PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisannya sebagai berikut:
1. Untuk menjelaskan definisi imunoprofilaksis dan fungsi imunoprofilaksis?
2. Untuk menjelaskan yang dimaksud dengan imunisasi, manfaat imunisasi,
respon imun pada imunisasi dan jenis-jenis imunisasi.
3. Untuk menjelaskan definisi vaksinasi dan vaksin, jenis-jenis vaksin, hal-hal
yang harus diperhatikan pada vaksinasi dan contoh-contoh vaksin.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.3 Imunisasi
2.3.1 Pengertian Imunisasi
Imunisasi merupakan kemajuan besar dalam usaha imunoprofilaksis.
Imunisasi merupakan upaya pencegahan terhadap penyakit tertentu pada diri
seseorang dengan pemberian vaksin. Imunisasi menggambarkan proses yang
menginduksi imunitas secara artificial dengan pemberian bahan antigenik seperti
agen imunobiologis. Imunisasi dapat dilakukan secara aktif ataupun pasif. Pada
imunisasi aktif, respons imun terjadi setelah seseorang terpapar dengan antigen.
Imunisasi pasif terjadi bila seseorang menerima antibody atau produk sel lainnya
dari orang lain yang telah mendapat imunisasi aktif.
3
sehingga kemungkinan terjadinya penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
rendah.
Imunisasi juga bermanfaat mencegah epidemi pada generasi yang akan
datang. Cakupan imunisasi yang rendah pada generasi sekarang dapat
menyebabkan penyakit semakin meluas pada generasi yang akan datang, bahkan
dpat menyebabkan epidemi. Sebaliknya jika cakupan imunisasi tinggi, penyakit
akan dapat dihilangkan atau dieradikasi dari dunia. Hal ini sudah dibuktikan denagn
teradikasinya penyakit cacar.
Selain itu, imunisasi dapat menghemat biaya kesehatan. Dengan menurunnya
angka kejadian penyakit, biaya kesehatan yang digunakan untuk mengobati
penyakit-penyakit tersebut pun akan berkurang.
4
Gambar 3. Respon Imun
5
memberi perlindungan seumur hidup atau perlindungan untuk sementara
waktu sehingga beberapa vaksin perlu diulangi pemberiannya pada
interval tertentu.
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam imunisasi aktif, yaitu:
1. Perlu ada paparan (exposure) antigen
2. Dapat alami (infeksi) atau buatan (vaksin)
3. Perlu waktu untuk pembentukan
4. Terbentuk kekebalan untuk jangka waktu yang lama terhadap infeksi
mendatang.
6
Usia Vaksin
2. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif adalah adalah pemindahan antibodi yang telah
dibentuk yang dihasilkan oleh host lain. Antibodi ini dapat timbul secara
alami atau sengaja diberikan. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam imunisasi pasif, yaitu:
1. Tak perlu ada paparan (exposure) antigen
2. Kekebalan humoral (antibodi)
3. Dapat bersifat alami (maternal melalui plasenta dan kolostrum)
4. Dapat bersifat perolehan/buatan (antiserum dan imunoglobulin)
7
Imunisasi Pasif dibedakan menjadi dua macam yaitu imunisasi pasif
alamiah atau bawaan dan imunisasi pasif buatan.
Imunitas pasif alamiah
1. Imunitas maternal melalui plasenta
Adanya antibody dalam darah ibu merupakan proteksi pasif terhadap
fetus. IgG dapat berfungsi antitoksik, antivirus dan antibacterial
terhadap H. influenzae tipe B atau S. agalactiae tipe B. imunisasi aktif
dari ibu akan memberikan proteksi pasif kepada fetus dan bayi.
2. Imunitas maternal melalui kolostrum
Air susus ibu (ASI) mengandung berbagai komponen system imun.
Beberapa diantaranya berupa enchancement growth factor untuk
bakteri yang diperlukan dalam usus atau factor yang justru dapat
menghambat tumbuhnya kuman tertentu (lisizim, laktoferin,
interferon, makrofag, sel T, sel B, granulosit). Antibody ditemukan
dalam ASI dan kadarnya lebih tinggi dalam kolostrum (ASI pertama
segera setelah partus). Proteksi antibody dalam kelenjar susu
tergantung atas antigen yang masuk kedalam usus ibu dan gerakan sel
yang dirangsang antigen dari lamina propria usus ke payudara (
system entero-payudara). Jadi antibody terhadap m,ikroorganisme
yang memenpati usus ibu dapat ditemukan dalam kolostrum sehimgga
selanjutnya bayi mempunyai proteksi terhadap mikroorganisme yang
masuk saluran cerna. Adanya antibody terhadap enteropatogen (E.coli,
S.tiphy murium, shigella, virus folio, Coscakie dan Echo) dalam ASI
telah dibuktikan. Antibody terhadap pathogen nonalimentari seperti
antitoksin tetanus, difteri dan hemolisisn antistreptococ telah pula
ditemukan pada kolostrum. Limfosit yang tuberculin sensitive dapat
juga ditransfer ke bayi melalui kolostrum, tetapi peranan sel ini dalam
transfer CMI belum diketahui.
Imunisasi Pasif Buatan
Imunisasi pasif buatan dilakukan dengan memberikan imunoglobulin dan
antiserum yang berasal dari plasma donor. Pemberian imunisasi pasif
buatan hanya akan memberikan kekebalan sementara karena
8
imunoglobulin yang diberikan akan dimetabolisme oleh tubuh. Waktu
paruh IgG adalah 28 hari, sedangkan imunoglobulin yang lain (IgM, IgA,
IgE, IgD) memiliki waktu paruh yang lebih pendek. Oleh karena itu
imunisasi rutin yang diberikan pada anak adalah imunisasi aktif, yaitu
vaksinasi.
2.4 Vaksinasi
2.4.1 Definisi Vaksinasi dan Vaksin
Vaksinasi merupakan imunisasi aktif, ialah suatu tindakan yang dengan
sengaja memberikan paparan antigen dari suatu patogen yang akan
menstimulasi sistem imun dan menimbulkan kekebalan sehingga nantinya
seseorang yang telah mendapatkan vaksinasi tidak akan sakit jika terpajan
oleh antegn yang serupa. Antigen yang diberikan dalam vaksinasi dibuat
sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan sakit, namun dapat
memproduksi limfosit yang peka, antibody maupun sel memori.
Vaksin merupakan suatu suspensi mikroorganisme hidup yang
dilemahkan atau mati atau bagian antigenik agen yang diberikan pada hospes
potensial untuk menginduksi imunitas dan mencegah terjadinya penyakit.
9
Vaksin hidup yang tersedia: berasal dari virus hidup yaitu vaksin
campak, gondongan (parotitis), rubella, polio, rotavirus, demam kuning
(yellow fever). Berasal dari bakteri yaitu vaksin BCG dan demam tifoid.
10
yakni kemampuannya untuk menstimulasi pembentukan antibodi. Bahan
bersifat imunogenik yang dibuat dari toksin kuman. Pemanasan dan
penambahan formalin biasanya digunakandalam proses pembuatannya.
Hasil pembuatan bahan toksoid yang jadi disebut sebagai natural fluid
plain toxoid dan merangsang terbentuknya antibodi antitoksin. Imunisasi
bakteriil toksoid efektif selama satu tahun. Bahan ajuvan digunakan untuk
merperlama rangsangan antigenik dan meningkatkan imunogenesitasnya.
Contohnya Vaksin Difteri; Vaksin DV; Vaksin DT dan Vaksin DPT.
5. Antitoksin
Antitoksin adalah suatu jenis antibodi, yang dapat menetralkan sifat
beracun suatu toksin tertentu (biasanya eksotoksin kuman), in vitro
maupun in vivo, tanpa dapat mempengaruhi organisme yang memproduksi
toksin itu.
Antitoksin dibentuk oleh tubuh sebagai reaksi terhadap masuuknya
suatu toksin, yang bekerja sebagai antigen. Bila toksin tertentu, yang telah
diencerkan, disuntukan ke dalam tubuh hewan, maka terjadinya imunitas
aktif. Setelah bebrapa waktu, serum hewan tersebut yang sudah
mengandung antitoksin, ditampung dan dapat digunakan untuk pengobatan
atau untuk memberikan kekebalan pasif terhadap toksin.
11
Beberapa vaksin memberkan respons yang lebih baik bila diberikan
mlalui saluran napas disbanding dengan perenteral (seperti virus campak
hidup) tetapi pemberian tersebut belum dilakukan secara rutin.
2. Imunitas mukosa
3. Imunitas humoral
Imunitas humoral ditentukan oleh adanya antibody dalam darah dan
cairan jaringan terutama IgG. Antibodi serum aktif terhadap patogen yang
masuk darah misalnya dalam stadium viremia/bakteriemi. Dengan
demikian antibidi dapat mencegah patogen sampai di alat sasaran dan
menimbulkan penyakit. IgG juga penting pada proteksi terhadap toksin
dan bisa.
4. Sistem efektor
Sistem efektor ialah respons imun yanag dapat membatasi
penyebaran infeksi atau mengeliminir patogen. Hal tersebut ditentukan
oleh tempat patogen, intra- atau ekstraseluler. Untuk membunuh virus
intraseluler dibutuhkan sel T CD8+. Untuk merangsang imunitas tersebut
dibutuhkan virus hidup yang diatenuasikan, dimana virus dipresentasikan
oleh MHC kelas I.
Sel CD4+ diperlukan untuk mengontrol pathogen yang hidup dalam
makrofag. Dalam hal ini vaksin yang dibutuhkan harus dapat merangsang
imunitas seluler.
12
5. Lama proteksi
Lama proteksi sesudah vaksinasi bervariasi yang tergantung dari
pathogen dan jenis vaksin. Imunitas terhadap toksin tetanus yang terutama
tergantung dari IgG dan sel B yang memproduksinya, dapat berlangsung
10 tahun atau lebioh. Sebaliknya, imunitas terhadap kolera tergantung atas
IgA dan respons imun yang spesifik sel T, melemah setelah 3-6 bulan.
Imunitas juga tergantung dari tempat infeksi dan jenis respons imun yang
efektif terhadapnya.
6. Bahaya-bahaya vaksinasi
Ada beberapa bahaya yang berhibungan dengan pemberian vaksin.
Vaksin yang dibuat dari virus yang diatenuasikan (campak, mumps,
rubella, polio oral, BCG) dapat menimbulkan penyakit progressif pada
penderita yang immunocompromised atau pada penderita yang mendapat
pengobatan steroid. Dalam hal-hal tertentu virus yang diatenuasikan dapt
berubah menjadi virus yang virulen dan menimbulkan paralise (polio).
Atas dasar ini banyak orang lebih menyukai pemberian virus amti
parenteral.
Virus yang dietenuasikan hendaknya tidak diberikan kepada wanita
yang mengandung oleh karena bahaya terhadap fetus. Vaksinasi terhadap
cacar sudah tidak dilakukan lagi oleh karena penyakit telah dapat dibasmi,
kecuali pada beberapa golongan masyarakat tertentu seperti angggota
tentara.
Beberapa vaksin mengandung bahan pengawet seperti
organomercuric thimerosal (merthiolate) atau antibiotic (neomycin atau
streptomycin). Maka pembereinnya tidak dianjurkan pada mereka yang
alergik terhadap obat tersebut.
7. Keadaan khusus
Imunisasi yang protektif dapat dilakukan pada keadaan tertentu
dengan bahaya misalnya fetus dari ibu hamil dengan rubea bahaya infeksi
pada perjalanan turis dan bahaya dari lingkungan kerja.
a) Imunisasi terhadap rubella
13
Kepada wanita yang seronegatif perlu diberikan imunisasi
sebelum pubertas dengan virus yang diatenuasikan. Hal tersebut
mengingan rubella dapat menimbulkan malformasi pada fetus . guru-
guru wanita, perawat dan dokter rumah sakit anak dapat terpajan
dengan rubella. Juga staf para-medis yang bekerja diklinik antenatal
dapat terinfeksi dan menularkannya kepada ibu-ibu hamil muda.
Kepada mereka yang seronegatif perlu diberikan vaksinasi. Vaksin
tidak boleh diberikan kepada wanita yang belum mengandung,
dianjurkan untuk tidak hamil dahulu selama 2 bulan.
14
dengan bahaya transmisi hepatits B. imunisasi profilaksis dapat
dilakukan dengan antigen sintetis atau yang diperoleh dengan teknin
rekombinan DNA.
Vaksin anthrax dianjurkan kepada mereka yang bekerja
dengan kulit dan tulang binatang. Vaksinasi serupa diberikan
terhadap brucellosis dan leptospirosis meskipun nilai proteksinya
terhadap kedua penyakit yang akhir belum terbukti.
15
BAB III
KESIMPULAN
16
Beberapa contoh vaksin diantaranya yaitu; Vaksin BCG untuk tuberkulosa;
Vaksin DPT untuk difteri, pertusis dan tetanus; Vaksin TT (Tetanus Toksoid) untuk
tetanus; Vaksin DT (Difteri dan Tetanus) untuk difteri dan tetanus; Vaksin Polio (Oral
Polio Vaccine) untuk poliomyelitis; Vaksin Campak penyakit campak; Vaksin Hepatitis
B untuk hepatitis B dan Vaksin DPT/HB untuk difteri, tetanus, pertusis dan hepatitis B.
17
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Kliegman dan Arvin, 2000, Ilmu Kesehatan Anak, diterjemahkan oleh Samik
Wahab, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Raharja, 2002, Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan
dan Efek-efek Sampingnya Edisi Kelima, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
18