Kelompok 4 (FA 1) :
Ana Hanifawati 191FF04003
Denis Munandar 191FF04012
Devy Riana 191FF04014
Ellin Putri Permatasari 191FF04017
Febby Dwi Crismonica 191FF04025
B. Perlindungan Berlapis
Baik imunitas bawaan dan adaptif bergantung pada kemampuan sistem imun
untuk membedakan molekul self dan non-self. Dalam imunologi, molekul self adalah
komponen tubuh organisme yang dapat dibedakan dari bahan asing oleh sistem imun.
Sebaliknya, molekul non-self adalah yang dianggap sebagai molekul asing. Satu kelas
dari molekul non-self adalah antigen (kependekan dari bahasa Inggris antibody
generator atau "pembangkit antibodi") yaitu bahan-bahan yang mengikat reseptor
imun tertentu dan membangkitkan respons imun.
Bayi yang baru lahir mendapat beberapa lapisan perlindungan pasif yang
disediakan oleh ibu. Selama kehamilan, jenis antibodi yang disebut IgG yang dikirim
dari ibu ke bayi secara langsung melewati plasenta, sehingga bayi memiliki antibodi
tinggi bahkan saat lahir, dengan rentang spesifisitas antigen (fragmen kecil patogen)
yang sama dengan ibunya. Air susu ibu atau kolostrum juga mengandung antibodi
yang dikirim ke sistem pencernaan bayi dan melindungi bayi terhadap infeksi bakteri
sampai bayi dapat menyintesis antibodinya sendiri. Hal ini disebut imunitas pasif
karena fetus tidak membuat sel memori atau antibodi sendiri. Pada ilmu kedokteran,
imunitas pasif protektif juga dapat dikirim dari satu individu ke individu lainnya
melalui serum yang kaya antibodi.
C. Sistem Imun Bawaan
Mikroorganisme atau racun yang berhasil memasuki organisme akan
berhadapan dengan mekanisme sistem imun bawaan. Respons bawaan biasanya
dijalankan ketika mikroba teridentifikasi oleh reseptor pengenal pola (pattern
recognition receptor, PRR) yang mengenali komponen yang disebut pola molekuler
terkait patogen (pathogen-associated molecular pattern, PAMP), atau pola molekuler
terkait kerusakan (damage-associated molecular pattern, DAMP). Sistem ini tidak
memberikan perlindungan yang bertahan lama terhadap serangan patogen, sehingga
diperlukan sistem imun lain yaitu sistem imun adaptif. Sistem imun bawaan
merupakan sistem dominan pertahanan tubuh pada kebanyakan organisme.
D. Peradangan
Peradangan merupakan salah satu dari respons pertama sistem imun terhadap
infeksi. Gejala peradangan yaitu kemerahan, bengkak, dan nyeri yang diakibatkan
oleh peningkatan aliran darah ke jaringan. Peradangan dihasilkan oleh senyawa-
senyawa eikosanoid dan molekul sitokin, yang dilepaskan oleh sel yang terinfeksi.
Senyawa-senyawa eikosanoid, termasuk prostaglandin, menginduksi demam dan
pelebaran pembuluh darah, dan leukotrien yang menarik sel darah
putih (leukosit). Sitokin juga terlibat, termasuk interleukin yang bertanggung jawab
untuk komunikasi antarsel darah putih; kemokin yang mendorong kemotaksis;
dan interferon yang memiliki kemampuan antivirus, seperti menghentikan sintesis
protein virus yang sedang menginfeksi sel inang. Faktor pertumbuhan dan
faktor sitotoksik juga dapat dilepaskan. Sitokin dan senyawa kimia lainnya
mengerahkan sel-sel imun ke tempat infeksi dan menyembuhkan jaringan yang
mengalami kerusakan yang diikuti dengan pemusnahan patogen
PENYAKIT HIV/AIDS
A. Sejarah HIV/AIDS
Pada tahun 1983, Jean Claude Chermann dan Françoise Barré-Sinoussi dari
Perancis berhasil mengisolasi HIV untuk pertama kalinya dari seorang penderita
sindrom limfadenopati. Pada awalnya, virus itu disebut ALV (lymphadenopathy-
associated virus). Bersama dengan Luc Montagnier, mereka membuktikan bahwa
virus tersebut merupakan penyebab AIDS. Pada awal tahun 1984, Robert Gallo dari
Amerika Serikat juga meneliti tentang virus penyebab AIDS yang disebut HTLV-III.
Setelah diteliti lebih lanjut, terbukti bahwa ALV dan HTLV-III merupakan virus yang
sama dan pada tahun 1986, istilah yang digunakan untuk menyebut virus tersebut
adalah HIV, atau lebih spesifik lagi disebut HIV-1.
Tidak lama setelah HIV-1 ditemukan, suatu sub tipe baru ditemukan di
Portugal dari pasien yang berasal dari Afrika Barat dan kemudian disebut HIV-2.
Melalui kloning dan analisis sekuens (susunan genetik), HIV-2 memiliki perbedaan
sebesar 55% dari HIV-1 dan secara antigenik berbeda. Perbedaan terbesar lainnya
antara kedua strain (galur) virus tersebut terletak pada glikoprotein selubung.
Penelitian lanjutan memperkirakan bahwa HIV-2 berasal dari SIV (retrovirus yang
menginfeksi primata) karena adanya kemiripan sekuens dan reaksi silang antara
antibodi terhadap kedua jenis virus tersebut.
B. Pengertian HIV/AIDS
C. Klasifikasi HIV/AIDS
HIV adalah virus RNA yang tergolong dalam virus grup VI (ssRNA-RT)
berdasarkan klasifikasi virus Baltimore dan diklasifikasikan dalam famili
Retroviridae. Virus ini diklasifikasikan lebih lanjut dalam sub famili Lentivirinae dan
genus Lentivirus.Para ilmuwan menduga, bahwa sebenarnya HIV adalah SIV yang
berdivergensi (berevolusi) dan menyerang manusia akibat praktik pemburuan dan
konsumsi monyet-monyet yang menderita SIV.
Pada awal serangan virus SIV pada manusia, sistem imun berhasil melawan
dan menekan serangan virus SIV yang lemah ini. Namun dengan seiring berjalannya
waktu, SIV kemudian bermutasi dan mengubah dirinya menjadi virus HIV yang
sekarang dikenal dan banyak memakan korban jiwa.
Perbedaan virus HIV-1 dengan HIV-2 :
virus HIV-1 HIV-2.
Menyerang sel darah putih yang sama yakni sel T Menyerang sel darah putih yang sama
yakni sel T
Virus HIV-1 merupakan varian virus HIV yang Virus HIV-2 hanya terbatas pada beberapa
lebih mudah disebarkan dan paling banyak daerah di benua afrika bagian barat, dan
ditemukan di dunia jarang ditemukan pada belahan dunia lain.
Virus subtipe HIV-1 merupakan varian yang HIV-2 cenderung lebih dekat pada strain
paling berbahaya dan paling luas sebarannya. SIV yang menyerang monyet sooty
HIV-1 adalah virus HIV grup M yang mangabeys.
bertanggung jawab dalam 90% kasus HIV/AIDS
dunia. Virus HIV-1 memiliki kedekatan filogeni
dengan virus SIV (simian immunodeficiency
virus) yang menyerang simpanse.
D. Struktur dan Materi Genetik HIV/AIDS
Virus ini adalah anggota keluarga retrovirus, yakni virus yang umumnya
bereplikasi dengan menggunakan reverse transcription dan menghasilkan untai DNA
yang berkebalikan dengan arah RNA templatenya (retroversion) dengan
memanfaatkan enzim-enzim yang disintesis dengan bantuan sel inangnya.
3. Bagian internal dari HIV terdiri dari dua komponen utama, yaitu genom dan
kapsid. Genom adalah materi genetik pada bagian inti virus yang berupa dua kopi
utas tunggal RNA. Sedangkan, kapsid adalah protein yang membungkus dan
melindungi genom.
4. Materi berupa RNA berantai tunggal (single stranded, ssRNA) dengan panjang
10kbp (10 kilo pasang basa / base pair)
5. Kapsulnya terdiri dari 2000 protein p24 dan beberapa senyawa lipid seperti
fosfolipid yang diperoleh saat sel inangnya lisis.
6. Memiliki selubung (envelope) yang disusun oleh molekul bilayer fosfolipid dan
tonjolan glikoprotein
7. Memiliki berbagai gen penyandi enzim seperti reverse transcriptase, protease,
ribonuklease dan integrase pada RNA-nya untuk membantu proses infeksi HIV
pada sel inang dan inangnyalah yang akan menyintesis enzim dari gen-gen
tersebut.
HIV secara bertahap merusak sistem imun dengan menyerang dan membunuh
sel CD4 dalam tubuh jenis sel darah putih yang berperan penting dalam melindungi
tubuh dari infeksi.HIV menggunakan sel CD4 sebagai alat untuk memperbanyak diri
dan menyebar ke seluruh tubuh. Proses ini disebut sebagai siklus hidup HIV. Obat-
obatan HIV melindungi sistem imun dengan menghambat HIV di berbagai tahap
siklus hidup HIV.
Gambar siklus hidup virus HIV
Ada 7 tahap dari siklus hidup virus HIV dalam tubuh, meliputi:
F. Deteksi HIV/AIDS
1. Pada saat paling awal pun deteksi HIV dapat dilakukan dengan pemeriksaan
darah, walaupun tidak ada gejala apa pun.
2. Pada tahap kedua telah ada gejala klinis, misalnya kulitnya jelek, gatal-gatal dan
batuk pilek seperti flu biasa.
3. Pada tahap ketiga akan mengalami penurunan berat badan dan terkena TBC.
4. Dan pada tahap keempat telah mengalami komplikasi, sulit disembuhkan dan
biasanya diikuti dengan kematian.
Umumnya, ada tiga tipe deteksi HIV, yaitu tes PCR, tes antibodi HIV, dan tes
antigen HIV. Tes reaksi berantai polimerase (PCR) merupakan teknik deteksi berbasis
asam nukleat (DNA dan RNA) yang dapat mendeteksi keberadaan materi genetik
HIV di dalam tubuh manusia.Tes ini sering pula dikenal sebagai tes beban virus atau
tes amplifikasi asam nukleat (HIV NAAT). PCR DNA biasa merupakan metode
kualitatif yang hanya bisa mendeteksi ada atau tidaknya DNA virus. Sedangkan,
untuk deteksi RNA virus dapat dilakukan dengan metode real-time PCR yang
merupakan metode kuantitatif. Deteksi asam nukleat ini dapat mendeteksi keberadaan
HIV pada 11-16 hari sejak awal infeksi terjadi. Tes ini biasanya digunakan untuk
mendeteksi HIV pada bayi yang baru lahir, namun jarang digunakan pada individu
dewasa karena biaya tes PCR yang mahal dan tingkat kesulitan mengelola dan
menafsirkan hasil tes ini lebih tinggi bila dibandingkan tes lainnya.
Untuk mendeteksi HIV pada orang dewasa, lebih sering digunakan tes
antibodi HIV yang murah dan akurat. Seseorang yang terinfeksi HIV akan
menghasilkan antibodi untuk melawan infeksi tersebut. Tes antibodi HIV akan
mendeteksi antibodi yang terbentuk di darah, saliva (liur), dan urine. Sejak tahun
2002, telah dikembangkan suatu penguji cepat (rapid test) untuk mendeteksi antibodi
HIV dari tetesan darah ataupun sampel liur (saliva) manusia. Sampel dari tubuh
pasien tersebut akan dicampur dengan larutan tertentu. Kemudian, kepingan alat uji
(test strip) dimasukkan dan apabila menunjukkan hasil positif maka akan muncul dua
pita berwarna ungu kemerahan.
Tingkat akurasi dari alat uji ini mencapai 99.6%, namun semua hasil positif
harus dikonfirmasi kembali dengan ELISA. Selain ELISA, tes antibodi HIV lain yang
dapat digunakan untuk pemeriksaan lanjut adalah Western blot. Tes antigen dapat
mendeteksi antigen (protein P24) pada HIV yang memicu respons antibodi. Pada
tahap awal infeksi HIV, P24 diproduksi dalam jumlah tinggi dan dapat ditemukan
dalam serum darah. Tes antibodi dan tes antigen digunakan secara berkesinambungan
untuk memberikan hasil deteksi yang lebih akurat dan lebih awal. Tes ini jarang
digunakan sendiri karena sensitivitasnya yang rendah dan hanya bisa bekerja sebelum
antibodi terhadap HIV terbentuk.
Semua cara di atas adalah untuk mendeteksi virusnya, tetapi cara paling murah
adalah tes CD4 yang hanya Rp 100,000 lebih di RS Kanker. CD4 tidak mengetes
kehadiran virus HIV-nya, atau antibodi spesifik yang melawan HIV, CD4 mengukur
sistem imunitas pasien. Sebelumnya jika CD4 belum mencapai nilai tertentu,
walaupun diketahui keberadaan virus HIV, maka belum dilakukan pengobatan apa
pun, tetapi sekarang ini jika sudah diketahui keberadaan virus HIV, maka berapa pun
nilai CD4 harus dilakukan pengobatan.
Di Indonesia, di mana masalah dana menjadi kendala, maka tes CD4 sudah
cukup memadai untuk deteksi awal kemungkinan keberadaan virus HIV. Dan perlu
diingat bahwa HIV belum tentu menjadi AIDS dengan pengobatan yang adekuat.
CD4 juga berguna sebagai indikasi awal keberadaan kanker atau segala hal yang
berhubungan dengan sistem imunitas pasien. Jika CD4 telah mencapai nilai tertentu,
maka perlu dilakukan tes CD8.
G. Bahaya HIV/AIDS
Bahayanya itu, penyakit ini bisa memunculkan berbagai jenis penyakit serius lainnya,
seperti berikut ini:
1. Tuberkolosis (infeksi bakteri)
3.Tifus
Penyakit ini dapat terjadi diakibatkan oleh infeksi dari bakteri Salmonella
yang adanya di dalam air / pada jenis makanan yang kurang bersih. Tifus juga
merupakan sebuah kondisi penyakit yang amat umum dialami oleh pengidap penyakit
HIV/AIDS, sehingga membuat penyakit berkembang dengan cepat dan memicu
terjadinya infeksi yang kronis. Beberapa gejala tifus yang kerap dijumpai ialah sakit
perut, diare, demam, mual serta muntah. Pengobatan sangat dibutuhkan oleh pengidap
penyakit HIV/AIDS jika telah terserang oleh penyakit tifus ini.
4. Gagal Ginjal
Pengidap penyakit HIV/AIDS juga rentan terserang oleh penyakit yang terjadi
akibat infeksi bakteri/peradangan di bagian organ ginjal. penyakit ginjal ini bisa
mengakibatkan pengidapnya mengalami gangguan pada sistem kemih. Kadang-
kadang penyakit ini juga dijumpai oleh pengidap penyakit HIV yang terkait pada
tahap sedang/tahap pengembangan virus di dalam tubuh.
5. Radang Kulit
Ini merupakan sebuah penyakit yang menjadi ancaman yang berbahaya dan
amat serius bagi pengidap penyakit HIV/AIDS. Peradangan bisa terjadi di daerah
selaput dan cairan yang ada pada sum-sum tulang belakang dan otak. Infeksi ini bisa
mengakibatkan pusing dan sakit kepala yang luar biasa. Pengidap penyakit HIV/AIDS
sering kali tidak bisa tertolong akibat infeksi meningitis.
7. Penyakit Neurologis
8. Kanker
Banyak orang dengan HIV tidak tahu kalau mereka terinfeksi. Hal ini karena
gejala dan tanda-tanda HIV/AIDS di tahap awal seringkali tidak menimbulkan gejala
berat. Infeksi HIV hingga menjadi AIDS terbagi menjadi tiga fase, yakni sebagai
berikut:
Fase pertama umumnya muncul setelah 2-4 minggu infeksi HIV terjadi. Pada
fase awal ini penderita HIV akan mengalami gejala mirip flu, seperti:
- Sakit kepala. -Nyeri otot.
- Sariawan. - Ruam.
- Kelelahan. - Berkeringat.
- Radang tenggorokan. - Hilang nafsu makan.
-Bengkak pada kelenjar getah bening.
Pada fase ini, penderita HIV/AIDS tidak menunjukkan tanda dan gejala yang
khas, bahkan akan merasa sehat seperti tidak terinfeksi virus. Namun sebenarnya,
virus HIV secara diam-diam berkembang biak dan menyerang sel darah putih yang
berperan dalam melawan infeksi.Tanda-tanda HIV/AIDS pada fase ini memang tidak
terlihat, tapi penderita tetap bisa menularkannya pada orang lain. Di akhir fase kedua,
sel darah putih berkurang secara drastis sehingga gejala yang lebih parah pun mulai
muncul.
AIDS merupakan fase terberat dari infeksi HIV. Pada fase ini, tubuh hampir
kehilangan kemampuannya untuk melawan penyakit. Hal ini karena jumlah sel darah
putih berada jauh di bawah normal. Tanda-tanda HIV AIDS pada tahap ini antara lain
berat badan menurun drastis, sering demam, mudah lelah, diare kronis, dan
pembengkakan kelenjar getah bening.Karena pada fase AIDS sistem kekebalan tubuh
sudah sangat lemah, maka penderita HIV/AIDS akan sangat rentan terkena infeksi
dan jenis kanker tertentu. Penyakit yang biasanya terjadi pada penderita AIDS antara
lain:
- Infeksi jamur pada mulut dan tenggorokan.
- Pneumonia
- Toksoplasmosis.
- Mningitis.
- Tuberkulosis (TBC).
- Kanker, seperti limfoma dan sarkoma kaposi.
AIDS disebabkan oleh virus HIV. HIV ditularkan melalui kontak dengan
darah yang terinfeksi, air mani, cairan vagina, dan air susu ibu (ASI) dari orang yang
terinfeksi. Sebagai contoh, ketika Anda berhubungan seks baik vagina, anal, atau oral
dengan seseorang yang memiliki HIV tanpa kondom, virus ini akan sangat mudah
menular.
Ini karena adanya pertukaran cairan tubuh antara orang yang terinfeksi dengan
orang yang sehat. Kondisi ini akan meningkat risikonya jika di organ seksual Anda
terdapat luka terbuka. Biasanya perempuan remaja sangat rentan terhadap infeksi HIV
karena selaput vagina mereka lebih tipis dan lebih rentan terhadap infeksi
dibandingkan wanita dewasa.Selain kontak seksual, ada berbagai hal lain yang
menyebabkan seseorang terkena penyakit yang melemahkan sistem imun ini, yaitu:
1. Berbagi jarum suntik dan peralatan suntik lainnya dengan orang yang
terkontaminasi dengan HIV.
2. Menggunakan peralatan tato dan body piercing (termasuk tinta) yang tidak
disterilkan dan pernah dipakai oleh orang dengan HIV.
3. Dari seorang ibu dengan HIV kepada bayinya (sebelum atau selama kelahiran)
dan saat menyusui.
4. Memiliki penyakit menular seksual (PMS) lainnya, seperti klamidia atau gonore
karena virus HIV akan sangat mudah masuk saat sistem kekebalan tubuh lemah.
5. Adanya kontak dengan darah, air mani, atau cairan vagina dari orang yang
memiliki infeksi HIV pada luka terbuka yang Anda miliki.
Namun, jangan salah sangka. Anda tidak dapat tertular HIV melalui kontak sehari-
hari, seperti:
1. Bersentuhan
2. Berjabat tangan
3. Berpelukan atau berciuman
4. Batuk dan bersin
5. Mendonorkan darah ke orang yang terinfeksi
6. Menggunakan kolam renang atau dudukan toilet yang sama
7. Berbagi sprei
8. Berbagi peralatan makan atau makanan yang sama
9. Dari hewan, nyamuk, atau serangga lainnya.
1. Terapi Biasa
Bila terjadi kegagalan terapi yang dapat disebabkan oleh resistensi atau pasien
tidak dapat menoleransi reaksi obat yang tidak diinginkan maka terapi harus ditukar.
Interaksi yang bermakna dapat terjadi dengan beberapa obat ARV.