Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem Kekebalan tubuh sangat mendasar perannya bagi kesehatan, tentunya harus
di sertai dengan pola makan yang sehat, olah raga yang cukup serta terhindar dari
masuknya senyawa beracun ke dalam tubuh. Sekali senyawa beracun hadir didalam
tubuh, maka harus segera dikeluarkan.
Kondisi sistem kekebalan tubuh menentukan kualitas hidup. Dalam tubuh yang
sehat terdapat sistem kekebalan tubuh yang kuat sehingga daya tahan tubuh terhadap
penyakit juga prima. Pada bayi yang baru lahir pembentukan sistem kekebalan tubuhnya
belum sempurna dan memerlukan ASI yang membawa sistem kekebalan sang ibu untuk
membantu kekebalan tubuh bayi. Semakin dewasa sistem kekebalan tubuh terbantuk
semakin sempurna. Namun pada orang lanjut usia sistem kekebalan tubuhnya secara
alami semakin menurun. Itulah sebabnya timbul penyakit degeneratif atau penyakit
penuaan.
Pola hidup modern menuntut segala sesuatu dilakukan secara cepat dan instan.
Hal ini berdampak juga pada pola makan misalnya sarapan didalam kendaraan, makan
siang serba tergesah-gesah, dan malam karena kelelahan jadi tidak ada nafsu makan.
Belum lagi kualitas makanan yang dikonsumsi, polusi udara, kurang berolahraga dan
stres. Apabila terus berlanjut maka daya tahan tubuh akan terus menurun, lesu, cepat lelah
dan mudah terserang penyakit. Sehingga saat ini banyak orang yang masih muda banyak
yang mengidap penyakit degeneratif. Kondisi stres dan pola hidup modern serta polusi,
diet tidak seimbang dan kelelahan menurunkan daya tahan tubuh sehingga menurunkan
kecukupan antibodi. Gejala menurunnya daya tahan tubuh seringkali terabaikan sehingga
timbul berbagai penyakit infeksi, penuaan dini pada usia dini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah imunologi?
2. Apa pengertian sistem imun?
1

3.
4.
5.
6.

Apa fungsi sistem imun?


Bagaimana respon imun?
Apa yang dimaksud antigen dan antibodi?
Apa saja macam-macam imunitas?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah imunologi
2. Untuk mengetahui pengertian sistem imun
3. Untuk mengetahui fungsi sistem imun
4. Untuk mengetahui bagaimana respon imun
5. Untuk mengetahui apa yang dimaksud antigen dan antibodi
6. Untuk mengetahui apa saja macam-macam imunitas

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Imunologi
Imunologi adalah (immunis : bebas, logos:ilmu), ilmu yang mempelajari system
pertahanan tubuh/cabang ilmu biomedis luas yang meliputi studi tentang semua aspek

dari sistem kekebalan pada semua organisme. Ini berkaitan dengan, antara lain, fungsi
fisiologis dari sistem kekebalan tubuh dalam keadaan kesehatan dan penyakit, malfungsi
dari sistem kekebalan pada gangguan imunologi (penyakit autoimun, hypersensitivities,
defisiensi imun, penolakan transplantasi), kimia, fisik dan fisiologis karakteristik
komponen dari sistem kekebalan tubuh in vitro, in situ, dan in vivo. Imunologi memiliki
aplikasi dalam beberapa disiplin ilmu pengetahuan, dan dengan demikian lebih lanjut
dibagi.
B. Sejarah Imunologi
I.
Tahap Empirik
Mithridates Eupatoris VI seorang raja dari Pontis Yunani, (132 63 SM)
dianggap ahli imunologi pertama. Cara: meminum racun sedikit demi sedikit
sehingga orang menjadi kebal terhadap racun. Dikenal dengan paham
mithridatisme. Pada abad ke 12, bangsa Cina mengenali bagaimana mengatasi
penyakit cacar. Cairan atau kerak dari orang yang terkena cacar tapi tidak berat
apabila dioleskan pada kulit orang sehat dapat melindungi terhadap cacar. Begitu
pula orang timur tengah menggoreskannya pada orang dengan membubuhkan
bubuk pada penderita cacar yang tidak parah akan melindungi keadaan yang lebih
parah. Metode ini dikenal dengan: tindakan variolasi. Dr Edward Jenner (1749
1823), menggunakan bibit penyakit cacar dari sapi untuk ditularkan pada
manusia. Mulailah penggunaan vaksinasi untuk menggantikan istilah variolasi.
Vacca: sapi.

II.

Tahap Ilmiah
Louis Pasteur dan kawan-kawan (1822 1895), meneliti kemungkinan
pencegahan penyakit dengan cara vaksinasi melalui penggunaan bibit penyakit
yang telah dilemahkan terlebih dahulu. Pada waktu itu digunakan untuk
mengatasi penyakit kholera yang disebabkan Pasteurella aviseptica. Pfeifer (1880)
murid Koch meneliti Vibrio cholerae untuk mengatasi wabah penyakit kholera.
Elie Metchnikof (1845 1916) mengungkapkan bagaimana mekanisme efektor
3

bekerja dalam tubuh terhadap benda asing. Memperkuat pendapat Koch dan
Neisser. Adanya mekanisme efektor dari sel leukosit untuk mengusir bakteri
dinamakan proses fagositosis. Sel tubuh yang memiliki kemampuan fagositosis
dinamakan fagosit.
Fodor (1886), ilmuwan pertama yang mengamati pengaruh langsung dari
serum imun tehadap mikroba tanpa campur tangannya komponen seluler.
Penemuan ini diperkuat oleh Behring dan Kitasato (1890) yang menunjukkan
bahwa serum dapat menetralkan aktifitas tetanus dan difteri. Jules Bordet (1870
1961) mengemukakan bahwa untuk lisis diperlukan 2 komponen yang terdapat
dalam serum imun. Sebuah diantaranya bersifat termostabil yang dikemudian hari
ternyata adalah antibody sedangkan komponen lainnya bersifat termolabil yang
dinamakan komplemen. Pada saat itulah mulai diperkenalkan istilah antigen untuk
memberikan nama bagi semua substansi yang dapat menimbulkan reaksi dalam
tubuh terhadapnya. Dan juga istilah antibody untuk substansi dalam serum yang
mempunyai aktifitas menanggulangi terhadap antigen yang masuk ke tubuh.
Penemuan oleh Fodor mengawali penelitian untuk mendukung teori
mekanisme melalui imunitas humoral. Wright dan Douglas (1903), mengatakan
proses fagositosis akan dipermudah apabila ditambahkan serum imun. Bahan
yang diduga dikandung dalam serum itu dinamakan opsonin. Jadi mekanisme
efektor seluler dan humoral bersifat saling memperkuat. Pada saat bersamaan
ditemukan fenomena lain dalam imunologi yaitu adanya penyimpangan dalam
tubuh seseorang karena bereaksi terlalu peka. Pirquet membedakan fenomena tsb
dalam bentuk serum sickness, alergi dan anafilaksis.
Sampai Tahun 1940- an banyak dilakukan penelitian tentang aplikasi
dan pengembangan tentang fenomena imunologi khususnya dalam penyediaan
serum imun (anti tetanus, anti rabies dll), reagen untuk diagnostik dan program
vaksinasi. Felton, menemukan fenomena lain yaitu bahwa dalam tubuh mungkin
dapat timbul tidak adanya respon imun terhadap suatu subtansi atau antigen
tertentu. Fenomena ini disebut toleransi imunologik. Felton berhasil memurnikan
untuk pertamakalinya antibody dari antiserum kuda terhadap pneumococcus.
III.

Tahap Modern
4

J.F. A.P. Miller di London dengan diungkapkannya peran sentral kelenjar


Timus yang sebelumnya diabaikan begitu saja atau keliru memahami fungsinya.
cabang-cabang baru dari imunologi seperti : imunopatologi, imunogenetika,
imunologi tumor, imunologi transplantasi, imunokimia dan pengetahuan yang
secara khusus mempelajari penyimpangan-penyimpangan sistem imun seperti
alergi dan otoimunitas.
Tahun 1980 merupakan tahun kebahagiaan bagi para pakar Benacerraf,
Dausset dan Snell, oleh karena mereka menerima Hadiah Nobel berkat jasanya
dalam mengungkapkan masalah antigen permukaan sel-sel yang penting dalam
usaha orang untuk mencangkokkan organ, yaitu sistem HLA.
Susumu Tonegawa (1939- ), kelahiran Jepang yang bekerja di AS. Ia
menerima Hadiah Nobel pada 1987 untuk penelitiannya pada immunoglobulin
keanekaragaman gen dan antibodi.
Istilah "anafilaksis" diciptakan oleh Charles Richet dan Paul Portier pada
tahun -1902 untuk menyatakan keadaan letal dari shock yang dihasilkan oleh
injeksi/pemaparan kedua dari antigen.
Istilah "alergi" dikenalkan oleh Clemens von Pirquet tahun 1906 untuk
menyatakan reaksi positif terhadap test gores dengan tuberkulin pada individu
terinfeksi tuberkulosa.
Cesar Milstein (1927-2002) lahir di Argentina, bekerja di Inggris tahun
1984 Ia berbagi Hadiah Nobel dengan Kohler untuk produksi mereka dari
monoklonal antibodi oleh sel-sel myeloma hybridizing mutan dengan antibodi produksi sel B (hybridoma teknik).
Rolf Zinkernagel (kanan) (1944 -) dan Peter Doherty (kiri) (1940 -)
Penerima tahun 1996, Hadiah Nobel Fisiologi atau Kedokteran untuk demonstrasi
mereka tentang MHC. Dalam penyelidikan tentang bagaimana limfosit T
melindungi tikus melawan infeksi virus choriomeningitis limfositik (LCMV).
C. Fungsi Sistem Imun
Melindungi tubuh dari infeksi penyebab penyakit dengan menghancurkan dan
mennghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, virus, parasit, jamur serta
tumor) yang masuk kedalam tubuh, menghilangkan jaringan atau sel yang mati atau rusak
untuk perbaikan jaringan, menggenali sel atau jaringan yang abnormal. Sasaran utama
yaitu bakteri, patogen dan virus. Leukosit merupakan sel imun utama (disamping sel
5

plasma, makrofag, dan sel mast).


D. Respon Imun
Respon imun merupakan respon yang ditimbulkan oleh sel-sel dan molekul yang
menyusun sistem imunitas setelah berhadapan dengan substansi asing (antigen). Respon
imun ini juga banyak didefinisikan sebagai respons tubuh berupa suatu urutan kejadian
yang kompleks terhadap antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut. Respons ini
dapat melibatkan berbagai macam sel dan protein, terutama sel makrofag, sel limfosit,
komplemen, dan sitokin yang saling berinteraksi secara kompleks. Respon imun
bertanggung jawab mempertahankan kesehatan tubuh, yaitu mempertahankan tubuh
terhadap serangan sel patogen maupun sel kanker.
Respon imun terbagi menjadi dua jenis berdasarkan mekanisme pertahanan tubuh
yaitu :
a) Respon imun spesifik : Menghancurkan senyawa asing yang sudah dikenalnya
b) Respon imun nonspesifik : Lini pertama terhadap sel sel atipikal (sel asing, mutan
yang cedera) Mencakup : Peradangan, interferon, sel NK dan sistem komplemen
Respon sistem imun tubuh pasca rangsangan substansi asing (antigen) adalah
munculnya sel fungsional yang akan menyajikan antigen tersebut kepada limfosit untuk
dieliminasi. Setelah itu muncul respon imun nonspesifik dan/atau respon imun spesifik,
tergantung kondisi survival antigen tersebut. Apabila dengan repon imun spesifik sudah
bisa dieliminasi dari tubuh, maka respon imun spesifik tidak akan terinduksi. Apabila
antigen masih bisa bertahan (survival), maka respon imun spesifik akan terinduksi dan
akan melakukan proses pemusnahan antigen tersebut.
Perbedaan antara imunitas non spesifik dan spesifik adalah imunitas non
spesifik berespons dengan cara yang sama pada paparan berikutnya dengan
mikroba, sedangkan imunitas spesifik akan berespons lebih efisien karena adanya
memori imunologik.
a. Respon Imun Spesifik
Merupakan respon imun yang didapat (acquired), yang timbul akibat dari
rangsangan antigen tertentu, sebagai akibat tubuh pernah terpapar sebelumnya.
Respons imun spesifik dimulai dengan adanya aktifitas makrofag atau antigen
6

precenting cell (APC) yang memproses antigen sedemikian rupa sehingga dapat
menimbulkan interaksi dengan sel-sel imun. Dengan rangsangan antigen yang
telah diproses tadi, sel-sel system imun berploriferasi dan berdiferensiasi
sehingga menjadi sel yang memiliki kompetensi imunologik dan mampu bereaksi
dengan antigen (Bellanti, 1985; Roitt,1993; Kresno, 1991).
Walaupun antigen pada kontak pertama (respons primer) dapat
dimusnahkan dan kemudian sel-sel system imun mengadakan involusi, namun
respons imun primer tersebut sempat mengakibatkan terbentuknya klon atau
kelompok sel yang disebut dengan memory cells yang dapat mengenali antigen
bersangkutan. Apabila dikemudian hari antigen yang sama masuk kedalam tubuh,
maka klon tersebut akan berproliferasi dan menimbulkan respons sekunder
spesifik yang berlangsung lebih cepat dan lebih intensif dibandingkan dengan
respons imun primer.

Mekanisme efektor dalam respons imun spesifik dapat dibedakan menjadi:


a) Respons imun seluler
Telah banyak diketahui bahwa mikroorganisme yang hidup dan berkembang
biak secara intra seluler, antara lain didalam makrofag sehingga sulit untuk
dijangkau oleh antibody. Untuk melawan mikroorganisme intraseluler tersebut
diperlukan respons imun seluler, yang diperankan oleh limfosit T. Subpopulasi
sel T yang disebut dengan sel T penolong (T-helper) akan mengenali
mikroorganisme atau antigen bersangkutan melalui major histocompatibility
complex (MHC) kelas II yang terdapat pada permukaan sel makrofag. Sinyal
ini menyulut limfosit untuk memproduksi berbagai jenis limfokin, termasuk
diantaranya

interferon,

yang

dapat

membantu

makrofag

untuk

menghancurkan mikroorganisme tersebut. Sub populasi limfosit T lain yang


disebut dengan sel T-sitotoksik (T-cytotoxic), juga berfungsi untuk
menghancurkan mikroorganisme intraseluler yang disajikan melalui MHC
kelas I secara langsung (cell to cell). Selain menghancurkan mikroorganisme
secara langsung, sel Tsitotoksik, juga menghasilkan gamma interferon yang
7

mencegah penyebaran mikroorganisme kedalam sel lainnya.


b) Respons Imun Humoral
Respons imun humoral, diawali dengan deferensiasi limfosit B menjadi
satu populasi (klon) sel plasma yang melepaskan antibody spesifik ke dalam
darah. Pada respons imun humoral juga berlaku respons imun primer yang
membentuk klon sel B memory. Setiap klon limfosit diprogramkan untuk
membentuk satu jenis antibody spesifik terhadap antigen tertentu (Clonal
slection). Antibodi ini akan berikatan dengan antigen membentuk kompleks
antigen antibodi yang dapat mengaktivasi komplemen dan mengakibatkan
hancurnya antigen tersebut. Supaya limfosit B berdiferensiasi dan membentuk
antibody diperlukan bantuan limfosit T-penolong (Thelper), yang atas sinyalsinyal tertentu baik melalui MHC maupun sinyal yang dilepaskan oleh
makrofag, merangsang produksi antibody. Selain oleh sel Tpenolong, produksi
antibody juga diatur oleh sel T penekan (T-supresor), sehingga produksi
antibody seimbang dan sesuai dengan yang dibutuhkan.
b. Respon Imun Nonspesifik
Umumnya merupakan imunitas bawaan (innate immunity), dalam artian
bahwa respons terhadap zat asing dapat terjadi walaupun tubuh sebelumnya tidak
pernah terpapar oleh zat tersebut. Sebagai contoh dapat dijelaskan sebagai
berikut : salah satu upaya tubuh untuk mempertahankan diri terhadap masuknya
antigen misalnya, bakteri, adalah dengan cara menghancurkan bakteri tersebut
dengan cara nonspesifik melalui proses fagositosis. Dalam hal ini makrofag,
neutrofil dan monosit memegang peranan yang sangat penting. Supaya dapat
terjadi fagositosis, sel-sel fagositosis tersebut harus berada dalam jarak yang dekat
dengan partikel bakteri, atau lebih tepat lagi bahwa partikel tersebut harus melekat
pada permukaan fagosit. Untuk mencapai hal ini maka fagosit harus bergerak
menuju sasaran. Hal ini dapat terjadi karena dilepaskannya zat atau mediator
tertentu yang disebut dengan factor leukotaktik atau kemotaktik yang berasal dari
bakteri maupun yang dilepaskan oleh neutrofil, makrofag atau komplemen yang
telah berada dilokasi bakteri (Kresno, 1991; Roitt, 1993).
Selain factor kemotaktik yang berfungsi untuk menarik fagosit menuju
8

antigen sasaran, untuk proses fagositosis selanjutnya, bakteri perlu mengalami


opsonisasi terlebih dahulu. Ini berarti bahwa bakteri terlebih dahulu dilapisi oleh
immunoglobulin atau komplemen (C3b), supaya lebih mudah ditangkap oleh
fagosit. Selanjutnya partikel bakteri masuk kedalam sel dengan cara endositosis
dan oleh proses pembentukan fagosum, ia terperangkap dalam kantong fagosum,
seolah-olah ditelan dan kemudian dihancurkan baik dengan proses oksidasireduksi maupun oleh derajat keasaman yang ada dalam fagosit atau penghancuran
oleh lisozim dan gangguan metabolisme bakteri (Bellanti, 1985; Subowo, 1993).
Selain fagositosis diatas, manifestasi lain dari respons imun nonspesifik
adalahreaksi inflamasi. Reaksi ini terjadi akibat dilepaskannya mediator-mediator
tertentu oleh beberapa jenis sel, misalnya histamine yang dilepaskan oleh basofil
dan mastosit, Vasoactive amine yang dilepaskan oleh trombosit, serta
anafilatoksin yang berasal dari komponen komponen komplemen, sebagai
reaksi umpan balik dari mastosit dan basofil. Mediator-mediator ini akan
merangsang bergeraknya sel-sel polymorfonuklear (PMN) menuju lokasi
masuknya antigen serta meningkatkan permiabilitas dinding vaskuler yang
mengakibatkan eksudasi protein plasma dan cairan. Gejala inilah yang disebut
dengan respons inflamasi akut (Abbas, 1991; Stite; 1991; Kresno, 1991).
E. Antigen dan Antibodi
1) Antigen
Antigen adalah bahan yang dapat merangsang respon imun dan dapat bereaksi
dengan antibodi. Macam-macam antigen antara lain imunogen adalah bahan yang
dapat merangsang respon imun dan hapten adalah bahan yang dapat bereaksi dengan
antibodi. Antigen tersusun atas epitop dan paratop. Epitop atau Determinan adalah
bagian dari antigen yang dapat mengenal/ menginduksi pembenntukan antibodi,
sedangkan paratop adalah bagian dari antibodi yang dapat mengikat epitop.
a) Jenis antigen berdasarkan determinannya:
a. Unideterminan, univalen : jenis epitop satu dan jumlahnya satu
b. Unideterminan, multivalen : jenis epitop satu, jumlah lebih dari satu
c. Multideterminan, munivalen : jenis epitop lebih dari satu dan jumlahnya satu
d. Multideterminan, multivalen : jenis epitop lebih dari satu, jumlah lebih dari
satu

b) Jeni antigen berdasarkan spesifiktasnya


a. Heteroantigen dimiliki banyak spesies
b. Xenoantigen dimiliki spesies tertentu
c. Alloantigen dimiliki satu spesies
d. Antigen organ spesifik dimiliki organ tertentu
e. Autoantigen berasal dari tubuhnya sendiri
c) Jenis antigen berdasarkan kandungan bahan kimianya:
a. Karbohidrat merupakan imunogenik
b. Lipid: tidak imunogenik merupakan hapten
c. Asam nukleat merupakan antigen yang tidak imunogenik
d. Protein merupakan imunogenik
Letak antigen :
a.

Antigen ditemukan di permukaan seluruh sel, tetapi dalam keadaan normal,


sistem kekebalan seseorang tidak bereaksi terhadap sel-nya sendiri.

b. Antigen biasanya protein atau polisakarida, tetapi dapat juga berupa molekul
Iainnya. Permukaan bakteri mengandung banyak protein dan polisakarida yang
bersifat antigen, sehingga antigen bisa merupakan bakteri, virus, protein,
karbohidrat, sel-sel kanker, dan racun.
Karakteristik Antigen
Karakteristik antigen yang sangat menentukan imunogenitas respon imun
adalah sebagai berikut:
a) Asing (berbeda dari self )
Pada umumnya, molekul yang dikenal sebagai self tidak bersifat
imunogenik, jadi untuk menimbulkan respon imun, molekul harus dikenal
sebagai nonself.
b) Ukuran molekul
Imunogen yang paling poten biasanya merupakan protein
berukuran besar. Molekul dengan berat molekul kurang dari 10.000
kurang bersifat imunogenik dan yang berukuran sangat kecil seperti asam
amino tidak bersifat imunogenik.

10

c) Kompleksitas kimiawi dan struktural


Jumah tertentu kompleksitas kimiawi sangat diperlukan, misalnya
homopolimer asam amino kurang bersifat imunogenik dibandingkan
dengan heteropolimer yang mengandung dua atau tiga asam amino yang
berbeda.
d) Determinan antigenic (epitop)
Unit terkecil dari antigen kompleks yang dapat diikat antibodi
disebut dengan determinan antigenic atau epitop.

Antigen dapat

mempunyai satu atau lebih determinan. Suatu determinan mempunyai


ukuran lima asam amino atau gula.
e) Tatanan genetic penjamu
Dua strain binatang dari spesies yang sama dapat merespon secara
berbeda terhadap antigen yang sama karena perbedaan komposisi gen
respon imun
2) Antibodi
Antibodi adalah protein serum yang mempunyai respon imun (kekebalan) pada
tubuh yang mengandung Imunoglobulin (Ig). Ig dibentuk oleh sel plasma (proliferasi
sel B) akibat kontak/dirangsang oleh antigen. Macam Imunoglobulin: Ig G, Ig A, Ig
M, Ig E dan Ig D.
a) Imunoglobulin G
Terbanyak dalam serum (75%). Dapat menembus plasenta membentuk
imunitas bayi sampai berumur 6 sampai dengan 9 bulan. Mempunyai sifat
opsonin berhubungan erat dengan fagosit, monosit dan makrofag. Berperan pada
imunitas seluler yang dapat merusak antigen seluler

berinteraksi dengan

komplemen, sel K, eosinofil dan neutrofil.


b) Imunoglobulin A
Sedikit dalam serum. Banyak terdapat dalam saluran nafas, cerna, kemih,
air mata, keringat, ludah dan air susu. Fungsinya menetralkan toksin dan virus,
mencegah kontak antara toksin/ virus dng sel sasaran dan mengumpalkan/
mengganggu gerak kuman yang memudahkan fagositosis.
c) Imunoglobulin M
11

Tidak dapat menembus plasenta, dibentuk pertama kali oleh tubuh akibat
rangsangan antigen sifilis, rubela, toksoplasmosis. Fungsinya mencegah gerakan
mikroorganisme antigen memudahkan fagositosis dan Aglutinosis kuat terhadap
antigen.
d) Imunoglobulin E
Jumlah paling sedikit dalam serum. Mudah diikat oleh sel mastosit, basofil
dan eosinofil. Kadar tinggi pada kasus: alergi, infeksi cacing, skistosomiasis,
trikinosis. Proteksi terhadap invasi parasit seperti cacing.
e) Imunoglobulin D
Sedikit ditemukan dalam sirkulasi. Tidak dapat mengikat komplemen.
Mempunyai aktifitas antibodi terhadap makanan dan autoantigen.
PROSES PEMBENTUKAN ANTIBODI

Antibodi disebut juga immunoglobulin diaalah glikoprotein plasma yang


bersirkulasi dan dapat berinteraksi secara spesifik dengan determinan antigen yang
merangsang pembentukan antibodi, antibodi disekresikan oleh sel plasma yang
terbentuk melalui polimerisasi dan diferensiasi limfosit B
Proses pembentukan antibody terbagi dua:
a. Antibodi terbentuk secara alami di dalam tubuh manusia dimana substansi
tersebut diwariskan dari ibu ke janinnya melalui inntraplasenta. Antibody yang
dihasilkan pada bayi yang baru lahir titier masih sangat rendah, dan nanti
antibody tersebut berkembang seiring perkembangan seseorang.
b. Pembentukan antibody karena keterpaparan dengan antigen yang menghasilkan
reaksi imunitas, dimana prosesnya adalah:
Misalnya bakteri salmonella. Saat antigen (bakteri salmonella) masuk ke
dalam tubuh, maka tubuh akan meresponnya karena itu dianggab sebagai benda
asing. karena bakteri ini sifatnya interseluler maka dia tidak sanggup untuk di
hancurkan dalam makrofag karena bakteri ini juga memproduksi toksinsebagai
pertahanan tubuh. Oleh karena itu makrofag juga memproduksi APC yang berfungsi
mempresentasikan antigen terhadap limfosit.agar respon imun berlangsung dengan
baik.Ada dua limfosit yaitu limfosit B dan limfosit T
12

F. Macam-macam Imunitas
Imunitas dapat dibedakan menjadi imunitas alami dan imunitas buatan.
a. Imunitas alami
Imunitas alami yaitu kekebalan yang sudah dimiliki seseorang sejak lahir,
misalnya kekebalan manusia terhadap penyakit-penyakit hewan atau dikenal
sebagai kekebalan spesies walaupun ada juga penyakit hewan yang dapat menular
pada manusia, misalnya penyakit tuberkolosis dari sapi yang ditularkan melalui
susu sapi, penyakit antraks dari biri-biri dan sapi serta beberapa penyakit lainnya.
b. Imunitas buatan
Imunitas buatan yaitu kekebalan yang diperoleh seseorang selama
hidupnya, imunitas ini dapat dibedakan lagi menjadi imunitas aktif dan imunitas
pasif. Timbulnya imunitas aktif disebabkan oleh adanya rangsangan antigen
tertentu dari kuman atau benda asing yang masuk ke dalam tubuh secara
kebetulan atau sengaja sehingga tubuh menghasilkan antibodi tertentu pula sesuai
dengan antigen yang harus dilawan. Masuknya antigen secara kebetulan, misalnya
karena terinfeksi kuman penyakit campak, cacar air, atau gondong, seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya.
Ada beberapa macam vaksin yang dikelompokkan berdasarkan jenis
antigen yang terkandung di dalamnya, yaitu sebagai berikut :
a) Toksoid yaitu larutan toksin diubah melalui perlakuan-perlakuan kimia dan
fisika sehingga tidak bersifat racun lagi terhadap tubuh.
b) Bakteri atau virus yang sudah dimatikan oleh sinar ultraungu, pemanasan,
atau secara kimia, misalnya vaksin Salk pencegah kelumpuhan pada anakanak karena polio.
c) Bakteri atau virus yang sudah dilemahkan sehingga hanya menimbulkan
infeksi ringan dalam waktu singkat, misalnya, vaksin cacar, tuberkolosis,
antraks, dan vaksin Sabin pencegah polio.
d) Antigen yang telah dipisahkan dari kuman penyebab penyakit tertentu,
misalnya antigen yang diperoleh dari bakteri penyakit pneumonia.
Imunitas aktif biasanya diperoleh beberapa minggu setelah vaksinasi dan
berguna sebagai tindak pencegahan terhadap beberapa penyakit, misalnya batuk
rejan (pertusis), cacar (variola), hepatitis, polio, difteri, dan campak. Kekebalan
tersebut dapat bertahan sampai bertahun-tahun bahkan ada yang seumur hidup.
Imunitas pasif dilakukan dengan cara memasukkan antibody tertentu dalam
13

bentuk serum, yaitu plasma darah yang sudah tidak mengandung fibrinogen.
Dalam hal ini tubuh kita berperan aktif untuk mendapatkan kekebalan tersebut.
Kekebalan yang diperoleh dengan cara ini biasanya bersifat sementara, yaitu
berkisar dari beberapa minggu sampai beberapa bulan.
Serum yang mengandung antibodi diperoleh dari manusia atau hewan,
seperti kuda dan kelinci yang tubuhnya telah diberi antigen dari kuman penyakit
tertentu. Beberapa serum yang telah lama dikenal, misalnya serum yang
mengandung antibodi terhadap kuman tetanus, difteri, campak, gondong, cacar,
dan rabies. Imunitas pasif dapat juga berasal dari tubuh ibu yang masuk ke tubuh
fetus melalui plasenta.. Hal ini sangat penting untuk melindungi bayi pada
minggu-minggu pertama kelahiran terhadap beberapa penyakit. Zaat antibodi
dapat juga diberikan dari ibu yang baru melahirkan melalui air susunya.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sistem imun adalah sistem perlindungan tubuh dari pengaruh luar yang dilakukan
14

oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan
benar, sistem ini akan melindungungi tubuh dari infeksi bakteri dan virus, serta
menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan dalam
tubuh melemah, kemampuan melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan
patogen termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu dapat berrkembang dalam
tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor dan
terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena beberapa
jenis kanker.
Sistem imun berfungsi untuk melindungi tubuh dari infeksi penyebab penyakit
dengan menghancurkan dan mennghilangkan mikroorganisme atau substansi asing
(bakteri, virus, parasit, jamur serta tumor) yang masuk kedalam tubuh, menghilangkan
jaringan atau sel yang mati atau rusak untuk perbaikan jaringan, menggenali sel atau
jaringan yang abnormal. Sasaran utama yaitu bakteri, patogen dan virus. Leukosit
merupakan sel imun utama (disamping sel plasma, makrofag, dan sel mast).

15

Anda mungkin juga menyukai