Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH IMUNOLOGI

AUTOIMUN

Disusun Oleh:

Ira Rianty 18334021

Ade Putra 18334022

Muhammad Muryansyah 18334023

Muhamad Yuda Pratomo 18334025

Putri Aulia Rahmawati 18334026

Much. Zulfikar 18334027

Arda Setianegara 18334028

FAKULTAS FARMASI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

2020

i
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, dan ridho-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah IMUNOLOGI tentang “AUTOIMUN”.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
serta masih banyak kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran sangat di nantikan guna
penyempurnaan makalah ini di masa mendatang.

Kami juga memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat banyak
kesalahan dan kekeliruan sehingga membingungkan pembaca dalam memahami maksud kami.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan yang bermanfaat bagi kami
maupun pembaca. Semoga Allah senantiasa memberikan bimbingan dan petunjuk kepada kita
semua.

Jakarta, 25 November 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................ii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................3
2.1 Pengertian Autoimun................................................................................................................3
2.2 Sistem Imun...............................................................................................................................3
2.2 Antigen Dan Antibodi ……………………………………………………………………..…………………………………….. 6

2.4 Penyakit Imunitas....................................................................................................................12


BAB III.....................................................................................................................................................15
PENUTUP................................................................................................................................................15
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................................15
3.2 Saran.........................................................................................................................................15

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Pada mulanya imunologi merupakan cabang mikrobiologi yang mempelajari respons tubuh,
terutama respons kekebalan terhadap penyakit infeksi. Imunologi adalah suatu cabang yang luas
dari ilmu biomedis yang mencakup kajian mengenai semua aspek sistem imun (kekebalan) pada
semua organisme. Imunologi antara lain mempelajari peranan fisiologis sistem imum baik dalam
keadaan sehat maupun sakit; malfungsi sistem imun pada gangguan imunologi karakteristik fisik,
kimiawi, dan fisiologis komponen-komponen sistem imun.
Respon imun yang alamiah terutama melalui fagositosis oleh neutrofil, monosit serta
makrofag jaringan. Lipopolisakarida dalam dinding bakteri Gram negative dapat mangativasi
komplemen jalur alternative tanpa adanya antibody. Kerusakan jaringan yang terjaddi ini adalah
akibat efek samping dari mekanisme pertahanan tubuh untuk mengeliminasi bakteri. Sitokin juga
merangsang demam dan sintesis protein.
Tubuh manusia tidak mungkin terhindar dari lingkungan yang mengandung mikroba
pathogen disekelilingnya. Mikroba tersebut dapat menimbulkan penyakit infeksi pada manusia.
Mikroba patogen yang ada bersifat poligenik dan kompleks. Oleh karena itu respon imun tubuh
manusia terhadap berbagai macam mikroba patogen juga berbeda. Umumnya gambaran biologic
spesifik mikroba menentukan mekanisme imun mana yang berperan untuk proteksi. Begitu juga
respon imun terhadap bakteri khususnya bakteri ekstraseluler atau bakteri intraseluler
mempunyai karakteriskik tertentu pula.
Keutuhan tubuh dipertahankan oleh system pertahanan yang terdiri dari system imun
nospesifik dan spesifik. Sistem kekebalan tubuh khusus sebagai pelindung dari agen-agen asing
sehingga melindungi tubuh terhadap infeksi. Secara historis, autoimunitas atau reaktivitas system
kekebalan tubuh untuk self-antigen (melindungi) yang dianggap sebagai respon yang
menyimpang.  Baru-baruini, para peneliti telah menyadari bahwa autoimunitas adalah fenomena
alam, dengan antibody diri reaktif dan sel-sel autoimun ada di dalam semua orang normal. 
Adapun kombinasi predisposisi genetic dan faktor lingkungan berkontribusi terhadap

4
pengembangan penyakit autoimun. Meskipun penyakit autoimun individu relative jarang.
Penyakit autoimun dapat terjadi pada usia yang relative muda dan terus sepanjang hidup.
Memahami mekanisme yang menyebabkan disregulasi dari respon imun yang menyebabkan
penyakit autoimun adalah diperlukan untuk mengembangkan terapi yang lebih baik untuk
mengobati dan mungkin bahkan mencegah penyakit ini.

B. RumusanMasalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1. Apa itu sistem imun?


2. Apa itu penyakit autoimmmune disease?

C. TujuanPenulisan

Tujuan penulis dalam penulisan makalah ini adalah

Mengetahui apa itu penyakit autoimun

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Imun

Sistem imun adalah  kekebalan yang ada dalam diri seseorang sejak lahir. Bukan hanya
manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan pun memiliki sistim ini untuk menopang dirinya dari
serangan musuh dari luar. Secara teknis, system kekebalan tubuh adalah sebuah sistem yang
terdiri dari jaringan organ tubuh, tissue dan sel yang melindungi tubuh dari musuh yaitu bakteri,
jamur, virus parasit dan  mikroorganisme lain. Bukan itu saja, system kekebalan dapat menjaga
tubuh dari serangan dari dalam tubuh.

Apakah Anda hati-hati atau tidak terhadap musuh-musuh tubuh kita, system ini mampu
melakukan pertahanan terhadap diri kita dari serangan yang bisa menimbulkan penyakit.Salah
satu keunikan utama dari system ini adalah bahwa system ini dapat membedakan antara "self"
dan "non-self." Artinya, sel-sel dalam system ini dapat membedakan mana sel-sel yang
merupakan bagian dari diri kita dan mana yang bukan.

B. Autoimmune

Menurut Karnen Garna Baratawidjaja, Buku imunologi dasar FK UI : Autoimun adalah


respon imun terhadap antigen jaringan sendiri yang disebabkan oleh mekanisme normal yang
gagal berperan untuk mempertahankan self-tolelerance sel B,sel T atau keduanya. Penyakit
autoimun adalah kerusakakn jaringan atau gangguan fungsi fisiologis yang ditimnulkan oleh
respons autoimun..Perbedaan tersebut adalah penting, oleh karena respons imun dapat terjdi
tanpa disertai penyakit atau penyakit yang ditimbulkan mekanisme lain(seperti infeksi). Dalam
populasi, sekitar 3,5 % orang menderita penyakit autoimun,94% dari jumlah tersebut berupa
penyakit Grave (hipertiroidism),diabetes melllitus tipe 1, anemia pernisiosa, artritis
reumatoid,tiroiditis,vitiligo, sklerosis, multiple, dan LES. Penyakit ini ditemukan lebih banyak
pada wanita (2,7 x dibanding pria). Diduga karena peran hormon.LES mengenai wanita 10 kali
lebih sering dibanding pria.

6
Perkembangan penyakit autoimun tergantung pada kombinasi faktor genetic dan
lingkungan. Kebanyakan penyakit autoimun dianggap poligenik, yang melibatkan lebih dari satu
gen. Gagasan bahwa individu secara genetic cenderung untuk mengembangkan autoimun.
Penyakit ini muncul dari laporan klinis bahwa pasien sering menggambarkan riwayat keluarga
penyakit autoimun. Misalnya sebagai contoh, pasien dengan penyakit tiroid autoimun, Penyakit
Graves atau tiroiditis Hashimoto, memiliki keluarga sejarah mengembangkan satua tau yang lain
dari penyakit ini.

Penyakit autoimun merupakan sekelompok penyakit yang biasanya kurang jelas


patogenesisnya dan dengan suatu manifestasi fenomena autoimunitas. Biasanya dikelompokkan
menjadi 2 jenis, yaitu kelainan yang melibatkan sejumlah sistem tubuh (kelainan multisistem)
dan kelainan yang hanya melibatkan sebuah organ saja (khas organ).
Lupus eritematosus sistemik (systemic lupus erythematosus) (SLE) merupakan penyakit
inflamasi autoimun kronis dengan etiologi yang belum diketahui serta manifestasi klinis,
perjalanan penyakit dan prognosis yang sangat beragam (Hochberg Mc., 1997). Penyakit ini
terutama menyerang wanita usia reproduksi dengan angka kematian yang cukup tinggi. Faktor
genetik, imunologik dan hormonal serta lingkungan diduga berperan dalam patofisiologi SLE.
Lupus eritematosus sistemik atau systemic lupus erythematosus (SLE) merupakan penyakit
autoimun multisistem yang berat. Pada keadaan ini tubuh membentuk berbagai jenis antibodi,
termasuk antibodi terhadap antigen nuklear (ANAs) sehingga menyebabkan kerusakan berbagai
organ. Penyakit ini ditandai dengan adanya periode remisi dan episode serangan akut dengan
gambaran klinis yang beragam berkaitan dengan berbagai organ yang terlibat .
Semula SLE digambarkan sebagai suatu gangguan kulit, pada sekitar tahun 1800-an, dan
diberi nama lupus karena sifat ruamnya yang berbentuk“kupu-kupu”, melintasi tonjolan hidung
dan meluas pada kedua pipi yang menyerupai gigitan serigala. Lupus discoid adalah nama yang
sekarang diberikan pada penyakit ini apabila kelainannya hanya terbatas pada gangguan kulit.
Tanda dan gejala dari penyakit ini bisa bermacam-macam, bersifat sementara, dan sulit untuk
didiagnosis. Karena itu angka yang pasti tentang jumlah orang yang terserang oleh penyakit ini
sulit diperoleh. SLE menyerang perempuan kira-kira delapan kali lebih sering daripada laki-laki.
Penyakit ini sering kali dimulai pada akhir masa remaja atau awal masa dewasa. Di Amerika
Serikat, penyakit ini menyerang perempuan Afrika Amerika tiga kali lebih sering daripada

7
perempuan Kaukasia. Jika penyakit ini baru muncul pada usia di atas 60 tahun, biasanya akan
lebih mudah untuk diatasi.
SLE ditandai dengan autoantibodi dalam sirkulasi terhadap asam deoksiribonukleat (DNA).
Kelompok ini meliputi SLE, skleroderma, polimiositis, arthritis rheumatoid, dan sindrom
Sjogren. Gangguan-gangguan ini seringkali memiliki gejala yang saling tumpang tindih satu
dengan yang lainnya dan dapat tampil secara bersamaan, sehingga diagnosis menjadi semakin
sulit untuk ditegakkan secara akurat. SLE dapat bervariasi dari suatu gangguan ringan sampai
suatu gangguan yang bersifat fulminan dan mematikan. Namun, keadaan yang paling sering
ditemukan adalah keadaan eksaserbasi atau hampir remisi yang berlangsung untuk waktu yang
lama. Diagnosis SLE dipastikan dari hasil tes yang positif terhadap faktor antinuklear (ANA)
(suatu uji skrining yang berguna) dan uji yang lebih spesifik untuk antibodi anti-DNA.

C. Mekanisme Autoimun
Jika tubuh dihadapkan sesuatu yang asing maka tubuh memerlukan ketahanan berupa respon
immune untuk melawan substansi tersebut dalam upaya melindungi dirinya sendiri dari kondisi
yang potensial menyebabkan penyakit. Untuk melakukana hal tersebut secara efektif maka
diperlukan kemampuan untuk mengenali dirinya sendiri sehingga dapat memberikan respon pada
kondisi asing atau bukan dirinya sendiri. Pada penyakit autoimmune terjadi kegagalan untuk
mengenali beberapa bagian dari dirinya.

Usaha perlindungan terhadap pejamu berjalan efektif jika semua tipe komponen ada dan
berfungsi sepenuhnya, dan masing – masing berfungsi dengan semestinya. Kegagalan dalam
memberikan respon bisa terjadi jika ada satu subkelompok sel , reseptor, atau factor yang
disekresi menghilang. Ada beberapa factor yang imun yang berperan seperti, genetic,
sequested antigen, gangguan presentasi, dan kehilangan toleransi.
Toleransi adalah Suatu keadaan saat seseorang tidak mampu mengembangkan suatu repons imun
melawan suatu antigen yang spesifik. Toleransi diri secara khusus menunjukan kurangnya
responsivitas imun terhadap antigen jaringannya sendiri. toleransi-diri semacam itu diperlukan
jika jaringan kita dapat hidup secara harmonis dengan pasukan limfosit yang merusak.
Mekanisme terjadinya autoimun adalah pada saat ada salah satu factor diatas yang tidak
terpenuhi, toleransi diri respon imun akan hilang kemudian sel – sel system imun tidak dapat
mengenali sel – sel tubuh sendiri. Sehingga sel tubuh sendiri di anggap sebagai antigen. Sel – sel

8
system imun berproliferasi kemudian menuju jaringan yang cedera dan menyerang
jaringan

D. KLASIFIKASI PENYAKIT AUTOIMUN


Penyakit auotimun merupakan sekelompok penyakit yang biasanya kurang jelas patogenesisnya
dan dengan suatu manifestasi fenomena autoimunitas. Biasanya dikelompokkan menjadi 2
kategori yaitu: kelainan yang mekibatkan sejumlah system tubuh (kelainan multisystem) atau
Penyakit autoimun sistemik dan kelainan yang hanya melibatkan sebuah organ saja (khas organ).
A. Pembagian penyakit autoimun menurut organ
Penyakit autoimun dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu yang organ spesifik dan
yang non organ spesifik.
o Penyakit autoimun organ spesifik
 Contoh alat tubuh yang menjadi sasaran penyakit autoimun adalah kelenjar tiroid,
kelenjar adrenal, lambung dan pancreas. Pada penyakit- penyakit tersebut, dibentuk
antibody terhadap jaringan alat tubuh. Adanya antibody yang tumpang tindih
(overlapping), misalnya antibody terhadap kelenjar tiroiddan antibody terhadap lambung
sering ditemukan pada satu penderita. Kedua antibody tersebut jarang ditemukan
bersamaan dengan antibody yang non- organ spesifik seperti antibody terhadap
komponen nucleus dan nukleuprotein.
o Penyakit autoimun non- organ spesifik
 Penyakit autoimun yang non- organ spesifik terjadi karena dibentuknya antibody
terhadap autoantigen yang tersebar luas di dalam tubuh, misalnya DNA. Pada penyakit
autoimun yang non- organ spesifik, sering juga dibentuk kompleks imun yang dapat
diendapkan pada dinding pembuluh darah, kulit, sendi dan ginjal,serta menimbulkan
kerusakan pada alat tersebut. Tempat endapan kompleks imun di dalam ginjal bergantung
pada ukuran kompleks yang ada di dalam sirkulasi.

B. Pembagian penyakit autoimun menurut mekanisme


Autoantibody meningkat dengan usia dan hal ini tidak selalu disertai dengan penyakit autoimun.
Autoantibody dapat primer, langsung menimbulkan penyakit (sindrom Goodpasture) atau timbul

9
sekunder akibat kerusakan jaringan rusak dan melepas self. antigen yang dapat menimbulkan
respon yang sementara (misalnya akibat infark jantung).

Penyakit autoimun dapat dibagi menurut mekanisme sebagai berikut:


1. Penyakit autoimun melalui antibody

a. Anemia hemolitik autoimun


Salah satu sebab menurunnya jumlah sel darah merah dalam sirkulasi ialah destruksi oleh
antibody terhadap antigen pada permukaan sel tersebut. Destruksi dapat terjadi akibat aktivasi
komplemen dan hal ini akan menimbulkan Hb dalam urin (hemoglobinuria). Destruksi sel dapat
pula terjadi melalui opsonisasi oleh antibody dan komponen komplemen lainnya. Dalam hal ini,
sel darah merah yang dilapisi antibody dimakan makrofag(yang memiliki reseptor Fc dan C3).
Antibody yang dapat menimbulkan anemia hemolitik autoimun dibagi dalam 2 golongan yang
berdasarkan atas sifat fisiknya sebagai berikut:
i. Antibody panas
Antibody panas bereaksi secara optimal pada suhu 37oC Seseorang dengan
anemia hemolitik autoimun dapat diketahui dengan tes Coombs yang dapat
menemukan IgG pada permukaan sel.
ii. Antibody dingin
Antibody dingin hanya diikat oleh sel darah merah pada suhu di bawah 37oC dan
dilepas bila suhu naik di atas 37oC bentuk anemia hemolitik autoimun lain ialah
yang dicetuskan oleh obat. Obat seperti penisilin (hapten) dapat diikat oleh
protein pada permukaan sel darah merah (carrier) dan menimbulkan terbentuknya
Ig. Antibody yang terbentuk bereaksi dengan obat pada permukaan sel dan
menimbulkan lisis atau fagositosis. Dalam hal ini penyakit membaik bila obat
dihentikn.
b. Miastenia gravis
Dalam hal ini yang menjadi sasaran ialah reseptor asetilkolin pada hubungan neuromuskuler.
Reaksi antara reseptor dan Ig akan mencegah penerimaan impuls saraf yang dalam keadaan
normal dialirkn oleh molekul asetilkolin. Hal ini menimbulkan kelemahan ototyang berat yang
ditandai dengan gejala sulit mengunyah dan napas dan dapat menimbulkan kematian akibat gagal

10
napas. Timbulnya miastenia gravis berhubungan dengan timus. Pada umumnya penderita
menunjukkan timoma atau hipertrofi timus dan bila kelenjar timus diangkat, penyakit kadang-
kadang dapat menghilang .
c. Tirotoksikosis
Autoantibody dibentuk terhadap reseptor hormone. Di sini dibentuk antibody terhadap reseptor
thyroid stimuling hormone. Autoantibody dapat menembus plasenta sehingga ibu dengan
tirotoksikosis dapat melahirkan bayi dengan hiperreaktifitas tiroid. Bila autoantibody pada
bayi tersebut dihancurkan beberapa minggu kemudian; tanda- tanda hiperreaktivitas tiroid juga
akan hilang.

2. Penyakit autoimun melalui kompleks imun


a) Lupus Eritematosus Sistemik (LSE)
Gambaran klinik penyakit SLE sangat beraneka ragam, sehingga lebih merupakan kumpulan
sindrom daripada gambaran klinik penyakit yang khas. Pada beberapa kasus, manifestasi
penyakit tersebut sangat parah, bahkan dapat menyebabkan kematian walaupun diobati secara
intensif, sedang pada pihak lain gambaran klinik penyakit tersebut dapat sangat ringan.
b) Arthritis Reumatoid (AR)
Manifestasi pokok pada penyakit RA yaitu adanya radang sendi yang biasanya mengenai banyak
sendi secara bersama- sama atau bergantian.

3. Penyakit autoimun melalui sel T


 Hashimoto thyroiditis
Penyakit kelenjar tiroid yang sering ditemukan pada wanita dewasa adalah goiter (pembesaran
kelenjar tiroid) atau hipotiroidsm yang mengakibatkan rusaknya fungsi kelenjar.

4. Penyakit autoimun melalui komplemen


Oleh sebab yang belum jelas, defisiensi komplemen dapat menimbulkan penyakit
autoimun seperti LES. Disamping itu beberapa alotipe dari komplemen memudahkan timbulnya
autoimunitas.
Referensi : Karnen Garna Baratawidjaja, Buku imunologi dasar FK UI

11
E. Diagnosa

Pemeriksaan darah yang menunjukkan adanya radang dapat diduga sebagai gangguan
autoimun. Misalnya, pengendapan laju eritrosit (ESR) seringkali meningkat, karena protein yang
dihasilkan dalam merespon radang mengganggu kemampuan sel darah merah (eritrosit) untuk
tetap ada di darah. Sering, jumlah sel darah merah berkurang (anemia) karena radang
mengurangi produksi mereka. Tetapi radang mempunyai banyak sebab, banyak di antaranya
yang bukan autoimun. Dengan begitu, dokter sering mendapatkan pemeriksaan darah untuk
mengetahui antibodi yang berbeda yang bisa terjadi pada orang yang mempunyai gangguan
autoimun khusus. Contoh antibody ini ialah antibodi antinuclear, yang biasanyaada di lupus
erythematosus sistemik, dan faktor rheumatoid atau anti-cyclic citrullinated peptide (anti-CCP)
antibodi, yang biasanya ada di radang sendi rheumatoid. Antibodiini pun kadang-kadang
mungkin terjadi pada orang yang tidak mempunyai gangguan autoimun, oleh sebab itu dokter
biasanya menggunakan kombinasi hasil tes dan tanda gejala orang untuk mengambil keputusan
apakah ada gangguan autoimun.

F. Diagnosa Faktor imun yang berperan pada autoimunitas


1. Sequestered antigen
2. Gangguan presentasi
3. Ekspresi MHC-II yang tidak benar
4. Aktivasi sel B poliklonal
5. Peran CD4 dan reseptor MHC
6. Keseimbangan Th1-Th2
7. Sitokin pada autoimunitas

1. Sequestered antigen
Adalah antigen sendiri yang karena letak anatominya, tidak terpajan dengan sel B atau sel
T dari sistem imun. Pada sequestered antigen dilindungi dan tidak ditemukan untuk dikenal
sistem imun. Perubahan anatomik dalam jaringan seperti inflamasi, dapat memajankan

12
sequestered antigen dengan sistem imun yang tidak terjadi pada keadaan normal. Contohnya
protein lensa intraokular, sperma dan MBP (major basic protein). Uveitis pasca trauma dan
orchitis pasca vasektomi diduga disebabkan respons autoimun terhadap sequestered antigen.
MBP yang dilepas oleh infeksi dan meningkat akan mengaktifkan sel B dan T yang
imunokompeten dan menimbulkan ensefalomielitis pasca infeksi. Inflamasi jaringan dapat pula
menimbulkan perubahan struktur pada self antigen dan pembentukan determinan baru yang
dapat memacu reaksi autoimun. (§ Anatomic sequestration yaitu antigen yang tidak terpajan oleh
sistem imun karena letak anatominya (misalkan letak anatominya tersembunyi). Protein akan
keluar ketika sel rusak. Protein ini disebut protein fisik contoh penyakit yang disebabkan oleh
anatomic seguetration yaitu uveitis (radang saluran lapisan berpigmen pada mata) pasca trauma
dan orchitis (radang testis) pasca vasectomi).

2. Gangguan presentasi
Gangguan dapat terjadi pada presentasi antigen, infeksi yang meningkatkan respons
MHC, kadar sitokin yang rendah dan gangguan respons terhadap IL-1. Pengawasan beberapa sel
autoreaktif diduga bergantung pada sel Ts atau Tr. Bila terjadi kegagalan sel Ts atau Tr, maka sel
Th dapat dirangsang sehingga menimbulkan autoimunitas. Respons imun seleksi timus normal
nampaknya menghasilkan beberapa sel Th self reaktif. Kelainan dalam proses ini dapat
memproduksi sel Th self reaktif lebih bayak. Aktivasi sel T reaktif ini terjadi melalui berbagai
cara, baik sebagai aktivasi poliklonal sel B yang menginduksi respons autoimun yang
menghasilkan kerusakan jaringan. Kemungkinan besar berbagai mekanisme terlibat pada setiap
penyakit autoimun. Selular terhadap mikroba dan antigen asing lainnnya dapat juga
menimbulkan kerusakan jaringan di tempat infeksi atau pajanan antigen.

3. Ekspresi MHC-II yang tidak benar


Sel pankreas pada penderita dengan IDDM (diabetes melitus tipe 1) mengekspresikan β
kadar tinggi MHC-I dan MHC-II, sedang subyek sehat sel mengekspresikan MHC-I β yang
lebih sedikit dan tidak mengekspresikan MHC-II sama sekali. Sama halnya dengan sel kelenjar
tiroid pada penderita Grave mengekspresikan MHC-II pada membran. Ekspresi MHC-II yang
tidak pada tempatnya itu yang biasanya hanya diekspresikan pada APC dapat mensintesis sel Th

13
terhadap peptida yang berasal dari sel atau tiroid dan β mengaktifkan sel atau Tc atau ThI
terhadap self antigen.β

4. Aktivasi sel B poliklonal


Autoimunitas dapat terjadi oleh karena aktivasi sel B poliklonal oleh virus (EBV), LPS
dan parasit malaria yang dapat merangsang sel B secara langsung yag menimbulkan
autoimunitas. Antibodi yang dibentuk terdiri atas berbagai autoantibodi.

5. Peran CD4 dn reseptor MHC


Gangguan yang mendasari penyakit autoimun sulit untuk diidentifikasi. Penelitian pada
model hewan menunjukan bahwa CD4 merupakan efektor utama pada penyakit autoimun. Pada
tikus EAE ditimbulkan oleh Th1 CD4 yang spesifik untuk antigen. Penyakit dapat dipidahkan
dari hewan yang satu ke yang lain melalui sel T hewan yang diimunisasi dengan MBP atau PLP
atau sel lain dari klori sel T asal hewan. Penyakit dapatjuga dicegah oleh antibodi anti CD4. Sel
T mengenal antigen melalui TCR dan MHC serta peptida antigenik. Untuk seseorang menjadi
rentan terhadap autoimunitas harus memiliki MHC dan TCR yang dapat mengikat antigen sel
sendiri.

6. Penyakit autoimun Th1-Th2


Penyakit autoimun organ spesifik terbanyak terjadi melalui sel T CD4. Ternyata
keseimbangan Th1-Th2 dapat mempengaruhi terjadinya autoimunitas. Th1 menunjukan peran
pada autoimunitas. Sedang pada beberapa penelitian Th2 tidak hanya melindungi terhadap
induksi penyakit, tetapi juga terhadap progres penyakit. Pada EAE sitokin Th1 (IL-2,TNF- dan
IFN ) ditemukan dalam SSP dengan kadar tertinggi pada penyakit.α γ

7. Sitokin pada autoimunitas


Beberapa mekanisme kontrol melindungi efek sitokin patogenik, diantaranya adalah
adanya ekspresi sitokin sementara dan reseptornya serta produksi antagonis sitokin dan
inhibitornya. Gangguan mekanismenya menimbulkan upregulasi atau produksi sitokin yang tidak
benar sehingga tidak menimbulkan effek patofisiologik. Sitokin dapat menimbulkan translasi
berbagai faktor etiologis ke dalam kekuatan patogenik dan mempertahankan inflamasi fase

14
kronis serta destruksi jaringan. IL-1 dan TNF telah mendapat banyak perhatian sebagai sitokin
yang menimbulkan kerusakan. Kedua sitokin ini menginduksi ekspresi sejumlah protease dan
dapat mencegah pembentukan matriks ekstraselular atau merangsang penimbunan matriks yang
berlebihan.

G. Pengobatan

Pengobatan memerlukan control reaksi autoimun dengan menekan system kekebalan


tubuh. Tetapi, beberapa obat digunakan reaksi autoimun juga mengganggu kemampuan badan
untuk berjuang melawan penyakit, terutama infeksi. 

Obat yang menekan system kekebalan tubuh (imunosupresan), seperti

1. azathioprine
2. chlorambucil
3. cyclophosphamide
4. cyclosporine
5. mycophenolate
6. methotrexate

sering digunakan, biasanya secara oral dan seringkali dalam jangka panjang. Obat ini
menekan bukan hanya reaksi autoimun tetapi juga kemampuan badan untuk membela diri
terhadap senyawa asing, termasuk mikro-jasad penyebab infeksi dan sel kanker.
Konsekwensinya, risiko infeksi tertentu dan kanke rmeningkat.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyakit autoimun terjadi  apabila terjadi respon imun terhadap jaringan sehat à injuri
jaringan kerena reaksi imuno logis terhadap jaringan sendiri. Artinya autoimun itu penyakit
dimana system kekebalan tubuh salah mengidentifikasi benda asing dimana sel jaringan atau
organ tubuh manusia justru dianggap sebagai benda asing sehingga di rusak oleh anti bodi.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan yang diharapkan,
karena masih terbatasnya pengetahuan penulis. Olehnya itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun. Makalah ini perlu dikaji ulang agar dapat sempurna dan
makalah ini harus digunakan sebagaimana mestinya

16

Anda mungkin juga menyukai