PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sistem imun pada manusia berperan penting untuk mempertahankan kondisi
tubuh karena tubuh manusia secara terus – menerus terpapar oleh agen penginfeksi
yang dapat menyebabkan penyakit. Kebanyakan penyakit ataupun ancaman dari luar
lainnya dicegah masuk ke dalam tubuh oleh sistem pertahanan tubuh manusia yang
dikenal dengan sistem imun.
Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan tubuh untuk
mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat
ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Jika sistem kekebalan bekerja
dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus,
serta mengahancurkan sel kanker dan zat asing dalam tubuh. Jika sistem kekebalan
melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan
patogen dapat berkembang dalam tubuh.
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan salah satu masalah
kesehatan utama dan salah satu penyakit menular yang dapat mempengaruhi
kematian penduduk di dunia. HIV merupakan virus penyebab terjadinya penyakit
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). AIDS atau Acquired
Immunodeficiency Syndrom disebut sebagai sindrom yang merupakan kumpulan
gejala-gejala berbagai penyakit dan infeksi akibat menurunnya sistem kekebalan
tubuh oleh virus (HIV) (Bruner, 2002).
Kasus HIV-AIDS telah ada di Indonesia sejak kasus pertama yang ditemukan
pada tahun 1987. Hingga saat ini kasus HIV-AIDS semakin meningkat dan telah
terjadi hampir di seluruh wilayah provinsi di Indonesia. Penularan HIV dapat
melalui berbagai cara yang dapat diklasifikasikan dalam penularan secara vertikal
dan horizontal. Penularan HIV-AIDS secara horizontal adalah melalui kontak
langsung dengan individu terinfeksi HIV baik melalui kontak seksual maupun
melalui pertukaran substansi tubuh dengan penggunaan jarum suntik secara
bersama-sama.
Data statistik penyebaran kasus AIDS di Indonesia menurut faktor penularannya
menunjukkan bahwa penularan HIV paling banyak terjadi melaui hubungan seksual
3
(heteroseksual, homoseksual, dan biseksual) kasus, pengguna NAPZA suntik
(IDU/Injecting Drug Users), dan transmisi vertikal (penularan dari ibu hamil ke
bayinya).
Data dari bidang Kementerian Kesehatan, menunjukkan bahwa dari Juli sampai
dengan September 2013, tercatat sebanyak 10.203 kasus infeksi HIV, dan sebanyak
1.983 kasus baru AIDS. Dari sekian jumlah tersebut, kalangan remaja merupakan
salah satu kelompok yang menduduki porsi cukup besar. UNICEF juga
menjelaskan, sekitar 71.000 remaja berusia antara 10 dan 19 tahun meninggal dunia
karena virus HIV pada tahun 2005. Jumlah itu meningkat menjadi 110.000 jiwa
pada tahun 2012.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien HIV-AIDS.
2. Tujuan Khusus
4
m. Mengetahui komplikasi HIV-AIDS
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup gangguan kebutuhan rasa aman dan nyaman akibat patologis
sistem imun sangat luas sehingga penulis membatasi makalah ini mencangkup
tentang lima belas bagian yaitu: pengertian, fungsi sistem kekebalan tubuh, jenis-
jenis imun, antibody, jenis sistem imun menurut sifatnya, faktor-faktor yang
mempengaruhi fungsi system imun, penyakit sistem kekebalan tubuh, pengertian,
penyebab, pathway dan patofisiologi, tanda dan gejala, cara penularan, faktor-faktor
yang mempengaruhi fungsi system imun, pemeriksaan, pencegahan, pengobatan,
dan asuhan keperawatan pada pasien HIV-AIDS.
D. Metode Penulisan
Metode yang dipakai dalam penulisan makalah ini adalah studi pustaka yang
dilakukan dengan mengumpulkan data dari buku maupun informasi dari internet
seperti jurnal kesehatan.
E. Sistematika Penulisan
Makalah ini dibagi menjadi empat (IV) bab yang disusun secara sistematis meliputi:
BAB I : Pendahuluan berisi tentang latar belakang, tujuan makalah, ruang
lingkup, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teoritis berisikan teori yang berupa system imun dan
masalah keperawatan HIV yang diambil dari kutipan buku dan
internet yang berkaitan dengan materi ini.
BAB III : asuhan keperawatan pada pasien hiv/aids.
BAB VI : Penutup yang terdiri atas simpulan yang berkaitan dengan materi
yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya.
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. SISTEM IMUN
1. PENGERTIAN
Imonologi atau imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama
penyakit infeksi. Gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam
resistensi terhadap infeksi disebut sistem imun. Reaksi yang dikoordinasi sel-sel,
molekul-molekul terhadap mikroba dan bahan lainnya disebut respons imun.
Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap
bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup.
Mikroba dapat hidup ekstraseluler, melepas enzim dan menggunakan
makanan yang banyak mengandung gizi yang diperlukannya. Mikroba lain
menginfeksi sel pejamu dan berkembang biak intraseluler dengan menggunakan
sumber energi sel pejamu. Baik mikroba ekstraseluler maupun intraseluler dapat
menginfeksi subyek lain, menimbulkan penyakit dan kematian, tetapi banyak
juga yang tidak berbahaya bahkan berguna untuk pejamu. Pertahanan imun
terdiri atas sistem imun alamiah atau nonspesifik (nature innate/ native) dan
didapat atau spesifik (adaptive/ acquired).
6
memerlukan waktu sebelum dapat memberikan responsnya. Sistem tersebut
disebut non-spesifik, karena tidak ditujukan terhadap mikroorganisme
tertentu. Komponen-komponen sistem imun non-spesifik terdiri atas:
1) Pertahanan fisik dan mekanis
Kulit, selaput lendir, silia saluran nafas, batuk, dan bersin dapat
mencegah berbagai kuman patogen masuk ke dalam tubuh. Kulit yang
rusak misalnya oleh luka bakar dan selaput lendir yang rusak oleh karena
asap rokok akan meningkatkan risiko infeksi.
2) Pertahanan biokimia
Bahan yang disekresi mukosa saluran napas, kelenjar sebaseus kulit,
kelenjar kulit, telinga, spermin dalam semen merupakan bahan yang
berperan dalam pertahanan tubuh. Asam hidroklorik dalam cairan
lambung, lisosim dalarfi keringat, ludah, air mata, dan air susu dapat
melindungi tubuh terhadap kuman gram positif dengan jalan
menghancurkan dinding kuman tersebut. Air susu ibu mengandung pula
laktoferitin dan asam neurominik yang mempunyai sifat antibakterial
terhadap Ecoli dan stafilokok.
3) Pertahanan humoral
a) Komplemen
Komplemen mengaktifkan fagosit dan membantu destruksi bakteri
dan parasit dengan jalan opsonisasi. Kejadian-kejadian tersebut di atas
adalah fungsi sistem imun nonspesifik, tetapi dapat pula terjadi atas
pengaruh respons imun spesifik.
b) Interferon
Interferon adalah suatu glikoprotein yang dihasilkan berbagai sel
manusia yang mengandung nukleus dan dilepas sebagai respons
terhadap infeksi virus. Interferon mempunyai sifat antivirus dengan
jalan menginduksi sel-sel sekitar sel yang telah terserang virus
tersebut. Di samping itu, interferon dapat pula mengaktifkan natural
killer sel-sel NK untuk membunuh virus dan sel neoplasma.
7
c) C-Reactive Protein (CRP)
CRP dibentuk tubuh pada keadaan infeksi. Perannya ialah sebagai
opsonin dan dapat mengaktifkan komplemen.
4) Pertahanan selular
a) Fagosit
Meskipun berbagai set dalam tubuh dapat melakukan fagositosis,
set utama yang berperan pada pertahanan non-spesifik adalah set
mononuklear (monosit dan makrofag) serta set polimorfonuklear
seperti neutrofil. Kedua golongan set tersebut berasal dari set
hemopoietik yang sama.
Fagositosis dini yang efektif pada invasi kuman akan dapat
mencegah timbuinya penyakit. Proses fagositosis terjadi dalam
beberapa tingkat sebagai berikut: kemotaksis, menangkap, membunuh,
dan mencerna.
b) killer cell (sel NK)
Set nk adalah set limfosit tanpa ciri-ciri set limfoid sistem imun
spesifik yang ditemukan dalam sirkulasi. Oleh karena itu disebut juga
set non b non t atau set populasi ketiga atau null cell. Set nk dapat
menghancurkan set yang mengandung virus atau set neopiasma.
Interferon mempercepat pematangan dan meningkatkan efek sitolitik
set nk
b. Sistem Imun Spesifik
Berbeda dengan sistem imun nonspesifik, sistem imun spesifilk
mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi
dirinya. Benda asing yang pertama timbul dalam badan yang segera dikenal
sistem imun spesifik, akan mensensitasi sel-sel imun tersebut. Bila set sistem
tersebut terpajan ulang dengan benda asing yang sama, yang akhir akan
dikenal lebih cepat dan dihancurkannya. Oleh karena itu sistem tersebut
disebut spesifik.
Sistem imun spesifilk dapat bekeria sendifi untuk menghancurkan benda
asing yang berbahaya bagi badan, tetapi pada umumnya terjalin kerja sama
yang baik antara antibodi, komplemen, fagosit dan antara set T-makrofag.
8
Oleh karena komplemen turut diaktifkan, respons imun yang terjadi sering
disertai dengan reaksi inflamasi.
1) Sistem Imun Spesifilk Humoral
Yang berperan dalam sistem imun spesifik humoral adalah limfosit B
atau set B. Set B tersebut berasal dari set asal multipoten. Pada unggas
set asal tersebut berdiferensiasi menjadi set B di dalam alat yang disebut
Bursa Fabricius yang letaknya dekat kloaka. Bila set B dirangsang benda
asing, set tersebut akan berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi set
plasma yang dapat membentuk antibodi. Antibodi yang dilepas dapat
ditemukan di dalam serum. Fungsi utama antibodi ialah
mempertahankan tubuh terhadap infeksi bakteri, virus dan netralisasi
toksin.
2) Sistern Imun Spesifik Selular
Yang berperan dalam sistem imun spesifilk selular adalah limfosit T
atau set T. Set tersebut juga berasal daril set asal yang sama seperti set
B, tetapi proliferasi dan diferensiasinya terjadi di dalam kelenjar timus.
Berbeda dengan set B, set T terdiri atas beberapa subset set yang
mempunyai fungsi yang berlainan.
Fungsi sel T umumnya ialah:
a) Membantu set B dalam memproduksi antibody
b) Mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi virus
c) Mengaktifkan makrofag dalam fagositosis
d) Mengontrol ambang dan kualitas sistem imun
4. ANTIBODI (IMMUNOGLOBULIN/IG)
Antibodi akan dibentuk saat ada antigen yang masuk ke dalamtubuh.
Antigen adalah senyawa protein yang ada pada patogen selasing atau sel kanker.
Antibodi disebut juga immunoglobulin atauserum protein globulin, karena
berfungsi untuk melindungi tubuhmelalui proses kekebalan (immune). Antibodi
merupakan senyawa protein yang berfungsi melawan antigen dengan cara
mengikatnya, untuk selanjutnya ditangkap dan dihancurkan oleh makrofag. Suatu
antibodi bekerja secara spesifik untuk antigen tertentu. Karena jenis antigen pada
9
setiap kuman penyakit bersifat spesifik, makadiperlukan antibodi yang berbeda
untuk jenis kuman yang berbeda. Oleh karena itu, diperlukan berbagai jenis
antibodi untuk melindungi tubuh dari berbagai kuman penyakit. Antibodi
dibedakan menjadi lima tipe seperti pada tabel di bawah ini:
Tipe-Tipe Antibodi Beserta Karakteristiknya
a. IgM
Pertama kali dilepaskan ke aliran darah pada saat terjadi infeksi yang pertama
kali (respons kekebalan primer)
b. IgG
Paling banyak terdapat dalam darah dan diproduksi saat terjadi infeksi kedua
(respons kekebalan sekunder). Mengalir melalui plasenta dan memberi
kekebalan pasif dari ibu kepada janin.
c. IgA
Ditemukan dalam air mata, air ludah, keringat, danmembran mukosa.
Berfungsi mencegah infeksi padapermukaan epitelium. Terdapat dalam
kolostrum yangberfungsi untuk mencegah kematian bayi akibat
infeksisaluran pencernaan
d. IgD
Ditemukan pada permukaan limfosit B sebagai reseptordan berfungsi
merangsang pembentukan antibodi olehsel B plasma.
e. IgE
Ditemukan terikat pada basofil dalam sirkulasi darah dan cell mast (mastosit)
di dalam jaringan yang berfungsi memengaruhi sel untuk melepaskan
histamine dan terlibat dalam reaksi alergi
10
susu ibu tersebut terkandung kolostrum yang kaya antibodi dan mineral.
Kekebalan bayi ini bertahan beberapa hari sampai beberapa minggu.
b. Sistem Kekebalan Buatan
Kekebalan buatan adalah suatu bentuk kekebalan tubuh yang sengaja
dibuat atau ditumbuhkan melalui pemberian vaksin. Vaksin adalah bibit
penyakit (kuman/antigen) yang telah dilemahkan. Proses pemberian vaksin
dalam tubuh disebut vaksinasi. Contohnya jika menginginkan tubuh
memproduksi antibodi tetanus, maka seseorang disuntik bakteri tetanus yang
telah dilemahkan. Vaksin tetanus yang masuk tersebut akan dianggap tubuh
sebagai antigen sehingga tubuh akan memproduksi antibodi. Akibatnya tubuh
menjadi kebal terhadap tetanus jika suatu saat penyakit tersebut menyerang.
Kekebalan yang dibuat oleh tubuh dengan pemberian vaksin ini dinamakan
kekebalan buatan dan termasuk kekebalan aktif karena tubuh membentuk
antibodi sendiri.
Kekebalan karena vaksinasi biasanya memiliki jangka waktu tertentu,
sehingga pemberian vaksin harus diulang lagi setelah beberapa lama. Hal ini
dilakukan karena jumlah antibodi dalam tubuh semakin berkurang sehingga
imunitas tubuh juga menurun.
c. Cara Kerja Sistem Imun
Sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang
dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem
kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap
infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain
dalam tubuh.
Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga
berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang
menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem
kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan
terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena
beberapa jenis kanker.
11
6. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
FUNGSI SISTEM IMUN
Seperti halnya system tubuh yang lain, system imun akan berfungsi pada
taraf yang dikehendaki menurut fungsi system tubuh yang lain dan factor-faktor
yang ada hubungannya seperti usia jenis kelamin, nutrisi, penyakit serta
berbagai pengaruh dari luar .
a. Usia
Orang-orang yang berada pada kedua ujung rentang usia lebih besar
kemungkinannya untuk menghadapi masalah yang berkaitan dengan
pelaksanaan fungsi system imun ketimbang orang-orang yang berusia ditengah
rentang tersebut. Frekuensi daan intensitas infeksi akan lebih meningkat pada
usia lanjut yang disebabkan oleh penurunan kemampuan untuk bereaksi
secara memadai terhadap mikroorganisme yang menginvasinya.
b. Jenis kelamin
Kemampuan hormon-hormon seks untuk memodulasi imunitas tekah diketahui
dengan baik. Ada bukti yang menunjukkan bahwa esterogen memodulasi
aktivitas limfosit T smentara androgen berfungsi mempertahankan produksi
interleukin-2 dan aktivitas supresor. Esterogen cenderung menggalakkan
imunitas sementara androgen bersifat immunosupresif . umumnya penyakit
autoimun lebih sering dijumpai wanita ketimbang laki-laki.
c. Nutrisi
Nutrisi yang adekuat sangta esensial untuk mencapai fungsi system imun yang
optimal. Gangguan fungsi imun yang disebabkan oleh defisiensi protein kalori
dapat terjadi akibat kekuragan vitamin yang diperlukan untuk sintesis DNA
dan protein. Vitamin juga membant dalam pengaturan poliferasi sel dan
maturasi sel-sel imun.
d. Faktor-faktor psikoneuro-immunologik
Bukti dari hasil observasi klinik dan berbagai penelitian pada manusia serrta
hewan menunjukkan bahwa respon imun secara parsial diatur dan di modulasi
oleh neuro endokrin. Limfosit dan makrofag memilik reseptor yang dapat
bereaksi terhadap neurotransmitter serta hormone-hormon endokrin. Lomfosit
dapat memproduksi dan mensekresikan ACTH serta senyawa-senyawa yang
12
mirip endorphin. Neuron dalam otak dapat memngenali prostaglandin,
interferon dan interleukin disamping histamine dan serotonin yang diepaskan
selama proses inflamasi. system imun diintegrasikan dengan berbagai proses
psikofisiologik lainnya dan diatur serta dimodulasi oleh otak.
e. Kelainan organ lain
Keadaan seperti luka besar atau bentuk cedera lain, infeksi dan kanker dapat
turut mengubah system imun
f. Penyakit kanker
g. Obat-obatan
h. Radiasi
13
B. KONSEP DASAR HIV/AIDS
1. PENGERTIAN
AIDS (acquired immune virus) adalah suatu kumpulan gejala penyakit
kerusakan system kekebalan tubuh. penyakit ini bukan penyakit bawaan tetapi
didapati dari hasil penularan. Penyakit ini ditularkan oleh virus HIV. (Anik
maryuani & Ummu Aeman, 2009)
2. PENYEBAB
Penyebab HIV/AIDS adalah infeksi oleh virus HIV, yang menyerang sistem
kekebalan tubuh sehingga sel-sel pertahanan tubuh makin lama makin banyak
14
yang rusak. Penderita infeksi HIV menjadi sangat rentan terhadap semua bentuk
infeksi. Pada tahap akhir, penderita tidak bisa tahan terhadap kuman-kuman yang
secara normal bisa dilawannya dengan mudah.
Virus HIV yang masuk kedalam tubuh akan menghancurkan sel CD4. Sel
CD4 adalah bagian dari sel darah putuih yang melawan infeksi, semakin sedikit
sel CD4 dalam tubuh, maka semakin lemah pula system kekebalan tubuh
seseorang.
15
HIV tergolong kedalam kelompok virus yang dikenal sebagai retrovirus
yang menunjukkan bahawa virus tersebut membawa materi genetiknya dalam
asam ribonukleat (RNA) dan bukan dalam asam deoksiribonukleat (DNA).
Sel-sel CD4+ mencakup monosit, markofag, dan limfosit T4 helper (yang
dinamakan sel-sel CD4+ kalau dikaitkan dengan infeksi HIV). Sesudah terikat
dengan membrane sel T4 helper, HIV akan menginjeksikan dua utas benang RNA
yang identik ke dalam sel T4 helper. Siklus replikasi HIV dibatasai dalam stadium
ini sampai sel yang terinfeksi diaktifkan. Sebagai akibatnya, pada saat sel T4
16
yang terinfeksi diaktifkan, replikasi serta pembentukan tunas HIV akan terjadi dan
sel T4 akan dihancurkan. HIV yang baru dibentuk ini kemudian dilepas ke dalam
plasma darah dan menginfeksi sel-sel CD4+ lainnya.
Infeksi monosit dan markofag tampaknya berlangsung secara persisten dan
tidak mengakibatkan kematian sel yang bermakna, tetapi sel-sel iini menjadi
reservoir bagi HIV sehingga virus tersebut dapat tersembunyi dari sistem imun
dan terangkut ke seluruh tubuh lewat sistem ini untuk menginfeksi pelbagai
jaringan tubuh. Replikasi virus HIV akan berlangsung terus sepanjang perjalanan
infeksi HIV, tempat primernya adalah jaringan limfoid. Ketika sistem imun
terstimulasi, replikasi virus akan terjadi dan virus tersebut menyebar ke dalam
plasma darah yang mengakibatkan infeksi berikutnya pada sel-sel CD4+ yang
lain.
Kecepatan produksi HIV diperkirakan berkaitan dengan status kesehatan
orang yang terjangkit infeksi tersebut. Jika orang tersebut tidak sedang berperang
melawan infeksi yang lain, reproduksi HIV berjalan lambat. Namun, reproduksi
HIV tampaknya akan dipercepat kalau penderitanya sedang menghadapi infeksi
lain atau kalau sistsem imunnya terstimulasi. Keadaan ini dapat menjelaskan
periode laten yang diperlihatkan oleh sebagian penderita sesudah terinfeksi HIV.
Sebagai contoh, seorang pasien mungkin bebas dari gejala selama berpuluh tahun;
kendati demikian, sebagian besar orang yang terinfeksi HIV (sampai 65%) tetap
menderita penyakit HIV atau AIDS yang sintomatik dalam waktu 10 tahun
sesudah orang tersebut terinfeksi.
Kalau fungsi limfosit T4 terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak
menimbulkan penyakit akan memiliki kemampuan untuk menginvasi dan
menyebabkan sakit yang serius. Infeksi dan malignatasi yang timbul sebagai
akibat dari gangguan sistem imun dinamakan infeksi oportunistik.
17
c. Batuk secara terus menerus
d. Sariawan/kandidas
e. Sakit tenggorokan
f. Lelah dan letih
Gejala-gejala yang ditimbulkan virus HIV akan terjadi sesuai dengan tahapan
perjalanan penyakitnya. Menurut (Anik maryuani & Ummu Aeman, 2009)
Penderita HIV akan memunculkan tanda dan gejala HIV/AIDS dalam lima tahap
yaitu :
a. Tahap Pertama (window period/masa jendela)
Virus HIV akan masuk kedalam tubuh dan menyerang system kekebalan
tubuh. sampai akhir bulan kedua atau awal bulan ketiga setelah virus HIV
masuk kedalam tubuh penderita tidak akan menimbulkan gejala apapun dan
jika di tes HIV hasilnya akan negative karna belum ditemukan antibody HIV
dalam darah. meskipun belum ditemukan antibody HIV dalam darah penderita
pada tahap awal sudah dapat menularkan virus HIV kepada orang lain.
b. Tahap Kedua
Pada tahap ini akan mulai timbul gejala ringan seperti influenza, batuk, nyeri
sendi, nyeri tenggorokan dan lain-lain.
c. Tahap Ketiga
Masuk ke tahap ketiga gejala-gejala infeksi ringan tersebut diatas akan hilang,
tahap ini disebut juga stadium tanpa gejala. Penderita HIV Nampak sehat
namun dapat menjadi sumber penularan
d. Tahap Keempat
Tahap ini sudah masuk kedalam stadium dengan gejala yang ditandai dengan
munculnya gejala-gejala seperti turunnya berat badan berlebih, diare yang
terus menerus, demam berkepanjangan, muncul sariawan/kandidas dalam
jumlah banyak
e. Tahap Kelima (stadium AIDS)
Pada tahap ini kemampuan tubuh dalam melawan infeksi sudah sangat rendah
sangat mudah terserang penyakit serius seperti kanker kulit, kanker kelenjar
18
getah bening, pneumocystis carinii, dan lain-lain. Pada masa ini penderita
sudah masuk ke stadium AIDS.
5. PENULARAN HIV/AIDS
Menurut (Anik maryuani & Ummu Aeman, 2009) Virus HIV menular melalui
enam cara penularan yaitu :
a. Hubungan seksual dengan penderita HIV/AIDS
Hubungan seksual secara vaginal, anal, oral dengan penderita HIV tanpa
perlindungan bisa menularkan HIV melalui cairan yang dapat masuk ke aliran
darah.
b. Ibu pada bayinya
Hampir sebagian besar infeksi yang terjadi di Negara berkembang (Negara
dengan keterbatasan sumber) dan lebih dari 90% merupakan akibat penularan
HIV dari ibu ke bayi selama kehamilan (pada saat bayi dalam uterus), saat
dilahirkan (selama menyusui asi) yang sering dikenal dengan istilah
“penularan perinatal):
a) Selama kehamilan : ketika janin masih dalam kansungan ibu dengan resiko 5-
10%
b) Selama persalinan : dengan resiko kejadian 10-20%. Sebagian besar
penularan HIV dari ibu ke bayi terjadi pada saat persalinan ini. Hal ini
disebabkan karna pada saat persalinan, tekanan pada plasenta terutama
plasenta yang mengalami peradangan atau terinfeksi meningkat menyebabkan
terjadinya sedikit percampuran antara darah ibu dengan darah bayi.
19
Penggunaan alat suntik bergantian dapat menularkan HIV/AIDS. Penularan HIV
dengan cara ini banyak sekali terjadi pada mereka yang kecanduan obat bius
atau narkotika.
e. Petugas kesehatan yang berkontak langsung dengan penderita HIV
f. Sering berganti pasangan seksual
HIV/AIDS tidak dapat menular :
a. Berjabat tangan
b. Berciuman
c. Makan dan berenang bersama
d. Toilet umum dan telepon umum dan gigitan serangga.
6. KOMPLIKASI HIV/AIDS
a. Tuberkulosis (TB)
Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyerang seluruh tubuh,
tetapi paling sering menyerang paru. Pada orang sehat, kuman TB dapat saja
berada di dalam tubuh namun tidak menyebabkan penyakit. Namun, berbeda
pada penderita HIV, terutama HIV/AIDS yang memiliki sistem kekebalan
tubuh rendah.
Pada penderita HIV yang memiliki kuman TB, mereka berisiko sepuluh
kali untuk terkena penyakit TB, terutama pada penderita HIV/AIDS yang
memiliki sel kekebalan tubuh CD4 di bawah 200. Terlebih lagi, terlepas dari
jumlah sel CD4, jika penderita HIV terinfeksi TB berarti sudah pada tahap
HIV/AIDS. Di dunia, TB merupakan penyebab utama kematian penderita HIV.
20
CD4 di bawah 50. Infeksi dapat menjadi serius seperti infeksi darah atau sepsis,
hepatitis, dan pneumonia.
c. Pneumocystis Pneumonia
Pneumocystis Pneumonia (PCP) adalah infeksi serius yang
menyebabkan peradangan dan akumulasi cairan di paru-paru. Penyebab PCP
adalah infeksi jamur Pneumocystis jiroveci yang tersebar melalui udara. Jamur
ini sangat umum dan biasanya orang akan berhasil melawan infeksi ini pada
usia 3 atau 4 tahun. Sistem kekebalan tubuh yang baik dapat mengendalikan
infeksi ini. Sebaliknya pada penderita HIV/AIDS, infeksi ini dapat membuat
penyakit serius. Hampir 75% penderita HIV terinfeksi PCP. Penderita
HIV/AIDS dengan jumlah CD4 di bawah 200 lebih sering terinfeksi PCP.
d. CMV (Cytomegalovirus)
CMV adalah virus yang umum dan berhubungan dengan virus herpes
yang memberikan penyakit herpes oral (pada mulut). Pada orang dengan sistem
kekebalan tubuh yang baik, tidak masalah dengan virus ini. Hampir 8 dari 10
orang memiliki virus ini pada tubuh mereka saat berusia 40 tahun. Pada
penderita HIV/AIDS, CMV dapat menyebabkan infeksi serius terutama jika
jumlah CD4 di bawah 100. Penderita dapat terinfeksi CMV melalui mata,
hidung, atau mulut setelah kontak dengan air liur, sperma, cairan vagina, darah,
urine, dan air susu ibu penderita. Penderita dapat mengalami infeksi mata serius
yang disebut retinitis dan berujung pada kebutaan.
21
sering terjadi infeksi bakteri pneumonia dan herpes dan dapat menimbulkan
kanker pada sistem reproduksi.
f. Kanker
7. PEMERIKSAAN HIV/AIDS
Beberapa pemeriksaan laboratorium yang biasa di pakai untuk diagnosis
HIV adalah (Anik maryuani & Ummu Aeman, 2009):
a. ELISA (Enzyme-Linked immunosorbent assay)
Bertujuan untuk mengidentifikasi antibody terhadap HIV. Tes ELISA in sangat
sensitive, tetapi tidak selalu spesifik. Maka, bila perlu dilakukan konfirmasi
hasil ELISA dengan western Blot test.
b. Western Blot test
Merupakan elektroforesis gel poliakrilamid, bertujuan untuk mendeteksi rantai
protein yang spesifik terhadap DNA. Hasil dianggap negative bila tidak
ditemukan rantai protein, dan dapat mengkonfirmasikan hasil ELISA realitatif
yang berulang-ulang
c. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Merupakan tes yang mempunyai periode tunggu yang lebih pendek dan lebih
siap tersedia daripada tes lainnya. Bertujuan untuk mendeteksi DNA dan RNA
virus HIV, sangat sensitive dan spesifik untuk infeksi HIV. Tes ini sering
digunakn untuk mengkonfirmasi hasil tes lain jika tidak jelas.
22
8. PENCEGAHAN
Pencegahan yang dapat dilakukan agar terhindar dari HIV/AIDS adalah :
a. Tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah
b. Tidak memakai jarum suntik secara bersamaan
c. Gunakan kondom jika pasangan positif HIV/AIDS
d. Jangan terlibat narkotika dan pemakaian jarum suntik bersama-sama
e. Usahakan hanya berhubungan dengan satu orang pasangan seksual, Tidak
berganti-ganti pasangan
9. PENGOBATAN
Belum ada obat yang dapat menyembuhkan HIV, namun ada jenis obat yang
dapat memperlambat perkembangan virus. Jenis obat ini disebut antiretroviral
(ARV). ARV bekerja dengan menghilangkan unsur yang dibutuhkan virus HIV
untuk menggandakan diri, dan mencegah virus HIV menghancurkan sel CD4.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIV/AIDS
A. Pengkajian Fungsi Imun
Asuhan keperawatan bagi penderita penyakit aids merupakan tantangan yang
besar bagi perawat karena setiap system organ berpotensi untuk menjadi sasaran
23
infeksi atau kanker. Disamping itu penyakit ini akan dipersulit oleh komplikasi
masalah emosional, social dan etika
Penilaian fungsi imun dimulai dari hasil anamnesis riwayat kesehatan pasien dan
pemeriksaan fisik. Riwayat kesehatan pasien harus mengandung informasi yang rinci
mengenai faktor-faktor di masa lalu serta sekarang dan berbagai kejadian yang
menunjukkan status sistem imun di samping faktor-faktor dan kejadian yang dapat
mempengaruhi fungsi imun. Pengkajian fisik pasien mencakup palpasi nodus
limfatikus dan pemeriksaan kulit, membrane mukosa dan sistem respiratotius,
gastrointestinal, urogenital, kardiovaskuler dan neurosensorik.
B. Riwayat Kesehatan
1. Infeksi dan Imunisasi
Kontak yang dialami pasien akhir-akhir ini dengan infeksi apa pun dan tanggal
terjadinya kontak tersebut harus ditanyakan. Riwayat infeksi di masa lalu dan
sekarang disamping tanggal dan tipe terapi yang pernah dijalani pasien harus
diperoleh bersama-sama dengan riwayat infeksi presisten yang multiple, demam
yang tidak diketahui penyebabnya, lesi atau luka-luka atau pun tindakan drainase
bentuk apa pun.
2. Alergi
Riwayat pemeriksaan dan pengobatan yang pernah atau sedang dijalani oleh paien
untuk mengatasi kelainan alergi dan afektivitas pengobatan tersebut harus
ditanyakan. Semua riwayat alergi terhadap obat dan makanan harus dicantumkan
pada stiker “waspada alergi” ditempelkan di depan catatan kesehatan atau kartu
berobat pasiem untuk mengingatkan kepada orang lain mengenai kemungkinan
alergi tersebut.
3. Kelainan Autoimun
a. Penyakit Neoplasma
24
Jika terdapat riwayat kanker dalam keluarga, kita harus memperlihatkan tipe
kanker tersebut, usia pasien pada awitannya dan hubungan pasien (maternal
atau paternal) dengan anggota keluarga yang menderita kanker. Riwayat kanker
pada pasien sendiri juga harus diketahui bersama-sama dengan tipe dan tanggal
penegakkan diagnosisnya. Semua terapi yang pernah atau sedang dijalani oleh
pasien dicatat.
b. Sakit Kronik dan Pembedahan
Riwayat awitan dan bertanya sakit disamping terapi yang pernah dijalani oleh
pasien harus ditanyakan. Selain itu, riwayat operasi pengangktan pasien nodus
limfatikus atau kelenjar timus atau pun riwayat transplantasi organ harus dicatat
mengingat semua konsidi ini dapat menempatkan pasien dalam risiko untuk
mengalami gangguaan fungsi imut.
c. Obat-obatan dan Transfusi Darah
Riwayat penggunaan obat pada masa lalu dan sekarang harus ditanyakan.
Dalam dosis yang tinggi, antibiotic, kortikosteroid, preparat sitotoksik, salisilat
dan NSAID disamping obat-obat anesteri dapat menimbulkan supersi
kekebalan. Riwayat transfuse darah yang dilakukan satu kali atau lebih harus
ditanyakan mengingat kontak dengan antigen asing melalui transfuse dapat
disertai dengan fungsi imun yang abnormal. Di samping itu, walaupun risiko
terkena virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) sangat rendah bagi pasien-
pasien yang melaporkan pernah mendapat transfuse darah sesudah tahun 1985
ketika pemeriksaan darah untuk HIV mulai dilaksanakan di Amerika Serikat,
namun risiko tersebut tetap ada.
4. Status nutrisi
Dinilai dengan menanyakan riwayat diet dan mengenali factor factor yang
dapat mengganggu asupan oral seperti anoreksia, mual, vomitus, nyeri oral
ataupun kesulitan menelan. Disamping itu kemampuan pasien untuk membeli
dan mempersiapkan makanan harus dinilai. Penimbangan BB pengukuran
antropometri, pemeriksaan kadar BUN (blood urea nitrogen), protein serum
albumin dan transferrin akan memberikan parameter status nutrisi yang objektif
5. Kulit dan membrane mukosa
25
Diinspeksi setiap hari untuk menemukan tanda-tanda lesi, ulcerasi atau infeksi.
Rongga mulut diperiksa untuk memantau gejala kemerahan, ulcerasi dan
adanya bercak-bercak putih yang menunjukan kandidiasis. Daerah perianal
harus diperiksa untuk menemukan ekskoriasi dan infeksi pada pasien dengan
diare yang profus.
6. Status respiratorius
Dinilai lewat pemantauan pasien untuk mendeteksi gejala batuk, produksi
sputum, napas yang pendek, ortopneu, tachipneo dan nyeri dada. Keberadaan
suara pernafasan dan sifatnya juga harus diperiksa
7. Status neurologis
Ditentukan dengan menilai tingkat kesadaran pasien, orientasinya terhadap
orang, tempat serta waktu dan ingatan yang hilang. Pasien juga dinilai untuk
memndeteksi gangguan sensorik (perubahan visual, sakit kepala, patirasa, dan
parestesia, pada ekstremitas.) serta gangguan motoric (perubahan gaya jalan,
paresis atau paralysis) dan serangan kejang.
8. Status cairan dan elektrolit
Dinilai dengan memeriksa kulit serta membrane mukosa untuk menetukan
turgor dan kekeringannya. Peningkatan rasa haus, penururnan haluaran urine,
tekanan darah yang rendah dan penurunan tekanan sistolik antara 10 dan 15
mmHg dengan disertai kenaikan frekuensi denyut nadi ketika pasien duduk,
denyut nadi yang lemah serta cepat, dan berat jenis urine sebesar 1,025 atau
lebih, menunjukan dehidrasi. Gangguan keseimbangan elektrolit seperti
penurunan kadar natrium, kalsium, kalium, magnesium, dan klorida dalam
serum secara khas akan terjadi karena diare hebat. Pemeriksaan pasien juga
dilakukan untuk menilai tanda-tanda dan gejala deplesi elektrolit: tanda tanda
ini mencangkup penurunan status mental, kedutan otot, kram otot, denyut nadi
yang tidak teratur, mual serta vomitus dan pernapasan yang dangkal.
Tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya dan cara-cara penularan
penyakit yang harus dievaluasi. Disamping itu, tingkat pengetahuan keluarga
dan sahabat perlu dinilai. Reaksi psikologis pasien terhadap diagnosis penyakit
AIDS merupakan informasi penting yang harus digali reaksi dapat bervariasi
anatara pasien yang satu dengan lainnya dan dapat mencakup penolakan,
26
amarah, rasa takut, rasa malu, menarik diri, dari pergaulan sosial dan depresi
pemahaman tentang cara pasien menghadapi penyakitnya riwayat stress utama
yang pernah dialami kerap kali bermanfaat. Sumber- sumber yang dimiliki
pasien untuk memberikan dukungan kepadanya juga harus diidentifikasi.
C. DIAGNOSIS
Diagnose keperawatan
Daftar diagnose keperawatan yang mungkin dibuat sangat luas karena sifat
penyakit AIDS yan amat kompleks ini. Kendati demikian, berdasarkan data-data
hasil penilaian, diagnose keperawatan yang utama bagi penderita penyakit AIDS
mencakup keadaan berikut ini:
1. Diare yang berhubungan dengn kuman pathogen usus dan/infeksi HIV
2. Resiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan imunodefisiensi
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi sputum
4. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
menurunnya nafsu makan dan mual muntah
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kegelisahan akibat perubahan status
kesehatan
6. kelemahan, malnutrisi, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, dan
hipoksia yang menyertai infeksi paru
7. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan keadaam mudah letih
8. isolasi social yang berhubungan dengan stigma penyakit, penarikan diri dari
system pendukung, prosedur isolasi dan ketakutan bila dirinya menulari yang
lain
9. berduka diantisipasi yang berhubungan dengan perubahan gaya hidup sera
peranannya, dan dengan prognosis yang tidak menyenangkan
10. kurang pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara mencegah penularan
HIV dan perawatan mandiri
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi Keperawatan Rasional Hasil yang Diharapkan
27
DIAGNOSA KEPERAWATAN : Diare yang berhubungan dengan patogen enterik
dan/atau infeksi HIV
28
6. Pertahankan masukan menghindari
cairan sedikitnya 3L merokok
kecuali Libatkan dalam
dikontraindikasikan program berhenti
merokok
Menggunakan obat
sesuai ketentuan
Mempertahankan
status cairan
adekuat
Menunjukkan
turgor kulit
normal, membran
mukosa lembab,
haluaran urin
adekuat dan tidak
ada rasa haus
berlebihan
29
SASARAN : tidak ada infeksi
30
penggunaan alat makan Menghindari
bersama penggunaan alat
d. Membalik, batuk, dan makan dan sikat
napas dalam, khususnya gigi bersama
ketika aktivitas dikurangi Menunjukkan suhu
e. Pertahankan kebersihan tubuh normal
area perianal Menggunakan
f. Hindari memegang kotoran teknik
binatang piaraan atau mempertahankan
membersihkan kotak kebersihan kulit
sampah, sarang burung, Meminta orang
atau aquarium, lain untuk
g. masak daging dan telur menangani kotoran
sampai matang binatang
6. Pertahankan teknik septik bila Menggunakan
melakukan prosedur invasif teknik memasak
seperti fungsi vena, yang dianjurkan
kateterisasi kandung kemih,
dan injeksi
31
1. Kaji dan laporkan tanda dan 1. Menujukkan fungsi Memppertahankan
gejala perubahan status pernapasan abnormal bersihan jalan
pernapasan;takipnea, 2. Membantu dalam napas normal
penggunaan otot aksesori, identifiksi organisme Mulai terapi yang
batuk, warna dan jumlah patogenik tepat
sputum, bunyi napas 3. Menegah statis sekresi Gunakan obat
abnormal, warna kulit abu- dan meningkatkan sesuai ketentuann
abu tau sianotik, gelisah, bersihan jalan napas Laporkan
konfusi atau somnolen 4. memudahkan bersihan perbaikan
2. Dapatkan sampel sputum jalan napas dan pernapasan
untuk kultur yang pernapasan Batuk dan napaas
dirogramkan oleh dokter. 5. memaksimalkan dalam setiap 2-4
Berikan terapi antimikrobal penggunaan energi dan jam sesuai anjuran
seuai ketentuan mencegah keletihan Menunjukkan
3. Berikan peraawtan paru berlebihan posisi saat
(batuk,napas dalam,drainase 6. mmudahkan drainase
postural, dan vibrasi) setiap eksspektorasi sekresi
Mempraktikkan
2-4 jam mencegah statis
posisi semi fowler
4. Bantu pasien dalam sekresi
Memahami
mengambil posisi fowler 7. membuang ssekresi
kebutuhan
tinggi atau semi bila psien tidk dapat
terhadap dan kerja
5. Dorong periode istirahat melakukannya
sama dalam
dekuat 8. mningkatkan
intubasi
6. Lakukan tindakan availabilitas oksigen
endotrakea dan
menurunkan viskositas 9. mempertahankan
penggunaan
sekresi: ventilasi
ventilator
a. Mempertahakankan
Mengungkapkan
masukan cairan 3L
kekuatiran tentang
perhari kecuali
kesulitan
dikontraindikasikan
penapasan,
b. Lembabkan udara yang
intubasi dan
diinspirasikan sesuai
ventilasi mekanis
32
ketentuan dokter
c. Konsulkan dengan dokter
mengenai penggunaan
agens mukolitik yang
diberikan melalui
nebulizer atau tindakan
IPPB
7. Lakukan penghisapan trakeal
sesuai ketentuan
8. Berikan terapi oksigen
sesuai ketentuan
9. Bantu intubasi endotrakeal;
pertahankan lingkungan
ventilator sesuai ketentuan.
33
b. Rencanakan makan sehingga perencanaan makan istirahat sebelum
jadwal makan tidak terjadi 5. memberikan makan
segera setelah prosedur yang protein dan kalori melaksanakan
menimbulkan nyeri atau tidak tambahan hygine mulut
enak 6. memberikan sebelum makan
c. Dorong passien untuk makan dukungan nutrisi mengidentifikasi
dengan pengunjung atau bila pasien tidak makanan tinggi
orang lain bila mungkin dapat menonsumsi protein dan
d. Dorong pasien untuk jumlah yang cukup kalori
menyiapkan makan sederhana per oral menunjukkan
e. Hidangan makan, makan 7. meningkatkan keterampilan
sering 6 kali per hari ketersesiaan dalam
f. Batasi cairan 1 jam sebelum sumber dan nutrisi menyiapkan
makan dan saat makan sumber
6. Intruksikan pasien tentang cara pengganti nutrisi
memberi suplemen nurtisi
7. Konsul dengan doter tentang
maknan pengganti
8. Konsulkan dengan pekerja sosial
tentang bantuan finansial bila
pasien tidak dapat mengusahakan
mkanan
34
1. kaji keadaan umum pasien 1.memantau kondisi pasien mengidentifikasi
2. kaji kebutuhan istirahat 2.mengetahui intensitas tidur keadaan umum
tidur pasien pasien pasien
3. identifikasi penyebab 3. mengetahui penyebab intensitas tidur
perubahan pola tidur untuk memberikan pasien dalam
pasien intervensi yang tepat rentang normal
4. berikan posisi semifowler 4. merangsang pasien penyebab
5. kolaborasi dengan supaya tertidur perubahan pola
keluarga pasien supaya 5. membantu pasien untuk tidur dapat di
menciptakan suasana yang tidur nyenyak minimalisirr
nyaman 6. membantu pasien untuk pasien dapat
6. kolaborasi dengan dokter tidur teratur tertidur sesuai
untuk pemberian obat kebutuhan
pasien dapat tidur
dengan pola yang
normal
E. EVALUASI
Hasil yang diharapkan:
1. Mendapatkan kembali kebiasaan defekasi yang normal
2. Tidak mengalami infeksi
3. Mempertahankan saluran napas yang efektif
4. Mendapatkan status nutrisi yang memadai
5. Mendapatkan pola tidur dalam rentang normal
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Imunologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang proses pertahanan atau
sebagai imunitas terhadap organisme asing yang masuk ke dalam tubuh. Organisme
35
asing dapat berupa viru, bakteri, protozoa atau parasit. Sistem imun dibagi menjadi
dua yaitu berdasarkan asalnya yaitu system imun non spesifik (sistem imun alami)
yang merupakan lini pertama dan system imun spesifik (system imun yang
didapat/hasil adaptasi) yang merupakan lini kedua yang berfungsi terhadap serangan
oleh mikroorganisme pathogen yang sama. Ada beberapa penyakit yang disebabkan
oleh gangguan sistem imun salah satunya yaitu HIV-AIDS.
AIDS disebabkan oleh infeksi Human Immunodefisiensi Virus (HIV). Transisi
infeksi HIV dapat melalui hubungan seksual, darah atau produk darah yang
terinfeksi, jarum yang terkontaminasi serta transisi dari ibu ke anak. Diagnosis
infeksi HIV dan AIDS dapat dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta
pemeriksaan penunjang yang meliputi pemeriksaan laboratorium, dll.
B. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca terutama tentang menjaga jangan sampai tertular virus ini, karena sampai
dengan saat ini belum ada obat yang mampu menyembuhkan penderita ataupun yang
telah tertular HIV. Hidup sehat dan jauhi hubungan yang tidak semestinya akan
sangat berguna dalam mencegah penularan virus HIV.
Daftar Pustaka
36
Gunardi, Alberta Jesslyn. 2018. https://www.klikdokter.com/info-
sehat/read/3466806/9-komplikasi-penyakit-hivaids. Diakses pada tanggal
13 februari 2020.
Maryuani, Anik & Ummu Aeman.2009. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke
Bayi : Penatalaksanaan di Pelayanan Kebidanan. Jakarta Timur. Trans
Info Media.
37