Anda di halaman 1dari 22

AB IV

IMUNOLOGI
4.1. Sejarah imunologi
Pada mulanya imunologi merupakan cabang mikrobiologi yang mempelajari respons
tubuh, terutama respons kekebalan terhadap penyakit infeksi. Pada tahun 1546, Girolamo
Fracastoro mengajukan teori kontagion yang menyatakan bahwa pada penyakit infeksi
terdapat suatu zat yang dapat memindahkan penyakit tersebut dari satu individu ke
individu lain, tetapi zat tersebut sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat dengan mata dan
pada waktu itu belum dapat diidentifikasi.
Pada tahun 1798, Edward Jenner mengamati bahwa seseorang dapat terhindar dari
infeksi variola secara alamiah, bila ia telah terkontaminasi sebelumnya dengan cacar sapi
(cow pox). Sejak saat itu, mulai dipakailah vaksin cacar.Dengan ditemukannya mkroskop
maka kemajuan dalam bidang makrobiologi meningkat dan mulai dapat ditelusuri
penyebab penyakit infeksi.Selain itu peneliti Perancis, Charles Richet dan Paul Portier
(1901) menemukan bahwa reaksi kekebalan yang diharapkan timbul dengan
menyuntikkan zat toksin pada anjing tidak terjadi, bahkan yang terjadi adalah keadaan
sebaliknya yaitu kematian sehingga dinamakan dengan istilah anafilaksis (tanpa
pencegahan).
Pada tahun 1873 Charles Blackley mempelajari penyakit hay fever, yaitu penyakit
dengan gejala klinis konjungtivitis dan rinitis, serta melihat bahwa ada hubungan antara
penyakit ini dengan serbuk sari Lalu pada tahun 1911-1914, Noon dan Freeman mencoba
mengobati penyakit hay fever dengan cara terapi imun yaitu menyuntikkan serbuk sari
subkutan sedikit demi sedikit. Sejak itu cara tersebut masih dipakai untuk mengobati
penyakit alergi terhadap antigen tertentu yang dikenal dengan caradesensitisasi.
Pada tahun 1923, Cooke dan Coca mengajukan konsep atopi (strange disease)
terhadap sekumpulan penyakit alergi yang secara klinis mempunyai manifestasi
sebagai hay fever, asma, dermatitis, dan mempunyai predisposisi diturunkan. Dan mulai
saat itu ilmu alergi-imunologi diterapkan dalam kelainan dan penelitian di bidang alergi
klinis.
Landsteiner (1900) menemukan golongan darah ABO, dan disusul dengan golongan
darah rhesus oleh Levine dan Stenson (1940) , maka kelainan klinis berdasarkan reaksi
imun semakin dikenal. Pada masa itu, fenomena imun yang terjadi baru dapat dijabarkan
dengan istilahimunologi saja. Baru pada tahun 1939, 141 tahun setelah penemuan Jenner,
Tiselius dan Kabat menemukan secara elektroforesis bahwa antibodi terletak dalam
spektrum globulin gama yang kemudian dinamakanimunoglobulin (Ig). Dengan cara

imunoelektroforesis diketahui bahwa imunoglobulin terdiri atas 5 kelas yang diberi nama
IgA, IgG, IgM, IgD dan IgE (WHO, 1964).
4.2.Pengertian imunologi
Imunologi adalah ilmu yang mencakup kajian mengenai semua aspeksistem
imun (kekebalan) pada semua organisme. Imunologi memiliki berbagai penerapan pada
berbagai disiplin ilmu dan karenanya dipecah menjadi beberapa subdisiplin seperti :
malfungsi
sistem
imun
pada
gangguan
imunologi
(penyakit
autoimun, hipersensitivitas, defisiensi imun, penolakan allograft); karakteristik fisik,
kimiawi, dan fisiologis komponen-komponen sistem imun. Imunologi juga di katakan
sebagai suatu bidang ilmu yang luas yang meliputi penelitian dasar dan penerapan klinis ,
membahas masalah antigen, antibodi, dan fungsi fungsi berperantara sel terutama yang
berhubungan dengan imunitas terhadap penyakit , reaksi biologik yang bersifat
hipersensitif, alergi dan penoloakan jaringan asing.
4.3.Sistem imun
Sistem Imun adalah semua mekanisme yang digunakan badan untuk
mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat di
timbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup.Imunitas atau kekebalan adalah
sistem
mekanisme
pada organisme yang
melindungi
tubuh
terhadap
pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor.
imunitas atauSistem imun tubuh manusia terdiri dari imunitas alami atau system imunnon
spesifik dan imunitas adaptif atau system imun spesifik.
Sistem imun non-spesifik yang alami dan sistem imun spesifik.Sistem imun nonspesifik telah berfungsi sejak lahir, merupakan tentara terdepan dalam sistem imun,
meliputi level fisik yaitu pada kulit, selaput lendir, dan silia, kemudian level larut seperti
pada asam lambung atau enzim.
Sistem imun spesifik ini meliputi sel B yang membentuk antibodi dan sel T yang
terdiri dari sel T helper, sel T sitotoksik, sel T supresor, dan sel T delayed hypersensitivity. Salah satu cara untuk mempertahankan sistem imun berada dalam kondisi optimal adalah dengan asupan gizi yang baik dan seimbang.Kedua sistem imun ini bekerja
sama dengan saling melengkapi secara humoral, seluler, dan sitokin dalam mekanisme
yang kompleks dan rumit.
4.3.1. Imunitas Alami atau Non spesifik
Sistem imun alami atau sistem imun nonspesifik adalah respon pertahanan inheren
yang secara nonselektif mempertahankan tubuh dari invasi benda asing atau abnormal
dari jenis apapun dan imunitas ini tidak diperoleh melalui kontak dengan suatu antigen.
Sistem ini disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu.
Selain itu sistem imun ini memiliki respon yang cepat terhadap serangan agen patogen

atau asing, tidak memiliki memori immunologik, dan umumnya memiliki durasi yang
singkat.
Sistem imun nonspesifik terdiri atas pertahanan fisik/mekanik seperti kulit, selaput
lendir, dan silia saluran napas yang dapat mencegah masuknya berbagai kuman patogen
kedalam tubuh; sejumlah komponen serum yang disekresikan tubuh, seperti sistem
komplemen, sitokin tertentu, dan antibody alamiah; serta komponen seluler,seperti sel
natural killer (NK),.
1. Sistem Komplemen adalah komponen immunitas bawaan lainnya yang penting.
Aktivasi sistem komplemen mengasilkan suatu reaksi biokimia yang akan
melisiskan dan merusak sel asing atau sel tak berguna. Tanpa aktivasi, komponen
dari sistem komplemen bertindak sebagai proenzim dalam cairan tubuh.
2. Sitokin dan Kemokin (Cytokine and chemokine) adalah polipeptida yang memiliki
fungsi penting dalam regulasi semua fungsi sistem imun. Sitokin dan kemokin
menghasilkan hubungan kompleks yang dapat mengaktifkan atau menekan respon
inflamasi. Contoh sitokin yang berperan penting dalam merespon infeksi bakteri
yaitu :Interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis factor-a (TNF-a).
3. Antibodi alamiah (immunoglobulin) didefinisikan sebagai antibodi pada individu
normal dan sehat yang belum distimulasi oleh antigen eksogen.Antibodi alamiah
berperan penting sebagai pertahanan lini pertama terhadap patogen dan beberapa
tipe sel, termasuk prakanker, kanker, sisa pecahan sel, dan beberapa antigen.
4. Natural Killer Cells (Sel Natural Killer) diketahui secara morfologi mirip dengan
limfosit ukuran besar dan dikenal sebagai limfosit granular besar. Sekitar 1015%
limfosit yang beredar pembuluh darah tepi adalah sel NK. Sel NK berperan penting
pada respon dan pengaturan imun bawaan. Sel NK mengenal dan melisiskan sel
terinfeksi patogen dan sel kanker. Sel NK melisiskan sel dengan melepaskan
sejumlah granul sitolitik di sisi interaksi dengan target. Komponen utama granul
sitolitik adalah perforin. Sel NK juga menghasilkan sitokin dan kemokin yang
digunakan untuk membunuh sel target, termasuk IFN-, TNF-a, IL-5, dan IL-13.
Sistem imun yang ada pada tubuh dapat kita lihat dari sel darah kita.untuk
mengetahui berbagai bentuk sel darah akan di tunjukan pada gambar 1.
Gambar 1. Darah yang mengandung darah merah dan darah putih beserta bagian
bagiannya.
4.3.2. Sistem Imun Adaptif (adaptive immunity system)

Imunitas ini terjadi setelah pamaparan terhadap suatu penyakit infeksi, bersifat
khusus dan diperantarai oleh oleh antibody atau sel limfoid. Imunitas ini bisa bersifat pasif
dan aktif.
1. Imunitas pasif, diperoleh dari antibody yang telah terbentuk sebelumnya dalam
inang lain.
2. Imunitas aktif, resistensi yang di induksi setelah kontak yang efektif denga antigen
asing yang dapat berupa infeksi klinis atau subklinis, imunisasi, pemaparan
terhadap produk mikroba atau transplantasi se lasing.
Sistem Imun Adaptif atau sistem imun nonspesifik mempunyai kemampaun untuk
mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Sistem imun adaptif memiliki beberapa
karakteristik, meliputi kemampuan untuk merespon berbagai antigen, masing-masing
dengan pola yang spesifik; kemampuan untuk membedakan antara antigen asing dan
antigen sendiri; dan kemampuan untuk merespon antigen yang ditemukan sebelumnya
dengan memulai respon memori yang kuat. Terdapat dua kelas respon imun spesifik :
1) Imunitas humoral (Humoral immunity), Imunitas humoral ditengahi oleh
sekelompok limfosit yang berdiferiensasi di sumsum tulang, jaringan limfoid
sekunder yaitu meliputi limfonodus, limpa dan nodulus limfatikus yang terletak di
sepanjang saluran pernafasan, pencernaan dan urogenital.
2) Imunitas selular (cellular immunity), Sel T mengalami perkembangan dan
pematangan dalam organ timus. Dalam timus, sel T mulai berdiferensiasi dan
memperoleh kemampuan untuk menjalankan fungsi farmakologi tertentu.
Berdasarkan perbedaan fungsi dan kerjanya, sel T dibagi dalam beberapa
subpopulasi, yaitu sel T sitotoksik (Tc), sel T penindas atau supresor (Ts) dan sel T
penolong (Th). Perbedaan ini tampak pula pada permukaan sel-sel tersebut.Untuk
mengetahui cara kerja sel T penindas atau sel T pembunhuh dapat kita lihat pada
gambar 2.
Gambar 2. Sel T pembunuh secara langsung menyerang sel
lainnya yang membawa antigen asing atau abnormal di
permukaan mereka
Untuk mengetahui perbedaan sistem imun spesifik dan sistem imun non spesifik
dapat di lihat dalam tabel 1.
Tabel 1. Perbedaan sifat sistem imun non spesifik dan spesifik
Non spesifik

Spesifik

Resistensi

Tidak berubah oleh infeksi

Membaik oleh infeksi berulang

Spesifitas

Umumnya efektif terhadap Spesifik untuk mikroorganisme yang


semua mikroorganisme.
sudah mensintesis sebelumnya

Sel yang penting

Fagosit

Limfosit

Sel NK
Sel K
Molekul
penting

yang Lizosim

Antibody sitokin

Komplemen
Protein fase akut
Interferon ( sitokin )

Sel yang berada di didominasi


dalamnya
polimorfonuklear

sel didominasi selT dan sel B

Sifat

bersifat general/ umum

bersifat memori / diperlukan pajan


pertama dan efektik untuk pajanan
berikutnya dengan antigen yang
sama

Cara kerja

cara kerja cepat

cara kerja kualitas meningkat karna


memiliki sifat memory

4.4 Antigen dan Antibodi


4.4.1. Antigen
Antigen merupakan bahan asing yang merupakan target yang akan dihancurkan
oleh sistem kekebalan tubuh. Antigen ditemukan di permukaan seluruh sel, tetapi dalam
keadaan normal, sistem kekebalan seseorang tidak bereaksi terhadap selnya sendiri.
Sehingga dapat dikatakan antigen merupakan sebuah zat yang menstimulasi
tanggapanimun. Antigen biasanya berbentuk protein atau polisakarida. Sistem kekebalan
atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan
oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan
benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta
menghancurkan sel kankerdan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan
melemah,
kemampuannya
melindungi
tubuh
juga
berkurang,
sehingga
menyebabkanpatogen. Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap

seltumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena
beberapa jenis kanker.
Pada umumnya, antigen-antigen dapat di klasifikasikan menjadi dua jenis utama,
yaitu antigen eksogen dan antigen endogen.antigen eksogen adalah antigen-antigen yang
disajikan dari luar kepada hospes dalam bentuk mikroorganisme,tepung sari,obat-obatan
atau polutan.Antigen ini bertanggungjawab terhadap suatu spektrum penyakit manusia,
mulai dari penyakit infeksi sampai ke penyakit-penyakit yang dibenahi secara immologi,
seperti pada asma.Antigen endogen adalah antigen yang terdapat didalam tubuh dan
meliputi antigen-antigen berikut:antigen senogeneik (heterolog), antigen autolog dan
antigen idiotipik atau antigen alogenik (homolog). Antigen senogeneik adalah antigen yang
terdapat dalam aneka macam spesies yang secara filogenetik tidak ada hubungannya,
antigen-antigen ini penting untuk mendiagnosa penyakit. Kelompok-kelompok antigen
yang paling banyak mempunyai arti klinik adalah kelompok-kelompok antigen yang
digunakan untuk membedakan satu individu spesies dengan individu spesies yang sama.
Pada manusia determinan antigen semacam ini terdapat pada sel darah merah,sel darah
putih trombosit, protein serum, dan permukaan sel-sel yang menyusun jaringan tertentu
dari tubuh, termaksud antigen-antigen histokompatibilitas. Antigen ini dikenal antigen
polomorfik, karena adanya dua atau lebih bentuk-bentuk yang berbeda secara genetik
didalam populasi.
1. ciri ciri antigen yang menentukan imunogenitas dalam respon imun :
a) Keasingan,yaitu imunogen adalah bahwa zat tersebut secara genetik asing
terhadap hospes
b) Ukuran molekul
c) Kekompleksian kimia dan struktural
d) Penentu antigen ( epilop )
e) Konstitusi genetik inang
f) Dosis, jalur, dan saat pemberian anti gen.
2. Pembagian antigen

a. Berdasarkan epitop
1) Unditerminan ( univalent )
2) Unideterminan ( multivalent )
3) Multideterminan ( univalent )
4) Multideterminan ( multivalent )
b. Berdasarkan spesifitas
1. Heteroantigen 4.Antigen organ spesifik
2. Xenoantigen 5.Autoantigen
3. Alloantigen
c. Berdasarkan ketergantungan terhadap sel T
1. T dependen
2. T independen
d. Contoh-contoh antigen antara lain:
3. 1. Bakteri 4. Sel-sel dari transplantasi organ
4. 2. Virus 5. Toksin
5. 3. Sel darah yang asing
4.4.2. Antibodi
Antibodi adalah protein yang
dapat
ditemukan
pada darah ataukelenjar
tubuh vertebrata lainnya, dan digunakan oleh sistem kekebalan tubuh untuk
mengidentifikasikan dan menetralisasikan benda asing sepertibakteri dan virus. Mereka
terbuat dari sedikit struktur dasar yang disebutrantai. Tiap antibodi memiliki dua rantai
berat besar dan dua [rantai ringan]. Antibodi diproduksi oleh tipe sel darah yang
disebut sel B. Terdapat beberapa tipe yang berbeda dari rantai berat antibodi, dan
beberapa tipe antibodi yang berbeda, yang dimasukan kedalam isotypeyang berbeda
berdasarkan pada tiap rantai berat mereka masuki. Lima isotype antibodi yang berbeda
diketahui berada pada tubuh mamalia, yang memainkan peran yang berbeda dan

menolong mengarahkan respon imun yang tepat untuk tiap tipe benda asing yang berbeda
yang ditemui.Antibodi adalah molekul immunoglobulin yang bereaksi dengan antigen
spesifik yang menginduksi sintesisnya dan dengan molekul yang sama; digolongkan
menurut cara kerja seperti agglutinin, bakteriolisin, hemolisin, opsonin, atau presipitin.
Antibodi disintesis oleh limfosit B yang telah diaktifkan dengan pengikatan antigen pada
reseptor permukaan sel. Antibodi biasanya disingkat penulisaanya menjadi Ab.(Dorlan).
Antibodi terdiri dari sekelompok protein serum globuler yang disebut
sebagai immunoglobulin (Ig). Sebuah molekul antibody umumnya mempunyai dua tempat
pengikatan antigen yang identik dan spesifik untuk epitop (determinan antigenik) yang
menyebabkan produksi antibody tersebut. Masing-masing molekul antibody terriri atas
empat rantai polipeptida, yaitu dua rantai berat (heavy chain) yang identik dan dan
duarantai ringan (light chain) yang identik, yang dihubungkan oleh jembatan disulfida
untuk membentuk suatu molekul berbentuk Y. Pada kedua ujung molekul berbentuk Y itu
terdapat daerah variabel (V) rantai berat dan ringan. Disebut demikian karena urutan
asam amino pada bagian ini sangat bervariasi dari satu antibodi ke antibodi yang
lain.Daerah V rantai berat dan daerah V rantai ringan secara bersama-sama membentuk
suatu kontur unik tempat pengikatan antigen milik antibodi.Interaksi antara tempat
pengikatan antigen dengan epitopnya mirip dengan interaksi enzim dan substratnya:
ikatan nonkovalen berganda terbentuk antara gugus-gugus kimia pada masing-masing
molekul(Campbell).Untuk mengetahui gambar antibody dalam tubuh dapat kita lihat pada
gambar 3.

Gambar 3. Sebuah antibodi terbuat dari dua rantai berat


dan dua rantai ringan. Variasi unik daerah membuat
antibodi mengenali antigen yang cocok.
4.4.3. Interaksi Antigen dan Antibodi antibodi adalah sebagai berikut :
1) Reaksi ini pada umunya spesifik,biarpun ada beberapa ditemukan reaksi
silang (cross reaction)
2) Pengabunggan antara antigen antibodi adalah erat sekali, tetapi seringkali
reversible.
3) Antigen dan antibodi bergabung dalam jumlah yang variabel ( Danysz
phenomenon )
4) Antigen dan antibodi adalah suatu reaksi kimia, karena yang bergabung
adalah gugus gugus spesifik dari kedua regens.

5) Dari suatu antigen dengan antiserumnya dapat diperihatkan tipe tipe reaksi
serologic yang berbeda, mungkin disebabkan oleh molekul molekul
antibodi yang sama sering merefleksikan yang berbeda.
4.4.4 komplemen
Sistem Komplemen adalah komponen immunitas bawaan lainnya yang penting.
Sistem ini terdiri dari 30 protein-protein dalam serum atau di permukaan sel-sel
tertentu. Aktivasi sistem komplemen mengasilkan suatu reaksi biokimia yang akan
melisiskan dan merusak sel asing atau sel tak berguna. Tanpa aktivasi, komponen dari
sistem komplemen bertindak sebagai proenzim dalam cairan tubuh. Ketika diaktivasi,
akan menghasilkan sejumlah fragmen komplemen reaktif secara biologis. Fragmen
komplemen tersebut akan memodulasi bagian lain dari sistem imun dengan cara terikat
secara langsung pada T limfosit dan sumsum tulang penghasil limfosit (B limfosit) pada
sistem imun adaptif dan juga menstimulasi sintesis dan pelepasan sitokin. Komponen
komplemen juga dapat meningkatkan fagositosis makrofag dan neutrofil dengan
bekerja sebagai opsionin.
Umumnya komplemen mempunyai efek utama , yakni :
a. Lisis sel ( misalnya bakteri dan sel tumor )
b. Menghasilkan perantara yang ikut serta dalam peradangan dan menarik fagositosis.
c. Opsinosasi organisme dan kompleks imun untuk pembersihan fagositosis.
d. Peningkatan respon imun berperantara antibody.
Protein komplemen terutama disintesis oleh hati dan sel fagositik. Karena tidak
tahan panas , komplemen dinonaktifkan pada suhu 56 0 c selama 30 menit.Efek efek
biologik utama komplemen yakni opsonisasi, anafilaktosin, sitolisis.
Akibat klinik dari defisiensi komplemen secara umum mengakibatkan
peningkatan kepekaan terhadap penyakit infeksi , misalnya defisiensi C2 sering
menimbulkan infeksi bakteri piogenik yang serius. Defisiensi komponen kompleks
penyerang selaput sangat meningkatkan kepekaan terhadap infeksi Neisseria .
defisiensi pada komponen jalur alternative juga telah diketahui , misalnya defisiensi
properdin membuat orang lebih peka terhadap penyakit meningokokus.
4.4.5. Sitokin dan Kemokin
1. Pengertian sitokin dan kemokin
Sitokin dan kemokin adalah polipeptida yang memiliki fungsi penting dalam
regulasi semua fungsi sistem imun. Sitokin berperan dalam menentukan respon

imun alamiah dengan cara mengatur atau mengontrol perkembangan, differensiasi,


aktifasi, lalulintas sel imun, dan lokasi sel imun dalam organ limfoid. Sitokin
merupakan suatu kelompokmessenger intrasel yang berperan dalam proses
inflamasi melalui aktifasi sel imun inang. Sitokin Juga memainkan peran mediator
poten untuk inflamasi sel. Sitokin dan kemokin menghasilkan hubungan kompleks
yang dapat mengaktifkan atau menekan respon inflamasi. Telah dikenal lebih 30
sitokin. Sebagian besar sel sistem imun dan beberapa sel lainnya melepaskan
sitokin. Interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis factor-a (TNF-a) contoh sitokin
yang berperan penting dalam merespon infeksi bakteri, keduanya merupakan
polipeptida berbobotmolekul kecil yang memiliki efek yang luas dalam berbagai
reaksi dalam tubuh, termasuk respon imunologi, inflamasi, dan hematopoiesis
2. peranan sitokin
sitokin bekerja seperti hormin , yaitu tidak melalui reseptor pada
permukaan sel sasaran sebagai berikut :
I. Langsung :
a. Lebih dari satu efek terhadap berbagai jenis sel ( pleitropi )
b. Autoregulasi ( fungsi autokrin )
c. Terhadap sel yang letaknya tidak jauh ( fungsi parakrin )
II. tidak langsung :
a. Menginduksi ekspresi reseptor untuk sitokin lain atau bekerja sama dengan
sitokoin lain dalam merangsang sel ( sinergisme ).
b. Mencegah ekspresi reseptor atau produksi sitokin ( antagonisme
3. Aktivasi sel
a. Aktivasi sel T
Antigen yang semula ditangkap dan diproses APC, dipersentasikan ke
reseptor pada sel Tc dan Th masing masing dalam hubungan dengan MHC kelas I
dan II. APC tersebut memproduksi dan melepas sitokin seperti IL 1 yang
merangsang sel T untuk berpoliferasi dan berdeferensiasi. Sel T tersebut
memproduksi sitokin. Untuk mengetahui hubungan sel T dengan Major
histocompatibility complex kelas I atau Major histocompatibility complex kelas II,
dan antigen (merah) dapat kita lihat pada gambar 4.

Gambar
4. Hubungan
sel
T
denganMajor
histocompatibility complex kelas I atau Major
histocompatibility complex kelas II, dan antigen (merah)
b. Aktivasi sel B
Sel Th dirangsang melepas sitokin yang mengaktifkan sel B dalam 3 tingkat,
yakni aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel plasma yang memproduksi
Ig.
c. Aktivasi makrofag dan monosit
Endotoksin bakteri dan INF yang dilepas sel T dapat merangsang
makrofag sehingga mampu memproduksi bahan aktif lainnya seperti INF , IL
1. GM CSF dan M CSF. Pertanda permukaan makrofag, monosit yang termasuk
MHC kelas II selalu berubah ubah, demikian pula dalam kemampuan
fagositosisnya dan membunuh sel tumor. Hal tersebut tergantung dari faktor
faktor yang mengaktifkannya.
d. Sitokin dan inflamasi
Endotoksin dan trauma fisik dapat pua menimbulkan pelepasan sitokin yang
berperan pada inflamasi akut, yang lokal maupun yang sistematik.
e. Sitokin dan pengobatan
Sitokin dapat digunakan sebagai pengganti komponen sistem imun yang
defesiensi atau untuk menggerahkan sel sel yang diperlukan dalam
menanggulangi defisiensi imun primer atau sekunder, merangsang sistem sel imun
dalam respons terhadap tumor infeksi bakteri atau virus yang berlebihan.
Antisitokin telah digunakan untuk mengontrol penyakit autoimun dan pada
keadaan dengan sistem imun yang terlalu aktif / patologik.
4.4.6. Imunologi
Imunolgi terbagi menjadi 2 yaitu imunologi infeksi dan imunologi kanker.
a. Imunologi infeksi
Bila suatu mikroorganisme menembus kulit atau selaput lendir, maka tubuh
akan mengerahkan keempat komponen sistem imun untuk menghancurkannya,
yaitu antibodi fagosit, komplemen dan sel sel sistem imun. Bila suatu antigen
pertama masuk kedalam tubuh, dalam beberapa hari pertama antibodi dan sel
sistem imun spesifik lainnya lainnya belum memberikan respons. Tetapi komplemen

dan pagosit serta komponen imun nonspesifik lainnya dapat bekerja langsung
untuk menghancurkannya.
b. Imunulogi kanker
Peran penting imunitas lainnya adalah untuk menemukan dan
menghancurkan tumor. Sel tumor menunjukan antigen yang tidak ditemukan pada
sel normal. Untuk sistem imun, antigen tersebut muncul sebagai antigen asing dan
kehadiran mereka menyebabkan sel imun menyerang sel tumor. Antigen yang
ditunjukan oleh tumor memiliki beberapa sumber; beberapa berasal dari
virus onkogenik seperti papillomavirus, yang menyebabkan kanker leher rahim,
sementara lainnya adalah protein organisme sendiri yang muncul pada tingkat
rendah pada sel normal tetapi mencapai tingkat tinggi pada sel tumor. Salah satu
contoh adalah enzim yang disebut tirosinase yang ketika ditunjukan pada tingkat
tinggi, merubah beberapa sel kulit (seperti melanosit) menjadi tumor yang
disebut melanoma. Kemungkinan sumber ketiga antigen tumor adalah protein yang
secara normal penting untuk mengatur pertumbuhan dan proses bertahan hidup
sel, yang umumnya bermutasi menjadi kanker membujuk molekul sehingga sel
termodifikasi sehingga meningkatkan keganasan sel tumor.Sel yang termodifikasi
sehingga meningkatkan keganasan sel tumor disebut onkogen.
Respon utama sistem imun terhadap tumor adalah untuk menghancurkan
sel abnormal menggunakan sel T pembunuh, terkadang dengan bantuan sel T
pembantu. Antigen tumor ada pada molekul MHC kelas I pada cara yang mirip
dengan antigen virus. Hal ini menyebabkan sel T pembunuh mengenali sel tumor
sebagai sel abnormal. Sel NK juga membunuh sel tumor dengan cara yang mirip,
terutama jika sel tumor memiliki molekul MHC kelas I lebih sedikit pada
permukaan mereka daripada keadaan normal; hal ini merupakan fenomena umum
dengan tumor.Terkadang antibodi dihasilkan melawan sel tumor yang
menyebabkan kehancuran mereka oleh sistem komplemen
Beberapa tumor menghindari sistem imun dan terus berkembang sampai
menjadi kanker.Sel tumor sering memiliki jumlah molekul MHC kelas I yang
berkurang pada permukaan mereka, sehingga dapat menghindari deteksi oleh sel T
pembunuh. Beberapa sel tumor juga mengeluarkan produk yang mencegah respon
imun; contohnya dengan mengsekresikan sitokin TGF-, yang menekan

aktivitas makrofaga dan limfosit. Toleransi imunologikal dapat berkembang


terhadap antigen tumor, sehingga sistem imun tidak lagi menyerang sel tumor.
Makrofaga dapat meningkatkan perkembangan tumor ketika sel tumor
mengirim sitokin yang menarik makrofaga yang menyebabkan dihasilkannya
sitokin dan faktor pertumbuhan yang memelihara perkembangan tumor.
Kombinasi hipoksia pada tumor dan sitokin diproduksi oleh makrofaga
menyebabkan
sel
tumor
mengurangi
produksi
protein
yang
menghalangi metastasis dan selanjutnya membantu penyebaran sel kanker. telah
mengidentifikasikan sel kanker. Ketika melampaui batas menyatukan dengan sel
kanker, makrofaga (sel putih yang lebih kecil) akan menyuntkan toksin yang akan
membunuh sel tumor. Imunoterapi untuk perawatan kanker merupakan salah satu
hal yang diteliti oleh penelitian medis.dapat kita lihat pada gambar 5
Gambar 5. Makrofaga telah mengidentifikasikan sel kanker.
Ketika melampaui batas menyatukan dengan sel kanker,
makrofaga (sel putih yang lebih kecil) akan menyuntkan toksin
yang akan membunuh sel tumor.
Tujuan mempelajari imunologi kanker ialah :
1. Mengetahui hubungan antara respons imunologi pejamu dan tumor.
2. Menggunakan pengetahuan tentang respons imun terhadap tumor dalam
diagnosis, profilaksis dan pengobatan.
4.4.7. Penyakit Imunitas
Mekanisme Imun/kekebalan tubuh merupakan sistim pertahanan tubuh
yang terintegrasi sejak awal konsepsi (pembuahan).merupakan sistim pertahanan
tubuh yang sudah merupakan software bawaan. Tetapi sistim imun tersebut dapat
juga berubah menjadi suatu penyakit yang dalam beberapa jenis tidak
bisadisembuhkan.Contoh : Saat udara dingin, sering kita mengalami hidung
tersumbat, bersin2 pada saluran nafas kita (hidung), ini merupakan mekanisme
untuk menghangatkan dan melembabkan udara luar yang kita hirup kedalam
paru-paru, tetapi pada orang orang tertentu, justru udara dingin tersebut akan
memicu timbulnya reaksi yang berlebihan, yaitu timbulnya serangan sesak nafas
(astma), bisa juga timbulnya gatal - gatal di sekujur tubuh
(biduren/urtikaria).berikut ini merupakan penyakit akibat merendahnya sistem
imun.

A.Hipersensivitas
Hipersensivitas adalah reaksi imun yang patologik, terjadi akibat respons
imun yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakaan jaringan tubuh. Reaksi
tersebut oleh Gell dan Coombs dibagi dalam 4 tipe reaksi berdasarkan kecepatan
dan mekanisme imun yang terjadi, yaitu tipe I, II, III dan IV. Reaksi itu dapat
terjadi sendiri sendiri, tetapi klinik sering dua atau lebih jenis tersebut terjadi
bersamaan.Untuk mengetahui system tubuh yang rusak dapat kita lihat dari
gambar 6.
Gambar 6. Gigi seseorang yang jaringannya sebagian
telah rusak akibat hipersensivitas terlihat dari lidah
dan gusi gigi yang memucat.
B. Autoimunitas
Autoimunitas atau hilangnya toleransi ialah reaksi sistem imun terhadap
antigen jaringan sendiri. Antigen tersebut disebut autoantigen sedangkan antibodi
yang dibentuk disebut autoantibodi.
Penyakit autoimun dapat dibagi atas beberapa golongan, yaitu :
a. Berdasarkan organ ; terdiri atas penyakit autoimun organ spesifik dan non
organ spesifik.
b. Berdasarkan mekanisme ; penykit autoimun melalui antibodi ( anemia
hemolitik autoimun, miastenia gravis dan tirotoksikosis ), penyakit autoimun
melalui kompleks imun ( LES, AR ), penyakit autoimun melalui sel T dan
penyakit autoimun melalui komplemen.
Untuk mengetahui hal yang terjadi pada seseorang yang menderitaa
autoimunitas dapat kita lihat pada gambar 7.
Gambar 7. Penderita autoimunitas pada jari jari tangan dan daerah
perut.
C. HIV AIDS
AIDS adalah singkatan dari acquired immunedeficiency syndrome,
merupakan sekumpulan gejala yang menyertai infeksi HIV. Infeksi HIV disertai
gejala infeksi yang oportunistik yang diakibatkan adanya penurunan kekebalan
tubuh akibat kerusakan sistem imun. Sedangkan HIV adalah singkatan
dari Human Immunodeficiency Virus.
1.Gejala Infeksi HIV/ AIDS
a. Infeksi akut : flu selama 3-6 minggu setelah infeksi, panas dan rasa lemah
selama 1-2 minggu. Bisa disertai ataupun tidak gejala-gejala seperti:bisul
dengan bercak kemerahan (biasanya pada tubuh bagian atas) dan tidak

gatal. Sakit kepala, sakit pada otot-otot, sakit tenggorokan, pembengkakan


kelenjar, diare (mencret), mual-mual, maupun muntah-muntah.
b. Infeksi kronik : tidak menunjukkan gejala. Mulai 3-6 minggu setelah infeksi
sampai 10 tahun.
c. Sistem imun berangsur-angsur turun, sampai sel T CD4 turun dibawah 200/ml
dan penderita masuk dalam fase AIDS.
d. AIDS merupakan kumpulan gejala yang menyertai infeksi HIV. Gejala yang
tampak tergantung jenis infeksi yang menyertainya. Gejala-gejala AIDS
diantaranya : selalu merasa lelah, pembengkakan kelenjar pada leher atau
lipatan paha, panas yang berlangsung lebih dari 10 hari, keringat malam,
penurunan berat badan yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya, bercak
keunguan pada kulit yang tidak hilang-hilang, pernafasan pendek, diare
berat yang berlangsung lama, infeksi jamur (candida) pada mulut,
tenggorokan, atau vagina dan mudah memar/perdarahan yang tidak bisa
dijelaskan penyebabnya.dan berat badan berangsur angsur
menurun.Berdasarkan penjelasan diatas untuk lebih mengetahui bentuk dan
jenis virus dari penyakit HIV AIDS dapat kita lihat pada gambar 8.

Gambar 8. Virus HIV AIDS yang menyerang system kekebalan tubuh dan
Seorang bayi yang telah menderita HIV AIDS
2. Epidemiologi
Adanya infeksi menular seksual (IMS) yang lain (misal GO, klamidia), dapat
meningkatkan risiko penularan HIV (2-5%). HIV menginfeksi sel-sel darah sistem
imunitas tubuh sehingga semakin lama daya tahan tubuh menurun dan sering
berakibat kematian. HIV akan mati dalam air mendidih/ panas kering (open)
dengan suhu 56oC selama 10-20 menit. HIV juga tidak dapat hidup dalam darah
yang kering lebih dari 1 jam, namun mampu bertahan hidup dalam darah yang
tertinggal di spuit/ siring/ tabung suntik selama 4 minggu. Selain itu, HIV juga tidak
tahan terhadap beberapa bahan kimia seperti Nonoxynol-9, sodium
klorida dan sodium hidroksida.
3. Dampak HIV/ AIDS

Dampak yang timbul akibat epidemi HIV/ AIDS dalam masyarakat adalah :
menurunnya kualitas dan produktivitas SDM (usia produktif=84%); angka
kematian tinggi dikarenakan penularan virus HIV/ AIDS pada bayi, anak dan
orang tua; serta adanya ketimpangan sosial karena stigmatisasi terhadap penderita
HIV/ AIDS masih kuat.
4.Cara Penularan
HIV hanya bisa hidup dalam cairan tubuh seperti : darah, cairan air mani
(semen), cairan vagina dan serviks, air susu ibu maupun cairan dalam otak.
Sedangkan air kencing, air mata dan keringat yang mengandung virus dalam
jumlah kecil tidak berpotensi menularkan HIV.
Cara penularan HIV AIDS antara lain :
a. Hubungan seksual dengan orang yang mengidap HIV/AIDS, berhubungan
seks dengan pasangan yang berganti-ganti dan tidak menggunakan alat
pelindung (kondom).
b. Kontak darah/luka dan transfusi darah Kontak darah/luka dan transfusi
darah yang sudah tercemar virus HIV.
c. Penggunaan jarum suntik atau jarum tindik Penggunaan jarum suntik atau
jarum tindik secara bersama atau bergantian dengan orang yang terinfeksi
HIV.
d. Dari ibu yang terinfeksi HIV kepada bayi yang dikandungnya.
HIV tidak menular melalui gigitan nyamuk, orang bersalaman, berciuman,
berpelukan, tinggal serumah, makan dam minum dengan piring-gelas yang sama.
5.Cara Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan ditujukan kepada seseorang yang mempunyai
perilaku beresiko, sehingga diharapkan pasangan seksual dapat melindungi dirinya
sendiri maupun pasangannya. Adapun caranya adalah dengan tidak berganti-ganti
pasangan seksual (monogami), penggunaan kondom untuk mengurangi resiko
penularan HIV secara oral dan vaginal. Pencegahan pada pengguna narkoba dapat

dilakukan dengan cara menghindari penggunaan jarum suntik bersamaan dan


jangan melakukan hubungan seksual pada saat high (lupa dengan hubungan
seksual aman). Sedangkan pencegahan pada ibu hamil yaitu dengan mengkonsumsi
obat anti HIV selama hamil (untuk menurunkan resiko penularan pada bayi) dan
pemberian susu formula pada bayi bila ibu terinfeksi HIV. Serta menghindari darah
penderita HIV mengenai luka pada kulit, mulut ataupun mata.
6.Pengobatan HIV/ AIDS
Pengobatan HIV/ AIDS yang sudah ada kini adalah dengan pengobatan
ARV (antiretroviral) dan obat-obat baru lainnya masih dalam tahap penelitian.
Jenis obat-obat antiretroviral :
a. Attachment inhibitors (mencegah perlekatan virus pada sel host)
dan fusion inhibitors (mencegah fusi membran luar virus dengan membran
sel hos). Obat ini adalah obat baru yang sedang diteliti pada manusia.
b. Reverse transcriptase inhibitors atau RTI, mencegah salinan RNA
virus ke dalam DNA sel hos. Beberapa obat-obatan yang dipergunakan saat
ini adalah golongan Nukes dan Non-Nukes.
c. Integrase inhibitors, menghalangi kerja enzim integrase yang berfungsi
menyambung potongan-potongan DNA untuk membentuk virus
d. Protease inhibitors (PIs), menghalangi enzim protease yang berfungsi
memotong DNA menjadi potongan-potongan yang tepat. Golongan obat ini
sekarang telah beredar di pasaran (Saquinavir, Ritonavir, Lopinavir, dll.).
e. Immune stimulators (perangsang imunitas) tubuh melalui kurir
(messenger) kimia, termasuk interleukin-2 (IL-2), Reticulose, HRG214. Obat
ini masih dalam penelitian tahap lanjut pada manusia.
f. Obat antisense, merupakan bayangan cermin kode genetik HIV yang mengikat
pada virus untuk mencegah fungsinya (HGTV43).
D. Lupus
Penyakit lupus yang dalam bahasa kedokterannya dikenal sebagai
systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit radang yang menyerang
banyak sistem dalam tubuh, dengan perjalanan penyakit bisa akut atau kronis,
dan disertai adanya antibodi yang menyerang tubuhnya sendiri. Penyakit lupus
atau systemic lupus erythematosus (SLE) lebih sering ditemukan pada ras

tertentu seperti ras kulit hitam, Cina, dan Filipina. Penyakit ini terutama
diderita oleh wanita muda dengan puncak kejadian pada usia 15-40 tahun
(selama masa reproduktif) dengan perbandingan wanita dan laki-laki 5:1.
Penyakit ini sering ditemukan pada beberapa orang dalam satu keluarga.
Penyebab dan mekanisme terjadinya SLE masih belum diketahui dengan
jelas. Namun diduga mekanisme terjadinya penyakit ini melibatkan banyak faktor
seperti genetik, lingkungan, dan sistem kekebalan humoral. Faktor genetik yang
abnormal menyebabkan seseorang menjadi rentan menderita SLE, sedangkan
lingkungan berperan sebagai faktor pemicu bagi seseorang yang sebelumnya
sudah memiliki gen abnormal. Sampai saat ini, jenis pemicunya masih belum jelas,
namun diduga kontak sinar matahari, infeksi virus/bakteri, obat golongan sulfa,
penghentian kehamilan, dan trauma psikis maupun fisik.
Gejala Klinis dan perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi. Penyakit
dapat timbul mendadak disertai tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam
tubuh. Munculnya penyakit dapat spontan atau didahului faktor pemicu. Setiap
serangan biasanya disertai gejala umum, seperti demam, badan lemah, nafsu
makan berkurang dan berat badan menurun.
Berdasarkan kriteria American College of Rheumatology (ACR) 1982,
diagnosis SLE dapat ditegakkan secara pasti jika dijumpai empat kriteria atau
lebih dari 11 kriteria, yaitu bercak-bercak merah pada hidung dan kedua pipi
yang memberi gambaran seperti kupu-kupu (butterfly rash),kulit sangat sensitif
terhadap sinar matahari (photohypersensitivity) serta mengalami kelainan, luka di
langit-langit mulut yang tidak nyeri,radang sendi ditandai adanya pembengkakan
serta nyeri tekan sendi,kelainan paru, kelainan jantung, kelainan ginjal, kejang
tanpa adanya pengaruh obat atau kelainan metabolik, kelainan darah
(berkurangnya jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan keping darah),
kelainan sistem kekebalan (sel LE positif atau titer anti-ds-DNA abnormal atau
antibodi anti SM positif atau uji serologis positif palsu sifilis) dan antibodi
antinuklear (ANA) positif. Untuk mengetahui gambar dari penderita lupus. Dapat
kita lihat pada gambar 9.

Gambar 9. penderita lupus pada daerah persendian,


dan bercak bercak merah pada hidung dan pipi
serta keliinan pada kulit.
Pengobatan Sampai sekarang, SLE memang belum dapat disembuhkan
secara sempurna. Meskipun demikian, pengobatan yang tetap dapat menekan
gejala klinis dan komplikasi yang mungkin terjadi. Program pengobatan yang
tepat bersifat sangat individual tergantung gambaran klinis dan perjalanan
penyakitnya. Pada umumnya, penderita SLE yang tidak mengancam nyawa dan
tidak berhubungan dengan kerusakan organ vital dapat diterapi secara
konservatif maupun agresif sama-sama menggunakan terapi obat yang digunakan
secara tunggal ataupun kombinasi. Terapi konservatif biasanya menggunakan
anti-inflamasi non-steroid (indometasin, asetaminofen, ibuprofen), salisilat,
kortikosteroid (prednison, prednisolon) dosis rendah, dan antimalaria (klorokuin).
Terapi agresif menggunakan kortikosteroid dosis tinggi dan imunosupresif
(azatioprin, siklofoshamid).
Selain itu, penderita SLE perlu diingatkan untuk selalu menggunakan
krem pelindung sinar matahari, baju lengan panjang, topi atau payung bila akan
bekerja di bawah sinar matahari karena penderita sangat sensitif terhadap sinar
matahari. Infeksi juga lebih mudah terjadi pada penderita SLE, sehingga
penderita dianjurkan mendapat terapi pencegahan dengan antibiotika bila akan
menjalani operasi gigi, saluran kencing, atau tindakan bedan lainnya. Salah satu
bagian dari pengobatan SLE yang tidak boleh terlupakan adalah memberikan
penjelasan kepada penderita mengenai penyakit yang dideritanya, sehingga
penderita dapat bersikap positif terhadap terapi yang akan dijalaninya.
4.5 Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti keba atau resisten. Imunisasi adalah
pemberian kekebalaan tubuh terhadaap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu
kedalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau
berbahaya bagi seseorang. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan
kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit
lain diperlukan imunisasi lainnya.

Imunisasi biasanya lebih fokus diberikan pada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh
mereka masih belum sebaik orang dewasa,sehingga rentang terhadap serangan penyakit
berbahaya. Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali tetapi harus dilakukan secara
bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit yang sangat membahayakan kesehatan
dan hidup anak. Tujuan dari diberikannya suatu imunitas dari immunisasi adalah untuk
mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan
bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat
dihindari dengan imunisasi yaitu seperti Hepatitis B, campak, polio, difteri, tetanus, batuk
rejan, gondongan, cacar air, dan TBC. Imunisasi pada balita atau anak anak dapat kita
lakukan untuk membuat system imun dalam tubuh anak menjadi lebih baik. Berikut ini
gambar gambar seorang balita dan anak anak dalam proses imunisasi yang dapat kita
lihat pada gambar 10.

Gambar 10. Seorang balita dan anak anak yang sedang diberikan
vaksinasi melalui cairan yang di suntik. atau di minum.
Teknik atau cara pemberian imunisasi umumnya dilakukan dengan melemahkan virus
atau bakteri penyebab penyakit lalu diberikan kepada seseorang dengan cara suntik atau
minum. Telah bibit penyakit masuk pada tubuh kita maka tubuh akan terangsang untuk
melawan penyakit tersebut dengan membentuk antibodi.Imunisasi dapat dibagi jadi 2
jenis, yakni imunisasi pasif dan imunisasi aktif.
a. imunisasi pasif
imunisasi ini terjadi bila seseorang menerima antibodi atau produk sel lainnya dari orang
lain yang telah mendapat imunisasi aktif atau dengan kata lain merupakan kekebalan
bawaan dari ibu terhadap penyakit.
b. imunisasi aktif
pada imunisasi aktif, respon imun dapat terjadi setelah seseorang terpasang dengan
antigen. Imunisasi aktif kekebalanya didapat dari pemberian bibit penyakit lemah yang
mudah dikalahkan oleh kekebalan tubuh biasaa guna membentuk antibodi terhadap
penyakit yang sama baik yang lemah maupun yang kuat.Transfer sel yang imunokompeten

kepala pejamu yang sebelumnya imuninkompeten, disebut transfer adaptif Imunisasi


dapat terjadi. secara alamiah dan buatan ( aktif dan pasif ) seperti pada gambar 11.
imunisasi

alamiahbuatan
Pasif :Pemberian antitoksin, antibody sel.
Pasif :Toksoid, vaksinasi
Pasif : antibody melalui pelasenta
Aktif : Infeksi firus, bakteri dan lain - lain

Gambar 11. secara alamiah dan buatan ( aktif dan pasif )


REFERENSI
Alberts, Bruce; Alexander Johnson, Julian Lewis, Martin Raff, Keith Roberts, and
Peter Walters (21 Maret 2010). Molecular Biology of the Cell; Fourth Edition. New York
and London: Garland Science.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/bv.fcgi?
call=bv.View..ShowTOC&rid=mboc4.TOC&depth=2
Agerberth B, Gudmundsson G. "Host antimicrobial defence
peptides in human disease.". Curr Top Microbiol Immunol 306:
6790.
Beck, Gregory, Gail S. Habicht (November 1996). "Immunity and the
Invertebrates" (PDF). Scientific American: 6066 Diakses pada 1
Januari 2007.
Boyton R, Openshaw P. "Pulmonary defences to acute respiratory
infection.". Br Med Bull 61: 112.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.
Dorlands Medical Dictionary:lymphocyte. Diakses pada 27 Januari 2009
Dr.Entjang,indan.Mikrobiologi & parasitologi untuk akademik
keperawatan.Bandung,PT Citra aditya bakti.2003.
Hankiewicz J, Swierczek E (1974). "Lysozyme in human body
fluids.". Clin Chim Acta 57 (3): 205-9.
http://id.wikipedia.org/wiki/Imunitas.
Husband,A.J.1995. The immune system and integrated homeostasis.Immunology and
Cell Biologi, 73:377-382.

Imunologi dari jurnal ilmu pengetahuan Pusat BioMed.


Materi Pokok SMA Kelas X Biologi imunologi.
Mayer, Gene Immunology - Chapter One: Innate (non-specific)
Immunity. Microbiology and Immunology On-Line Textbook. USC
School of Medicine. Diakses pada 1 Januari 2007.
Mochammad Hatta.Bagian Ilmu Mikrobiologi .Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin 2006..
Moreau J, Girgis D, Hume E, Dajcs J, Austin M, O'Callaghan R
(2001)."Phospholipase A(2) in rabbit tears: a host defense against Staphylococcus
aureus.". Invest Ophthalmol Vis Sci 42 (10): 234754.

Anda mungkin juga menyukai