atau tidak, efusi dan penebalan synovial.
3. Pergerakan (MOVE)
Selain inspeksi dan palpasi, bisa juga dilakukan pergerakan pasien
dengan memeriksa gerak sendi yang aktif dan yang pasif serta memeriksa
fungsi. Iaitu dengan cara menggenggam, berjalan dan melakukan
pergerakan lain. Selain itu, dokter perlu memeriksa sendi-sendi yang lain.
Dokter perlu melakukan pemeriksaan gerak secara pasif ataupun aktif
seperti gerakan fleksi, ekstensi, abduksi dan adduksi pada sendi-sendi
yang terdapat kelainan.

17
3.3 Pemeriksaan Laboratorium
A. Pemerikaan skrinning terdiri atas :
1). Pemerikaan Rheumatoid Faktor
1) Pra Aanalitik
- Persiapan Pasien : Tidak memerlukan persiapan khusus
- Persiapan alat dan bahan :
a. Alat
1. Black Slide Test
2. Mikropipet 100µl dan 50µl
3. Yellow tip
4. Pipet disposable
5. Rak tabung
6. Tabung serologi
b. Bahan
1. Sampel serum
2. Tissue
3. RA Lateks Test Kit Merk “Reiged Diagnostic”
4. Larutan Buffer/Saline
2) Analitik
- Kualitatif
1. Masing-masing komponen/reagen dibiarkan mencapai suhu
ruang.
2. Reagen dikocok perlahan untuk menghomogenkan partikel
lateks.
3. Satu tetes sampel serum ditambahkan pada black slide test.
4. Satu tetes reagen latex ditambahkan disebelah sampel serum.
5. Sampel serum dan reagen diaduk memenuhi lingkaran slide.
6. Slide test digoyangkan selama 2 menit.
7. Hasil positif ditandai dengan adanya aglutinasi.

18
- Semi Kuantitatif
1. Empat buah tabung serologis disiapkan, masing-masing
tabung diberi label ½, ¼ , 1/8 ,1/16.
2. Larutan saline dipipet sebanyak 100µl dan dimasukkan pada
masing-masing tabung.
3. Tabung 1 dimasukkan 100µl sampel serum kemudian
dihomogenkan.
4. Dari tabung 1 dipipet 100µl kemudian dimasukkan ke tabung
2 dan dihomogenkan, dan dilanjutkan hingga tabung ke-4.
5. Dari tabung ke-4 diambil 100µl dan dibuang.
6. Selanjutnya, 50µl serum dipipet dan ditambahkan 50µl
campuran tadi dan dikerjakan seperti pada uji kualitatif.
7. Hasil akhir/titer ditentukan dari pengenceran tertinggi yang
masih menunjukkan hasil positif.
3) Pasca Analitik
- Interpretasi Hasil
1. Kualitatif
 Adanya aglutinasi menunjukkan tingkat RF dalam sampel
serum ≥ 8 IU/mL
 Tidak adanya aglutinasi menunjukkan tingkat RF dalam
sampel serum < 8 IU/mL

19
2. Semi Kuantitatif

No. Pengenceran Titer (IU/mL)

1. ½ 16

2. ¼ 32

3. 1/8 64

4. 1/16 128

B. Pemeriksaan Diagnostik terdiri atas :

1) Pemeriksaan CRP (C-Reactive Protein)

1. Pra Analitik
1. Persiapan Pasien: tidak memerlukan persiapan khusus

2. Prinsip : Antigen yang berasal dari serum akan bereaksi dengan


antibody yang berasal dari reagen. Apabila terjadi ikatan
spesifik maka akan membentuk aglutinasi.

3. Alat dan Bahan :

a. Mikropipet 
b. Slide test
c. Stik pengaduk
d. Sampel serum
e. Reagen CRP

2. Analitik :

1. Meneteskan 40µl reagen CRP ke setiap lingkaran pada slide test


2. Meneteskan 1 tetes serum ke setiap lingkaran pada slide test

20
3. Menghomogenkan menggunakan stik pengaduk
4. Menggoyangkan slide test kedepan dan kebelakang dengan
perlahan selama 2 menit (bisa menggunakan rotator kecepatan
rendah)
5. Amati hasil 

3. Pasca Analitik
- Interpretasi hasil :

Dibaca setelah 2 menit pada tempat yang terang

2). Pemeriksaan LED (Laju Endap Darah)


1. Pra Analitik
1. Persiapan Pasien: tidak memerlukan persiapan khusus
2. Persiapan sampel: Darah vena dicampur dengan antikoagulan
larutan Natrium Sitrat 0,109 M dengan perbandingan 4 : 1.
dapat juga dipakai darah EDTA yang diencerkan dengan
larutan sodium sitrat 0,109 M atau NaCl 0,9% dengan
perbandingan 4:1. 
3. Prinsip: mengukur kecepatan sendimentasi sel eritrosit di
dalam plasma. Satuannya mm/jam
4. Alat dan bahan : 
a. Pipet Westergren 
b. Rak untuk pipet Westergren
c. Natrium sitrat 0,109 M

21
2. Analitik 

1. Isi pipet Westergren dengan darah yang telah diencerkan sampai


garis tanda 0. Pipet harus bersih dan kering.
2. Letakkan pipet pada rak dan perhatikan supaya posisinya betul-
betul tegak lurus pada suhu 18-250C. Jauhkan dari cahaya
matahari dan getaran.
3. Setelah tepat 1 jam, baca hasilnya dalam mm/jam.
3. Pasca Analitik 
- Nilai rujukan : 
- Laki-laki   : 0 – 20 mm/jam
- Perempuan : 0 – 15 mm/jam

C. Pemeriksaan Follow UP
Standar follow up untuk kasus rheumatoid arthritis yang dilakukan
belum ada, sehingga untuk menentukan batasan follow up dengan
membandingkan keluhan sebelum operasi berupa nyeri dan kaku sendi
dan knee society score dengan pasca operasi, serta komplikasi yang
mungkin terjadi. Follow up dilakukan pada bulan ke-6, tahun ke-1 dan
tahun ke-2 pasca operasi.

22
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Penyakit autoimun adalah penyakit dimana sistem kekebalan yang
terbentuk salah mengidentifikasi benda asing, dimana sel, jaringan atau organ
tubuh manusia justru dianggap sebagai benda asing sehingga dirusak oleh
antibodi.
Autoimunitas terjadi karena self-antigen yang dapat menimbulkan
aktivasi, proliferasi serta diferensiasi sel T autoreaktif menjadi sel efektor
yang menimbulkan kerusakan jaringan dan berbagai organ. Respons terhadap
self-antigen melibatkan komponen-komponen yang juga terlibat dalam
respons imun, seperti antibodi, komplemen, kompleks imun, dan cell
mediated immunity. Baik antibodi maupun sel T atau keduanya dapat
berperan dalam patogenesis penyakit autoimun.
4.2 Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca sebagai ilmu
pengetahuan dan wawasan umum. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini
masih banyak memiliki kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan dan
sarana yang saya miliki. Untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun
selalu kami harapkan sehingga dimasa mendatang makalah ini dapat menjadi
lebih baik.

23
DAFTAR PUSTAKA

Putra, Oki Nugraha, Mia Arum Anggraini, dan Hardiyono. 2021. Efek Obat
Imunosupresan Pada Pasien Autoimun dengan COVID-19: a Scoping
Review of The Clinical Evidence. Journal of Islamic Pharmacy. 6 (2) : 88-
94.

Setiawan, Debi, Ramalia Noratama Putri dan Reni Suryanita.2019. Perbandingan


Algoritma Genetika dan Backpropagation pada Aplikasi Prediksi Penyakit
Autoimun. Jurnal Ilmu Komputer Dan Informatika. 5 (1) : 21-27.

Trimardhany, Veronika. 2021. Komunikasi Antarpribadi Antara Anggota


Keluarga dalam Mendukung Penderita Autoimun (ODAMUN). Journal of
Communication Management. 2 (1) : 94-111.

24

Anda mungkin juga menyukai