FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
I.
Identitas Pasien
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Suku
Agama
Tanggal MRS
Tanggal pemeriksaan
No. Rekam Medis
II. ANAMNESA
1. RIWAYAT PENYAKIT
: Tn. M
: 60 tahun
: Laki-Laki
: Jl. Udang Windu No. 54, Mangli, Jember
: Jawa
: Islam
: 04 Mei 2014
: 14 Mei 2014
: 00.95.16
KELUHAN UTAMA :
Sesak dan kedua kaki bengkak.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
2 bulan yang lalu pasien dirawat di RSSA Malang karena penyakit yang
sama, pasien merasa sesak dan kakinya bengkak. Setelah dirawat selama
seminggu, kondisi pasien berangsur pulih dan pulang. Satu bulan kemudian gejala
penyakitnya muncul lagi.
H6 SMRS Pasien mengatakan bahwa pasien merasa sesak ketika bernapas,
sesak lebih parah jika sedang berjalan cepat. Tapi mereda jika istirahat. Sesak
tidak dipangaruhi cuaca debu dan emosi. Wheezing (-), rhonki halus (+), Nyeri
dada (-), Batuk (+) 1 minggu SMRS, berdahak (+) putih kental, tidak berdarah.
Pasien juga merasakan bengkak di kaki sejak 1 bulan yang lalu, tapi
mengabaikannya. Bengkak di tangannya baru muncul 3 hari sebelum masuk
rumah sakit. Mual (-) muntah (-), nyeri ulu hati (-) tidak ada keluhan di
gastrointestinal. BAK dalam batas normal warna kuning jernih. BAB dalam batas
normal tidak mencret dan tidak berwarna hitam.
H1 SMRS Pasien makin sesak dan bengkak di kakinya mengganggu
aktivitasnya sehingga pasien memutuskan untuk ke rumah sakit. Pasien tidak bisa
tidur karena sesak semakin bertambah jika posisi berbaring. Pasien juga
mengeluhkan batuk-batuk yang tidak kunjung sembuh.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat nyeri dada disangkal.
Riwayat hipertensi ada (+)
Riwayat penyakit jantung sebelumnya ada.
Riwayat penyakit pernapasan (asma) disangkal.
Riwayat pernah menggunakan obat bawah lidah disangkal.
Riwayat pernah makan obat selama 6 bulan disangkal.
Riwayat penyakit diabetes ada (+)
Penyakit hati (-)
Sistem Urogenital
: tidak ada keluhan
Sistem Integumentum
: tidak ada keluhan
Sistem Muskuloskeletal : pitting edema di kedua kaki
Kesan : terdapat masalah pada sistem kardiovaskular,
respirasi,
muskoloskeletal.
Konjungtiva anemis : -/
Sklera ikterus
: -/
Oedem palpebra
: -/
Refleks pupil
: normal, pupil isokor 3mm/3mm,
RC +/+
Bercak bitot
: -/-
Leher
Mata cowong
: -/Air mata
: +/+
Perdarahan subkkonjungtiva : -/Hidung
: sekret (-), perdarahan (-), pernapasan cuping hidung (-)
Telinga: sekret (-), tidak bau, tidak perdarahan
Mulut
: tidak sianosis
Lidah
: ukuran normal, lidah kotor (-), atrofi papil lidah (-)
Tonsil
: tidak tampak hiperemis, tonsil tidak membesar
KGB
: tidak ada pembesaran
Tiroid
: tidak membesar
JVP
: meningkat (5+4 cm= 9 cm)
Kaku kuduk : tidak ada
Deviasi trakea : tidak ada
Kesan : terdapat peningkatan JVP
Thorax
Cor
Inspeksi
: Ictus Cordis tampak
Palpasi
: Ictus Cordis teraba linea aksilaris anterior sinistra
ICS VI
Perkusi
: Batas kanan atas: redup pada ICS II PSL D
Batas kanan bawah: redup pada ICS VI PSL D
Batas kiri atas: redup pada ICS II PSL S
Batas kiri bawah: redup pada ICS VI linea aksilaris
sinistra
Auskultasi
: S1S2 tunggal e/g/m: -/-/+
Kesan: terdapat kelainan pada jantung berupa kardiomegali
Pulmo
Ventralis (V)
Dorsalis (D)
Inspeksi
Retraksi (-/-)
Retraksi (-/-)
(dextra)
(sinistra)
Fremitus raba
N
(dextra)
(sinistra)
Fremitus raba
N
N
N
N
N N
N N
N
N
Nyeri tekan (-), krepitasi (-)
Perkusi
S
S
S
S
S S
S
S
Auskultasi
Suara Dasar
B BV
B BV
V
B BV
B BV
V
V
V V
V V
V V
V
V
Rhonki
-
+ +
+
+
Wheezing
-
- -
Nilai Normal
Hasil Pemeriksaan
06/05/14
Urin
Lengkap
Warna
Kuning jernih
Kuning keruh
pH
4,8-7,5
5,0
BJ
1,015-1,025
1,025
Protein
Negatif
+2(75mg/dl)
Glukosa
Normal
Normal
Urobilin
Normal
Normal
Bilirubin
Negatif
Negatif
Nitrit
Negatif
Negatif
Keton
Negatif
Negatif
Leukosit
Negatif
+1
Blood Makros
Negatif
+3
Eritrosit
0-2 sel/lpb
>100
Leukosit
0-2 sel/lpb
10-25
Makros
Epitel Squamos
Epitel Renal
2-5 sel/lpb
Negatif
0-2
Negatif
Kristal
Ca oxalate 25-50
Silinder
Granula 2-5
Bakteri
Negatif
Yeast
Negatif
Tricomonas
Negatif
Lain-lain
Negatif
Jenis Pemeriksaan
Nilai
Normal
Hematologi
Hasil Pemeriksaan
04/05/14
05/05/14
Hb
13,5-17,5
14,8
14,2
Lekosit
4,5-11,0
10,2
10,1
Hct
41-53
43,9
42,7
Trombosit
150-450
141
267
SGOT
10-35
19
SGPT
9-43
20
Albumin
3,4-4,8
3,4
3,2
Natrium
135-155
133
135,4
Kalium
3,5-5,0
4,39
3,97
Clorida
90-110
100,4
102,4
Calsium
2,15-2,57
2,01
2,31
Magnesium
0,73-1,06
0,68
Fosfor
0,85-1,60
1,69
Kreatinin
0,6-1,3
1,4
BUN
6-20
21
Urea
10-50
44
Asam Urat
3,4-7
8,8
lengkap
Faal Hati
Elektrolit
Faal Ginjal
serum
Glukosa Darah
Tanggal pemeriksaan
04/05/14
05/05/14
06/05/14
07/05/14
08/05/14
09/05/14
10/05/14
12/05/14
PEMERIKSAAN EKG
Tanggal 4 Mei 2014
Foto Thoraks
Kesan:
Cor:
Pulmo:
penebalan hilus
RESUME:
Pasien usia 60 tahun BB 85 kg. Sesak napas sejak 6 hari sebelum masuk
rumah sakit. Sesak napas terutama saat berjalan cepat dan mereda saat
istirahat. Saat tidur malam pasien selalu batuk dan kemudian terbangun.
Pasien tidur dengan menumpuk 3 bantal agar tidak sesak. Kedua kaki
ASSESMENT
Diagnosis Fungsional : Decomp Cordis Functional Class grade II
Dianosis Anatomis : LVH, LAH, RVH
Diagnosis Etiologi
: Hipertensi, Diabetes melitus
Diagnosis Penyerta : Edema Anasarka + DM Tipe 2
PENATALAKSANAAN:
Diagnostik:
Elektrokardiografi
Foto Thorak
Pemeriksaan Laboratorium
Medikamentosa
inf. RL 7 tpm
O2 2 L/mnt
Inj. Ranitidin 2x1
inj. Antrain 3x1
Inj. Cefotaxim 3x1
Lasix 3x1
Lansoprazol 2x1
Letonal 1-0-0
Glimepirid 2 mg 1-0-0
Digoxin 1-0-0
Micardis 80 mg 1x1
Ekstremitas:
Akral hangat +
+
Oedem
+
+
+
+
+
+
A] Diagnosis Fungsional : DCFC Grade II
Dx. Anatomis: LVH, LAH, RVH
Diagnosis penyerta: edema anasarka + DM
Tipe II
P] inf. RL 7 tpm
O2 2 L/mnt
Inj. Ranitidin 2x1
inj. Antrain 3x1
Inj. Cefotaxim 3x1
Inj. Lasix 2x1
FOLLOW UP
Ekstremitas:
Akral hangat +
+
Oedem
+
+
+
+
A] Diagnosis Fungsional : DCFC Grade II
Dx. Anatomis: LVH, LAH, RVH
Diagnosis penyerta: edema anasarka + DM
Tipe II
P] inf. RL 7 tpm
Lasix 3x1
Lansoprazol 2x1
Letonal 1-0-0
Ekstremitas:
Akral hangat +
+
+
+
A] Diagnosis Fungsional : DCFC Grade II
suprapubis,
Dx. Anatomis: LVH, LAH, RVH
O] KU: lemah
Kes: cm
TD: 160/100mmHg RR: 25x/menit
Diagnosis Penyerta: edema anasarka + DM
N: 108x/mnt
T.ax: 36, 60C
Tipe II
K/L: a/i/c/d : -/-/-/+
P] inf. RL 7 tpm
Thorax:
Inj. Lasix 3x1
Cor:
Inj. Lanzoprazol 2x1
I: ictus cordis tidak tampak
Inj. Letonal 1-0-0
P:ictus cordis tidak teraba
Glimepirid 2mg 1-0-0
P: redup
A: SS tunggal, reguler,
e/g/m -/-/ +
Pulmo:
I: simetris, retraksi -/P: fremitus raba +/+
P: sonor +/+
A: ves +/+, rh +/+, wh -/Abdomen:
I: datar
A: BU +
P: tympani
P: soepel, nyeri tekan (-)
kencing nyeri, ada nyeri di
Oedem
+
+
Ekstremitas:
Akral hangat +
+
Oedem
+
+
+
+
A] Diagnosis Fungsional : DCFC Grade II
Dx. Anatomis: LVH, LAH, RVH
Diagnosis Penyerta: edema anasarka +
DM Tipe II
P] inf. RL 7 tpm
Inj. Lasix 3x1
Inj. Lanzoprazol 2x1
Inj. Letonal 1-0-0
Glimepirid 2 mg 1-0-0
Kes: cm
TD: 140/80mmHg RR: 22x/menit
N: 98x/mnt
T.ax: 36,70C
Ekstremitas:
Akral hangat +
+
Oedem
+
+
+
+
A] Diagnosis Fungsional : DCFC Grade II
Dx. Anatomis: LVH, LAH, RVH
Diagnosis Penyerta: edema anasarka + DM
Tipe II
P] inf. RL 7 tpm
Inj. Lasix 3x1
Inj. Lanzoprazol 2x1
Inj. Letonal 1-0-0
Glimepirid 2 mg 1-0-0
Digoxin 1-0-0
Micardis 80 mg 1x1
Pulmo:
I: simetris, retraksi -/P: fremitus raba +/+
P: sonor +/+
A: ves +/+, rh -/-. wh -/Abdomen:
I: datar
A: BU +
P: tympani
P: soepel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas:
Akral hangat +
+
Oedem
+
+
+
+
A] Diagnosis Fungsional : DCFC Grade II
Dx. Anatomis: LVH, LAH, RVH
Diagnosis Penyerta: edema anasarka
+ DM Tipe II
P] inf. RL 7 tpm
Inj. Lasix 3x1
Lansoprazol 2x1
Letonal 1-0-0
Glimepirid 2 mg 1-0-0
Digoxin 1-0-0
Micardis 80 mg 1x1
Kes: cm
TD: 130/100mmHg RR: 20x/menit
N: 98x/mnt
T.ax: 36, 70C
K/L: a/i/c/d : -/-/-/Thorax:
Cor:
I: ictus cordis tidak tampak
P:ictus cordis tidak teraba
P: redup
A: SS tunggal, reguler,
e/g/m -/-/+
Pulmo:
I: simetris, retraksi -/P: fremitus raba +/+
P: sonor +/+
A: ves +/+, rh -/-, wh -/Abdomen:
I: datar
A: BU +
P: tympani
P: soepel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas:
Akral hangat +
+
Oedem
+
+
A] Diagnosis Fungsional : DCFC Grade II
Dx. Anatomis: LVH, LAH, RVH
Diagnosis penyerta: edema anasarka + DM
Tipe II
P] inf. RL 7 tpm
Inj. Lasix 2x1
Lansoprazol 2x1
Letonal 1-0-0
Glimepirid 2 mg 1-0-0
Digoxin 1-0-0
Micardis 80 mg 1x1
+
+
Kasus
Gagal Jantung
Anamnesis:
- Dyspnoe de Effort
- Ortopneu
- Dispneu Nokturnal Paroksismalis
- Sesak
- Bengkak ekstrimitas
- Batuk pada malam hari
Faktor Resiko:
Diabetes
Hipertensi
Infark Miokard
Kardiomiopati
Usia tua
Merokok
+
+
+
+
+
+
Faktor resiko:
+
+
+
+
+
+
Rhonki paru
Gallop S3
Refluks hepatojugular
Edema ekstrimitas
Hepatomegali
Efusi pleura
Takikardia
+
+
+
+
+
+
Pemeriksaan Laboratorium:
EKG:
-
Pemeriksaaan Laboratorium:
EKG:
ST-T
menunjukkan
adannya
stenosis
aorta
penyakit
jantung
dan
hipertensi
Aritmia jantung
Foto Thoraks:
Kardiomegali
Hipertrofi Ventrikel
Kongesti Vena Paru
Edema interstitial
Efusi pleura
Penatalaksanaan :
Meningkatkan
pemberian
pemakaian
O2
Penatalaksanaan:
okigenasi
dan
dengan
menurunkan
oksigen
dengan
inf. RL 7 tpm
O2 masker 2 lpm
pembatasan aktivitas
Posisi tidur setengan duduk
Memperbaiki
kontraktilitas
jantung
Menurunkan beban jantung dengan
Glimepirid 2 mg 1-0-0
Digoxin 1-0-0
vasodilator
Micardis 80 mg 1x1
otot
Review:
Pada pasien dijumpai ISK, karena dari hasil labratorium didapatkan:
Protein
:+2(75mg/dl)
Leukosit Makros
:+1
Blood Makros
:+3
Eritrosit
:>100
Leukosit
:10-25
Kristal
:Ca oxalate 25-50
Silinder
:Granula 2-5
Bakteri
:+
ISK dpt terjadi karena ada faktor resiko pada pasien yaitu Diabetes Melitus dan
mungkin terjadi infeksi kuman saat pemasangan kateter.
Seharusnya pada terapi ditambahkan antibiotik untuk mengobati infeksi saluran
kemih yang ada. Pilihan antibiotik yg dapat digunakan yaitu:
Levofloksasin, Sefiksim, Siprofloksasin, Kotrimoksazol.
Gejala dan Tanda:
Refluks hepatojugular dan hepatomegali: pada pasien tidak ditemukan refluks
hepatojugular dan hepatomegali karena aliran balik vena yang terkumpul tidak
sampai menimbulkan manifestasi berupa refluks hepatojugular dan hepatomegali
yang berarti.
Efusi pleura
Tidak ditemukan efusi pleura pada pasien karena meskipun sudah terjadi
transudasi cairan ke jaringan interstitial paru, tapi belum sampai menyebabkan
PEMBAHASAN
A. Definisi
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan
fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya
ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal. Ketika ini
terjadi, darah tidak bergerak efisien melalui sistem peredaran darah dan mulai
membuat cadangan, meningkatkan tekanan di dalam pembuluh darah dan
memaksa cairan dari pembuluh darah ke jaringan tubuh. Apabila tekanan
pengisian ini meningkat sehingga mengakibatkan edema paru dan bendungan
di sistem vena, maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif.
B. Etiologi
Penyebab gagal jantung dapat berupa faktor dari dalam jantung itu
sendiri maupun dari luar. Faktor dari dalam lebih sering karena terjadinya
kerusakan-kerusakan yang sudah dibawa, sedangkan faktor dari luar cukup
banyak, antara lain: penyakit jantung koroner, hipertensi, dan diabetes mellitus.
Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu:
a. Gangguan mekanik; beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara
tunggal atau bersamaan yaitu :
Beban volume (volume overload), misal: insufisiensi aorta atau mitral, left
b.
Keterangan :
Gambar 1 : Jantung normal.
Gambar 2 : Dinding jantung merentang dan bilik-bilik jantung membesar, dinding
jantung merentang untuk menahan lebih banyak darah.
Gambar 3 : Dinding-dinding jantung menebal, dinding otot jantung menebal
untuk memompa lebih kuat.
b.
penyebab gagal jantung 46% pada laki-laki dan 27% pada wanita. Faktor risiko
koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat
berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat badan
serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan
sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal jantung.8
d. Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan tekanan darah
yang tinggi terus-menerus. Ketika tekanan darah terus di atas 140/80, jantung
akan semakin kesulitan memompa darah dengan efektif dan setelah waktu yang
lama, risiko berkembangnya penyakit jantung meningkat. Hipertensi dapat
menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi
ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri
sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta
memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia
ventrikel.
e. Penyakit katup jantung
Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik. Penyebab
utama terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta.
Regurgitasi mitral dan regurgitasi aorta menyebabkan kelebihan beban volume
(peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan
(peningkatan afterload).
f. Penyakit Jantung Bawaan
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada
struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang
terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung
pada fase awal perkembangan janin. Penyakit jantung bawaan bisa terdiagnosis
sebelum kelahiran atau sesaat setelah lahir, selama masa anak-anak, atau
setelah dewasa. Penyakit jantung bawaan dengan adanya kelainan otot jantung
akan mengarah pada gagal jantung.
g. Penyakit Jantung Rematik
Penyakit Jantung Rematik (PJR) adalah suatu kondisi dimana terjadi
kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa penyempitan, atau kebocoran,
terutama katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya gejala sisa
dari demam Rematik. Demam rematik akut dapat menyebabkan peradangan
pada semua lapisan jantung. Peradangan endokardium biasanya mengenai
endotel katup, dan erosi pinggir daun katup. Bila miokardium terserang akan
timbul nodular yang khas pada dinding jantung sehingga dapat menyebabkan
pembesaran jantung yang berakhir pada gagal jantung.
h. Aritmia
Aritmia adalah berkurangnya efisiensi jantung yang terjadi bila kontraksi
atrium hilang (fibrilasi atrium, AF). Aritmia sering ditemukan pada pasien
dengan gagal jantung dan dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk
hipertofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi.
i. Kardiomiopati
Kardiomiopati merupakan penyakit pada otot jantung yang bukan
disebabkan oleh penyakit jantung koroner, hipertensi, penyakit jantung
kongenital, ataupun penyakit katup jantung. Kardiomiopati ditandai dengan
kekakuan otot jantung dan tidak membesar sehingga terjadi kelainan fungsi
diastolik (relaksasi) dan menghambat fungsi ventrikel.
j. Merokok dan Konsumsi Alkohol
Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko penyakit jantung. Merokok
mempercepat denyut jantung, merendahkan kemampuan jantung dalam
membawa dan mengirimkan oksigen, menurunkan level HDL-C (kolesterol
baik) di dalam darah, serta menyebabkan pengaktifan platelet, yaitu sel-sel
penggumpalan darah. Penggumpalan cenderung terjadi pada arteri jantung,
terutama jika sudah ada endapan kolesterol di dalam arteri. Alkohol dapat
berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung akut
maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi). Konsumsi
alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit
otot jantung alkoholik).
D. Klasifikasi
Tabel 2.1 Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural (ACC/AHA)
atau berdasarkan gejala, berdasarkan kelas fungsionalnya (NYHA)17
Tahapan Gagal Jantung berdasarkan Beratnya gagal jantung berdasarkan
struktural dan kerusakan otot jantung. gejala dan aktivitas fisik.
Stage Memiliki
risiko
tinggi Kelas Aktivitas fisik tidak terganggu,
mengembangkan
jantung.
gagal
Tidak
kelainan
ditemukan
struktural
fungsional,
tidak
kelainan
atau
jantung
yang
II
Saat
istirahat
tidak
ada
jantung,
yang
tapi
tanpa
terdapat
tanda/gejala.
Stage Secara struktural
B
dengan
umum
mengakibatkan
dilakukan
kelelahan,
jantung
kelainan
struktural
III
jantung.
Saat
istirahat
tidak
ada
rasa
lelah,
mengalami
kelainan
berat,
IV
menimbulkan
istirahat
saat
melakukan
istirahat
walau
telah
mendapatkan pengobatan.
keluhan.
Saat
bergejala.
Jika
aktivitas
fisik,
E. Patogenesis
Gagal jantung merupakan kelainan multisistem dimana terjadi gangguan
pada jantung, otot skeletal dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis
serta perubahan neurohormonal yang kompleks.
Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang
menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung. Hal ini menyebabkan
aktivasi mekanisme kompensasi neurohormonal, Sistem Renin Angiotensin
Aldosteron (sistem RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang
bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung
dapat terjaga. Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor
II
plasma
dan
aldosteron.
Angiotensin
II
merupakan
vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang
merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat
tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan
menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi kalium.
Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada disfungsi
endotel pada gagal jantung.
Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama
yeng memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat.
Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap
peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada otot skelet dan
fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta perubahan neurohormonal
yang kompleks.
Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang
menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan
aktivasi mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem Renin Angiotensin
Aldosteron (sistem RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang
bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung
dapat terjaga. Aktivasi .sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor
menjaga cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan
kontraktilitas serta vasokonstriksi perifer (peningkatan katekolamin).
Apabila hal ini timbul berlanjutan, dapat menyebabkan gangguan pada
fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan
terjadinya apoptosis miosit,hipertofi dan nekrosis miokard fokal. Stimulasi
sistem RAA menyebabkan peningkatan konsentrasi renin, angiotensin II
diuretik
yang
akan
menyebabkan
hiponatremia.Endotelin
Pada penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolik
yang timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri. (Harbanu H.M, 2007)
F. Gejala Klinis
Deskripsi
Mekanisme
Darah dikatakan
backs up di
tiba-tiba dan
jantung) karena
mengkompensasi
menyebabkan cairan
bocor ke paru-paru.
Menurunnya tonus
bertambah, penurunan
untuk pulih
pernapasan di malam
hari, edema paru
Cairan menumpuk di
paru-paru (lihat di
atau pink.
atas).
jantung yang
melambat tertahan
dan menyebabkan
cairan untuk
menumpuk dalam
jaringan. Ginjal
kurang mampu
membuang natrium
dan air, juga
menyebabkan retensi
cairan di dalam
jaringan.
Kelelahan
memompa cukup
darah untuk
memenuhi kebutuhan
jaringan tubuh.
berjalan.
Kurangnya nafsu makan dan mual
Sistem pencernaan
perut.
Perubahan pada
berpikir
Untuk "menebus"
kerugian dalam
memompa kapasitas,
jantung berdetak lebih
cepat.
Gambar
menunjukka
n gambaran
umum
gejala klinis
pada pasien
G.
Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang umum dilakukan pada gagal jantung
antara lain adalah: darah rutin, urine rutin, elektrolit (Na & K), ureum &
kreatinine, SGOT/PT, dan BNP. Pemeriksaan ini mutlak harus dilakukan pada
pasien dengan gagal jantung karena beberapa alasan berikut: (1) untuk mendeteksi
anemia, (2) untuk mendeteksi gangguan elektrolit (hipokalemia dan/atau
hiponatremia), (3) untuk menilai fungsi ginjal dan hati, dan (4) untuk mengukur
brain natriuretic peptide (beratnya gangguan hemodinamik).
b. Pemeriksaan Foto thoraks
Tabel 2.3 Temuan pada Foto Toraks, Penyebab, dan Implikasi Klinis17
Kelainan
Kardiomegali
Penyebab
Dilatasi ventrikel kiri,
Implikasi Klinis
Ekhokardiografi, doppler
perikard
Hipertensi, stenosis aorta,
Ekhokardiografi, doppler
kardiomiopati hipertropi
Peningkatan tekanan
Edema interstisial
Efusi pleura
peningkatan pengisian
kardiak
keganasan
Peningkatan tekanan
limfatik
jantung kronis
c. Pemeriksaan EKG
Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebagian
besar pasien (80-90%), antara lain:
Gelombang Q yang menunjukkan adanya infark miokard dan kelainan
d. Pemeriksaan Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan pengujian non invasif yang paling bermanfaat
dalam
membantu
menilai struktur
dan
fungsi
merupakan baku utama (gold standard) untuk menilai gangguan fungsi sistol
ventrikel kiri dan membantu memperkirakan hasil dan kemampuan bertahan
kasus gagal jantung.
Tabel 2.4 Temuan Echocardiography pada Gagal Jantung
TEMUAN UMUM
Ukuran dan bentuk
ventrikel
DISFUNGSI
SISTOLIK
Ejeksi fraksi ventrikel
kiri berkurang <45%
DISFUNGSI
DIASTOLIK
Ejeksi fraksi ventrikel
kiri normal > 45-50%
Ukuran ventrikel kiri
normal
Dinding ventrikel kiri
kontraksi ventrikular
berdilatasi
Remodelling LV
(konsentrik vs
eksentrik)
ventrikel kiri
Regurgitasi ringan-
Remodelling eksentrik
ventrikel kiri.
Hipertensi pulmonal*
terdapat peningkatan latihan lebih lanjut. VO2 maks menunjukkan batas toleransi
latihan aerobik dan sering menurun pada gagal jantung.
f. Kateterisasi jantung
Kateterisasi jantung dilakukan pada semua gagal jantung yang
penyebabnya belum diketahui. Dengan kateterisasi jantung maka dapat diketahui
besar tekanan ruang-ruang jantung dan pembuluh darah serta penentuan besarnya
curah jantung.
H. Diagnosis
Tanda serta gejala penyakit gagal jantung dapat dibedakan berdasarkan
bagian mana dari jantung itu yang mengalami gangguan pemompaan darah, lebih
jelasnya sebagai berikut:
a. Gagal jantung sebelah kiri; menyebabkan pengumpulan cairan di dalam paruparu (edema pulmoner), yang menyebabkan sesak nafas yang hebat. Pada
awalnya sesak nafas hanya dirasakan saat seseorang melakukan aktivitas,
tetapi sejalan dengan memburuknya penyakit maka sesak nafas juga akan
timbul pada saat penderita tidak melakukan aktivitas. Sedangkan tanda lainnya
adalah cepat letih (fatigue), gelisah/cemas (anxiety), detak jantung cepat
(tachycardia), batuk-batuk serta irama denyut jantung tidak teratur (aritmia).
b.
Gagal jantung sebelah kanan; cenderung mengakibatkan pengumpulan
darah yang mengalir ke bagian kanan jantung. Sehingga hal ini menyebabkan
pembengkakan di kaki, pergelangan kaki, tungkai, perut (ascites) dan hati
(hepatomegaly). Tanda lainnya adalah mual, muntah, keletihan, detak jantung
cepat serta sering buang air kecil (urin) dimalam hari (Nocturia).
Tabel 2.2 Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung17
Kriteria Mayor:
Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea
Distensi vena leher
Rales paru
Kardiomegali pada hasil rontgen
Edema paru akut
S3 gallop
Peningkatan tekanan vena pusat > 16 cmH2O pada atrium kanan
Hepatojugular reflux
Penurunan berat badan 4,5 kg dalam kurun waktu 5 hari sebagai respon
pengobatan gagal jantung
Kriteria Minor:
Edema pergelangan kaki bilateral
Batuk pada malam hari
Dyspnea on ordinary exertion
Hepatomegali
Efusi pleura
Takikardi 120x/menit
Diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan jika terdapat minimal 1
kriteria mayor dan 2 kriteria minor
I. Penatalaksanaan
Farmakologis:
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors (ACEI)
ACEI harus digunakan pada semua pasien dengan gagal jantung yang
simtomatik dan LVEF < 40%. Pasien yang harus mendapatkan ACEI :
LVEF < 40%, walaupun tidak ada gejala.
Pasien gagal jantung disertai dengan regurgitasi
Kontraindikasi yang patut diingat antara lain :
Sebagai pilihan lain pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas
fungsional II-IV NYHA) yang tidak toleran terhadap ACEI.
Meningkatkan LVEF
Dosis optimal untuk ACEI dan/atau ARB (dan aldosterone antagonis jika
diindikasikan).
Pasien harus secara klinis stabil (tidak terdapat perubahan dosis diuresis).
Inisiasi terapi sebelum pulang rawat memungkinkan untuk diberikan pada
pasien yang baru saja masuk rawat karena gagal jantung akut, selama
pasien telah membaik dengan terapi lainnya, tidak tergantung pada obat
inotropik intravenous, dan dapat diobservasi di rumah sakit setidaknya 24
jam setelah dimulainya terapi BB.
Kontraindikasi :
Diuretik
Penggunaan diuretik pada gagal jantung :
Antagonis Aldosteron
Pasien yang seharusnya mendapat antagonis aldosteron :
Pertimbangkan
peningkatan
dosis
setelah
4-8
minggu.
Jangan
Sebagai terapi tambahan terhdap ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron
tidak dapat ditoleransi.
Meningkatkan
penghantaran
natrium
ke
tubulus
distal
sehingga
Pasien dengan irama sinus dan disfungsi sistolik ventrikel kiri (LVEF <
40%) yang mendapatkan dosis optimal diuretik, ACEI atau/ dan ARB,
beta bloker dan antagonis aldosteron jika diindikasikan, yang tetap
simtomatis, digoksin dapat dipertimbangkan.
Mortalitas pasien gagal jantung dengan NYHA kelas IV, ACC/AHA tingkat D
sebesar lebih dari 50% pada tahun pertama.
RESUME:
Pada pasien ini didapatkan 5 kriteria mayor yaitu paroksismal nocturnal
dispnea yang ditanyakan saat anamnesis, pada pemeriksaan fisik dijumpai distensi
vena leher, pada auskultasi terdengar ronki paru yang halus, pada foto thoraks
didapatkan gambaran kardiomegali dan pada pengukuran tekanan vena jugularis
didapatkan peninggian tekanan vena jugularis.
Sedangkan untuk kriteria minor didapatkan 4 kriteria yaitu: edema
ekstrimitas yang ditemukan saat pemeriksaan fisik, batuk pada malam hari dan
dispneu de effort yang ditanyakan saat anamnesis, dan takikardia.
DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association. 2011. Heart Disease And Stroke Statistics -2010
Update. Available from: http://www.americanheart.org. [Accessed Mei
2014].
Rilantono, L.I., Baraas, F., Karo-Karo, S., dan Roebiono, P.S. 2004. Buku Ajar
Kardiologi FKUI. Jakarta: Gaya Baru.
Sudoyo, A.W., et al. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Suryadipraja, R.M. 2004. Gagal Jantung dan Penatalaksanaannya, dalam
Moehadsjah., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi III. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.