Anda di halaman 1dari 38

RESUME ANATOMI FISIOLOGI

OLEH KELOMPOK 2

KELAS C KELAS D

Nurfauzia N. Luawo Alysha Chamila Mile

Fitri Anggraini K. Putri Treziani Nurfadila Sopyan

Siti Sintiya Palowa Anjeli Febriani Maku

Frengki Igris Ecen Ibrahim Djafar

Ferawati Aprilin A. Datau Arif Rahman Salam

Gladis Riskilawati Putri Laboro Belawati Hadju

Febriani Hinur Adelia Delia Thamrin

Firgita Lasido Wellysantoso

Felmawati H. Waladow

UNIVERSITAS MUHAMMAIYAH GORONTALO

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

T.A 2020
RESUME ANATOMI FISIOLOGI

A. Muskuloskeletal System
Muskuloskeletal berasal dari kata muskulo (muskular) yang berarti otot dan kata
skeletal yang berarti rangka/tulang. Muskulo adalah jaringan otot-otot tubuh yang di
pelajari secara khusus melalui ilmu biologi sedangkan yang di maksud dengan skeletal
atau osteo adalah tulang rangka tubuh yang di pelajari dalam ilmu osteologi.
muskuloskeletal terdiri dari:
- muskulo/ otot
- skeletal/ tulang
1. Muskulo/ Otot. Otot adalah organ yang memungkinkan tubuh dapat bergerak. Semua sel-
sel otot mempunyai kekhususan yaitu berkontraksi. Terdapat lebih dari 600 buah otot pada
tubuh manusia. Sebagian besar otot-otot tersebut dilekatkan pada tulang-tulang kerangka
tubuh oleh tendon, dan sebagian kecil ada yang melekat dibawah permukaan kulit.
a. Fungsi Sistem Muskulo
- Pergerakan. Otot menghasilkan gerakan pada tulang tempat otot tesebut melekat dan
bergerak dalam bagian organ internal tubuh.
- Penopang tubuh dan mempertahankan postur. Otot menopang rangka dan
mempertahankan tubuh saaat berada dalam posisi berdiri atau saat duduk terhadap
gaya gravitasi.
- Produksi panas. Kontraksi otot-otot secara metabolis menghasilkan panas untuk
mempertahankan suhu tubuh normal.
- Menyimpan cadangan makanan.
- Memberi bentuk luar tubuh.
b. Ciri-Ciri Sistem Muskulo
- Kontraktilitas. Serabut otot berkontraksi dan menegang, yang dapat atau tidak
melibatkan pemendekan otot.
- Eksitabilitas. Serabut otot akan merespons dengan kuat jika distimulasi oleh impuls
saraf.
- Ekstensibilitas. Serabut otot memiliki kemampuan untuk menegang melebihi panjang
otot saat rileks.
- Elastisitas. Serabut otot dapat kembali ke ukuran semula setelah berkontraksi atau
meregang.
c. Jenis-jenis Otot
1) Otot Rangka.

Otot rangka merupakan otot lurik, volunter, dan melekat pada rangka. Serabut
otot sangat panjang, panjangnya sampai 30 cm berbentuk silindris dengan lebar
berkisar antara 10 mikron sampai 100 mikron. Setiap serabut memiliki banyak inti
yang tersusun di bagian perifer. Kontraksi otot rangka sangat cepat, kuat, sebentar dan
cepat lelah.

Struktur Mikroskopis Otot Rangka :


- Otot skelet disusun oleh bundel-bundel paralel yang terdiri dari serabut-serabut
berbentuk silinder yang panjang, disebut myofiber/ serabut otot.
- Setiap serabut otot sesungguhnya adalah sebuah sel yang mempunyai banyak nukleus
ditepinya.
- Cytoplasma dari sel otot disebut sarcoplasma yang penuh dengan bermacam-macam
organella, kebanyakan berbentuk silinder yang panjang disebut dengan myofibril.
- Myofibril disusun oleh myofilament-myofilament yang berbeda-beda ukurannya:yang
kasar terdiri dari protein myosin, yang halus terdiri dari protein aktin/ actin.
2) Otot Polos

Merupakan otot tidak berlurik dan involunter. jenis otot ini dapat ditemukan
pada dinding berongga seperti kandung kemih dan uterus, serta pada dinding tuba,
seperti pada sistem respiratorik, pencernaan, reproduksi, urinarius, dan sistem sirkulasi
darah. otot polos adalah serabut otot berbentuk spindel dengan nukleus sentral,
berukuran kecil berkisar antara 20 mikron (melapisi pembuluh darah) sampai 0,5 mm
pada uterus wanita hamil. kontraksi otot polos kuat dan lambat.

Jenis-Jenis Otot Polos

- Otot polos unit ganda, ditemukan pada dindng pembuluh darah besar, pada jalan udara
besar traktus respiratorik, pada otot mata yang memfokuskan lensa dan menyesuaikan
ukuran pupil dan pada otot erektor pili rambut.
- Otot polos unit tunggal (viseral), ditemukan tersusun dalam lapisan dinding organ
berongga atau visera.
3) Otot Jantung
Otot jantung merupakan otot lurik, disebut juga otot seran lintang involunter.
otot ini hanya terdapat pada jantung. otot jantung bekerja terus menerus ssetiap saat
tanpa henti, tapi otot jantung juga mempunyai masa istirahat, yaitu setiap kali
berdenyut. inti otot jantung berada di tengah, serabut ototnya bercabang dan bersatu
dengan serabut disebelahnya, kontraksi otot jantung otomatis dan ritmis.
d. Karakteristik Kontraksi Otot

-Kontraksi Isometrik : panjang otot tetap dan tonus otot meningkat

-Kontraksi Isotonik : otot memendek dan tonus otot meningkat

e. Tonus Otot

Pada saat keadaan otot tidak digerakkan otot tersebut memang tidak dalam
keadaan fleksi namun terdapat renggangan dalam satuan tertentu antar otot, keadaan
renggangan inilah yang disebut dengan tonus otot (kontraksi yang terus dipertahankan
oleh otot).keadaan tonus otot menurun disebut hipotoni. sedangakan keadaan tonus
otot meningkat disebut hipertoni. pemeriksaan tonus otot dapat dilakukan dengan cara
palpasi dan gerak aktif.

f. Kelelahan Otot
kelelahan otot adalah otot yang berkontraksi kuat secara terus menerus.
penyebab kelelahan otot adalah : kehabisan cadangan glikogen, transmisi signal
melalui neuromuskular junction berkurang, gangguan suplai nutrien terutama O2,
gangguan aliran darah.
g. Sifat Kerja Otot

-Fleksor X ekstensor

-Supinasi X pronasi

-Depressor X lefator
-Sinergis X antagonis

-Dilatator X konstriktor

-Ddduktor X abductor

h. Remodelling Otot
-Hipertrofi otot disebabkan karena peningkatan filamen aktin dan myosin
-Atrofi otot disebabkan karena penurunan filamen aktin dan myosin
i. Rigor Mortis
merupakan kontraktur yang terjadi beberapa jam setelah meninggal.
penyebabnya adalah hilangnya semua ATP sehingga menyebabkan gagalnya
relaksasi otot. rigor mortis akan hilang setelah 15-25 jam, bila protein otot sudah
mengalami penghancuran akibat proses etolisis oleh enzim lisosom.
2. Skeletal/ Tulang
a. Fungsi Tulang :
1. penunjang (support)

-Tulang-tulang ekstremitas inferior, cingulum pelvicum, columna vertebralis.

-Mandibula pada gigi

-Tulang lainnya yang menunjang organ dan jaringan

2. perlindungan (protection)

-Cranium melindungi otak

-Costae dan sternum yang melindungi paru-paru dan jantung

-Vertebrae melindungi corda spinalis

3. Pergerakan (movement)
4. Penyimpanan mineral dan jaringan lemak (adiposa)

-99% kalsium tubuh

-85% fosfor
-Jaringan adiposa terdapat pada cavum medullare tulang-tulang tertentu

5. Hematopoiesis. pembentukan sel-sel darah di cavum medullare

b. Klasifikasi Tulang

Berdasarkan letak :

1. Axial skeleton
- Membentuk sumbu panjang tubuh
- Terdiri dari : cranium, columna vertebralis, dan costae
- Berfungsi sebagai : proteksi dan support
2. Appendicular skeleton
- Tulang ekstremitas superior dan inferior beserta cingulumnya (cingulum pectorale dan
pelvicum)
- Berfungsi sebagai : lokomosi dan perlindungan terhadap lingkungan

Berdasarkan struktur :

1. Pars cartilaginosa
- perichondrium
2. Pars ossea
- Periostenum, terdiri dari : osteoprogenitor, osteoblast.endosteum, terdiri dari :
osteoblast, osteoclast.
- Substantia compacta
- Substantia spongiosa (trabecularis)

Berdasarkan bentuk :

1. Os longum (terutama pada skeleton appendiculare)


- Epiphysis
- Diaphysis
- Metaphysis
2. Os breve
- Cuboid; os carpalia
- Eksterior : subs compacta; interior: subs spongiosa
3. Os planum
- Subs compacta lebih sedikit dari pada subs spongiosa
- Os scapulae, sternum, costae, >> cranium
4. Os irregular
- Bentuk tidak beraturan
- Os vertebrae, coxae, sphenoidalem, ethmoidale
c. Komposisi Tulang
 air : 50%
 padatan : 50%
 organik 31% (1/3),  terdiri dari serabut kolagen dan materi organik yang lain yang
disekresi oleh osteoblast, fleksibilitas terhadap stretching dan twisting
 inorganik 69% (2/3)terutama terdiri dari : kalsium fosfat dan kalsium hidroksi,
menghsilkan tulang yang keras dan tahan terhadap tekanan

d. Faktor Pertumbuhan Tulang

1. Nutrisi. kecukupan vitamin dan mineral


2. Hormon, pada anak-anak berfungsi sebagai stimulan pembelahan sel. hormon yang
berpengaruhi adalah hormon pertumbuhan (di kelenjar pituitary), hormone tyrosin dan
calcitonin (di kelenjar tiroid), hormon insulin (di kelenjar pankreas), kelenjar
paratiroid, hormon estrogen dan progesterone (diovarium dan testis).
e. Proses Penuaan
1. Demineralisasi- kehilangan mineral (osteoporosis)
- Pada wanita umur 40-45 tahun karena turunnya kadar estrogen dengan cepat
- Pada laki-laki dimulai usia 60 tahun dan bertahap
2. Turunnya sintesa protein
- Hormon pertumbuhan menurun
- Produksi kolageb menurun, tulang lebih keras dan mudah fraktur

3. Sendi
Sendi adalah: Tempat dimana dua tulang atau lebih saling berhubungan, dimana
diantara tulang-tulang ini dapat terjadi pergerakan atau tidak.

a. Komponen Penunjang Sendi


- Ligamen. Jaringan ikat yang menghubungkan tulang dengan tulang
- Tendon. Jaringan ikat yang menghubungkan otot dengan tulang
- Cairan Sinovial. Cairan pelumas pada ujung-ujung tulang yang terdapat pada bagian
kapsul sendi
- Tulang Rawan Hialin. Jaringan tulang rawan yang menutupi kedua ujung tulang yang
membentuk persendian. Berguna untuk menjaga persendian dari benturan keras
b. Klasifikasi Sendi

Berdasarkan jaringan penghubungnya :

1. Sendi fibrosa, adalah suatu persendian, dimana permukaan tulang yang bersendi


dihubungkan oleh jaringan fibrosa, sehingga kemungkinan geraknya sangat sedikit.
Contoh: Sutura yang menghubungkan tengkorak, Art. Tibio fibularis inferior
2. Sendi kartilagenosa

Terbagi atas :

- Sendi kartilaginosa primer. adalah suatu persendiaan yang tulang-tulangnya disatukan


oleh suatu lempeng atau potongan rawan hyaline. pada persendiaan ini tidak ada
pergerakan yang mungkin dilakukan. Ex : Persatuan antara epifise dan diafise, Antara
iga I dan manubrium sterni
- Sendi kartilaginosa sekunder. adalah suatu persendian yang tulang-tulangnya
disatukan oleh suatu lempeng rawan fibrosa dan permukaan sendi ini diliputi oleh
lapisan rawan hialin yang tipispergerakan yang mungkin dilakukan           tergantung
pada sifat fisik rawan fibrosa. Ex : Art. Intervertebralis, Symphisis osis pubis
- Sendi synovialAdalah suatu persendian yang    mempunyai kemungkinan gerak
banyak sekali, karena terdapatnya diskontinuitet diantara tulang-tulang yang bersendi
(terdapatnya rongga sendi).Ciri-ciri :Ujung tulang bersendi dibedakan atas:caput
artilacularis, cavitas glenoidales, Cavum articularis, rongga yang terdapat di antara
ujung-ujung tulang
- Membran synovial. rongga sendi yang dibatasi oleh membran synovial yang berjalan
dari permukaan sendi yang satu ke yang lainnya. Disebelah luar membran sinavial
dilindungi oleh kapsula sendi (articularis). Permukaan sendi dilumasi oleh cairan
kental: cairan synovial

Sinovial dibatasi oleh:Bentuk tulang yang membentuk sendi, Struktur anatomi


sekitarnya, Ligamentum fibrosa yang menghubungkan

Jenis-jenis sendi synovial :Menurut susunan, permukaan dan pergerakan yang


mungkin dilakukan, sendi ini terbagi:Sendi Plana, Datarpermukaan sendi datar atau
hampir datarsehingga memungkinkan tulang saling bergeser satu sama lain.

- Sendi Engsel = Ginglimus = Hingo Joint. sendi ini mirip engsel pada pintu. sumbu
gerak tegak lurus pada arah panjang tulang. gerakan yang bisa dilakukan : Flexio,
Ixtensio. contoh: sendi lutut, sendi siku, sendi mata kaki
- Sendi Condyloidea. sendi ini mempunyai permukaan konveryang   nyata dan bersendi
dengan permukaan yang konkaf. sumbu gerak dan panjang tulang parallel. gerak yang
bisa dilakukan: flexio, extension, abduksi, adduksi, sedikit rotasi. contoh: art.
Metacapo. Phalangea, art. Interphalangea
- Sendi Elipsoidea. permukaan sendi berbentuk konvex ellips yang sesuai dengan
permukaan sendi (konkaf ellips). contoh: art. Carpalia. gerak yang bisa dilakukan:
flexio, extension, abduksio, adduksio
- Sendi Pasak/Sendi Kisar=pivot art. = rotary art. terdapat pasak tulang yang dikelilingi
oleh cincin ligamentum tulang. sumbu gerak sesuai panjang tulang. gerak yang bisa
dilakukan: rotasio. contoh: art. Atlanto-dentalis, art. Radio ulnaris sup
- Sendi Pelana = Art. Sellaris = saddle – shaplo. permukaan sendi berbentuk konkavo-
konvex yang saling berlawanan dan mirip pelana kuda. gerakan yang dapat dilakukan:
Flexio/extension, Abduksio/add, Rotasio. contoh : Art. Carpo-metacacarpa I
- Sendi Peluru = ball and socket = art. Globoidea. pada sendi ini: kepala sendi berbentuk
bola, lekuk sendi berbentuk socket. bentuk sendi ini memungkinkan pergerakan yang
sangat bebas yaitu: flexi, ext, abd, add, rotasi dan circumdixsi. contoh: sendi bahu,
sendi panggul

Berdasarkan hubungan antar tulang (artikulasi) :

1) Sinartrosis (sendi mati), Persendian yang tidak dapat digerakkan, misalnya hubungan
antar tulang kepala. Sinartrosis ada dua bagian, yaitu : sinfibrosis dan sikondrosis
2) Amfiartrosis, Persendian yang menggerakkan dengan gerakan yang sangat terbatas.
Ex: Hubungan antar tulang rusuk dan tulang belakang
3) Diartrosis (sendi gerak), Persendian yang paling bebas gerakannya. Macam-macam
sendi gerak :
- Sendi peluru
- Sendi engsel
- Sendi putar
- Sendi pelana
- Sendi Luncur
c. Stabilitas Sendi

Tergantung pada:

- Bentuk, ukuran dan permukaan sendi. contoh: ball & socket pada sendi panggul
- Ligamentum
Lig. Fibrosa mencegah pergerakkan sendi yang berlebihan
Lig. Elastik mengembalikan ke panjang asalnya setelah teregang
- Tonus Otot
d. Hokum Hilton
Saraf yang mempersarafi sendi juga mempersarafi otot yang menggerakkan sendi
dan kulit sekitar insertio otot tersebut
B. Neurology Sistem

Sistem saraf merupakan sistem koordinasi (pengaturan tubuh) berupa penghantaran impul
saraf ke susunan saraf pusat, pemrosesan impul saraf dan perintah untuk memberi tanggapan
rangsangan. Unit terkecil pelaksanaan kerja sistem saraf ialah sel saraf atau neuron. Sistem saraf
sangat berperan dalam iritabilitas tubuh. Iritabilitas memungkinkan makhluk hidup bisa
menyesuaikan diri dan menanggapi perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya. Jadi,
iritabilitas yaitu kemampuan menanggapi rangsangan.

Sistem saraf memiliki tiga fungsi utama, yakni menerima informasi dalam bentuk
rangsangan atau stimulus; memproses informasi yang diterima; serta memberi tanggapan (respon)
terhadap rangsangan.

Penyusun Sel Saraf

Sistem saraf tersusun atas sel-sel saraf yang disebut neuron. Neuron merupakan
unit struktural dan fungsional dari sistem saraf. Neuron memiliki kemampuan mersepon
rangsangan yang cukup kuat. Neuron tidak bisa mengalami pembelahan sehingga tidak
dapat diganti jika sudah rusak. Neuron bersatu membentuk jaringan untuk mengantarkan
suatu impuls (rangsangan)

1. Dendrit adalah serabut sel saraf pendek dan bercabang-cabang. Dendrit merupakan
perluasan dari badan sel. Dendrit berfungsi untuk menerima dan mengantarkan
rangsangan ke badan sel.
2. Badan Sel adalah bagian yang paling besar dari sel saraf. Badan sel berfungsi
untuk menerima rangsangan dari dendrit dan meneruskannya ke akson. Badan sel
saraf mengandung inti sel dan sitoplasma.
3. Nukleus adalah inti sel saraf yang berfungsi sebagai pengatur kegiatan sel saraf
(neuron).
4. Neurit (Akson) adalah tonjolan sitoplasma yang panjang (lebih panjang daripada
dendrit), berfungsi untuk menjalarkan impuls saraf meninggalkan badan sel saraf
ke neuron atau jaringan lainnya. Jumlah akson biasanya hanya satu pada setiap
neuron.
5. Selubung Mielin adalah sebuah selaput yang banyak mengandung lemak yang
berfungsi untuk melindungi akson dari kerusakan. Selubung mielin bersegmen-
segmen. Lekukan di antara dua segmen disebut nodus ranvier.
6. Sel Schwann adalah jaringan yang membantu menyediakan makanan untuk neurit
(akson) dan membantu regenerasi neurit (akson).
7. Nodus ranvier berfungsi untuk mempercepat transmisi impuls saraf. Adanya nodus
ranvier tersebut memungkinkan saraf meloncat dari satu nodus ke nodus yang lain,
sehingga impuls lebih cepat sampai pada tujuan.
8. Sinapsis adalah pertemuan antara ujung neurit (akson) di sel saraf satu dan ujung
dendrit di sel saraf lainnya. Pada setiap sinapsis terdapat celah sinapsis. Pada
bagian ujung akson terdapat kantong yang disebut bulbus akson. Kantong tersebut
berisi zat kimia yang disebut neurotransmiter. Neurotransmiter dapat berupa
asetilkolin dan kolinesterase yang berfungsi dalam penyampaian impuls saraf pada
sinapsis.

Menurut fungsinya, ada tiga jenis sel saraf yaitu:

1. Sel saraf sensorik adalah sel saraf yang mempunyai fungsi menerima rangsang
yang datang kepada tubuh atau panca indra, dirubah menjadi impuls (rangsangan)
saraf, dan meneruskannya ke otak. Badan sel saraf ini bergerombol membentuk
ganglia, akson pendek, dan dendritnya panjang.
2. Sel saraf motorik adalah sel saraf yang mempunyai fungsi untuk membawa impuls
saraf dari pusat saraf (otak) dan sumsum tulang belakang menuju otot. Sel saraf
ini mempunyai dendrit yang pendek dan akson yang panjang.
3. Sel saraf penghubung adalah sel saraf yang banyak terdapat di dalam otak dan
sumsum tulang belakang. Neuron (sel saraf) tersebut berfungsi untuk
menghubungkan atau meneruskan impuls (rangsangan) dari sel saraf sensorik ke
sel saraf motorik

Fungsi Sistem Saraf

- Menerima berbagai sensasi dari dalam dan luar tubuh.


- Bereaksi pada sensasi tersebut, menghadapinya secara otomatis atau merasakan dan
memikirkannya.
- Menyimpan memori dan melepaskannya bila dibutuhkan.
- Mengekspresikan emosi.
- Mengirimkan pesan untuk bagiab sistem saraf lain, untuk otot, kelenjar endokrin dan
organ lain.
- Mengontrol tubuh dengan mempertahankan kesehatan, menghindari atau menghadapi
bahaya dan mengingatkan aktivitas yang menyenangkan.

1. System saraf pusat


Sistem saraf pusat mempunyai fungsi utama dalam memegang semua kendali dan
juga pengaturan terhadap keseluruhan kerja dari bagian jaringan saraf sampai ke bagian
sel saraf. Sistem saraf pusat meliputi bagian atas otak besar, bagian otak kecil, bagian
sumsum lanjutan, dan juga bagian sumsum tulang belakang.
a. Otak besar (cerebrum)
Cerebrum adalah bagian otak yang paling besar kira-kira 80% dari berat otak,
cerebrum mempunyai 2 hemisfer yang di hubungkan oleh korpus kallosum. Setiap
hemisfer terbagi atas 4 lobus yaitu lobus fontal, varietal, temporal dan oksifital. Lobus
fontal berfungsi sebagai aktivitas motorik, fungsi intektual, emosi, dan fungsi fisik.
Pada bagian frontal bagian kiri terdapat broca yang berfungsi pusat motorik bahasa.
Lobus Varietal terdapat sensori primer dari korteks, berfungsi sebagai proses input
sensori, sensasi posisi, sensasi raba, tekanan dan perubahan suhu ringan. Lobus
temporal mengandung area auditorius, tempat tujuan sensasi yang datang dari telinga.
berfungsi sebagai input perasa pendengaran, pengecap, penciuman dan proses memori.
Lobus oksivital mengandung area visual otak, berfungsi sebagai penerima informasi
dan penafsiran warna, refleks visual.
b. Otak kecil (cerebelum)
Otak Kecil bisa ditemukan pada bagian belakang kepala dan juga dekat dengan
leher. Fungsi utama dari otak kecil ialah digunakan sebagai pusat terjadinya suatu
koordinasi terhadap gerakan otot yang biasanya terjadi secara sadar, berpengaruh pada
keseimbangan, dan juga posisi tubuh.
Apabila terjadi suatu rangsangan yang ternyata membahayakan, maka gerakan
yang bersifat sadar dan normal tidak akan mungkin bisa dilakukan. Bagian otak kecil
merupakan suatu tempat yang menjadi pusat dari keseimbangan. Jika ditemukan terjadi
suatu kerusakan pada bagian otak kecil, maka hal yang akan terjadi ialah semua
gerakan otot yang sedang berlangsung tidak bisa dikoordinasikan dengan baik.

c. Sumsum lanjutan

Sumsum lanjutan terdapat di muka otak kecil dan di bawah otak besar, dan
merupakan perpanjangan dari sumsum tulang belakang. Bagian dalamnya berisi neuron
sehingga berwarna kelabu. Sedangkan, bagian luarnya berwarna putih karena berisi
neurit dan dendrit. Fungsi sumsum lanjutan adalah sebagai pengatur pernapasan,
gerakan jantung, dan gerak alat pencernaan.

Selain itu, bagian sumsum lanjutan mempunyai peran khusus dalam


mengantarkan semua impuls yang datang kemudian dibawa menuju bagian otak.
Sumsum lanjutan pun sangat berpengaruh terhadap gerak refleks fisiologi, meliputi
tekanan darah, jantung, respirasi, volume, sekresi kelenjar pencernaan dan juga
pencernaan.

d. Sumsum tulang belakang (Medulla Spinalis)

Sumsum tulang belakang (medulla spinalis) merupakan perpanjangan dari


sistem saraf pusat. Seperti halnya dengan sistem saraf pusat yang dilindungi oleh
tengkorak kepala yang keras, sumsum tulang belakang juga dilindungi oleh ruas-ruas
tulang belakang. Sumsum tulang belakang memanjang dari pangkal leher, hingga ke
selangkangan. Bila sumsum tulang belakang ini mengalami cidera ditempat tertentu,
maka akan mempengaruhi sistem saraf disekitarnya, bahkan bisa menyebabkan
kelumpuhan di area bagian bawah tubuh, seperti anggota gerak bawah (kaki). Ruas-
ruas tulang belakang yang melindungi sumsum tulang belakang ini adalah sebagai
berikut:
1. Vertebra Servikalis (ruas tulang leher) yang berjumlah 7 buah dan membentuk
daerah tengkuk.
2. Vertebra Torakalis (ruas tulang punggung) yang berjumlah 12 buah dan
membentuk bagian belakang torax atau dada.
3. Vertebra Lumbalis (ruas tulang pinggang) yang berjumlah 5 buah dan
membentuk daerah lumbal atau pinggang.
4. Vertebra Sakralis (ruas tulang kelangkang) yang berjumlah 5 buah dan
membentuk os sakrum (tulang kelangkang).
5. Vertebra koksigeus (ruas tulang tungging) yang berjumlah 4 buah dan
membentuk tulang koksigeus (tulang tungging)

2. System saraf tepi


Saraf otak dan saraf sumsum tulang belakang. Saraf otak adalah saraf yang keluar
dari otak menuju alat-alat indra, misalnya mata, telinga, hidung, atau menuju otot-otot dan
kelenjar tertentu. Saraf otak terdiri atas 12 pasang. Saraf sumsum tulang belakang adalah
saraf yang keluar dari sumsum tulang belakang menuju alat-alat gerak tubuh, seperti
lengan dan kaki, serta otot tubuh lain seperti otot dada dan leher. Saraf ini terdiri atas 31
pasang.
Selain kedua saraf tersebut, pada sistem saraf tepi juga terdapat saraf tak sadar
(saraf otonom) yang berfungsi mengatur kegitan organ tubuh yang bekerja diluar
kesadaran. Saraf otonom terdiri atas sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik.
Sistem kerja keduanya saling berlawanan.
a. Sistem Saraf Sadar

Sistem saraf sadar bekerja atas dasar kesadaran dan kemauan kita. Ketika Anda
makan, menulis, berbicara, maka saraf inilah yang mengkoordinirnya. Saraf ini mene-
ruskan impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat, dan meneruskan impuls dari sistem
saraf pusat ke semua otot kerangka tubuh. Sistem saraf sadar terdiri atas 12 pasang
saraf kranial, yang keluar dari otak dan 31 pasang saraf spinal yang keluar dari
sumsum tulang belakang 31 pasang saraf spinal.

- Saraf olfaktori, saraf optik, dan saraf auditori. Saraf-saraf ini merupakansaraf sensori.
- Saraf okulomotori, troklear, abdusen, spinal, hipoglosal. Kelima saraf tersebut
merupakan saraf motorik.
- Saraf trigeminal, fasial, glossofaringeal, dan vagus. Keempat saraf tersebut merupakan
saraf gabungan dari saraf sensorik dan motorik. Agar lebih memahami tentang jenis-
jenis saraf kranial.
b. Sistem Saraf Tak Sadar (Otonom)

Sistem saraf ini bekerja tanpa disadari, secara otomatis, dan tidak di bawah
kehendak saraf pusat. Contoh gerakan tersebut misalnya denyut jantung, perubahan
pupil mata, gerak alat pencernaan, pengeluaran keringat, dan lain-lain. Kerja saraf
otonom ternyata sedikit banyak dipengaruhi oleh hipotalamus di otak. Coba Anda
ingat kembali fungsi hipotalamus yang sudah dijelaskan di depan. Apabila
hipotalamus dirangsang, maka akan berpengaruh terhadap gerak otonom seperti
contoh yang telah diambil, antara lain mempercepat denyut jantung, melebarkan pupil
mata, dan menghambat kerja saluran pencernaan. Sistem saraf otonom ini dibedakan
menjadi dua, yaitu :

1) Saraf Simpatik
Saraf ini terletak di depan ruas tulang belakang. Fungsi saraf ini terutama
untuk memacu kerja organ tubuh, walaupun ada beberapa yang malah menghambat
kerja organ tubuh. Fungsi memacu, antara lain mempercepat detak jantung,
memperbesar pupil mata, memperbesar bronkus. Adapun fungsi yang menghambat,
antara lain memperlambat kerja alat pencernaan, menghambat ereksi, dan
menghambat kontraksi kantung seni.
2) Sistem Saraf Parasimpatik

Saraf ini memiliki fungsi kerja yang berlawanan jika dibandingkan dengan
saraf simpatik. Saraf parasimpatik memiliki fungsi, antara lain menghambat detak
jantung, memperkecil pupil mata, memperkecil bronkus, mempercepat kerja alat
pencernaan, merangsang ereksi, dan mepercepat kontraksi kantung seni. Karena cara
kerja kedua saraf itu berlawanan, makamengakibatkan keadaan yang normal.
C. Imunologi dan Onkologi Sistem
A. Imunologi System
1. Sistem Imun

Sistem imun adalah suatu sistem kompleks yang memberikan respon imun

(humoral dan seluler) untuk menghadapi agens asing spesifik seperti bakteri, virus,

toksin, atau zat lain yang oleh tubuh dianggap “bukan bagian diri”. Sistem imun dapat

membedakan berbagai zat asing dan responnya terutama jika dibutuhkan. Respon imun

memiliki kemampuan untuk mengingat kembali kontak sebelumnya dengan suatu agens

tertentu, sehingga pajanan berikutnya akan menimbulkan respon yang lebih cepat dan

lebih besar (Sloane, 2004 : 255).

Sistem imun meliputi organ-organ limfoid primer (sumsum tulang belakang dan

kelenjar timus), jaringan limfoid sekunder (nodus limfe, limpa, adenoid, amandel, bercak

peyer pada usus halus, dan apendiks), juga beberapa sel lain yang dan produksi sel

(Sloane, 2004 : 252).

Respon imun itu dapat dinyatakan dengan salah satu dari dua mekanisme yang

berlainan. Beberapa respon imun dilakukan oleh sel-sel hidup, populasi khusus kimfosit.

Respon seperti itu dikatakan ditengahi sel. Respon imun yang lain dilakukan oleh

molekul protein yang dinamai antibodi, yang tersimpan dalam limfadan plasma darah

(Kimball, 2005 : 540). Walaupun demikian, respon imun terhadap “diri sendiri” dapat

terjadi dan membentuk suatu kondisi yang disebut autoimunitas. Autoimunitas dapat

menyebabkan efek patologis pada tubuh (Sloane, 2004 : 255).

a. Antigen

Antigen adalah suatu zat yang menyebabkan respons imun spesifik. Antigen

biasanya berupa zat dengan berat molekul besar dan juga kompleks zat kimia seperti
proteindan polisakarida.

a. Determinan antigenic (epitop) adalah kelompok kimia terkecil dari suatu antigen

yang dapat membangkitkan respons imun. Suatu antigen dapat memiliki dua

atau lebih molekul determinan antigenik, satu molekul pun dalam keadaan yang

sesuai dapat menstimulasi respons yang jelas.

b. Hapten adalah senyawa kecil yang jika sendirian tidak dapat menginduksi

respons imun, tetapi senyawa ini menjadi imunogenik jika bersatu dengan

carrier yang berat molekulnya besar, seperti protein serum.

c. Hapten dapat berupa obat, antibiotic, zat tambahan makanan, atau kosmetik. Ada

banyak senyawa dengan berat molekul kecil yang jika berkonjugasi dengan

carrier dalam tubuh dapat membentuk imunogenisitas. Misalnya, pada beberapa

orang penisilin tidak bersifat antigenic sampai penisilin tersebut bergabung

dengan protein serum dan mampu memicu respons imun.

b. Antibodi

Antibodi adalah suatu protein yang dihasilkan sistem imun sebagai respons
terhadap keberadaan antigen dan akan bereaksi khususnya dengan antigen tersebut.
Sebuah molekul antibodi terdiri dari empat rantai polipeptida: dua rantai berat
identik dan dua rantai ringan identik. Istilah berat dan ringan mengacu pada berat
molekul relatifnya. Rantai-rantai dihubungkan dengan ikatan disulfida (-S-S-) dan
ikatan lain untuk membentuk molekul berbentuk Y yang memiliki area hinge
(engsel) fleksibel. Ini untuk memungkinkan terjadinya perubahan bentuk saat
bereaksi dengan jumlah antigen maksimum. regia variable pada rantai berat dan
ringan terletak di bagian ujung lengan Y. regia ini membentuk dua sisi pengikat
yang disebut bivalen.

a. Regia variable pada antibodi yang berbeda memiliki rangkaian asam amino
yang berbeda.
b. Spesifitas suatu antibodi terhadap antigen tertentu bergantung pada struktur
regia variabelnya.
c. Regia konstan terdiri dari lengan Y dan batang molekul, selalu identik pada
semua antibodi dari kelas yang sama.

Kelas antibodi adalah sekelompok protein plasma yang disebut immunoglobulin


(Ig).

2. Struktur Sistem Imun

Jaringan dan organ yang merupakan sistem imun berserakan di seluruh

tubuh. Pada manusia (dan mamalia lain), organ-organ pusat sistem tersebut ialah

sumsum tulang belakang dan timus. Sumsum tulang mengandung sel-sel batang

yang menghasilkan seluruh sel darah. Kelima macam sel darah putih itu masing-

masing memainkan sedikit peranan dalam imunitas. Tetapi peranan utama diambil

oleh monosit (yang berkembang dalam jaringan menjadi makrofag) dan khususnya

limfosit.
Salah satu tugas utama sistem imun tersebut ialah membentuk pertahanan

terhadap bahan-bahan asing, yang dinamai antigen, yang memasuki tubuh. Baik

sumsum tulang maupun timus secara patut tidak untuk pertahanan ini. Maka

diketahui bahwa sebelum memulai kerjanya, baik B limfosit maupun T limfosit

tersebarkan dari sumsum tulang dan timus menjadi kelompok jaringan limfosit yang

dibagikan ke seluruh tubuh. Sistem ini terdiri atas limpa, sejumlah besar simpul

limpa, tonsil, apendiks, dan sarang sel-sel yang tersebar dimana-mana.

3. Interaksi antara Antibodi dengan Antigen

Menurut Sloane 2004 : 257 menyatakan sisi pengikat antigen pada region

variable antibodi akan berikatan dengan sisi penghubung determinan antigenic pada

antigen untuk membentuk kompleks antigen-antibodi (atau imun). Pengikatan ini


memungkinkan inaktivasi antigen melalui proses fiksasi, netralisasi, aglutinasi, atau

presipitasi.

1) Fiksasi komplemen, terjadi jika bagian molekul antibodi mengikat komplemen.


Ikatan molekul komplemen diaktivasi melalui jalu “jalur klasik” yang memicu efek
cascade untuk mencegah terjadinya kerusakan akibat organisme atau toksin
penyusup. Efek yang paling penting meliputi:
- Psonisasi. Partikel antigen diselubungi antibodi atau komponen komplemen yang
memfasilitasi proses fagositosis partikel. Selain itu, suatu produk protein berlekuk
dari cascade komplemen, C3b, juga berinteraksi dengan reseptor khusus pada
neutrofil dan makrofag, dan meningkatkan fagositosis.
- Sitolisis. Kombinasi dari faktor-faktor komplemen multiple mengakibatkan
rupturnya membran plasma bakteri atau penyusup lain dan menyebabkan isi
selular keluar.
- Inflamasi. Produk komplemen berkontribusi dalam inflamasi akut melalui
aktivasi sel mast, basofil, dan trombosit darah.

2) Netralisasi terjadi saat antibodi menutup sisi toksik antigen dan menjadikannya tidak
berbahaya.

3) Aglutinasi (pengumpalan) terjadi jika antigen adalah materi partikulat, seperti bakteri
atau sel-sel merah.

4) Presipitasi terjadi jika antigen dapat larut. Kompleks imun menjadi besar akibat
hubungan silang molekul antigen sehingga tidak dapat larut dan berpresipitasi. Reaksi
presipitasi antara antigen dan antibodi dapat dipakai secara klinis untuk mendeteksi
dan mengukur salah satu komponen berikut;
- Imunoelektroforesis adalah suatu metode untuk menganalisis campuran antigen
(protein) dan antibodinya. Protein digerakkan pada bidang listrik (elektroforesis)
untuk dipisahkan dan kemudian dibiarkan berdifusi dalam jeli agar tempat setiap
protein membentuk garis presipitin dengan antibodinya.
- Radioimunoassai (RIA) didasarkan pada pengikatan kompetitif secara radioaktif
antara antigen berlabel dan antigen tanpa label untuk sejumlah kecil antibodi.
Metode ini memungkinkan dilakukannya analisi terhadap antigen, antibodi, atau
kompleks dalam jumlah yang sangat kecil melalui pengukuran radioaktivasinya
bukan melalui cara kimia.

4. Jenis Imunitas
1) Imunitas aktif, didapat akibat kontak langsung dengan mikroorganisme atau
toksin sehingga tubuh memproduksi antibodinya sendiri.

- Imunitas aktif dapatan secara alami, terjadi jika seseorang terpapar suatu
penyakit dan sistem imun memproduksi antibodi serta limfosit khusus.
Imunitas dapat bersifat seumur hidup (campak, cacar) atau sementara
(pneumonia pneumokokal, gonore).
- Imunitas aktif dapatan secara buatan (terinduksi) merupakan hasil vaksinasi.
Vaksin dibuat dari patigen yang mati atau dilemahkan atau toksin yang telah
diubah. Vaksin ini dapat merangsang respons imun, tetapi tidakmenyebabkan
penyakit (Sloane, 2004 : 257).
2) Imunitas pasif, terjadi jika antibodi dipindah dari satu individu ke individu lain.
- Imunitas pasif alami, terjadi pada janin saat antibodi lgG inu masuk
menembus plasenta. Antibodi lgG member perlindungan sementara
(mingguan sampai bulanan) pada sistem imun yang imatur.
- Imunitas pasif buatan adalah imunitas yang diberikan melalui injeksi antibodi
yang diproduksi oleh orang atau hewan yang kebal karena pernah terpapar
suatu antigen (Sloane, 2004 : 259).

B. Onkologi System

Onkologi merupakan cabang ilmu kedokteran yang berfokus pada penyakit kanker.
Onkologi terbagi menjadi beberapa subspesialisasi, yaitu onkologi medis, radiasi, bedah,
ginekologi, anak, dan hematologic dalam onkologi, segala sesuatu yang berkaitan dengan
kanker akan dipelajari, termasuk cara mendiagnosis, mengobati, merawat, maupun
mencegahnya.

Jenis-Jenis Onkologi

Berdasarkan tindakan pengobatan yang diberikan, onkologi terbagi menjadi


onkologi medis, onkologi bedah, dan onkologi radiasi.
Berdasarkan tindakan pengobatan yang diberikan, onkologi terbagi menjadi
onkologi medis, onkologi bedah, dan onkologi radiasi.

a. Onkologi medis merupakan ilmu onkologi yang berfokus pada pengobatan dan
perawatan kanker menggunakan kemoterapi, terapi hormon, terapi target, dan
imunoterapi.

b. Sedangkan onkologi bedah adalah cabang ilmu onkologi yang berfokus pada
penanganan kanker melalui prosedur bedah,

c. onkologi radiasi berfokus pada penanganan kanker melalui terapi radiasi.

Di samping berdasarkan tindakan pengobatannya, onkologi juga bisa dibagi


menjadi beberapa subspesialisasi berdasarkan jenis kanker yang ditangani, yaitu
onkologi anak, onkologi ortopedi, onkologi ginekologi, dan onkologi
hematologi.Onkologi anak mempelajari penanganan kanker pada anak, termasuk
pengobatan dan perawatannya. Sedangkan onkologi ginekologi berfokus pada kanker
yang menyerang sistem reproduksi wanita (vagina, rahim, serviks, atau ovarium), dan
onkologi hematologi berfokus pada kanker yang berkaitan dengan darah, yaitu
leukemia, limfoma, dan myeloma.

Onkologi Dalam Praktik Medis

Onkologi mempelajari cara untuk mendeteksi, mengobati, meringankan gejala,


dan mencegah kekambuhan penyakit kanker. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah
peran ilmu onkologi dalam praktik medis:

a. Membantu mendiagnosis kanker. Seorang dokter onkolog dapat mendiagnosis


penyakit kanker yang diderita oleh pasien, beserta tingkat keparahan atau
stadiumnya. Untuk mendiagnosis kanker, ada beberapa pemeriksaan yang
akan dilakukan oleh dokter onkolog, antara lain pemeriksaan fisik, tes urine,
tes darah, tes pencitraan, dan biopsi.

b. Membantu mengobati kanker dan meringankan gejalanya. Metode pengobatan


penyakit kanker yang umum diterapkan oleh dokter onkolog adalah
pembedahan, kemoterapi, terapi radiasi, imunoterapi, terapi hormon, dan
terapi target. Metode pengobatannya akan dipilih berdasarkan jenis, lokasi,
dan tingkat keparahan kanker, serta kondisi pasien secara umum.Sementara
itu, untuk membantu meringankan gejala penyakit kanker yang diderita oleh
pasien, dokter onkolog biasanya akan memberikan obat penghilang rasa sakit.
Dokter juga akan memberikan obat yang dapat meredakan efek samping terapi
kanker, misalnya obat pereda mual.

c. Membantu mencegah kekambuhan. Peran seorang dokter onkolog tidak hanya


mendiagnosis dan mengobati penyakit kanker, tapi juga membantu mencegah
penyakit ini muncul kembali. Pasien biasanya akan dianjurkan untuk kontrol
secara berkala untuk mengantisipasi kambuhnya kanker.

Onkologi merupakan bidang ilmu kedokteran yang berfokus pada deteksi dan
penanganan penyakit kanker. Meski begitu, dalam merawat penderita kanker, dokter
onkolog biasanya juga akan bekerja sama dengan dokter umum dan dokter spesialis di
bidang lain.

D. Hemodialisis

Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam


keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari

hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir atau end

stage renal disease (ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang atau permanen.

Tujuan hemodialisis adalah untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang toksik dari

dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan (Suharyanto dan Madjid, 2009).

Hemodialisis adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah

buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau

pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialisis waktu singkat. Penderita gagal

ginjal kronis, hemodialisis akan mencegah kematian. Hemodialisis tidak

menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi

hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak

dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien (Brunner & Suddarth,

2006 ; Nursalam, 2006).

1. Tujuan

Terapi hemodialisis mempunyai beberapa tujuan. Tujuan tersebut

diantaranya adalah menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi (membuang

sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme

yang lain), menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang

seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat, meningkatkan kualitas hidup

pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal serta Menggantikan fungsi ginjal

sambil menunggu program pengobatan yang lain (Suharyanto dan Madjid, 2009).

Dialisis didefinisikan sebagai difusi molekul dalam cairan yang melalui membran

semipermeabel sesuai dengan gradien konsentrasi elektrokimia. Tujuan utama

Hemodialisis adalah untuk mengembalikan suasana cairan ekstra dan intrasel yang

sebenarnya merupakan fungsi dari ginjal normal. Dialisis dilakukan dengan

memindahkan beberapa zat terlarut seperti urea dari darah ke dialisat. dan dengan
memindahkan zat terlarut lain seperti bikarbonat dari dialisat ke dalam darah.

Konsentrasi zat terlarut dan berat molekul merupakan penentu utama laju difusi.

Molekul kecil, seperti urea, cepat berdifusi, sedangkan molekul yang susunan yang

kompleks serta molekul besar, seperti fosfat, β2- microglobulin, dan albumin, dan

zat terlarut yang terikat protein seperti p- cresol, lebih lambat berdifusi. Disamping

difusi, zat terlarut dapat melalui lubang kecil (pori-pori) di membran dengan

bantuan proses konveksi yang ditentukan oleh gradien tekanan hidrostatik dan

osmotik-sebuah proses yang dinamakan ultrafiltrasi (Cahyaning, 2009)).

Ultrafiltrasi saat berlangsung, tidak ada perubahan dalam konsentrasi zat terlarut;

tujuan utama dari ultrafiltrasi ini adalah untuk membuang kelebihan cairan tubuh

total. Sesi tiap dialisis, status fisiologis pasien harus diperiksa agar peresepan

dialisis dapat disesuaikan dengan tujuan untuk masing-masing sesi. Hal ini dapat

dilakukan dengan menyatukan komponen peresepan dialisis yang terpisah namun

berkaitan untuk mencapai laju dan jumlah keseluruhan pembuangan cairan dan zat

terlarut yang diinginkan. Dialisis ditujukan untuk menghilangkan komplek gejala

(symptoms) yang dikenal sebagai sindrom uremi (uremic syndrome), walaupun sulit

membuktikan bahwa disfungsi sel ataupun organ tertentu merupakan penyebab dari

akumulasi zat terlarut tertentu pada kasus uremia (Lindley, 2011).

2. Efek samping
Peran hemodialisa memang amat memang sangat vital, menggantikan fungsi
ginjal untuk menyaring tubuh. Namun, bukan berarti proses ini bebas efek samping.
Dalam beberapa kasus, hemodialisa bisa menimbulkan efek samping, seperti kram
otot atau kulit gatal.
Tak hanya itu saja, dalam beberapa kasus cuci darah juga bisa menimbilkan
efek samping seperti perut terasa penuh, atau kenaikan berat badan karena cairan
dialisat yang digunakan menggandung kadar gula tinggi.

3. Cara Kerja Hemodialisis


Untuk melakukan hemodialisa, prosesnya akan dibantu menggunakan mesin
canggih dan khusus untuk menggantikan ginjal yang rusak agar tubuh bisa
menyaring darah. Mesin ini berperan sebagai ginjal artifisial (ginjal buatan) yang
dapat menyingkirkan zat-zat kotor, garam, serta air berlebih yang ada di dalam darah
pengidap.

Dalam proses ini, pembuluh darah pasien akan dimasukkan jarum oleh
petugas medis. Tindakan ini bertujuan untuk menghubungkan aliran darah tubuh
pasien ke mesin pencuci darah. Setelah itu, darah kotor akan disaring dalam mesin
pencuci darah. Setelah proses penyaringan usai, selanjutnya darah yang bersih akan
dialirkan ke dalam tubuh pasien.
Cuci darah dengan menggunakan metode hemodialisa menghabiskan waktu
sekitar empat jam per sesi. Dalam seminggu, pengidap perlu menjalani setidaknya 3
sesi dan hanya bisa dilakukan di klinik cuci darah atau rumah sakit.
4. Penatalaksaan yang Menjalankan Hemodialisis

Hemodialisis merupakan hal yang sangat membantu pasien sebagai upaya

memperpanjang usia penderita. Hemodialisis tidak dapat menyembuhkan penyakit

ginjal yang diderita pasien tetapi hemodialisis dapat meningkatkan kesejahteraan

kehidupan pasien yang gagal ginjal. Pasien hemodialisis harus mendapat asupan

makanan yang cukup agar tetap dalam gizi yang baik. Gizi kurang merupakan

prediktor yang penting untuk terjadinya kematian pada pasien hemodialisis. Asupan

protein diharapkan 1-1,2 gr/kgBB/hari dengan 50 % terdiri atas asupan protein

dengan nilai biologis tinggi. Asupan kalium diberikan 40-70 meq/hari. Pembatasan

kalium sangat diperlukan, karena itu makanan tinggi kalium seperti buah-buahan dan

umbi-umbian tidak dianjurkan untuk dikonsumsi. Jumlah asupan cairan dibatasi

sesuai dengan jumlah urin yang ada ditambah insensible water loss. Asupan natrium

dibatasi 40-120 mEq.hari guna mengendalikan tekanan darah dan edema. Asupan

tinggi natrium akan menimbulkan rasa haus yang selanjutnya mendorong pasien

untuk minum. Bila asupan cairan berlebihan maka selama periode di antara dialisis
akan terjadi kenaikan berat badan yang besar (Perhimpunan Dokter Spesialis

Penyakit Dalam Indonesia, 2006). Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau

atau sebagian melalui ginjal. Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat

glikosida jantung, antibiotik, antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat

untuk memastikan agar kadar obat-obatan ini dalam darah dan jaringan dapat

dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik. Resiko timbulnya efek toksik

akibat obat harus dipertimbangkan (Hudak & Gallo, 2010).

E. NURSING MANAGEMENT WITH PATIEN INTRA OPERATIF


1. Pengertian
Keperawatan Intraoperatif dimulai ketika pasien masuk ke bagian bedah
dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan.
2. Aktifitas keperawatan pada intraoperatif:
a. Pemeliharaan Keselamatan
 Atur Posisi Pasien
- Kesejajaran fungsional
- Pemajanan area pembedahan
- Mempertahankan posisi selama di operasi.
 Memasang alat grounding ke pasien
 Memberikan dukungan fisik
 Memastikan bahwa jumlah jarum dan instrument yang tepat.
b. Pemantauan Fisiologis
 Memperhitungkan efek dari hilangnya atau masuknya cairan yang berlebihan.
 Mengobservasi kondisi kardiopulmunal
 Melaporkan perubahan-perubahan pada TPRS
c. Dukungan Psikologis (Sebelum Induksi dan Jika Pasien Sadar)
 Memberikan dukungan emosional pada pasien.
 Berdiri dekat dan menyentuh pasien selama prosedur dan induksi.
 Terus mengkaji status emosional pasien.
 Mengkomunikasikan status emosional pasien ke anggota kes yang sesuai.
d. Penatalaksanaan Keperawatan
 Memberikan keselamatan untuk pasien
 Mempertahankan lingk aseptic dan terkontrol
 Secara efektif mengelola SDM
3. Fungsi Keperawatan Intraoperatif Fungsi keperawatan di ruang operasi :

Aktivitas perawat sirkulasi:

 Mengatur ruang operasi


 Melindungi keselamatan dan kebutuhan kesehatan pasien dengan cara :
Memantau aktivitas anggota tim bedah, Memeriksa kondisi di dalam ruang
operasi.
 Memastikan kebersihan, suhu yang tepat, kelembaban dan pencahayaan;
menjaga peralatan tetap berfungsi; dan ketersediaan perbekalan material.
 Memantau praktik aseptis untuk menghindari pelanggaran teknik,
 Memantau pasien sepanjang prosedur operasi untuk memastikan keselamatan
dan kesejahteraan individu.

Aktivitas perawat scrub :

 Scrubing untuk pembedahan


 Mengatur meja steril, menyiapkan alat jahitan, dan peralatan khusus;
 Membantu dokter bedah dan asisten dokter bedah selama prosedur bedah
dengan mengantisipasi instrument yang dibutuhkan, spons, drainase dan
peralatan lain ;
 Terus mengawasi waktu pasien di bawah pengaruh anesthesia dan waktu luka
dibuka.
- Awitan anestesi menyenangkan.
- Pasien sadar hanya dgn sedikit mual & muntah.
- Bermanfaat u/ bedah mata
- Tidak mudah meledak
- Memerlukan peralatan sedikit

Kerugian :

- Tiopental mrpk. Depresan respiratori yang sangat kuat.


- Bersin, batuk, spasme laring kadang terjadi pd pemakaian ini.
- Tidak diindikasikan utk anak2 karena vena kecil.
- Tidak diindikasikan utk bedah abdomen & thorak.

Anestesi Regional

- Adalah anestesi local dgn menyuntikkan agens anestetik di sekitar saraf


sehingga area yang dipersyarafi oleh saraf ini teranestesi.
- Efeknya bergantung jenis saraf yang terlibat.
- Macam anesthesia regional : a. Anesthesia Spinal
- Merupakan tipe blok konduksi saraf yang luas dgn memasukan anesthesia
local kedalam ruang Subaraknoid di tingat Lumbal ( biasanya L4 & L5).
- Menghasilakan anesthesia pd ekstrimitas bawah, abdomen bawah & perineum.
- Penyebaran agens anesthesia dan tk. Anesthesia bergantung padajumlah.
Cairan yang disuntikan, kecepatan disuntikan, posisi pasien setelah.
Penyuntikan dan Bj agens.
- Contoh Agens : Prokain, tetrakain (Pontocaine) dan Lidokain (Xylocaine).
- Efek Samping : mual & muntah, pusing
- Pengkajian setelah anestesi spinal : TV & sensasi kaki dan jarinya. b. Blok
Konduksi

Macam – macam blok konduksi :

 Blok Epidural
- Dicapai dgn menyuntikan anestetik local kedlm kanalis spinalis sekeliling
duramater.
- Memblok fungsi sensori, motor & otonomik mirip dgn anestesi spinal
hanya tempat yang membedakannya.
- Dosis lebih besar.
- Keuntungan : tidak sakit kepala
- Kerugian : memerluan keakhlian khusus untuk menyuntikan kedalam
epidural bukan ke subarahnoid.
- Bila tidak sengaja pada arakhnoid akan terjadi anesthesia spinal tinggi dan
mengakibatkan hipotensi berat, henti napas.
- Penanganan komplikasi : dukungan jalan nafas, ciaran intravena &
penggunaan vasopressor.
 Blok Pleksus brakialis, Menyebabkan anesthesia pada lengan.
 Anastesia Paravertebral, Menyebabkan anestesi pd saraf yang mempersarafi dada,
dinding abdomen & ekstrimitas.
 Blok Transakral (Kaudal), Menyebabkan anestesi pd perineum, kadang abdomen
bawah.
4. Asuhan Keperawatan Intraoperatif

Tujuan utama pada tahap intraoperatif adalah untuk memenuhi rasa


nyaman dan memenuhi keseimbangan homoestatis. Contoh tindakan perawat agar
tujuan tersebut tercapai, yaitu:

 Pengkajian di perlengkapan dan pemenuhan lingkungan bersih


 Membuka dan memakai yang steril selama pembedahan
 Menyediakan obat dan cairan yang bersih
 Memantau dan memenuhi rasa nyaman
 Memasang kateter, NGT, drain
 Menyediakan spons, pisau, dan alat-alat lainnya

Perawatan klien selama pembedahan berlangsung membutuhkan persiapan


yang baik dan pengetahuan tentang proses yang terjadi selama prosedur
pembedahan dilaksanakan.

a. Ruang Sementara (Holding Area)

Pada sebagian besar rumah sakit, klien lebih dahulu masuk ke ruang
tahanan sementara yang berada di luar ruang operasi. Disana perawat menjelaskan
tahap-tahap yang akan dilaksanakan untuk menyiapakan klien menjalani
permbedahan. Perawat di ruang tahanan sementara biasanya adalah bagian ddari
petugas ruang operasi dan mengenakan pakaian, topi, dan alas kaki khusus ruang
operasi sesuai dengan kebijakn pengontrolan infeksi rumah sakit.

Anestesia Infiltrasi Lokal

Adalah penyuntikan larutan yang mengandung anestetik local ke dlm jaringan pda
bidang yang direncanakan sebagai tempat insisi.

 Keuntungan : Sederhana, ekonomis, tidak meledak, Peralatan minimal, Pemulihan


cepat, Efek yang tidak diinginkan dlm anestesi umum dpt dihindari.
 Ideal untuk prosedur bedah yang pendek & superficial.
 Agens : Lidokain (xylocaine), Bupivakain (Marcain), Prokain (Novocain).
 Biasanya dikombinasi dgn epinefrin.
 Kontraindikasi : pasien gelisah.

Anestesi Regional

Induksi anestesi regional menyebabkan hilangnya sensasi pada daerah tubuh


tertentu. Selama pembedahan berlangsung klien akan tetap sadar kecuali jika dokter
memprogramkan pemberian tranquilizer yang dapat menyebabkan klien tidur.
Anestesi Lokal

Anestesi lokal menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat yang diinginkan.


Biasanya dugunakan dalam prosedur minor pada tempat bedah sehari.

b. Pengaturan Posisi Klien Selama Pembedahan


Selama anastesi umum, tenaga keperawatan dan dokter bedah seringkali
tidak mengatur posisi klien sampai klien mencapai tahap relaksasi yang lengkap.
Idealnya, posisi klien diatur agar dokter bedah mudah mencapai tempat
pembedahan dan fungsi sirkulasi serta pernafasan adekuat. Posisi tidak boleh
mengganggu struktur neuromuskular. Tim harus mencatat usia, berat badan, tinggi
badan status nutrisi, keterbatasan fisik, dan kondisi yang ada sebelum pembedahan
serta mendokumentasikannya untuk mengingatkan petugas yang akan merawat
klien setelah operasi (Walsh, 1993).
c. Peran Perawat Selama Pembedahan

Perawat melakukan satu dari dua peran selama pembedahan berlangsung,


yaitu sebagai perawat instrumen atau perawat sirkulator.

 Perawat instrumentator (scrub nurse). memberikan instrumen dan bahan-bahan


yang dibutuhkan oleh dokter bedah selama pembedahan berlangsung dengan
menggunakan teknik aseptik pembedahan yang ketat dan terbiasa dengan
instrumen pembedahan. Peran ini membutuhkan pengetahuan dan
keterampilan untuk mengantisipasi instrumen apa yang dibutuhkan oleh dokter
bedah dan memberikannya secara cepat dan lancar.
 Perawat sirkulator. adalah asisten perawat instrumentator dan dokter bedah.
Saat klien pertama kali masuk ke dalam ruang aoperasi, perawt sirkulator
membantu mengatur posisi klien dan menyediakan alat dan duk bedah yang
dibutuhkan dalam pembedahan. Selama pembedahan berlangsung, perawat
sirkulator menyediakan bahan-bahan yang dibutuhkan perawat instrumentator,
membuang alat dan spon kasa yag telah kotor serta tetap menghitung
instrumen, jarum dan spons kasa yang telah digunakan.Pada setiap akhir
prosedur pembedahan, perawat instrumentator dan sirkulator menghitung
jumlah instrumen,jarum, dan spon kasa yang telah digunakan. Prosedur ini
mencegah tertinggalnya bahan-bahan tersebut di dalam luka bedah klien.
Memantau bahan-bahan tersebut secara hati-hati penting bagi keselamatan
klien.
d. Dokumentasi Perawatan Intraoperatif

Selama fase intraoperatif, petugas keperawatan melanjutkan rencana


asuhan keperawatan preoperatif. Misalnya asaeptik yang ketat harus dilakukan
untuk meminimalkan resiko infeksi luka bedah. Selama prosedur pembedahan
berlangsung, perawat menjaga agar pencatatan aktivitas perawatan klien dan
prosedur yang dilakukan oleh petugas ruang operasi tetap akurat. Dokumentasi
perawatan intraoperatif memberi data yang bermanfaat bagi perawat yang akan
merawat klien setelah pembedahan.
Daftar Pustaka

Anatomi dan Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan/Tarwo, Ns, S.Kep, Ratna Ariani, Ns,
S.Kep, Dra. Wartona, Ns, S.Kep., Jakarta:TIM, 2009.

https://www.academia.edu/15759059/ANATOMI_FISIOLOGI_SISTEM_SARAF

https://www.academia.edu/36768940/ANATOMI_DAN_FISIOLOGI_SISTEM_IMUN_PA
DA_MANUSIA

Anda mungkin juga menyukai