Disusun Oleh:
Infeksi yang terjadi pada manusia normal umumnya singkat dan jarang
meninggalkan kerusakan permanen. Hal ini disebabkan tubuh manusia memiliki
suatu sistem yaitu sistem imun yang melindungi tubuh terhadap unsur-unsur
patogen. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas,
melindungi tubuh dari infeksi bakteri, virus, fungus, protozoa dan parasit serta
menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel yang sehat
dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Sistem imun yang sehat
adalah jika dalam tubuh bisa membedakan antara diri sendiri dan benda asing
yang masuk ke dalam tubuh. Biasanya ketika ada benda asing yang memicu
respons imun masuk ke dalam tubuh (antigen) dikenali maka terjadilah proses
pertahanan diri.
Sistem imun merupakan mekanisme pertahanan tubuh sebagai
perlindungan dari bahaya berbagai bahan dalam lingkungan yang dianggap asing
bagi tubuh seperti bakteri, virus, jamur, parasit dan protozoa (Abbas et al., 2015;
Baratawidjaja dan Rengganis, 2010). Ketika daya tahan tubuh lemah maka agen
infektif akan dengan mudah menembus pertahanan tubuh dan menyebabkan
penyakit.
Sistem imun tubuh terdiri dari banyak komponen. Semua komponen
tersebut akan bekerja serentak manakala tubuh mendapat serangan dari penyakit
yang berasal dari luar maupun dari dalam tubuh . Sistem imun yang bertugas
mengatur keseimbangan, dengan menggunakan komponennya yang beredar
diseluruh tubuh, sehingga dapat mencapai sasaran yang jauh dari pusat. Untuk
melaksanakan fungsi imunitas, didalam tubuh terdapat suatu sistem yang disebut
dengan sistem limforetikuler. Sistem limforetikuler merupakan jaringan atau
kumpulan sel yang letaknya tersebar diseluruh tubuh, misalnya didalam sumsum
tulang, kelenjar limfe, limfa, timus, sistem saluran napas, saluran cerna dan
beberapa organ lainnya. (Tizard, 2004; Rabson dkk., 2005).
Sistem imun dapat dibagi menjadi menjadi dua yaitu sistem imun
nonspesifik dan sistem imun spesifik. Mekanisme imunitas spesifik timbul atau
bekerja lebih lambat dibanding imunitas non spesifik. Pembagian sistem imun
dalam sistem imun spesifik dan non-spesifik hanya dimaksudkan untuk
mempermudah pengertian saja. Sebenarnya antara kedua sistem imun tersebut
terjadi kerja sama yang erat, yang satu tidak dapat dipisahkan dari yang lain. Pada
makalah ini akan dijelaskan tentang sistem imun spesifik dan sistem imun
nonspesifik, pembagian serta mekanisme kerja masing-masing secara ringkas.
Rangsangan terhadap sel-sel tersebut terjadi apabila kedalam tubuh
terpapar suatu zat yang oleh sel atau jaringan tadi dianggap asing. Konfigurasi
asing ini dinamakan antigen atau imunogen dan proses serta fenomena yang
menyertainya disebut dengan respons imun yang menghasilkan suatu zat yang
disebut dengan antibodi. Jadi antigen atau imunogen merupakan potensi dari zat-
zat yang dapat menginduksi respons imun tubuh yang dapat diamati baik secara
seluler ataupun humoral. Dalam keadaan tertentu (patologik), sistem imun tidak
dapat membedakan zat asing (non-self) dari zat yang berasal dari tubuhnya sendiri
(self), sehingga sel-sel dalam sistem imun membentuk zat anti terhadap jaringan
tubuhnya sendiri. Kejadian ini disebut dengan Autoimmun (Abbas dkk., 2007;
Baratawijaya, 2010)
1.2. Tujuan
Untuk mengetahui sistem imun pada tubuh, yaitu sistem imun non-spesifik
maupun sistem imun spesifik, mekanisme kerja masing-masing sistem imun serta
interaksi antar kedua sistem imun tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Respon imun humoral ada dalam darah dan cairan sekresi seperti
mukosa, saliva, air mata dan ASI. Elemen lain yang berperan penting dalam
respon imun humoral adalah sistem komplemen. Sistem komplemen diaktivasi
oleh reaksi antara antigen dan antibodi. Ketika aktif sistem komplemen akan
melisiskan sel target atau meningkatkan kemampuan fagositosis sel fagosit
(Benjamini et al., 2000).
Interaksi respon imun seluler dengan humoral disebut antibody
dependent cell mediated cytotoxicity (ADCC) karena sitolisis baru terjadi bila
dibantu antibodi. Dalam hal ini antibodi berfungsi melapisi antigen sasaran
sehingga sel NK dapat melekat pada sel atau antigen sasaran dan
menghancurkannya (Kresno,1996).
Imunitas seluler ditengahi oleh sekelompok limfosit yang berdiferensiasi
di bawah pengaruh timus (Thymus), sehingga diberi nama sel T. Cabang efektor
imunitas spesifik ini dilaksanakan langsung oleh limfosit yang tersensitisasi
spesifik atau oleh produk-produk sel spesifik yang dibentuk pada interaksi antara
imunogen dengan limfosit-limfosit tersensitisasi spesifik. Produk-produk sel
spesifikasi ini ialah limfokin-limfokin termasuk penghambat migrasi (migration
inhibition factor = MIF), sitotoksin, interferon dan lain sebagainya yang menjadi
efektor molekul-molekul dari imunitas seluler.
2.2. Imunomodulator
Imunomodulator adalah berbagai macam bahan baik rekombinan,
sintetik maupun alamiah yang merupakan obat-obatan yang digunakan dalam
imunoterapi yang dapat mengembalikan dan memperbaiki sistem imun yang
fungsinya terganggu atau untuk menekan yang fungsinya berlebihan
(Baratawidjaja, 2000). Pengaruh senyawa tersebut terhadap respon imun dapat
tergantung pada dosis, rute pemberian dan waktu pemberian. Imunoterapi
merupakan suatu pendekatan pengobatan dengan cara merestorasi,
meningkatkan atau mensupresi respon imun.
Ada dua cara mekanisme kerja dari obat imunomodulator yaitu up
regulation (menguatkan sistem imun tubuh/imunostimulasi dan imunorestorasi)
dan down regulation (menekan reaksi sistem imun yang berlebihan atau
imunosupresi) (Baratawidjaja, 2000). Imunostimulasi adalah cara memperbaiki
fungsi sistem imun menggunakan bahan yang merangsang sistem tersebut.
Bahan yang dapat menginduksi atau meningkatkan sistem imun disebut dengan
imunomostimulan, yang diperlukan pada pengobatan penyakit infeksi,
imunodefisiensi dan keganasan (kanker). Imunorestorasi adalah suatu cara
mengembalikan fungsi sistem imun yang terganggu dengan memberikan
berbagai komponen sistem imun, seperti immunoglobulin dalam bentuk
immune serum globulin (ISG), hyperimmune serum globulin (HSG), plasma,
transplantasi sumsum tulang, jaringan hati, timus, plasmaferesis, dan
leukoferesis (Baratawidjaja, 2000). Imunosupresi merupakan tindakan
menekan respon imun. Senyawa yang dapat menekan respon imun disebut
dengan imunosupresan. Penekanan sistem imun diperlukan pada beberapa
kondisi misalnya transplantasi organ dan penyakit inflamasi yang menimbulkan
kerusakan atau gejala sistemik seperti autoimun atau auto inflamasi
(Baratawidjaja, 2000).
2.3. Makrofag
Sel fagosit mononuklear adalah sel efektor yang berperan penting dalam
imunitas nonspesifik maupun imunitas spesifik. Sel fagosit mononuklear yang
paling dominan adalah makrofag. Makrofag berperan penting dalam pertahanan
hospes karena memproduksi sitokin yang menginisiasi dan meregulasi
inflamasi.
Makrofag akan memakan dan menghancurkan mikroba, serta
membersihkan jaringan yang mati dan menginisiasi proses perbaikan jaringan
(Abbas et al., 2014). Makrofag berperan dalam imunitas nonspesifik melalui
aksi fagositosis mikroba dan produksi sitokin yang selanjutnya akan
mengaktifkan mediator-mediator inflamasi. Sedangkan dalam imunitas spesifik
makrofag berperan sebagai efektor yang mengekspresikan protein mikroba
yang telah difagosit kepada sel T. Selanjutnya sel T akan menstimulasi
makrofag untuk menghancurkan mikroba tersebut. Pada permukaan makrofag
terdapat reseptor untuk antibodi yang apabila diduduki oleh antibodi akan
memicu fagositosis makrofag (Abbas et al., 2015).
Sel ini berasal dari sel induk pluripoten yang mengalami diferensiasi
menjadi sel pre-monosit yang meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke
dalam sirkuasi untuk selanjutnya berdiferensiasi menjadi monosit matang
(Baratawidjaja & Rengganis, 2009). Monosit adalah fagosit yang
didistribusikan secara luas di organ limfoid dan organ lainnya, berperan sebagai
APC yang akan mengenal dan menyerang mikroba dan sel kanker,
memproduksi sitokin, mengarahkan pertahanan sebagai respon terhadap
infeksi, remodeling dan perbaikan jaringan (Baratawidjaja & Rengganis, 2009).
Sel monosit yang matang akan bermigrasi ke berbagai jaringan untuk
berdiferensiasi menjadi makrofag jaringan spesifik dengan berbagai fungsi.
Makrofag yang hidup dalam jaringan sebagai makrofag residen (fixed
macrophage) berbentuk khusus tergantung jaringan yang ditempati, misalnya
di usus (makrofag intestinal), kulit (sel dendritik atau sel Langerhans), paru
(makrofag alveolar, sel Langerhans), hati (sel Kuppfer), otak (sel mikroglia),
ginjal (sel mesangial), jaringan ikat (histosit), tulang (osteoklas) dan cairan
peritoneum (makrofag peritoneal) (Baratawidjaja & Rengganis, 2009).
Makrofag memiliki dua fungsi utama yaitu menelan dan
menghancurkan agen infektif yang masuk ke dalam tubuh serta mengambil
antigen dan memprosesnya untuk kemudian menyajikan antigen tersebut pada
permukaannya kepada sel T. Fungsi makrofag yang kedua disebut dengan
Antigen Presenting Cell (APC). Makrofag dan monosit dapat hidup lama,
mempunyai beberapa granul dan melepas berbagai bahan di antaranya lisozim,
komplemen, interferon dan sitokin yang semuanya berkontribusi dalam
pertahanan nonspesifik maupun spesifik.
Gambar 3. Tahapan fagositosis mikroba oleh sel fagosit (Abbas et al., 2014).
Mikroba yang masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan reseptor
sel fagosit kemudian membran sel fagosit akan mengelilingi mikroba
yang terikat tadi dan pada akhirnya mikroba akan dicerna di dalam
fagosom. Di dalam sel fagosit terjadi fusi antara fagosom dan lisosom
membentuk fagolisosom. Sel fagosit menghasilkan ROS, NO dan
enzim lisosomal dalam fagolisosom sehingga menyebabkan mikroba
mati.
2.4. Limfosit
Limfosit merupakan turunan dari sel darah putih (leukosit) yang
berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh dalam melawan berbagai
penyakit infeksi. Limfosit berasal dari sel induk ploripoten yang berdiferensiasi
melalui jalur limfoid di dalam hati, sumsum tulang, dan timus sehingga
menjadi beberapa kelas utama (Kresno, 1996). Limfosit terdiri atas sel T (T H,
TC, TR), sel B dan sel NK (Baratawidjaja & Rengganis, 2009). Sel T
berdiferensiasi di dalam timus, sedangkan sel B berdiferensiasi di dalam
sumsum tulang belakang dan organ limfoid perifer. Pada burung sel B
berdiferensiasi dalam bursa Fabricius (Baratawidjaja & Rengganis, 2009). Sel
B mengalami maturasi menjadi sel plasma, atau sel B memori di bawah
+
pengaruh makrofag. Sel T dibedakan menjadi sel TH (CD4 ) yang dapat
+
mengenali antigen, sel T supresor yang mengatur dan sel TC (CD8 ) yang
+
langsung memusnahkan zat asing. Beberapa sel CD4 termasuk dalam subset
sel T spesial karena berfungsi mencegah atau membatasi respon imun, yaitu
2.5. Antibodi
Antibodi atau yang disebut juga imunoglobulin merupakan molekul
glikoprotein yang terdiri atas komponen polipeptida sebanyak 82-96% dan
selebihnya karbohidrat (Kresno, 1996). Antibodi dibentuk oleh sel B sebagai
respon atas adanya antigen yang bersifat imunologik masuk ke dalam tubuh
dan berperan dalam respon imun humoral. Antibodi yang terbentuk bersifat
spesifik terhadap antigen. Interaksi antara antigen dengan membran antibodi
pada sel B naive, menyebabkan terjadinya respon imun humoral. Setelah
disekresikan ke dalam sirkulasi darah dan cairan mukosal, antibodi akan
menetralkan dan mengeliminasi mikroba dan toksin mikroba yang berada di
luar sel inang (Abbas et al., 2014).
Antibodi memiliki dua fungsi yaitu fungsi netralisasi (mengikat antigen)
dan fungsi efektor yang diperantarai antibodi (Kresno, 1996). Fungsi efektor
terdiri atas netralisasi mikroba atau produknya yang toksik, aktivasi sistem
komplemen, opsonisasi antigen, lisis sel target dan hipersensitivitas tipe segera.
Molekul antibodi dibentuk sel B dalam dua bentuk yaitu sebagai reseptor
permukaan antigen dan sebagai antibodi yang disekresikan ke dalam cairan
ekstraseluler. Pengikatan antigen harus disertai dengan fungsi efektor sekunder
agar antigen terikat kuat dengan imunoglobulin. Fungsi efektor sekunder yaitu
memacu aktivasi komplemen dan merangsang pelepasan hitamin oleh basofil
atau sel mast. Opsonisasi antigen oleh imunoglobulin memudahkan APC
memproses dan menyajikan antigen kepada sel T.
Gambar 4. Respon imun primer dan sekunder sel B (Abbas et al., 2014). Antigen
X dan Y akan menginduksi produksi antibodi yang berbeda, yang
merefleksikan spesifisitas antibodi tersebut. Respon sekunder terhadap
antigen X lebih cepat dan besar dibandingkan dengan respon primer dan
berbeda dengan respon primer terhadap antigen Y. Level produksi antibodi
dinyatakan sebagai nilai arbitrari dan bervariasi tergantung tipe antigen
yang memapar. Setelah imunisasi, repon imun primer akan muncul 1-3
minggu sedangkan respon imun sekunder muncul akan muncul 2-7 hari
tetapi kecepatannya sangat dipengaruhi oleh antigen dan sifat imunisasi.
Nurrochmad A., Lukitaningsih E., Meiyanto E., 20100, Anti cancer activity of
rodent tuber Typhonium flagelliforme (Lodd) Blume on human breast
cancer T47D cells. Int J Phytomedicine: 138-46.
Nworu C. S., Akah P. A., Okoye F. B., Proksch P., Esimone C.O., 2010, The
effect of Phyllantus niruri aqueous extract on the activation of murine
lymphocytes and bone –derived macrophages, Immunol Invest., 39
(3):246-67.
Roitt, I.M. & Delves, P.J., 2008, Roitt’s Essential Immunology, Tenth Edition,
Blackwell Science Ltd, Osney Mead Oxford OX2 OEL.
Stites, D.P. & Terr, A.I., 1990, Basic and Clinical Immunology, Seven Edition,
Appleton and Lange, U.S.A.
Sudewo, B., 2005, Basmi Penyakit dengan Sirih Merah, 22, 35-36, Agromedia
Pustaka, Jakarta.
Syariefa, E., 2006, Resep Sirih Wulung untuk Putih Merona Hingga Kanker
Ganas, Trubus, 434, 88.
Trubus, 2010, Herbal Indonesia Berkhasiat Bukti Ilmiah dan Cara Racik,
Trubus,8:436-440.
Vania, 2014, Wawancara atau komunikasi pribadi dengan penulis, 28
Februari 2014.
Wagner, H. & Bladt, S., 1984, Plant Drug Analysis: A Thin Layer
Chromatography Atlas, Secon edition, Springer Verlag, Berlin.
Wang, K., Saito, S., Bisikirska, B., Alvarez, M., Rajbhandari, P., et al, 2009,
Genome-wide identification of post-translation modulators of
transcription factor activity in human B cells. Nature Biotech. 27:829.