Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH SISTEM IMUNOLOGI DAN HEMATOLOGI

ASUHAN KEPERAWATAN ANEMIA HEMOLITIK

DOSEN PEMBIMBING:

Farida Yuanita, S.Kep, Ns.

KELOMPOK 4

Oleh IIIA-S1 Keperawatan:

1. Oktavia Rohmawati
2. Evi Leidiana
3. Andika Pitro
4. Fuad Muzakki
5. Siti Komariyah
6. Feriyadin Satrio Wibowo
7. Cindy Mulyawati
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
LAMONGAN

2012

LEMBAR PENGESAHAN

Makalah dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Anemia


Hemolitik telah diperiksa dan disetujui dan juga akan diseminarkan pada hari
senin tanggal 3 Desember 2012.

Lamongan, Desember 2012

Mengetahui

Dosen Pembimbing

Ns. Farida Yuanita S.Kep


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah sistem
imunologi dan hematologi. Dalam makalah ini kami membahas tentang Asuhan
Keperawatan Anemia Hemolitik.

Dalam menyususn makalah ini penulis banyak mendapat bimbingan serta


motivasi dari berbagai pihak, oleh karenanya kami mengucapkan Alhamdulillah
dan terima kasih kepada Bapak/Ibu:

1. Drs. H. Budi Utomo, Amd, Kep, M.Kes, selaku ketua STIKES


Muhammadiyah Lamongan.
2. Arifal Aris, S.kep, Ns, M.Mkes, selaku Kaprodi S-1 Keperawatan.
3. Farida Yuanita, S.Kep, Ns., selaku dosen pembimbing.
4. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis
membuka diri untuk menerima berbagai masukan dan kritikan dari semua pihak.
Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca
khususnya.

Lamongan, Desember 2012


Penyusun

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anemia merupakan penurunan dibawah normal dalam jumlah
eritrosit, banyaknya hemoglobin, atau volume sel darah merah (package
red cells) dalam darah sedangkan Anemia hemolitik marupakan anemia
yang disebabkan oleh proses hemolysis, yaitu pemecahan eritrosit dalam
pembuluh darah sebelum waktunya.
Anemia hemolitik merupakan anemia yang tak terlalu sering
dijumpai, tetapi bila dijumpai memerlukan pendekatan diagnostic yang
tepat. Dalam kasus-kasus penyakit dalam yang dirawat di RSUP Sanglah
1997, anemia hemolitik merupakan 6% dari kasus anemia, menempati
urutan ketiga setelah anemia aplastic dan anemia sekunder karena
keganasan hematologis.

1.2 Rumussan Masalah


1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan pada klien
dengan penyakit anemia hemolitik
1.3.2 Tujuan Khusus
Secara khusus Asuhan Keperawatan Klien dengan Anemia
Hemolitik ini disusun supaya:
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian Anemia
Hemolitik

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1.Definisi
Anemia hemolitik merupakan anemia yang disebabkan oleh
proses hemolisis. Hemolisis adalah pemecahan eritrosit dalam pembuluh
darah sebelum waktunya (sebelum masa hidup rata-rata eritrosit yaitu 120
hari). Hemolisis dapat etrjadi dalam pembuluh darah (intravaskular) atau
diluar pembuluh darah (ekstravaskuler) yang membawa konsekuensi
patofisiologik yang berbeda.
Pada orang dengan sumsum tulang yang normal, hemolisis pada
darah tepi akan direspon oleh tubuh dengan peningkatan eritropoesis
dalam sumsum tulang. Kemampuan maksimum sumsum tulang untuk
meningkatkan eritropoesis adalah 6 sampai 8 kali normal. Apabila derajat
hemolisi tidak terlalu berat (pemendekan masa hidup eritrosit sekitar 50
hari). Maka sumsum tulang masih mampu melakukan kompensasi
sehingga mampu melakukan kompensasi sehingga tidak timbul anemia.
Keadaan ini disebut sebagai keadaan hemolisis terkompensasi
(compensated hemolytic state). Akan tetapi, jika kemampuan kompensasi
sumsum tulang dilampaui maka akan terjadi anemia yang kita kenal
anemia hemolitik.
2.2.Etiologi
Berdasarkan etiologinya, anemia hemolitik ini terbagi menjadi dua
klasifikasi:
1. intrakorpuskular: hemolitik akibat faktor-faktor yang ada pada eritrosit
itu sendiri, misalnya karena faktor herediter, gangguan
metabolismenya, gangguan pembentukan hemoglobinnya, dll.
2. ekstrakorpuskular: hemolitik akibat faktor-faktor dari luar yang
biasanya didapat, misalnya karena autoimun, pengaruh obat, infeksi,
dsb.

2.3.Klasifikasi
Pada dasarnya anemia hemolitik dapat dibagi menjadi dua golongan besar
sebagai berikut:
1) Anemia hemolitik karena factor didalam eritrosit sendiri
(intrakorpuskular), yang sebagian besar bersifat herediter-familiar.
2) Anemia hemolitik karena factor diluar eritrosit (ekstrakorpuskular)
yang sebagian besar bisa didapatkan.
Di klinik, khususnya penyakit dalam, anemia hemolitik yang paling
banyak dijumpai adalah anemia hemolitik autoimun. Agaknya anemia
hemolitik herediter-familier hanya sebagaian kecil yang dapat mencapai
usia dewasa, sehingga lebih banyak dijumpai di bagian anak.
2.4.Patofisiologi
Proses hemolysis akan menimbulkan beberapa gejala berikut ini:
1) Penurunan kadar hemoglobin yang akan mengakibatkan anemia.
Hemolysis dapat terjadi perlahan lahan, sehingga dapat diatasi oleh
mekanisme kompensasi tubuh, tetapi dapat juga terjadi tiba-tiba,
sehingga segera menurunkan kadar hemoglobin. Tergantung
derajat hemolisis, apabila derajat hemolisis ringan sampai sedang
maka sumsum tulang masih dapat melakukan kompensasi 6 sampai
8 kali normal sehingga tidak terjadi anemia. Keadaan ini disebut
sebagai keadaan hemolitik terkompensasi (compensated hemolytik
acute). Akan tetapi, apabila derajat hemolisis berat maka
kompensasi tidak dapat mengatasi hal tersebut sehingga terjadi
anemia hemolitik. Derajat penurunan hemoglobin dapat bervariasi
dari ringan sampai sedang. Penurunan hemoglobin dapat terjadi
perlahan-lahan, tetapi sering sekali sangat cepat (lebih dari 2 g/dl
dalam waktu satu minggu).
2) Peningkatan hasil pemecahan eritrosit dalam tubuh. Hemolisis
berdasarkan tempatnya dibagi menjadi dua.
a. Hemolisis ekstravaskular
Hemolisis terjadi pada sel makrofag dari sistem retikulo
endotelial (RES) terutama pada lien, hepar, dan sumsum
tulang karena sel ini mengandung enzim heme oxygenase.
Lisis terjadi karena kerusakan membran, presipitasi
hemoglobin dalam sitoplasma, dan menurunnya
fleksibilitas eritrosit. Pemecahan eritrosit ini akan
menghasilkan globin yang akan dikembalikan ke protein
pool, serta besi yang dikembalikan ke makrofag
selanjutnya akan digunakan kembali, sedangkan
protoporfirin akan menghasilkan gas CO dan bilirubin.
Bilirubin dalam darah akan berikatan dengan albumin
menjadi bilirubin indirek, mengalami konjugasi dalam hati
menjadi bilirubin direk kemudian dibuang melalui empedu
sehingga meningkatkan sterkobilinogen dalam feses dan
urobilinogen dalam urine.
b. Hemolisis intravaskular
Pemecahan eritrosit intravaskular menyebabkan lepasnya
hemoglobin bebas kedalam plasma. Hemoglobin bebas ini
akan di ikat oleh hepatoglobin, sehingga kadar
hepatoglobin plasma akan menurun. Apabila kapasitas
hepatoglobin dilampaui, maka terjadilah hemoglobin bebas
dalam plasma yang disebut sebagai Hemoglobinemia.
Hemoglobin bebas akan mengalami oksidasi menjadi
metemoglobin sehingga terjadi metemoglobinemia.
Hemoglobin bebas akan keluar melalui urine sehingga
terjadi hemoglobinuria. Pemecahan eritrosit intravaskular
akan melepaskan banyak LDH yang terdapat dalam
eritrosit, sehingga serum LDH akan meni ngkat.

2.5.Pathway
Pathway dibagi 2 menurut tempat hemolisisnya:
1. Hemolisis ekstravaskuler

2. Hemolisis intravaskuler
2.6.Gejala Klinik
Gambaran klinik anemia hemolitik bervariasi disebabkan oleh
perjalanan penyakit (akut atau kronik) dan tempat kejadian hemolisis
(intravaskuler atau ekstravaskuler) sehingga pada umumnya dilihat dari
gejala kliniknya anemia hemolitik dapat dibagi menjadi 2 golongan besar
yaitu
a. anemia hemolitik kronik heredirter-familier
b. anemia hemolitik akut didapat (acquired)

kedua jenis hemolisis mempunyai gambaran klinik yg berbeda,


dimana anemia hemolitik kronik herediter-familier didominasi oleh gejala
akibat hemolisis ekstravaskuler yang berlangsung perlahan lahan,
sedangkan pada anemia hemolitikm akut didapat terjadi hemolisis
ekstravaskuler massif atau hemolisis intravaskuler. Namun kedua
golongan ini tidak selsalu dapat dipisahkan secara tegas (mutuali
eksklusif) gejala klinik anemia hemolitik dapat dibagi menjadi 3, yaitu

1. gejala umum anemia (anemic syndrome)


2. gejala hemolisi baik ekstravaskuler maupun intravaskuler)
3. gejala penyakit dasar (penyebab) masing masing anemia hemolitik
tersebut
2.7.Kelainan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan tanda2 peningkatan jumlah sel darah
merah yang dihancurkan
1. Kongenital
1. Sfrerositosis herediter
2. Defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase
3. Defisiensi piruvat kinase
4. Penyakit sel sabit/ sickle cell
5. Thalaasemia

Di dapat

1. Penyebab2 anmeia hematolik didapat


2. Infeksi misalnya pada sepsis minongokokus, malaria
3. Autoimun
4. Akibat obat
5. Jantung (biasanya pada katup jantung prostetik)
6. Reaksitransfusi hematolik
7. Mikroangiopati (misalnya sindrom uremic hematolik, purpura tromsitopenia
trombotik)
8. Hemoglobinuria nocturnal paroxismal
Peningkatan jumlah bilirubin plasma yang tidak terkonjugasi (hasil pemecah
heme)
Peningkatan kadar laktat dehidrogenase (LDH) plasma, yag dilepaskan dari sel
darah merah yang rusak
Kadar haptogobin plasma yang rendah atau tidak ada sama sekali (berikatan
kuat dengan hemoglobin bebas dalam plasma).
Pemeriksaan radio isotop tulang (jarang dilakukan) menunjukkan adanya
pemendekan massa hidup sel darah merah.

Pemeriksaan apusan darah meunjukkan adanya polikromasia (akibat RNA residu yang
ditemukan pada sel darah merah yang sudah tua) dan peningkatan jumlah retikulosit,
keduanya mengindikasikan adanya peningkatan produksi sel darah merah

2.8.Pendekatan Diagnostik
Diagnosis anemia hemolitik dilakukan dalam 2 tahap, yaitu:
1. Menentukan adanya anemia hemolitik.
Anemia hemolitik dapat di diagnosis jika terdapat anemia yang
disertai dengan tanda-tanda destruksi eritrosit, dan tanda-tanda
tingkatan eritropoesis. tapi tidak ada tes tunggal yang realiable untuk
memastikan diagnosis karena harus dilakukan kombinasi beberapa
macam tes, serta dengan penyisihna penyebab penyebab lain yang
memberikan tanda-tanda yang sama. Peningkatan eritropoesis
dijumpai juga pada perdarahan akut dan akibat respon terapi pada
anemia defisiensi (besi, asam folat, dan B 12) Yang sedang diobati.
Tanda-tanda destruksi eritrosit juga dijumpai pada eritropoesis infeksi,
gangguan katabolisme bilirubin, dan perdarahan kedalam rongga
tubuh. Jika keadaan ini dapat disisihkan, diagnosis anemia hemolitik
dapat ditegakkan.
Pada anemia hemolitik kronik tanda-tanda peningkatan
eritropoesis lebih menonjol, sedangkan pada anemia hemolitik akut
tanda peningkatan eritropoesis tidak begitu menonjol. Pada anemia
hemolitik akut dijumpai gejala acute febril illness, tanda-tanda
intravaskuler hemolisis, atau penurunan hemoglobin tiba-tiba, lebih
dari 1 g/dl dalam waktu satu minggu. Penurunan hemoglobin tiba-tiba
ini dijumpai juga pada perubahan akut dan hemodilusi. Jika kedua hal
ini dapat disingkirkan, diagnosis anemia hemolitik dapat ditegakkan.

Wintrobe memberikan petunjuk praktis. Anemia hemolitik


patut dicurigai jika didapatkan:

1. Tanda-tanda destruksi eritrosit berlebihan bersama dengan tanda-


tanda peningkatan eritropoesis. Hal ini ditandai oleh anemia
retikulositosis dan peningkatan bilirubin inhdirect dalam darah.
Apabila tidak dijumpai tanda perdarahan kedalam rongga tubuh
atau jaringan maka diagnosis anemia hemolitik dapat ditegakkan.
2. Anemia persisten disertai retikulositosis tanpa ada tanda-tanda
perdarahan yang jelas. Jika perdarahan dan pemulihan anemia
defisiensi akibat terapi dapat disingkirkan, diagnosis anemia
hemolitik ditegakkan.
3. Apabila terdapat penurunan hemoglobin lebih dari 1 g/dl dalam
waktu satu minggu (melebihi kemampuan kompensasi eritropoesis)
serta perdarahan akut dan hemodelusi dapat disingkirkan maka
anemia hemolitik dapat ditegakkan.
4. Apabila dijumpai hemoglobinuria atau tanda hemolisis
intravaskuler yang lain.

3. Menentukan penyebab spesifik anemia hemolitik.


Menetukan penyebab anemia hemolitik harus dimulai dari anamnesis
yang teliti, pemeriksaan apusan darah dan tes Coombs. Untuk itu,
pasien dapat dikelompokkan menjuadi 5 kelompok, yaitu:
1. Kasus dengan diagnosis yang sudah jelas karena adanya
pemaparan terhadap infeksi, bahan kimia dan bahan fisik.
2. Kasus dengan tes Coombs direct positive maka ditetapkan sebgai
anemia imunohemolitik. Langklah selanjutnya adalah mencari
penyakit dasar (underlying disease) dan tes serologi untuk
menetapkan sifat antibody yang dijumpai.
3. Kasus dengan anemia sferositik disertai tes Coombs negative,
kemudian adalah kasus sfreositosis herediter, maka dilanjutkan
dengan pengambilan riwayat keluarga yang lebih teliti serta
konfirmasi dengan tes fragilitas osmotic. Kadang-kadang anemi
imunohemolitik (dengan mikroferosit) menunjukkan tes Coombs
negative oleh karena titer antibody yang rendah. Perlu prosedur
pemeriksaan tes Coombs yang lebih sensitive.
4. Kasus dengan kelainan morfologi eritrosit yang lain. Sel target
menjurus kearah talasemia, sedangkan sel sabit patognomonik
untuk anemia sel sabit. Fragmentasi eritrosit ekstensive menjuru
kearah anemia hemolitik mikroamioapatik, injury termal atau
kimiawi.
5. Kasus tanda kelainan morfologi yang khas dan tes Coombs
negative memrlukan suatu batrei tes penyaringan seperti
elektroforesis hemoglobin, tes denaturasi panas untuk unstable
hemoglobin desease, dan tes penyaring untuk paroxysmal
nocturnal hemoglobinuria.
6. Jika semua prosedur diatas menghasilkan hasil normal, ini
merupakan kasus yang sulit. Disini diperlukan pemeriksaan
spesifik yang sering hanya dilakukan dipusat pusat yang maju.

2.9.Diagnosis banding
Kelainan kelainan yang sering dikeluarkan dengan anemia hemolitik
yaitu:
1. anemia pasca perdarahan akut dan fase pemulihan anemia defisiensi
yang sedang mendapat terapi. Disini dapat dibedakan karena tidak
adanya ikterus dan kadar hemoglobin meningkat pada pemeriksaan
berikutnya.
2. Anemia karena ertropoesis infeksi sering disertai ikterus akholurik dan
hyperplasia normoblastik sumsum tulang, terapi disini retikolusit tidak
meningkat. Pada kasusu yang meragukan dilakukan pemeriksaan
survival eritrosit
3. Anemia yang disertai dengna perdarahan kerongga retropenia atau
kejaringan lain sering kali sulit dibedakan dengan anemia hemolitik.
Disini hemoglobin turun dengan cepat disertai retokolusitosis dan
ikterus akholurin. Kasus ini hanya dapat dibedakan kalu dapat
dilakukan pemeriksaan yang membuktikan adanya perdarahan ini.
4. Kasus dengan ikterus tanpa anemia seperti pada sindrom gilbert atau
kelainan metabolism yang lain perlu dibedakan keadaan hemolitik
rekompensasi. Disini tidak dijumpai kelainan morfologi eritrosit dan
retikulosit normal. Pada keadaan yang meragukan dilakukan
pemeriksaan survival eritrosit.
5. Adanya mioglobinuria seperti pada kerusakaan otot yang luas atau
krus sindrom perlu dibedakan dengan hemoglobinuria. Hal ini dapat
dibuktikan dengan elektroporesis.

2.10. Penatalaksanaan
Pengobatan anemia hemolitik sangat tergantung keadaan klinik kasus
tersebut serta penyebab hemolisisnya karena itu sangat bervariasi kasus
per kasus. Akan tetapi pada dasarnya anemia hemolitik dibagi menjadi 3
golongan besar, yaitu:
1. Terapi gawat darurat
Pada hemolisis akut terutama hemolisis intravaskuler, dimana terjadi
syok dan gagal ginjal akut maka harus diambil tindakan darurat untuk
mengatasi syok, mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit,
serta memperbaiki fungsi ginjal. Jika terjadi anemia berat,
pertimbangan transfusi darah harus dilakukan dengan sangat hati-hati,
meskipun dilakukan dengan cross matching, hemolisis tetap dapat
terjadi sehingga memberatkan fungsi organ lebih lanjut. Akan tetapi,
jika syok berat maka tidak ada pilihan selain transfusi. Dilakukan
penentuan tipe genotipe golongan darah, dan penentuan antibodi
spesifik. Darah yang coco untuk sistem ABO dan sistem Rh harus di-
Cross match dengan darah penderita, hasil yang paling cocok dapat
diberikan. Namun, pengawasan harus betul-betul ketat apabila
hemolisis tetap terjadi dapat dipertimbangkan exchange transfusion.
Pada AIHA yang disertai hemolisis berat kadang-kadang diperlukan
tindakan darurat karena anemia berat yang terjadi tiba-tiba dapat
membahayakan fungsi jantung sehingga terjadi gagal jantung. Dalam
keadaan demikian, transfusi terpaksa dilakukan dengan kehati-hatian,
seperti tersebut diatas. Sebaiknya diberikan darah merah yang dicuci
(washed red cell) untuk mengurangi beban antibodi. Pada saat yang
sama dapat diberikan steroid parenteral dosis tinggi untuk menekan
fungsi makrofag atau pemberian hiperimun globulin dengan fungsi
yang sama.
2. Terapi supportif-simtomatik
Terapi supportif-simtomatik untuk anemia hemolitik diberikan untuk
menekan proses hemolisis terutama di limpa (lien). Eritrosit dengan
kerusakan ringan dikeluarkan lewat limpa, tetapi eritrosit dengan
kerusakan berat dikeluarkan lewat organ lain, terutama hati.
Splenektomi dapat menimbulkan remisi atau mengurangi gejala pada
beberapa bentuk anemia hemolitik kronik. Respon terbaik dan
konsisten terhadap splenektomi dijumpai pada sferositosis herediter.
Respon cukup baik juga diberikan oleh penderita eliptositosis
herediter. Respon parsial diberikan oleh anemia hemolitik dengan
gangguan enzim, seperti defisiensi piruvat kinase dan heksokinase.
Anemia imunohemolitik, terutama dengan antibodi panas memberikan
respon cukup baik terhadap splenektomi, disamping berkurangnya
tempat destruksi eritrosit, tetapi karena limpa juga merupakan tempat
pembentuk antibodi.
Steroid memberikan respon pada kasus imunohemolitik tertentu,
terutama yang disertai antibodi panas. Penderita yang tidak
memberikan respon terhadap steroid dapat dicoba dengan obat
imunosupresif lain, seperti azathioprin.
Pada anemia hemolitik kronik familier-herediter sering diperlukan
transfusi darah teratur umtuk mempertahankan kadar hemoglobin.
Bahkan pada thalasemia mayor dipakai teknik supertransfusi atau
hipertransfusi untuk mempertahankan keadaan umum dan
pertumbuhan pasien.
Pada anemia hemolitik kronik dianjurkan pemberian asam folat 0,15-
0,3 mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastik.
3. Terapi kausal
Terapi kausal tentunya menjadi harapan untuk dapat memberikan
kesembuhan total. Tetapi sayang sekali sebagian kasus bersifat
idiopatik, atau disebabkan oleh penyebab herediter-familier yang
belum dapat dikoreksi. Tetapi bagi kasus yang etiologinya jelas maka
terapi kausal harus segera dilaksanakan. Pemaparan terhadap bahan
kimia, fisik, atau obat harus dihentikan. Jika penyebabnya infeksi
maka infeksi harus diobati dengan sebaik-baiknya.
Transplantasi sumsum tulang memberikan harapan penyembuhan
pada kasusu anemia hemolitik herediter-familier terutama thalasemia.
BAB III

STUDI KASUS

3.1. Pengkajian

A. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan dahulu
i. Kemungkinan klien pernah terpajan zat-zat kimia atau mendapatkan
pengobatan seperti anti kanker, analgetik dll.
ii. Kemungkinan klien pernah kontak atau terpajan radiasi dengan kadar
ionisasi yang besar
iii. Kemungkinan klien kurang mengkonsumsi makanan yang
mengandung as. Folat,Fe dan Vit12.
iv. Kemungkinan klien pernah menderita penyakit-penyakit infeksi
v. Kemungkinan klien pernah mengalami perdarahan hebat
2. Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit anemia dapat disebabkan olen kelainan/kegagalan genetik yang
berasal dari orang tua yang sama-sama trait sel sabit
3. Riwayat kesehatan sekarang
i. Klien terlihat keletihan dan lemah
ii. Muka klien pucat dan klien mengalami palpitasi
iii. Mengeluh nyeri mulut dan lidah
B. Fungsional Gordon
1. Pola aktivitas sehari-hari
Keletihan, malaise, kelemahan
Kehilangan produktibitas : penurunan semangat untuk bekerja
2. Sirkulasi
Palpitasi, takikardia, mur mur sistolik, kulit dan membran
mukosa (konjungtiva, mulut, farink dan bibir) pucat
Sklera : biru atau putih seperti mutiara
Pengisian kapiler melambat atau penurunan aliran darah
keperifer dan vasokonstriksi (kompensasi)
Kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok
Rambut kering,mudah putus,menipis dan tumbuh uban secara
prematur
3. Eliminasi
Diare dan penurunan haluaran urin
4. Integritas ego
Depresi, ansietas, takut dan mudah tersinggung
5. Makanan dan cairan
Penurunan nafsu makan
Mual dan muntah
Penurunan BB
Distensi abdomen dan penurunan bising usus
Nyeri mulut atau lidah dan kesulitan menelan
6. Higiene
Kurang bertenaga dan penampilan tidak rapi
7. Neurosensori
Sakit kepala, pusing, vertigo dan ketidak mampuan
berkonsentrasi
Penurunan penglihatan
Gelisah dan kelemahan
8. Nyeri atau kenyamanan
Nyeri abdomen samar dan sakit kepala
9. Pernafasan
Nafas pendek pada istirahat dan aktivitas (takipnea, ortopnea
dan dispnea)
10. Keamanan
Gangguan penglihatan, jatuh, demam dan infeksi
11. Seksualitas
Perubahan aliaran menstruasi ( menoragia/amenore)
Hilang libido
Impoten

3.2. Analisa Data

NO SIGN & SYMTOMP ETIOLOGI PROBLEM


1 DS :Klien mengeluhkan Penurunan komponen Perubahan perfusi
pusing, lemas, menggigil, seluler yang diperlukan jaringan
nyeri punggung dan lambung, untuk pengiriman
serta sesak nafas dan mudah oksigen
lelah saat beraktivitas.
DO :
Badan pasien teraba dingin
Pasien tampak pucat dan
konjungtiva pucat
TD : 100/70 mmHg
Suhu : 350 C
RR : 24x/ menit
HR : 85x/ menit
Jumlah eritrosit 3000 sel/mm3
2 DS : Nafsu makan menurun, Gangguan nutrisi
Klien mengatakan tidak ada mual
kurang dari
nafsu makan, mual, dan
muntah kebutuhan tubuh.
Klien mengatakan sebelum sakit
berat badan nya 65 Kg.
DO :
Porsi makan yang diberikan
tidak habis
Keadaan umum buruk
BB : 58 Kg
3 DS :Klien mengatakan Penurunan masukan diet; Konstipasi
lambung nya nyeri perubahan proses
DO : pencernaan; efek
Urine pekat dan feses hitam samping terapi obat.
Pada Auskultasi terdengar bunyi
usus menurun
4 DS : Klien mengeluhkan Ketidak seimbangan Intoleransi aktifitas
pusing, lemas, serta sesak antara suplai oksigen
nafas dan mudah lelah saat (pengiriman) dan
beraktivitas. kebutuhan, kelemahan
DO : fisik.
TD : 100/70 mmHg
RR : 24x/ menit
HR : 85x/menit
5 DS : Klien mengatakan bahwa Kurang Kurang pengetahuan
awalnya dia mengira kalau dia terpajan/mengingat, salah
hanya kelelahan bekerja dan interpretasi informasi ;
jadwal makan tidak teratur, tidak mengenal sumber
tapi lama kelamaan informasi.
penyakitnya bertamabah parah.
DO : -

3.3. Diagnosa keperawatan


1. Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d nafsu makan
menurun, mual
3. Konstipasi b.d penurunan masukan diet; perubahan proses
pencernaan; efek samping terapi obat.
4. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen
(pengiriman) dan kebutuhan, kelemahan fisik.
3.4. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Perubahan perfusi Peningkatan o Awasi tanda vital kaji o Memberikan informasi
jaringan b.d perfusi jaringan pengisian kapiler, warna tentang
Penurunan kulit/membrane mukosa, derajat/keadekuatan
komponen seluler Kriteria hasil: dasar kuku. perfusi jaringan dan
yang diperlukan Keadaan umum membantu menetukan
untuk pengiriman TD : 120/80 kebutuhan intervensi.
oksigen mmHg o Tinggikan kepala tempat o Meningkatkan ekspansi
Suhu 36,50 C 370 tidur sesuai toleransi. paru dan
DS : pusing, lemas, C memaksimalkan
menggigil, nyeri Jumlah Eritrosit oksigenasi untuk
punggung dan 5000 - 9000 kebutuhan seluler.
3
lambung, serta sel/mm Catatan : kontraindikasi
sesak nafas dan bila ada hipotensi.
mudah lelah saat o Awasi upaya pernapasan ; o Gemericik
beraktivitas. auskultasi bunyi napas menununjukkan
DO : - perhatikan bunyi gangguan jajntung
adventisius. karena regangan
jantung
lama/peningkatan
kompensasi curah
jantung.
o Selidiki keluhan nyeri o Iskemia seluler
dada/palpitasi. mempengaruhi jaringan
miokardial/ potensial
risiko infark.
o Hindari penggunaan botol o Termoreseptor jaringan
penghangat atau botol air dermal dangkal karena
panas. Ukur suhu air gangguan oksigen
mandi dengan
thermometer.
o Kolaborasi pengawasan o Mengidentifikasi
hasil pemeriksaan defisiensi dan
laboraturium. Berikan sel kebutuhan pengobatan
darah merah /respons terhadap
lengkap/packed produk terapi.
darah sesuai indikasi.
o Berikan oksigen tambahan o Memaksimalkan
sesuai indikasi. transport oksigen ke
jaringan.
o Berikan transufi darah o Meningkatkan jumlah
sesuai indikasi sel darah merah
2. Gangguan nutrisi Kebutuhan nutrisi o Kaji riwayat nutrisi, o Mengidentifikasi
kurang dari sesuai dengan termasuk makan yang defisiensi,
kebutuhan tubuh. kebutuhan tubuh disukai memudahkan intervensi
b.d nafsu makan o Observasi dan catat o Mengawasi masukkan
menurun, mual Kriteria hasil: masukkan makanan pasien kalori atau kualitas
Keadaan umum o Timbang berat badan kekurangan konsumsi
DS : mengatakan membaik setiap hari makanan
tidak ada nafsu dapat o Berikan makan sedikit o Mengawasi penurunan
makan, mual, dan menghabiskan dengan frekuensi sering berat badan atau
muntah porsi makan yang dan atau makan diantara efektivitas intervensi
DO : - diberikan waktu makan nutrisi
Mengalami o Observasi dan catat o Menurunkan
peningkatan BB kejadian mual/muntah, kelemahan,
flatus dan dan gejala lain meningkatkan
yang berhubungan pemasukkan dan
o Berikan dan Bantu mencegah distensi
hygiene mulut yang baik ; gaster
sebelum dan sesudah o Gejala GI dapat
makan, gunakan sikat gigi menunjukkan efek
halus untuk penyikatan anemia (hipoksia) pada
yang lembut. Berikan organ.
pencuci mulut yang di o Meningkatkan nafsu
encerkan bila mukosa oral makan dan pemasukkan
luka. oral. Menurunkan
o Kolaborasi pada ahli gizi pertumbuhan bakteri,
untuk rencana diet. meminimalkan
o Kolaborasi ; pantau hasil kemungkinan infeksi.
pemeriksaan laboraturium Teknik perawatan
o Kolaborasi; berikan obat mulut khusus mungkin
sesuai indikasi diperlukan bila jaringan
rapuh/luka/perdarahan
dan nyeri berat.
o Membantu dalam
rencana diet untuk
memenuhi kebutuhan
individual
o Meningkatakan
efektivitas program
pengobatan, termasuk
sumber diet nutrisi
yang dibutuhkan.
o Kebutuhan penggantian
tergantung pada tipe
anemia dan atau
adanyan masukkan oral
yang buruk dan
defisiensi yang
diidentifikasi.
3. Konstipasi b.d Membuat/kembali o Observasi warna feses, o Membantu
penurunan pola normal dari konsistensi, frekuensi dan mengidentifikasi
masukan diet; fungsi usus jumlah penyebab /factor
perubahan proses o Auskultasi bunyi usus pemberat dan intervensi
pencernaan; efek Kriteria hasil : o Awasi intake dan output yang tepat.
samping terapi mengatakan (makanan dan cairan). o bunyi usus secara
obat. lambungnya tidak o Dorong masukkan cairan umum meningkat pada
nyeri lagi 2500-3000 ml/hari dalam diare dan menurun
DS : lambung nya Warna urine toleransi jantung pada konstipasi
nyeri normal, dan o Hindari makanan yang o dapat mengidentifikasi
DO : Urine pekat warna feses membentuk gas dehidrasi, kehilangan
dan feses hitam, normal serta o Kaji kondisi kulit perianal berlebihan atau alat
Auskultasi konsistensi yang dengan sering, catat dalam mengidentifikasi
terdengar bunyi normal perubahan kondisi kulit defisiensi diet
usus menurun. Bunyi usus atau mulai kerusakan. o membantu dalam
normal. Lakukan perawatan memperbaiki
perianal setiap defekasi konsistensi feses bila
bila terjadi diare. konstipasi. Akan
o Kolaborasi ahli gizi untuk membantu
diet seimbang dengan memperthankan status
tinggi serat dan bulk. hidrasi pada diare
o Berikan pelembek feses, o menurunkan distress
stimulant ringan, laksatif gastric dan distensi
pembentuk bulk atau abdomen
enema sesuai indikasi. o mencegah ekskoriasi
Pantau keefektifan. kulit dan kerusakan
(kolaborasi) o serat menahan enzim
o Berikan obat antidiare, pencernaan dan
misalnya Defenoxilat mengabsorpsi air dalam
Hidroklorida dengan alirannya sepanjang
atropine (Lomotil) dan traktus intestinal dan
obat mengabsorpsi air, dengan demikian
misalnya Metamucil. menghasilkan bulk,
(kolaborasi). yang bekerja sebagai
perangsang untuk
defekasi.
o mempermudah defekasi
bila konstipasi terjadi.
o menurunkan motilitas
usus bila diare terjadi.
4. Intoleransi aktifitas Dapat o Kaji kemampuan ADL o Mempengaruhi pilihan
b.d mempertahankan pasien. intervensi/bantuan
ketidakseimbangan /meningkatkan o Observasi tanda-tanda o Manifestasi
antara suplai ambulasi/aktivitas vital sebelum dan sesudah kardiopulmonal dari
oksigen aktivitas. upaya jantung dan paru
(pengiriman) dan Kriteria hasil : untuk membawa
kebutuhan, dapat beraktivitas jumlah oksigen adekuat
kelemahan fisik. dengan normal. ke jaringan
TD : 120/80 o Berikan lingkungan o Meningkatkan istirahat
DS : mengeluhkan mmHg tenang, batasi pengunjung, untuk menurunkan
pusing, lemas, serta dan kurangi suara bising, kebutuhan oksigen
sesak nafas dan pertahankan tirah baring tubuh dan menurunkan
mudah lelah saat bila di indikasikan regangan jantung dan
beraktivitas. paru
DO : - o Rencanakan kemajuan o Meningkatkan aktivitas
aktivitas dengan pasien, secara bertahap sampai
termasuk aktivitas yang normal dan
pasien pandang perlu. memperbaiki tonus
Tingkatkan tingkat otot/stamina tanpa
aktivitas sesuai toleransi. kelemahan.
Meingkatkan harga diri
dan rasa terkontrol.
o Gunakan teknik o Mendorong pasien
menghemat energi, melakukan banyak
aktivitas dengan
membatasi
penyimpangan energi
dan mencegah
kelemahan.
o Anjurkan pasien untuk o Regangan/stress
mengehentikan aktivitas kardiopulmonal
bila palpitasi, nyeri dada, berlebihan dapat
nafas pendek, kelemahan, menimbulkan
atau pusing terjadi. dekompensasi
/kegagalan
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
4.3. Daftar Pustaka
Handayani, Wiwik & andi S.H. 2008. Asuhan Keperawatan Pada
Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Slaemba
Medika. Hal 59-62.
Bakta, Prof.Dr. I Made.2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta:
EGC.
davey, patrick. 2005. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga. Hal. 307.

Anda mungkin juga menyukai