Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH TENTANG

IMMUNOLOGY ANALYZER

DISUSUN OLEH :

 Riduan (182151011)
 Helena Lowa (182151013)
 Wina Pertiwi (182151020)
PENDAHULUAN

A. PENGANTAR
            Imunologi ialah ilmu yang mempelajari sistem imunitas tubuh manusia maupun hewan,
merupakan disiplin ilmu yang dalam perkembangannya berakar dari pencegahan dan pengobatan
penyakit infeksi. Disfungsi sistem imun yang berperanan dalam patogenesis berbagai penyakit
semakin banyak diketahui, misalnya AIDS atau Sindrom defisiensi imun didapat.
            Dalam 20 terakhir ini terlihat  perkembangan yang sangat pesat dalam bidang imunologi
seluler dan molekuler. Penemuan-penemuan berbagai molekul yang berperanan dalam inflamasi dan
respons imun seperti  mediator, sitokin dan lain sebagainya telah dapat menjelaskan berbagai
mekanisme respon imun/inflamasi.
            Pengetahuan imunologi yang maju telah dapat dikembangkan untuk menerangkan patogenesis
serta menegakkan diagnosis berbagai penyakit yang sebelumnya masih kabur. Kemajuan dicapai
dalam pengembangan berbagai vaksin dan obat-obat yang digunakan dalam memperbaiki fungsi
sistem imun dalam memerangi infeksi dan keganasan, atau sebaliknya digunakan untuk menekan
inflamasi dan fungsi sistem imun yang berlebihan pada penyakit hipersensitivitas.
            Pemikiran lain yang timbul dari kemajuan dalam bidang imunologi yaitu terapi gen. Dengan
menyisipkan gen yang defisien atau tidak ditemukan dalam tubuh, diharapkan akan dapat memberikan
responnya terutama dalam menanggulangi penyakit defisiensi imun.

B. KONSEP DASAR IMUNOLOGI


1. Sistem Imunitas Tubuh
                Yang dimaksudkan dengan ” sistem imun ialah semua mekanisme yang digunakan tubuh
untuk mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat
ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup”. Berbagai bahan organik dan anorganik, baik
yang hidup maupun yang mati asal hewan, tumbuhan, jamur, bakteri, virus, parasit, berbagai debu
dalam polusi, uap, asap dan lain-lain iritan, ditemukan dalam lingkungan hidup sehingga setiap saat
bahan-bahan tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan berbagai penyakit bahkan
kerusakan jaringan. Selain itu, sel tubuh yang menjadi tua dan sel yang bermutasi menjadi ganas,
merupakan bahan yang tidak diingini dan perlu disingkirkan.
            Kemampuan tubuh untuk menyingkirkan bahan asing yang masuk ke dalam tubuh tergantung
dari kemampuan sistem imun untuk mengenal molekul-molekul asing atau antigen yang terdapat pada
permukaan bahan asing tersebut dan kemampuan untuk melakukan reaksi yang tepat untuk
menyingkirkan antigen. Kemampuan ini dimiliki oleh komponen-komponen sistem imun yang
terdapat dalam jaringan limforetikuler yang letaknya tersebar di seluruh tubuh, misalnya di dalam
sumsum tulang, kelenjar limfe, limpa, timus, sistem saluran nafas, saluran cerna dan organ-organ lain.
Sel-sel yang terdapat dalam jaringan ini berasal dari sel induk dalam sumsum tulang yang
berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel, kemudian beredar dalam tubuh melalui darah, sistem
limfatik, serta organ limfoid yang terdiri dari timus dan sumsum tulang (organ limfoid primer ), dan
limpa, kelenjar limfe dan mukosa ( organ limfoid sekunder ), dan dapat menunjukkan respons
terhadap suatu rangsangan sesuai dengan sifat dan fungsi masing-masing.

2.  Pembagian Sistem Imun


Terdapat 2 sistem imun yaitu sistem imun nonspesifik dan spesifik yang mempunyai kerja sama yang
erat dan yang satu tidak dapat dipisahkan dari yang lain, sistem imun ini semuanya terdiri dari  
bermacam-macam sel leukosit ( sel darah putih ).
a.       Sistem imun nonspesifik, disebut demikian karena telah ada dan berfungsi sejak lahir dan 
merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme, serta
dapat memberikan respon langsung terhadap antigen. Sel-selnya terdiri dari  sel makrofag, sel NK
( Natural Killer ) dan sel mediator. 
b.      Sistem imun spesifik, membutuhkan waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu  sebelum
dapat memberikan responnya atau dengan kata lain sistem ini dapat menghancurkan benda asing yang
berbahaya bagi tubuh yang sudah dikenal sebelumnya ( spesifik ). Sel-selnya terdiri dari sel-sel
limfosit   T dan B.
Sistem imun spesifik terdiri dari  sel limfosit , merupakan kunci pengontrol sistem imun. Sebetulnya
sistem ini dapat bekerja sendiri tanpa bantuan sistem imun nonspesifik. Terdapat 2 macam
yaitu: sistem imun spesifik humoral ( sel B ), menghasilkan antibodi yang berfungsi sebagai
pertahanan terhadap infeksi ekstraseluler virus dan bakteri, sedangkan sistem imun spesifik
seluler ( sel T ) untuk pertahanan terhadap bakteri yang hidup intraseluler, virus, jamur, parasit dan
keganasan. 

3. Lintas Arus Sel Limfosit


            Sel limfosit berdiferensiasi dan menjadi matang di organ limfoid primer untuk kemudian
masuk dalam sirkulasi darah. Sel B diproduksi dan menjadi matang dalam sumsum tulang sebelum
masuk dalam darah dan organ limfoid sekunder. Prekusor sel T meninggalkan sumsum tulang,
menjadi matang dalam timus sebelum bermigrasi ke organ limfoid sekunder.
            Limfosit yang sudah ada dalam organ limfoid sekunder tidak tinggal di sana, tetapi bergerak
dari organ limfoid yang satu ke organ limfoid yang lain, saluran dalam sistem limfatik dan darah
( GAMBAR ). Dari sirkulasi limfosit memasuki organ limfoid sekunder atau rongga-rongga organ
dan kelenjar limfe. Resirkulasi tersebut terjadi terus menerus. Keuntungan dari resirkulasi limfosit
tersebut ialah bahwa sewaktu terjadi infeksi alamiah, akan banyak limfosit berpapasan dengan antigen
asal mikroorganisme. Keuntungan lain dari resirkulasi limfosit ialah bahwa bila ada organ limfoid
misalnya limpa yang defisit limfosit karena infeksi, radiasi atau trauma, limfosit dari jaringan limfoid
lainnya melalui sirkulasi akan dapat dikerahkan ke dalam organ limfoid tersebut dengan mudah.
Hanya iradiasi yang mengenai seluruh tubuh akan dapat menghentikan pertumbuhan sel sistem imun
seluruhnya.
            Pada keadaan normal ada lintas arus limfosit aktif terus menerus melalui kelenjar limfe, tetapi
bila ada antigen masuk, arus limfosit dalam kelenjar limfe akan berhenti sementara. Sel yang spesifik
terhadap antigen ditahan dalam kelenjar limfe untuk menghadapi antigen tersebut dan hal ini akan
menimbulkan kelenjar bengkak yang sering terjadi pada infeksi.

 4. Sitokin atau Interleukin


            Pada reaksi imunologik  banyak substansi yang bekerja serupa hormon yang dilepaskan oleh
sel leukosit, yang berfungsi sebagai sinyal interseluler yang mengatur respon imunologi lokal maupun
sistemik terhadap rangsangan dari luar. Substansi tersebut secara umum dikenal dengan nama sitokin,
yang kemudian pada tahun 1979 nama yang disepakati adalah interleukin ( IL ) yang berarti adanya
komunikasi antar sel leukosit.
            Sitokin  yang diproduksi dan bekerja sebagai mediator pada imunitas nonspesifik
misalnya IFN ( interferon ), TNF ( Tumor Necrotic Faktor ) dan IL-1 sedang yang lainnya terutama
berperanan pada imunitas spesifik. Pada yang akhir sitokin bekerja sebagai pengotrol aktivasi,
proliferasi dan diferensiasi sel. Produksi sel sistem imun dikontrol oleh sitokin yang juga mengatur
hematopoiesis yang secara kolektif disebutColony Stimulating Factor ( CSF ). Sitokin
merupakan messenger kimia atau perantara dalam komunikasi interseluler yang sangat poten. Dewasa
ini  lebih dari 100 jenis sitokin yang sudah diketahui.
C. PERKEMBANGAN IMUNOLOGI
1. Konsep baru sistem imun
            Pandangan sekarang: “ sistem imun tidak hanya berfungsi sebagai pertahanan tubuh tetapi
sistem imun juga sebagai organ sensor seperti susunan saraf pusat ,yang bekerja sama dengan sistem
neuroendokrin untuk mempertahankan homeostasis”.  Sebelum menjadi konsep baru teori ini
dinyatakan dalam bentuk hipotesis oleh Husband (1995 ). Hal ini disebabkan adanya fakta-fakta yang
menunjang /mendukung hipotesis tersebut yaitu, bahwa sekitar 100 tahun yang lalu  ilmuwan fisiologi
dari Perancis yaitu Claude Bernard mengobservasi tentang “ La fixite du milieu interieur est la
condition de la vie libre”. Selanjutnya oleh ilmuwan fisiologi dari Amerika yaitu Walter B Cannon
( 1939 ), diterjemahkan sebagai homeostasis yang kemudian didefinisikan sebagai suatu proses
fisiologi di dalam tubuh yang diperantarai oleh sistem saraf pusat untuk mengontrol pergerakan dan
komposisi cairan, pertumbuhan dan perbaikan jaringan, pemanfaatan energi dan menjaga agar suhu
tubuh tetap konstan, yang kemudian sering disebut sebagai aktivitas untuk bertahan
atau “cybernetics”.
            Untuk menguji kebenaran dari hipotesis tersebut di atas maka ditetapkan 3 kriteria yang harus
dipenuhi, yaitu:
 Harus ada regulasi antara sistem imun dan sistem saraf pusat, karena sistem saraf pusat
ini merupakan mediator pada proses homeostasis.
 Interaksi antara ke 2 sistem tersebut harus berlangsung 2 arah.
 Regulasi dari sistem imun juga harus berpengaruh pada proses fisiologi lainnya

 2. Regulasi sistem imun dan sistem neuroendokrin


Ada bukti-bukti yang menunjukkan Susunan Saraf Pusat berpengaruh atas fungsi sistem imun baik
langsung atau tidak langsung melalui sistem endokrin atau hormon, yaitu:
     Inervasi jaringan limfoid: Timus, limpa dan kelenjar limfe menerima inervasi    simpatetik non 
adrenergik yaitu mengontrol aliran darah melalui jaringan limfoid, jadi pasti akan mempengaruhi arus
lintas limfosit (sistem imun spesifik).
     Pituitrin/aksis Adrenal: Stres dapat mempengaruhi penglepasan hormonadrenokortikotropik
( ACTH ) dari pituitrin. Hal ini akan melepas glukokortikoid yang bekerja imunosupresif. Juga
limfosit memproduksi steroid sebagai respon terhadapcorticotrophin-releasing factor, dan medula
adrenal melepas katekolamin yang dapat mengubah gambaran migrasi leukosit dan respon limfosit.
     Endokrin dan regulasi neuropeptida: limfosit memiliki reseptor terhadap banyak hormon seperti
insulin, tiroksin, growth hormon dan somastostatin. Hormon-hormon tersebut dilepas selama stres,
memodulasi fungsi sel T dan B yang kompleks yang tergantung dari kadar mediator.

3.       Interaksi antara sistem imun dan neuroendokrin harus berlangsung 2 arah.


     Hormon dan neurotransmiter merupakan messenger molekul dari sistem neuroendokrin ke
sistem imun apabila ada perubahan dari lingkungan misalnya stres, sebaliknya sitokin berfungsi
serupa pada sistem imun terhadap sistem neuroendokrin apabila ada infeksi mikroorganisme
( antigen ), buktinya:
     Tikus C57/BL adalah jenis yang resisten terhadap infeksi parasit protozoa Leishmania major,
untuk itu diperlukan sistem imun spesifik seluler berupa dikeluarkanya substansi sitokin berupa IL-2
(Interleukin 2 ) dan IFN- ( Interferon  ) oleh  sel limfosit T. Dan ternyata tikus ini adalah jenis
yang menunjukkan respon yang rendah terhadap hormon kortikosteroid.
     Sebaliknya tikus BALB/c sangat peka terhadap infeksi parasit ini karena ternyata jenis tikus ini
menunjukkan respon yang tinggi terhadap hormon kortikosteroid. Padahal hormon ini justru
menyebabkan tertekannya sistem imun seluler, sehingga tidak terbentuk substansi sitokin ( IL-2 dan
IFN- ) .
4.       Pengaruh terhadap proses fisiologi lainnya akibat aktivasi sistem imun
Adanya respon akut  yang ditunjukkan berupa kerusakan jaringan setelah terjadinya infeksi
sebetulnya merupakan manifestasi dari tubuh dalam rangka mencapai homeostasis. Setelah infeksi
maka sistem imun akan teraktivasi dan akan melepaskan substansi  sitokin  seperti IL-1, IL-6 dan
Interferon.Ternyata sitokin-sitokin ini dengan sistem saraf pusat sebagai mediator, menghasilkan
gejala klinis yang bersifat fisiologis.

D. STRUKTUR DAN FUNGSI IMUNOGLOBULIN

1. Struktur Imunoglobulin
Imunoglobulin atau antibodi adalah sekelompok glikoprotein yang terdapat dalam serum atau cairan
tubuh pada hampir semua mamalia. Imunoglobulin termasuk dalam famili glikoprotein yang
mempunyai struktur dasar sama, terdiri dari 82-96% polipeptida dan 4-18% karbohidrat. Komponen
polipeptida membawa sifat biologik molekul antibodi tersebut. Molekul antibodi mempunyai dua
fungsi yaitu mengikat antigen secara spesifik dan memulai reaksi fiksasi komplemen serta pelepasan
histamin dari sel mast.
Imunoglobulin dibagi menjadi 5 kelompok dalam bentuk gammaglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD, IgE)
dan dapat dipisahkan melalui proses elektroforesa. Bila seseorang terkontaminasi dengan antigen,
maka akan terjadi proses imunoglobulin (antibodi) dan dengan kontaminasi yang lebih jauh dengan
antigen yang sama akan terbentuk kekebalan.

2. Klasifikasi Imunoglobulin
Klasifikasi imunoglobulin berdasarkan kelas rantai H. Tiap kelas mempunyai berat molekul, masa
paruh, dan aktivitas biologik yang berbeda. Perbedaan antar subkelas lebih sedikit dari pada
perbedaan antar kelas.

a.      Imunoglobulin G (Ig G) disebut juga rantai – γ (gamma)


IgG mempunyai struktur dasar imunoglobulin yang terdiri dari 2 rantai berat H dan 2 rantai ringan L.
IgG manusia mempunyai koefisien sedimentasi 7 S dengan berat molekul sekitar 150.000. Pada orang
normal IgG merupakan 75% dari seluruh jumlah imunoglobulin.
Imunoglobulin G terdiri dari 4 subkelas, masing-masing mempunyai perbedaan yang tidak banyak,
dengan perbandingan jumlahnya sebagai berikut: IgG1 40-70%, IgG2 4-20%, IgG3 4-8%, dan IgG4
2-6%. Masa paruh IgG adalah 3 minggu, kecuali subkelas IgG3 yang hanya mempunyai masa paruh l
minggu. Kemampuan mengikat komplemen setiap subkelas IgG juga tidak sama, seperti IgG3 > IgGl
> IgG2 > IgG4.
b.      Imunoglobulin M disebut juga rantai –µ (mu)
Imunoglobulin M merupakan 10% dari seluruh jumlah imunoglobulin, dengan koefisien sedimen 19 S
dan berat molekul 850.000-l.000.000. Molekul ini mempunyai 12% dari beratnya adalah karbohidrat.
Antibodi IgM adalah antibodi yang pertama kali timbul pada respon imun terhadap antigen dan
antibodi yang utama pada golongan darah secara alami.
c.       Imunoglobulin A (IgA) disebut juga rantai –α (alpha).
Adalah Imunoglobulin utama dalam sekresi selektif, misalnya pada susu, air liur, air mata dan dalam
sekresi pernapasan, saluran genital serta saluran pencernaan atau usus (Corpo Antibodies).
Imunoglobulin ini melindungi selaput mukosa dari serangan bakteri dan virus.
d.      Imunoglobulin D (Ig D) disebut juga rantai –δ (delta)
Konsentrasi IgD dalam serum sangat sedikit (0,03 mg/ml), sangat labil terhadap pemanasan dan
sensitif terhadap proteolisis. Berat molekulnya adalah 180.000. Rantai δ mempunyai berat molekul
60.000 – 70.000 dan l2% terdiri dari karbohidrat. Fungsi utama IgD belum diketahui tetapi merupakan
imunoglobulin permukaan sel limfosit B bersama IgM dan diduga berperan dalam diferensiasi sel ini.
e.       ImunoglobulinE (IgE) disebut juga rantai –ε (epsilon)
Didalam serum ditemukan dalam konsentrasi sangat rendah. IgE apabila disuntikkan ke dalam kulit
akan terikat pada Mast Cells dan Basofil. Kontak dengan antigen akan menyebabkan degranulasi dari
Mast Cells dengan pengeluaran zat amin yang vasoaktif.
cobas e 411 menawarkan STAT cepat dan waktu penyelesaian, kapasitas terpasang 18 tes dan
throughput up-board menjadi 88 tes per jam. Pilihan contoh pembawa termasuk disk atau rak lima
posisi Roche / Hitachi. Untuk analisis imunologi serum atau plasma.

Manfaat:

Mudah dioperasikan
 Keyboard yang disesuaikan dan perangkat lunak yang mudah dipelajari pelatihan dan operasi
sederhana dan menjaga keterlibatan pengguna ke minimum.
 Konsep pemrograman-oleh-loading yang unik entri data berbasis kode batang dilakukan
secara otomatis dengan cara memuat reagen, kontrol dan kalibrator ke sistem - cepat,
prosedur yang kuat dan aman
 Fasilitas STAT untuk sampel mendesak sistem disk cobas e 411 memiliki dua posisi sampel
STAT yang bisa diakses setiap saat, mengantarkan hasilnya dengan cepat menanggapi
permintaan dokter. Sistem rak cobas e 411 dilengkapi port STAT untuk pengujian darurat
akses segera.
 Teknologi yang inovatif teknologi Electrochemiluminescence Novel menyediakan kinerja
analitis yang superior Peningkatan kepekaan berarti itu tingkat antigen yang sangat rendah,
serta perubahan halus pada tingkat, bisa dideteksi. Rentang pengukuran yang sangat luas
memudahkan biaya dan waktu pengujian yang efisien dengan mengurangi kebutuhan ulangi
sampel.
SPESIFIKASI

Sistem Otomatis, sistem akses acak untuk analisis immunoassay.


Ini tersedia baik sebagai sistem disk maupun sistem rak.
Komponen sistem Modul analitis termasuk Window XP tertanam layar sentuh PC yang dioperasikan
Modul penanganan sampel: rak atau disk dioperasikan
Sampel throughput Hingga 88 sampel / jam (tingkat maksimum yg bisa diproduksi)
Test throughput Hingga 88 tes / jam (max teoritis)
Jumlah slot reagen hingga 18 tes berbeda
Parameter Programmable Max 60 assay dapat ditentukan melalui 2D-barcode (programming by
loading)
Jenis sampel Serum, Plasma, Urine
Contoh input / output kapasitas Load / unload 30 sampel (disk)
75 sampel di 15 rak
Rack RD standar 5 rak posisi
Rack type Rutin, STAT, Control, Calibrator
Penanganan STAT Setiap posisi kosong pada disk sampel,
port STAT khusus pada rak pengumpan
Jenis wadah sampel Tabung primer 5-10 ml; 16x100,16x75, 13x100, 13x75mm
Cangkir secangkir 2,5 ml
Cangkir mikro tidak diijinkan
Cup di Piala tabung di atas tabung 16 x 75/100 mm
Contoh volume 10 sampai 50 μl per tes, tergantung pada protokol uji
Volume sampel minimum Tabung primer: 600 μl (tabung 13mm),
1.000 μl (tabung 16mm)
Cuplikan sampel: 200 μl (Piala standar di Tube)
150 μl dengan setting khusus
Contoh kode batang kode Kode 128
Codabar (NW 7)
Interleaved 2 dari 5
Kode 39
Di papan kontrol PC dengan prosesor Pentium III dengan layar sentuh berwarna "SVGA berwarna
15"
Antarmuka sistem RS 232 serial interface, bi-directional
Port PC standar (USB, Ethernet, Serial dll) untuk perangkat komunikasi lainnya
Contoh data base 2.000 tes untuk keperluan rutin, STAT dan hasil kontrol
Metode pengujian Protokol uji yang telah ditentukan sebelumnya (sandwich, competitive, titration)
Calibrator / QC Input Via rak atau sample disk
Metode kalibrasi "Setelah kegagalan QC" dipicu
Kalibrasi 2 titik per lot atau per bungkus kobra
Metode QC QC individu + QC kumulatif
QC preventif setelah kalibrasi
Persyaratan listrik Persyaratan daya: 100 -120 VAC 50/60 Hz fase tunggal atau
200-240 VAC 50/60 Hz fase tunggal
Konsumsi daya 800 VA
Persyaratan air / limbah Wadah air 3 Liter
Kebutuhan air 10μS / cm atau 0,1 mega Ohm, bebas bakteri
Konsumsi air kira-kira 3 L untuk 250 tes
kira-kira 12 mL / siklus
63 dbA (rata selama operasi)
Dimensi fisik Lebar: 1200 sampai 1700 mm (disk / rak)
Kedalaman: 730 sampai 950 mm (disk / rak)
Tinggi: 560 mm (dengan unit PC)
Berat Kira-kira. 170 kg (cakram) dan 210 kg (rack)

PENUTUP

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa imunologi yang merupakan salah satu dari ilmu yang
mempelajari tentang alam/isinya, maka dalam penyusunnannya harus didasarkan sepenuhnya pada
kombinasi metode  deduktif-induktif, melalui suatu jembatan berupa proses pengembangan hipotesis.
Yang oleh John Jewey digolongkan sebagai “reflective thinking”. Bahkan akhirnya dianut sebagai
metode ilmiah modern yang dikenal sebagai metode “logico-hypotetico-verifikatif”.
Terlihat disini  hakekat keilmuan dari imunologi, bahwa ilmu tidak bertujuan untuk mencari
kebenaran absolut melainkan kebenaran yang bermanfaat bagi manusia dalam tahap perkembangan
tertentu. Hipotesis yang sampai saat ini tidak ditolak kebenarannya, dan mempunyai manfaat bagi
kehidupan, dianggap sebagai pengetahuan yang sahih dalam keluarga keilmuan. Bahwa hipotesis ini
kemudian hari ternyata tidak benar, itu tidak terlalu penting selama mempunyai kegunaan. Seperti
ucapan bahwa dalam ilmu sekiranya ditemukan kebenaran baru tidak lalu menyalahkan yang
terdahulu, melainkan hanya mengucapkan selamat jalan.
DAFTAR PUSTAKA

Husband,A.J.1995. The immune system and integrated homeostasis. Immunology and Cell  


Biologi, 73:377-382.
Roit, I.M.1991. Essential Immunology, 7nd ed. Blackwell Scientific Publication. London.
Suriasumantri, J,S. 1998. Filsafat Ilmu:Sebuah Pengantar Populer. Pustaka Sinar Harapan.
Tizard, I. 1992. Veterinary Immunology, 4th ed. Saunder College Publishing. Philadelphia.
http://photos.labwrench.com/equipmentManuals/14908-5848.pdfhttps://akinglobal.com.tr/
uploads/subdir-426-4/Products-Solutions-2015-interactive.pdfhttps://www.youtube.com/
watch?v=3LnVP-76Wyw

Anda mungkin juga menyukai