Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN KASUS

Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya


SMF Ilmu Penyakit Dalam di RSUD dr.Soebandi Jember

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
I.

Identitas Pasien
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Suku
Agama
Tanggal MRS
Tanggal pemeriksaan
No. Rekam Medis
II. ANAMNESA
1. RIWAYAT PENYAKIT

: Tn. M
: 60 tahun
: Laki-Laki
: Jl. Udang Windu No. 54, Mangli, Jember
: Jawa
: Islam
: 04 Mei 2014
: 14 Mei 2014
: 00.95.16

KELUHAN UTAMA :
Sesak dan kedua kaki bengkak.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
2 bulan yang lalu pasien dirawat di RSSA Malang karena penyakit yang
sama, pasien merasa sesak dan kakinya bengkak. Setelah dirawat selama
seminggu, kondisi pasien berangsur pulih dan pulang. Satu bulan kemudian gejala
penyakitnya muncul lagi.
H6 SMRS Pasien mengatakan bahwa pasien merasa sesak ketika bernapas,
sesak lebih parah jika sedang berjalan cepat. Tapi mereda jika istirahat. Sesak
tidak dipangaruhi cuaca debu dan emosi. Wheezing (-), rhonki halus (+), Nyeri
dada (-), Batuk (+) 1 minggu SMRS, berdahak (+) putih kental, tidak berdarah.
Pasien juga merasakan bengkak di kaki sejak 1 bulan yang lalu, tapi
mengabaikannya. Bengkak di tangannya baru muncul 3 hari sebelum masuk
rumah sakit. Mual (-) muntah (-), nyeri ulu hati (-) tidak ada keluhan di
gastrointestinal. BAK dalam batas normal warna kuning jernih. BAB dalam batas
normal tidak mencret dan tidak berwarna hitam.
H1 SMRS Pasien makin sesak dan bengkak di kakinya mengganggu
aktivitasnya sehingga pasien memutuskan untuk ke rumah sakit. Pasien tidak bisa
tidur karena sesak semakin bertambah jika posisi berbaring. Pasien juga
mengeluhkan batuk-batuk yang tidak kunjung sembuh.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat nyeri dada disangkal.
Riwayat hipertensi ada (+)
Riwayat penyakit jantung sebelumnya ada.
Riwayat penyakit pernapasan (asma) disangkal.
Riwayat pernah menggunakan obat bawah lidah disangkal.
Riwayat pernah makan obat selama 6 bulan disangkal.
Riwayat penyakit diabetes ada (+)
Penyakit hati (-)

Penyakit ginjal (-)


Gastritis (-)
Demam sebelumnya (-)
RIWAYAT PENGOBATAN
Obat Anti Diabetes di RSSA
Obat untuk mengatasi sesak dan bengkak di kakinya tapi pasien tidak tahu
namanya waktu rawat inap di RSSA.
RIWAYAT ALERGI
Disangkal
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.
RIWAYAT SOSIAL EKONOMI DAN LINGKUNGAN
Sosial ekonomi
Pasien adalah seorang sopir ojek, dengan penghasilan yang tidak tentu
sehari-harinya. Lebih kurang 50.000 sehari. Pasien tinggal sendiri di rumah,
istrinya sudah meninggal, anaknya hanya 1 dan tinggal di Malang.
Lingkungan
Pasien tinggal sendiri, ukuran rumah 12m2x 8m2x 8m2, terdiri dari 2 kamar
tidur dengan ukuran 3m2x3m2. Memiliki 3 buah jendela, dinding pemanen dari
tembok, lantai tegel, atap genteng, ventilasi dan pencahayaan baik. Sumber air
minum dari sumur galian. Kamar mandi di dalam rumah.
Kesan : sosial ekonomi dan lingkungan kurang baik.
RIWAYAT GIZI
Pasien makan 3 kali dengan lauk beragam. Tidak ada penurunan berat
badan. Pasien seminggu inaktivitas sebelum masuk rumah sakit.
Kesan : riwayat gizi baik
I. ANAMNESIS SISTEM
Sistem Serebrospinal
Sistem Kardiovaskular
Sistem Pernafasan
Sistem Gastrointestinal

: tidak ada keluhan


: hipertensi
: sesak napas (karena gagal jantung), batuk
: tidak ada keluhan

Sistem Urogenital
: tidak ada keluhan
Sistem Integumentum
: tidak ada keluhan
Sistem Muskuloskeletal : pitting edema di kedua kaki
Kesan : terdapat masalah pada sistem kardiovaskular,

respirasi,

muskoloskeletal.

II. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum
: cukup
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda tanda vital :
a. Tekanan darah
: 140/100 mmHg
b. Nadi
: 118 x/menit
c. Temperatur
: 36,5 C
d. Respiration Rate
: 20 x/menit
Gizi : cukup
BB = 85 kg; TB = 177 cm
IMT = 27,13 (BB lebih/Overweight)
Kulit
: pitting edema, tidak ada nodul
Kelenjar limfe
: Tidak ada pembesaran limfe colli, aksila, dan inguinal
Ekstremitas
Otot
: Tidak terdapat atrofi otot, tidak terdapat kelemahan otot,
Tulang
Sendi

terdapat oedem di ekstrimitas bawah


: Tidak ada deformitas
: Tidak terdapat nyeri sendi di kedua kaki

Kesan : pada pemeriksaan umum didapatkan kondisi umum lemah, dan


terdapat edema di kedua kaki.
Pemeriksaan Khusus
Kepala
Bentuk
: bulat dan simetris
Ukuran
: normocephal
Rambut
: hitam, lurus, tipis, tidak mudah dicabut
Mata

Konjungtiva anemis : -/
Sklera ikterus
: -/
Oedem palpebra
: -/
Refleks pupil
: normal, pupil isokor 3mm/3mm,
RC +/+

Bercak bitot

: -/-

Leher

Mata cowong
: -/Air mata
: +/+
Perdarahan subkkonjungtiva : -/Hidung
: sekret (-), perdarahan (-), pernapasan cuping hidung (-)
Telinga: sekret (-), tidak bau, tidak perdarahan
Mulut
: tidak sianosis
Lidah
: ukuran normal, lidah kotor (-), atrofi papil lidah (-)
Tonsil
: tidak tampak hiperemis, tonsil tidak membesar

KGB
: tidak ada pembesaran
Tiroid
: tidak membesar
JVP
: meningkat (5+4 cm= 9 cm)
Kaku kuduk : tidak ada
Deviasi trakea : tidak ada
Kesan : terdapat peningkatan JVP
Thorax
Cor
Inspeksi
: Ictus Cordis tampak
Palpasi
: Ictus Cordis teraba linea aksilaris anterior sinistra
ICS VI
Perkusi
: Batas kanan atas: redup pada ICS II PSL D
Batas kanan bawah: redup pada ICS VI PSL D
Batas kiri atas: redup pada ICS II PSL S
Batas kiri bawah: redup pada ICS VI linea aksilaris
sinistra
Auskultasi
: S1S2 tunggal e/g/m: -/-/+
Kesan: terdapat kelainan pada jantung berupa kardiomegali

Pulmo
Ventralis (V)

Dorsalis (D)
Inspeksi

Bentuk: normal, simetris

Bentuk: normal, simetris

Retraksi (-/-)

Retraksi (-/-)

Gerakan nafas tertinggal (-/-)

Gerakan nafas tertinggal (-/-)

Pelebaran ICS (-)

Pelebaran ICS (-)


Palpasi

(dextra)

(sinistra)

Fremitus raba
N

(dextra)

(sinistra)

Fremitus raba
N

N
N
N

N N

N N

N
N
Nyeri tekan (-), krepitasi (-)
Perkusi
S
S
S
S

S S

S
S

Auskultasi
Suara Dasar
B BV

B BV

V
B BV

B BV

V
V

V V

V V

V V

V
V

Rhonki
-

+ +

+
+

Wheezing
-

- -

Kesan: terdapat rhonki halus di basal paru


Abdomen :
Inspeksi
: Cembung
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Perkusi
: Timpani
Palpasi
: Nyeri tekan (-), hepar/ lien/ ren tidak teraba, soepel
Extremitas :
Atas
: Akral Hangat
:+/+
Oedem
:-/Bawah
: Akral Hangat
:+/+
Oedem
:+/+
Kesan: oedem di ekstrimitas bawah berupa pitting edema
Hasil Laboratorium
Jenis Pemeriksaan

Nilai Normal

Hasil Pemeriksaan
06/05/14

Urin
Lengkap

Warna

Kuning jernih

Kuning keruh

pH

4,8-7,5

5,0

BJ

1,015-1,025

1,025

Protein

Negatif

+2(75mg/dl)

Glukosa

Normal

Normal

Urobilin

Normal

Normal

Bilirubin

Negatif

Negatif

Nitrit

Negatif

Negatif

Keton

Negatif

Negatif

Leukosit

Negatif

+1

Blood Makros

Negatif

+3

Eritrosit

0-2 sel/lpb

>100

Leukosit

0-2 sel/lpb

10-25

Makros

Epitel Squamos
Epitel Renal

2-5 sel/lpb
Negatif

0-2
Negatif

Kristal

Ca oxalate 25-50

Silinder

Granula 2-5

Bakteri

Negatif

Yeast

Negatif

Tricomonas

Negatif

Lain-lain

Negatif

Jenis Pemeriksaan

Nilai
Normal

Hematologi

Hasil Pemeriksaan
04/05/14

05/05/14

Hb

13,5-17,5

14,8

14,2

Lekosit

4,5-11,0

10,2

10,1

Hct

41-53

43,9

42,7

Trombosit

150-450

141

267

SGOT

10-35

19

SGPT

9-43

20

Albumin

3,4-4,8

3,4

3,2

Natrium

135-155

133

135,4

Kalium

3,5-5,0

4,39

3,97

Clorida

90-110

100,4

102,4

Calsium

2,15-2,57

2,01

2,31

Magnesium

0,73-1,06

0,68

Fosfor

0,85-1,60

1,69

Kreatinin

0,6-1,3

1,4

BUN

6-20

21

Urea

10-50

44

Asam Urat

3,4-7

8,8

lengkap

Faal Hati

Elektrolit

Faal Ginjal

serum

Glukosa Darah

Tanggal pemeriksaan
04/05/14
05/05/14
06/05/14
07/05/14
08/05/14
09/05/14
10/05/14
12/05/14
PEMERIKSAAN EKG
Tanggal 4 Mei 2014

Glukosa Sewaktu (mg/dl)


215
193
202
129
144
125
118
116

EKG tgl 5 Mei 2014

Foto Thoraks

Kesan:
Cor:

Kesan : kardiomegali CTR: 67 %

Aortic knob melebar

Conus pulmonalis menonjol

Grounded = hipertrofi ventrikel kiri

Pinggang jantung tidak ada = hipertrofi atrium kiri

Ventrikel kanan membesar

Pulmo:

penebalan hilus

peningkatan corak bronkovaskular, tampak bercak-bercak kesuraman pada


kedua paru

RESUME:
Pasien usia 60 tahun BB 85 kg. Sesak napas sejak 6 hari sebelum masuk
rumah sakit. Sesak napas terutama saat berjalan cepat dan mereda saat

istirahat. Saat tidur malam pasien selalu batuk dan kemudian terbangun.
Pasien tidur dengan menumpuk 3 bantal agar tidak sesak. Kedua kaki

bengkak. Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama.


Pemeriksaan fisik :
Tekanan darah 140/100 mmHg, Tax 36,5OC, kedua kaki bengkak, dispneu.
Pemeriksaan penunjang darah lengkap, glukosa sewaktu, foto thoraks, &
EKG:
Hiperglikemia, hiperuricemia, kardiomegali (LVH, LAH, RVH)
Urin Lengkap: proteinuria, hematuria, leukosituria, bakteri (+), kristal Ca
oxalate dan silinder (+).

ASSESMENT
Diagnosis Fungsional : Decomp Cordis Functional Class grade II
Dianosis Anatomis : LVH, LAH, RVH
Diagnosis Etiologi
: Hipertensi, Diabetes melitus
Diagnosis Penyerta : Edema Anasarka + DM Tipe 2
PENATALAKSANAAN:
Diagnostik:
Elektrokardiografi
Foto Thorak
Pemeriksaan Laboratorium
Medikamentosa
inf. RL 7 tpm
O2 2 L/mnt
Inj. Ranitidin 2x1
inj. Antrain 3x1
Inj. Cefotaxim 3x1
Lasix 3x1
Lansoprazol 2x1
Letonal 1-0-0
Glimepirid 2 mg 1-0-0
Digoxin 1-0-0
Micardis 80 mg 1x1

Follow up hari 2 MRS (Senin, 05 Mei 2014)


S] Sesak (+), Batuk (+), bengkak
di kaki dan tangan (+)
O] KU: lemah
Kes: cm
TD: 130/100mmHg RR: 30x/menit
N: 110x/mnt
T.ax: 36, 10C

K/L: a/i/c/d : -/-/-/+


Thorax:
Cor:
I: ictus cordis tampak
P:ictus cordis teraba
P: redup
A: SS tunggal,
reguler, e/g/m -/-/ +
Pulmo:
I: simetris, retraksi -/P: fremitus raba +/+
P: sonor +/+
A: ves +/+, rh +/+, wh -/Abdomen:
I: datar
A: BU +
P: tympani
P: soepel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas:
Akral hangat +
+
Oedem

+
+

+
+
+
+
A] Diagnosis Fungsional : DCFC Grade II
Dx. Anatomis: LVH, LAH, RVH
Diagnosis penyerta: edema anasarka + DM
Tipe II
P] inf. RL 7 tpm
O2 2 L/mnt
Inj. Ranitidin 2x1
inj. Antrain 3x1
Inj. Cefotaxim 3x1
Inj. Lasix 2x1

FOLLOW UP

Follow up hari 3 MRS (Selasa, 06 Mei 2014)

S] Batuk (+) , sesak (+), susah BAB


sudah 3 hari
O] KU: lemah
Kes: cm
TD: 130/80mmHg RR: 27x/menit
N: 105x/mnt
T.ax: 36,20C
K/L: a/i/c/d: -/-/-/+
Thorax:
Cor:
I: ictus cordis tampak
P:ictus cordis teraba
P: redup
A: SS tunggal, reguler, e/g/m -/-/+
Pulmo:
I: simetris, retraksi -/P: fremitus raba +/+
P: sonor +/+
A: ves +/+, rh +/+, wh -/Abdomen:
I: datar
A: BU +
P: tympani
P: soepel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas:
Akral hangat +
+
Oedem

+
+

+
+
A] Diagnosis Fungsional : DCFC Grade II
Dx. Anatomis: LVH, LAH, RVH
Diagnosis penyerta: edema anasarka + DM
Tipe II
P] inf. RL 7 tpm
Lasix 3x1
Lansoprazol 2x1
Letonal 1-0-0

Follow up hari 4 MRS (Rabu, 07 Mei 2014)

S] Sesak (+), Batuk (+) lebih


ringan dari kemarin, bengkak di
kaki, BAB sudah lancar, saat

Ekstremitas:
Akral hangat +
+

+
+
A] Diagnosis Fungsional : DCFC Grade II
suprapubis,
Dx. Anatomis: LVH, LAH, RVH
O] KU: lemah
Kes: cm
TD: 160/100mmHg RR: 25x/menit
Diagnosis Penyerta: edema anasarka + DM
N: 108x/mnt
T.ax: 36, 60C
Tipe II
K/L: a/i/c/d : -/-/-/+
P] inf. RL 7 tpm
Thorax:
Inj. Lasix 3x1
Cor:
Inj. Lanzoprazol 2x1
I: ictus cordis tidak tampak
Inj. Letonal 1-0-0
P:ictus cordis tidak teraba
Glimepirid 2mg 1-0-0
P: redup
A: SS tunggal, reguler,
e/g/m -/-/ +
Pulmo:
I: simetris, retraksi -/P: fremitus raba +/+
P: sonor +/+
A: ves +/+, rh +/+, wh -/Abdomen:
I: datar
A: BU +
P: tympani
P: soepel, nyeri tekan (-)
kencing nyeri, ada nyeri di

Oedem

+
+

Follow up hari 5 MRS (Kamis, 08 Mei 2014)

S] Sesak (+), bengkak di kaki, saat


kencing nyeri, nyeri di
suprapubis, sukar BAK
O] KU: lemah
Kes: cm
TD: 160/110mmHg RR: 21x/menit
N: 96x/mnt
T.ax: 36,80C

K/L: a/i/c/d : -/-/-/+


Thorax:
Cor:
I: ictus cordis tampak
P:ictus cordis teraba
P: redup
A: SS tunggal, reguler,
e/g/m -/-/+
Pulmo:
I: simetris, retraksi -/P: fremitus raba +/+
P: sonor +/+
A: ves +/+, rh +/+, wh -/Abdomen:
I: datar
A: BU +
P: tympani
P: soepel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas:
Akral hangat +
+
Oedem

+
+

+
+
A] Diagnosis Fungsional : DCFC Grade II
Dx. Anatomis: LVH, LAH, RVH
Diagnosis Penyerta: edema anasarka +
DM Tipe II
P] inf. RL 7 tpm
Inj. Lasix 3x1
Inj. Lanzoprazol 2x1
Inj. Letonal 1-0-0
Glimepirid 2 mg 1-0-0

Follow up hari 6 MRS (Jumat, 9 Mei 2014)


S] Sesak (+), Bengkak di kedua
kaki, nyeri saat kencing, nyeri di
suprapubis.
O] KU: lemah

Kes: cm
TD: 140/80mmHg RR: 22x/menit
N: 98x/mnt
T.ax: 36,70C

K/L: a/i/c/d : -/-/-/Thorax:


Cor:
I: ictus cordis tidak tampak
P:ictus cordis tidak teraba
P: redup
A: SS tunggal, reguler, e/g/m
-/-/+
Pulmo:
I: simetris, retraksi -/P: fremitus raba +/+
P: sonor +/+
A: ves +/+, rh +/+, wh -/Abdomen:
I: datar
A: BU +
P: tympani
P: soepel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas:
Akral hangat +
+
Oedem

+
+

+
+
A] Diagnosis Fungsional : DCFC Grade II
Dx. Anatomis: LVH, LAH, RVH
Diagnosis Penyerta: edema anasarka + DM
Tipe II
P] inf. RL 7 tpm
Inj. Lasix 3x1
Inj. Lanzoprazol 2x1
Inj. Letonal 1-0-0
Glimepirid 2 mg 1-0-0
Digoxin 1-0-0
Micardis 80 mg 1x1

Follow up hari 7 MRS (Sabtu, 10 Mei 2014)


S] Sesak (+), bengkak di kaki dan
tangan (+), nyeri saat BAK, nyeri
daerah suprapubis, sukar BAK
O] KU: lemah
Kes: cm
TD: 140/100mmHg RR: 20x/menit
N: 96x/mnt
T.ax: 36, 50C

K/L: a/i/c/d : -/-/-/Thorax:


Cor:
I: ictus cordis tidak tampak
P:ictus cordis tidak teraba
P: redup
A: SS tunggal, reguler,
e/g/m -/-/+

Pulmo:
I: simetris, retraksi -/P: fremitus raba +/+
P: sonor +/+
A: ves +/+, rh -/-. wh -/Abdomen:
I: datar
A: BU +
P: tympani
P: soepel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas:
Akral hangat +
+
Oedem

+
+

+
+
A] Diagnosis Fungsional : DCFC Grade II
Dx. Anatomis: LVH, LAH, RVH
Diagnosis Penyerta: edema anasarka
+ DM Tipe II
P] inf. RL 7 tpm
Inj. Lasix 3x1
Lansoprazol 2x1
Letonal 1-0-0
Glimepirid 2 mg 1-0-0
Digoxin 1-0-0
Micardis 80 mg 1x1

Follow up hari 10 MRS ( Selasa, 13 Mei 2014)


S] tidak ada keluhan, bengkak di
kaki
O] KU: lemah

Kes: cm
TD: 130/100mmHg RR: 20x/menit
N: 98x/mnt
T.ax: 36, 70C
K/L: a/i/c/d : -/-/-/Thorax:
Cor:
I: ictus cordis tidak tampak
P:ictus cordis tidak teraba
P: redup
A: SS tunggal, reguler,
e/g/m -/-/+

Pulmo:
I: simetris, retraksi -/P: fremitus raba +/+
P: sonor +/+
A: ves +/+, rh -/-, wh -/Abdomen:
I: datar
A: BU +
P: tympani
P: soepel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas:
Akral hangat +
+
Oedem

+
+
A] Diagnosis Fungsional : DCFC Grade II
Dx. Anatomis: LVH, LAH, RVH
Diagnosis penyerta: edema anasarka + DM
Tipe II
P] inf. RL 7 tpm
Inj. Lasix 2x1
Lansoprazol 2x1
Letonal 1-0-0
Glimepirid 2 mg 1-0-0
Digoxin 1-0-0
Micardis 80 mg 1x1

PERBANDINGAN TEORI & KASUS


Teori

+
+

Kasus

Gagal Jantung
Anamnesis:
- Dyspnoe de Effort
- Ortopneu
- Dispneu Nokturnal Paroksismalis
- Sesak
- Bengkak ekstrimitas
- Batuk pada malam hari

Faktor Resiko:

Diabetes

Hipertensi

Infark Miokard

Kardiomiopati

Usia tua

Jenis kelamin Laki-laki

Merokok

+
+
+
+
+
+

Faktor resiko:
+
+
+
+
+
+

Penyakit Jantung Koroner


Pemeriksaan Fisik:

Peningkatan tekanan vena jugularis

Distensi Vena Leher

Rhonki paru

Gallop S3

Edema paru akut

Refluks hepatojugular

Edema ekstrimitas

Hepatomegali

Efusi pleura

Takikardia

+
+
+
+
+
+
Pemeriksaan Laboratorium:
EKG:
-

Pemeriksaaan Laboratorium:
EKG:

Gelombang Q yang menunjukkan


adanya infark miokard dan kelainan
gelombang

ST-T

menunjukkan

adanya iskemia miokard.


LBBB (left bundle branch block),
kelainan ST-T dan pembesaran Foto Thoraks:
atrium kiri menunjukkan adanya Kardiomegali
Hipertrofi ventrikel
disfungsi bilik kiri
+
LVH (left ventricular hypertrophy) +
dan
inverse
gelombang
T menunjukkan

adannya

stenosis

aorta

penyakit

jantung

dan

hipertensi
Aritmia jantung

Foto Thoraks:
Kardiomegali
Hipertrofi Ventrikel
Kongesti Vena Paru
Edema interstitial
Efusi pleura

Penatalaksanaan :
Meningkatkan
pemberian
pemakaian

O2

Penatalaksanaan:
okigenasi
dan

dengan

menurunkan

oksigen

dengan

inf. RL 7 tpm

O2 masker 2 lpm

Inj. Lasix 3x1

Inj. Lanzoprazol 2x1

pembatasan aktivitas
Posisi tidur setengan duduk
Memperbaiki
kontraktilitas

Inj. Letonal 1-0-0

jantung
Menurunkan beban jantung dengan

Glimepirid 2 mg 1-0-0

diet rendah garam, diuretic dan

Digoxin 1-0-0

vasodilator

Micardis 80 mg 1x1

otot

Review:
Pada pasien dijumpai ISK, karena dari hasil labratorium didapatkan:
Protein
:+2(75mg/dl)
Leukosit Makros
:+1
Blood Makros
:+3
Eritrosit
:>100
Leukosit
:10-25
Kristal
:Ca oxalate 25-50
Silinder
:Granula 2-5
Bakteri
:+
ISK dpt terjadi karena ada faktor resiko pada pasien yaitu Diabetes Melitus dan
mungkin terjadi infeksi kuman saat pemasangan kateter.
Seharusnya pada terapi ditambahkan antibiotik untuk mengobati infeksi saluran
kemih yang ada. Pilihan antibiotik yg dapat digunakan yaitu:
Levofloksasin, Sefiksim, Siprofloksasin, Kotrimoksazol.
Gejala dan Tanda:
Refluks hepatojugular dan hepatomegali: pada pasien tidak ditemukan refluks
hepatojugular dan hepatomegali karena aliran balik vena yang terkumpul tidak
sampai menimbulkan manifestasi berupa refluks hepatojugular dan hepatomegali
yang berarti.
Efusi pleura
Tidak ditemukan efusi pleura pada pasien karena meskipun sudah terjadi
transudasi cairan ke jaringan interstitial paru, tapi belum sampai menyebabkan

terjadinya efusi pleura. Mekanisme pengeluaran cairan melalui sistem limfatik


masih bisa sedikit mengkompensasi.

PEMBAHASAN
A. Definisi
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan
fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya
ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal. Ketika ini
terjadi, darah tidak bergerak efisien melalui sistem peredaran darah dan mulai
membuat cadangan, meningkatkan tekanan di dalam pembuluh darah dan
memaksa cairan dari pembuluh darah ke jaringan tubuh. Apabila tekanan
pengisian ini meningkat sehingga mengakibatkan edema paru dan bendungan
di sistem vena, maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif.
B. Etiologi

Penyebab gagal jantung dapat berupa faktor dari dalam jantung itu
sendiri maupun dari luar. Faktor dari dalam lebih sering karena terjadinya
kerusakan-kerusakan yang sudah dibawa, sedangkan faktor dari luar cukup
banyak, antara lain: penyakit jantung koroner, hipertensi, dan diabetes mellitus.
Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu:
a. Gangguan mekanik; beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara
tunggal atau bersamaan yaitu :

Beban volume (volume overload), misal: insufisiensi aorta atau mitral, left

to right shunt, dan transfusi berlebihan


Beban tekanan (pressure overload), misal: hipertensi, stenosis aorta,

koartasio aorta, dan hipertrofi kardiomiopati


Hambatan pengisian, misal: constrictive pericarditis dan tamponade
Tamponade jantung atau konstriski perikard (jantung tidak dapat diastole).
Obstruksi pengisian bilik
Aneurisma bilik dan disinergi bilik
Restriksi endokardial atau miokardial

b.

Abnormalitas otot jantung

Kelainan miokardium (otot): kardiomiopati, miokarditis metabolik (DM,

gagal ginjal kronik, anemia), toksin atau sitostatika.


Kelainan disdinamik sekunder: Deprivasi oksigen (penyakit jantung
koroner), kelainan metabolic, peradangan, penyakit sistemik, dan penyakit

Paru Obstruksi Kronis


c. Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi: misalnya, irama
tenang, fibrilasi, takikardia atau bradikardia ekstrim, asinkronitas listrik.
Perubahan-perubahan yang terlihat pada gagal jantung:
1
2

Keterangan :
Gambar 1 : Jantung normal.
Gambar 2 : Dinding jantung merentang dan bilik-bilik jantung membesar, dinding
jantung merentang untuk menahan lebih banyak darah.
Gambar 3 : Dinding-dinding jantung menebal, dinding otot jantung menebal
untuk memompa lebih kuat.

C. Faktor Resiko Gagal Jantung Kongestif


a. Umur
Semakin tua seseorang maka akan semakin besar kemungkinan menderita
gagal jantung karena kekuatan pembuluh darah tidak seelastis saat muda dan
juga timbulnya penyakit jantung yang lain pada usia lanjut yang merupakan
faktor resiko gagal jantung.
Jenis kelamin

b.

Pada umumnya laki-laki lebih beresiko terkena gagal jantung daripada


perempuan. Hal ini disebabkan karena perempuan mempunyai hormon
estrogen yang berpengaruh terhadap bagaimana tubuh menghadapi lemak dan
kolesterol.
c.

Penyakit Jantung Koroner


Penyakit jantung koroner dalam Framingham study dikatakan sebagai

penyebab gagal jantung 46% pada laki-laki dan 27% pada wanita. Faktor risiko
koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat

berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat badan
serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan
sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal jantung.8
d. Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan tekanan darah
yang tinggi terus-menerus. Ketika tekanan darah terus di atas 140/80, jantung
akan semakin kesulitan memompa darah dengan efektif dan setelah waktu yang
lama, risiko berkembangnya penyakit jantung meningkat. Hipertensi dapat
menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi
ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri
sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta
memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia
ventrikel.
e. Penyakit katup jantung
Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik. Penyebab
utama terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta.
Regurgitasi mitral dan regurgitasi aorta menyebabkan kelebihan beban volume
(peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan
(peningkatan afterload).
f. Penyakit Jantung Bawaan
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada
struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang
terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung
pada fase awal perkembangan janin. Penyakit jantung bawaan bisa terdiagnosis
sebelum kelahiran atau sesaat setelah lahir, selama masa anak-anak, atau
setelah dewasa. Penyakit jantung bawaan dengan adanya kelainan otot jantung
akan mengarah pada gagal jantung.
g. Penyakit Jantung Rematik
Penyakit Jantung Rematik (PJR) adalah suatu kondisi dimana terjadi
kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa penyempitan, atau kebocoran,
terutama katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya gejala sisa
dari demam Rematik. Demam rematik akut dapat menyebabkan peradangan
pada semua lapisan jantung. Peradangan endokardium biasanya mengenai
endotel katup, dan erosi pinggir daun katup. Bila miokardium terserang akan

timbul nodular yang khas pada dinding jantung sehingga dapat menyebabkan
pembesaran jantung yang berakhir pada gagal jantung.
h. Aritmia
Aritmia adalah berkurangnya efisiensi jantung yang terjadi bila kontraksi
atrium hilang (fibrilasi atrium, AF). Aritmia sering ditemukan pada pasien
dengan gagal jantung dan dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk
hipertofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi.
i. Kardiomiopati
Kardiomiopati merupakan penyakit pada otot jantung yang bukan
disebabkan oleh penyakit jantung koroner, hipertensi, penyakit jantung
kongenital, ataupun penyakit katup jantung. Kardiomiopati ditandai dengan
kekakuan otot jantung dan tidak membesar sehingga terjadi kelainan fungsi
diastolik (relaksasi) dan menghambat fungsi ventrikel.
j. Merokok dan Konsumsi Alkohol
Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko penyakit jantung. Merokok
mempercepat denyut jantung, merendahkan kemampuan jantung dalam
membawa dan mengirimkan oksigen, menurunkan level HDL-C (kolesterol
baik) di dalam darah, serta menyebabkan pengaktifan platelet, yaitu sel-sel
penggumpalan darah. Penggumpalan cenderung terjadi pada arteri jantung,
terutama jika sudah ada endapan kolesterol di dalam arteri. Alkohol dapat
berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung akut
maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi). Konsumsi
alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit
otot jantung alkoholik).

D. Klasifikasi
Tabel 2.1 Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural (ACC/AHA)
atau berdasarkan gejala, berdasarkan kelas fungsionalnya (NYHA)17
Tahapan Gagal Jantung berdasarkan Beratnya gagal jantung berdasarkan
struktural dan kerusakan otot jantung. gejala dan aktivitas fisik.
Stage Memiliki
risiko
tinggi Kelas Aktivitas fisik tidak terganggu,

mengembangkan
jantung.

gagal

Tidak

kelainan

ditemukan

struktural

fungsional,

tidak

kelainan

tidak menyebabkan kelelahan,

atau

palpitasi, atau sesak nafas.

terdapat Kelas Aktivitas fisik sedikit terbatasi.

jantung

yang

II

Saat

istirahat

tidak

ada

dihubungkan dengan gagal

keluhan. Tapi aktivitas fisik

jantung,

yang

tapi

tanpa

tanda/gejala gagal jantung.


Stage Gagal
C

aktivitas yang umum dilakukan

terdapat

tanda/gejala.
Stage Secara struktural
B

dengan

umum

mengakibatkan

dilakukan
kelelahan,

jantung

palpitasi atau sesak nafas.


bergejala Kelas Aktivitas fisik sangat terbatasi.

kelainan

struktural

III

jantung.

Saat

istirahat

tidak

ada

keluhan. Tapi aktivitas ringan


menimbulkan

rasa

lelah,

palpitasi, atau sesak nafas.


Stage Secara struktural jantung telah Kelas Tidak dapat beraktivitas tanpa
D

mengalami

kelainan

berat,

IV

menimbulkan

gejala gagal jantung terasa

istirahat

saat

melakukan

istirahat

walau

telah

mendapatkan pengobatan.

keluhan.

Saat

bergejala.

Jika

aktivitas

fisik,

keluhan bertambah berat.

E. Patogenesis
Gagal jantung merupakan kelainan multisistem dimana terjadi gangguan
pada jantung, otot skeletal dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis
serta perubahan neurohormonal yang kompleks.
Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang
menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung. Hal ini menyebabkan
aktivasi mekanisme kompensasi neurohormonal, Sistem Renin Angiotensin
Aldosteron (sistem RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang
bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung
dapat terjaga. Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor

menjaga cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan


kontraktilitas serta vasokonstriksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila
hal ini timbul berkelanjutan dapat menyeababkan gangguan pada fungsi
jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya
apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal.
Stimulasi sistem RAA menyebabkan peningkatan konsentrasi renin,
angiotensin

II

plasma

dan

aldosteron.

Angiotensin

II

merupakan

vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang
merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat
tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan
menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi kalium.
Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada disfungsi
endotel pada gagal jantung.
Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama
yeng memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat.
Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap
peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada otot skelet dan
fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta perubahan neurohormonal
yang kompleks.
Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang
menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan
aktivasi mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem Renin Angiotensin
Aldosteron (sistem RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang
bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung
dapat terjaga. Aktivasi .sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor
menjaga cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan
kontraktilitas serta vasokonstriksi perifer (peningkatan katekolamin).
Apabila hal ini timbul berlanjutan, dapat menyebabkan gangguan pada
fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan
terjadinya apoptosis miosit,hipertofi dan nekrosis miokard fokal. Stimulasi
sistem RAA menyebabkan peningkatan konsentrasi renin, angiotensin II

plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang


poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan
noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan
merangsang pelepasan aldosteron.
Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan
sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan
pada disfungsi endotel pada gagal jantung. Terdapat tiga bentuk natriuretic
peptide yang berstruktur hampir sama yang memiliki efek yang luas terhadap
jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial Natriuretic Peptide (ANP)
dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan menyebabkan
natriuresis dan vasodilatsi.
Pada manusia Brain Natriuretic Peptide (BNP) juga dihasilkan di jantung,
khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic
peptide terbatas pada endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek
terhadap natriuresis dan vasodilatasi minimal. Atrial and brain natriuretic
peptide meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan
tekanan dan bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler,
sekresi aldosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus renal.
Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya
pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didapatkan pada
pemberian

diuretik

yang

akan

menyebabkan

hiponatremia.Endotelin

disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan peptide


vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh
darah ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium.
Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan
derajat gagal jantung. Selain itu juga berhubungan dengan tekanan arteri
pulmonal pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering adalah
penyakit jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan
kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti infiltrasi pada penyakit
jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 40 %
penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal.

Pada penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolik
yang timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri. (Harbanu H.M, 2007)

F. Gejala Klinis

Manifestasi Klinis Umum


Sesak napas (juga disebut dyspnea)

Deskripsi

Mekanisme

Sesak napas selama

Darah dikatakan

melakukan aktivitas (paling

backs up di

sering), saat istirahat, atau saat

pembuluh darah paru

tidur, yang mungkin datang

(pembuluh darah yang

tiba-tiba dan

kembali dari paru ke

membangunkan. Pasien sering

jantung) karena

mengalami kesulitan bernapas

jantung tidak dapat

sambil berbaring datar dan

mengkompensasi

mungkin perlu untuk

suplai darah.Hal ini

menopang tubuh bagian atas

menyebabkan cairan

dan kepala di dua

bocor ke paru-paru.

bantal. Pasien sering


mengeluh bangun lelah atau
merasa cemas dan gelisah.
Dispneu Nokturnal Paroksismalis

Serangan sesak napas pada

Menurunnya tonus

malam hari, saat pasien

simpatis saat pasien

sedang tidur dan terbangun

tidur, darah balik yang

karena sesak napas.

bertambah, penurunan

Membutuhkan waktu 30 menit

aktivitas pada pusat

untuk pulih

pernapasan di malam
hari, edema paru

Batuk atau mengi yang persisten

Batuk yang menghasilkan

Cairan menumpuk di

lendir darah-diwarnai putih

paru-paru (lihat di

atau pink.

atas).

Penumpukan kelebihan cairan

Bengkak pada pergelangan

Aliran darah dari

dalam jaringan tubuh (edema)

kaki, kaki atau perut atau

jantung yang

penambahan berat badan.

melambat tertahan
dan menyebabkan
cairan untuk
menumpuk dalam
jaringan. Ginjal
kurang mampu
membuang natrium
dan air, juga
menyebabkan retensi
cairan di dalam
jaringan.

Kelelahan

Perasaan lelah sepanjang

Jantung tidak dapat

waktu dan kesulitan dengan

memompa cukup

kegiatan sehari-hari, seperti

darah untuk

belanja, naik tangga,

memenuhi kebutuhan

membawa belanjaan atau

jaringan tubuh.

berjalan.
Kurangnya nafsu makan dan mual

Perasaan penuh atau sakit

Sistem pencernaan

perut.

menerima darah yang


kurang, menyebabkan
masalah dengan
pencernaan.

Kebingungan dan gangguan

Kehilangan memori dan

Perubahan pada

berpikir

perasaan menjadi disorientasi.

tingkat zat tertentu


dalam darah, seperti
sodium, dapat
menyebabkan
kebingungan.

Peningkatan denyut jantung

Jantung berdebar-debar, yang

Untuk "menebus"

merasa seperti jantung Anda

kerugian dalam

balap atau berdenyut.

memompa kapasitas,
jantung berdetak lebih
cepat.

( American Heart Association, 2011)

Gambar
menunjukka
n gambaran
umum
gejala klinis
pada pasien

G.

Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang umum dilakukan pada gagal jantung
antara lain adalah: darah rutin, urine rutin, elektrolit (Na & K), ureum &
kreatinine, SGOT/PT, dan BNP. Pemeriksaan ini mutlak harus dilakukan pada
pasien dengan gagal jantung karena beberapa alasan berikut: (1) untuk mendeteksi
anemia, (2) untuk mendeteksi gangguan elektrolit (hipokalemia dan/atau
hiponatremia), (3) untuk menilai fungsi ginjal dan hati, dan (4) untuk mengukur
brain natriuretic peptide (beratnya gangguan hemodinamik).
b. Pemeriksaan Foto thoraks
Tabel 2.3 Temuan pada Foto Toraks, Penyebab, dan Implikasi Klinis17
Kelainan
Kardiomegali

Penyebab
Dilatasi ventrikel kiri,

Implikasi Klinis
Ekhokardiografi, doppler

ventrikel kanan, atria, efusi


Hipertropi ventrikel

perikard
Hipertensi, stenosis aorta,

Ekhokardiografi, doppler

Kongesti vena paru

kardiomiopati hipertropi
Peningkatan tekanan

Gagal jantung kiri

Edema interstisial

pengisian ventrikel kiri


Peningkatan tekanan

Gagal jantung kiri

Efusi pleura

pengisian ventrikel kiri


Gagal jantung dengan

Pikirkan diagnosis non

peningkatan pengisian

kardiak

tekanan jika ditemukan


bilateral, infeksi paru,
Garis Kerley B

keganasan
Peningkatan tekanan

Mitral stenosis atau gagal

limfatik

jantung kronis

c. Pemeriksaan EKG
Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebagian
besar pasien (80-90%), antara lain:
Gelombang Q yang menunjukkan adanya infark miokard dan kelainan

gelombang ST-T menunjukkan adanya iskemia miokard.


LBBB (left bundle branch block), kelainan ST-T dan pembesaran atrium

kiri menunjukkan adanya disfungsi bilik kiri


LVH (left ventricular hypertrophy) dan inverse gelombang T menunjukkan

adannya stenosis aorta dan penyakit jantung hipertensi


Aritmia jantung

d. Pemeriksaan Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan pengujian non invasif yang paling bermanfaat
dalam

membantu

menilai struktur

dan

fungsi

jantung. Pemeriksaan ini

merupakan baku utama (gold standard) untuk menilai gangguan fungsi sistol
ventrikel kiri dan membantu memperkirakan hasil dan kemampuan bertahan
kasus gagal jantung.
Tabel 2.4 Temuan Echocardiography pada Gagal Jantung

TEMUAN UMUM
Ukuran dan bentuk
ventrikel

DISFUNGSI
SISTOLIK
Ejeksi fraksi ventrikel
kiri berkurang <45%

Ejeksi fraksi ventikel kiri Ventrikel kiri membesar


(LVEF)
Gerakan regional dinding

Dinding ventrikel kiri


tipis

DISFUNGSI
DIASTOLIK
Ejeksi fraksi ventrikel
kiri normal > 45-50%
Ukuran ventrikel kiri
normal
Dinding ventrikel kiri

jantung, synchronisitas Remodelling eksentrik

tebal, atrium kiri

kontraksi ventrikular

berdilatasi

Remodelling LV
(konsentrik vs
eksentrik)

ventrikel kiri
Regurgitasi ringan-

Remodelling eksentrik

sedang katup mitral*

ventrikel kiri.

Hipertensi pulmonal*

Tidak ada mitral

Hipertrofi ventrikel kiri Pengisian mitral


atau kanan (Disfunfsi
berkurang*
Diastolik : hipertensi,
Tanda-tanda
COPD, kelainan katup)
meningkatnya tekanan
Morfolofi dan beratnya
pengisian ventrikel*
kelainan katup
Mitral inflow dan aortic
outflow; gradien

regurgitasi, jika ada


minimal.
Hipertensi pulmonal*
Pola pengisian mitral
abnormal.*
Terdapat tanda-tanda
tekanan pengisian
meningkat.

tekanan ventrikel kanan


Status cardiac output
(rendah/tinggi)
Keterangan : * Temuan pada echo-doppler.
e. Tes latihan fisik
Tes latihan fisik sering dilakukan untuk menilai adanya iskemia miokard
dan pada beberapa kasus untuk mengukur konsumsi oksigen maksimum (VO2
maks), yaitu kadar dimana konsumsi oksigen lebih lanjut. VO2 maks merupakan
kadar dimana konsumsi oksigen lebuh lanjut tidak akan meningkat meskipun

terdapat peningkatan latihan lebih lanjut. VO2 maks menunjukkan batas toleransi
latihan aerobik dan sering menurun pada gagal jantung.
f. Kateterisasi jantung
Kateterisasi jantung dilakukan pada semua gagal jantung yang
penyebabnya belum diketahui. Dengan kateterisasi jantung maka dapat diketahui
besar tekanan ruang-ruang jantung dan pembuluh darah serta penentuan besarnya
curah jantung.
H. Diagnosis
Tanda serta gejala penyakit gagal jantung dapat dibedakan berdasarkan
bagian mana dari jantung itu yang mengalami gangguan pemompaan darah, lebih
jelasnya sebagai berikut:
a. Gagal jantung sebelah kiri; menyebabkan pengumpulan cairan di dalam paruparu (edema pulmoner), yang menyebabkan sesak nafas yang hebat. Pada
awalnya sesak nafas hanya dirasakan saat seseorang melakukan aktivitas,
tetapi sejalan dengan memburuknya penyakit maka sesak nafas juga akan
timbul pada saat penderita tidak melakukan aktivitas. Sedangkan tanda lainnya
adalah cepat letih (fatigue), gelisah/cemas (anxiety), detak jantung cepat
(tachycardia), batuk-batuk serta irama denyut jantung tidak teratur (aritmia).
b.
Gagal jantung sebelah kanan; cenderung mengakibatkan pengumpulan
darah yang mengalir ke bagian kanan jantung. Sehingga hal ini menyebabkan
pembengkakan di kaki, pergelangan kaki, tungkai, perut (ascites) dan hati
(hepatomegaly). Tanda lainnya adalah mual, muntah, keletihan, detak jantung
cepat serta sering buang air kecil (urin) dimalam hari (Nocturia).
Tabel 2.2 Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung17
Kriteria Mayor:
Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea
Distensi vena leher
Rales paru
Kardiomegali pada hasil rontgen
Edema paru akut
S3 gallop
Peningkatan tekanan vena pusat > 16 cmH2O pada atrium kanan

Hepatojugular reflux
Penurunan berat badan 4,5 kg dalam kurun waktu 5 hari sebagai respon
pengobatan gagal jantung
Kriteria Minor:
Edema pergelangan kaki bilateral
Batuk pada malam hari
Dyspnea on ordinary exertion
Hepatomegali
Efusi pleura
Takikardi 120x/menit
Diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan jika terdapat minimal 1
kriteria mayor dan 2 kriteria minor
I. Penatalaksanaan
Farmakologis:
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors (ACEI)
ACEI harus digunakan pada semua pasien dengan gagal jantung yang
simtomatik dan LVEF < 40%. Pasien yang harus mendapatkan ACEI :
LVEF < 40%, walaupun tidak ada gejala.
Pasien gagal jantung disertai dengan regurgitasi
Kontraindikasi yang patut diingat antara lain :

Riwayat adanya angioedema

Stenosis bilateral arteri renalis

Konsentrasi serum kalsium > 5.0 mmol/L

Serum kreatinin > 220 mmol/L (>2.5 mg/dl)

Stenosis aorta berat

Angiotensin Receptor Blocker (ARB)


Pada pasien dengan tanpa kontraindikasi dan tidak toleran dengan ACE,
ARB direkomendasikan pada pasien dengan gagal jantung dan LVEF < 40% yang
tetap simtomatik walau sudah mendapatkan terapi optimal dengan ACEI dan BB,
kecuali telah mendapat antagonis aldosteron.
Pasien yang harus mendapatkan ARB:

Left ventrikular ejection fraction (LVEF)< 40%

Sebagai pilihan lain pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas
fungsional II-IV NYHA) yang tidak toleran terhadap ACEI.

Pasien dengan gejala menetap (kelas fungsionaal II-IV NYHA) walaupun


sudah mendapatkan pengobatan dengan ACEI dan bete bloker.

-bloker / Penghambat sekat- (BB)


Alasan penggunaan beta bloker (BB) pada pasien gagal jantung adalah
adanya gejala takikardi dan tingginya kadar katekolamin yang dapat
memperburuk kondisi gagal jantung. Pasien dengan kontraindikasi atau tidak
ditoleransi, BB harus diberikan pada pasien gagal jantung yang simtomatik, dan
dengan LVEF < 40%.
Manfaat beta bloker dalam gagal jantung melalui:

Mengurangi detak jantung : memperlambat fase pengisian diastolik


sehingga memperbaiki perfusi miokard.

Meningkatkan LVEF

Menurunkan tekanan baji kapiler pulmonal


Pasien yang harus mendapat BB:

LVEF < 40%

Gejala gagal jantung sedang-berat (NYHA kelas fungsional II-IV), pasien


dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri setelah kejadian infark miokard.

Dosis optimal untuk ACEI dan/atau ARB (dan aldosterone antagonis jika
diindikasikan).

Pasien harus secara klinis stabil (tidak terdapat perubahan dosis diuresis).
Inisiasi terapi sebelum pulang rawat memungkinkan untuk diberikan pada
pasien yang baru saja masuk rawat karena gagal jantung akut, selama
pasien telah membaik dengan terapi lainnya, tidak tergantung pada obat
inotropik intravenous, dan dapat diobservasi di rumah sakit setidaknya 24
jam setelah dimulainya terapi BB.
Kontraindikasi :

Asthma (COPD bukan kontraindikasi).

AV blok derajat II atau III, sick sinus syndrome (tanpa keberadaan


pacemaker), sinus bradikardi (<50 bpm).

Diuretik
Penggunaan diuretik pada gagal jantung :

Periksa selalu fungsi ginjal dan serum elektrolit.

Kebayakan pasien diresepkan loop diuretik dibandingkan thiazid karena


efektivitasnya yang lebih tinggi dalam memicu diuresis dan natriuresis.

Selalu mulai dengan dosis rendah dan tingkatkan hingga terrdapat


perbaikan klinis dari segi tanda dan gejala gagal jantung. Dosis harus
disesuaikan, terutama setelah berat badan kering normal telah tercapai,
hindari risiko disfungsi ginjal dan dehidrasi. Upayakan untuk mencapai hal
ini dengan menggunakan dosis diuretik serendah mungkin.

Penyesuaian dosis sendiri oleh pasien berdasarkan pengukuran berat badan


harian dan tanda-tanda klinis lainnya dari retensi cairan harus selalu
disokong pada pasien gagal jantung rawat jalan. Untuk mencapai hal ini
diperlukan edukasi pasien.

Antagonis Aldosteron
Pasien yang seharusnya mendapat antagonis aldosteron :

LVEF < 35%

Gejala gagal jantung sedang- berat ( kelas fungsional III-IV NYHA)

Dosis optimal BB dan ACEI atau ARB

Memulai pemberian spironolakton :

Periksa fungsi ginjal dan elektrolit serum

Pertimbangkan

peningkatan

dosis

setelah

4-8

minggu.

Jangan

meningkatkan dosis jika terjadi penurunan fungsi ginjal atau hiperkalemia.

Hydralizin & Isosorbide Dinitrat (ISDN)

Pasien yang harus mendapatkan hidralizin dan ISDN berdasarkan banyak


uji klinis adalah

Sebagai alternatif ACEI/ARB ketika keduanya tidak dapat ditoleransi.

Sebagai terapi tambahan terhdap ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron
tidak dapat ditoleransi.

Manfaat pengobatan lebih jelas ditemukan pada keturunan AfrikaAmerika.


Kontraindikasinya antara lain hipotensi simtomatik, sindroma lupus, gagal

ginjal berat (pengurangan dosis mungkin dibutuhkan).

Glikosida Jantung (Digoxin)


Digoksin memberikan keuntungan pada terapi gagal jantung dalam hal :

Memberikan efek inotropik positif yang menghasilkan perbaikan dan


fungsi ventrikel kiri.

Menstimulasi baroreseptor jantung

Meningkatkan

penghantaran

natrium

ke

tubulus

distal

sehingga

menghasilkan penekanan sekresi renin dari ginjal.

Menyebabkan aktivasi parasimpatik sehingga menghasilkan peningkatan


vagal tone.

Pasien atrial fibrilasi dengan irama ventrikular saat istirahat> 80x/menit,


dan saat aktivitas > 110-120x/ menit harus mendapatkan digoksin.

Pasien dengan irama sinus dan disfungsi sistolik ventrikel kiri (LVEF <
40%) yang mendapatkan dosis optimal diuretik, ACEI atau/ dan ARB,
beta bloker dan antagonis aldosteron jika diindikasikan, yang tetap
simtomatis, digoksin dapat dipertimbangkan.

J. Prognosis dan Perjalanan Penyakit


Secara umum, mortalitas pasien gagal jantung rawat inap sebesar 5-20% dan
pada pasien rawat jalan sebesar 20% pada tahun pertama setelah diagnosis.
Angka ini dapat meningkat sampai 50% setelah 5 tahun pasca diagnosis.

Mortalitas pasien gagal jantung dengan NYHA kelas IV, ACC/AHA tingkat D
sebesar lebih dari 50% pada tahun pertama.

RESUME:
Pada pasien ini didapatkan 5 kriteria mayor yaitu paroksismal nocturnal
dispnea yang ditanyakan saat anamnesis, pada pemeriksaan fisik dijumpai distensi
vena leher, pada auskultasi terdengar ronki paru yang halus, pada foto thoraks
didapatkan gambaran kardiomegali dan pada pengukuran tekanan vena jugularis
didapatkan peninggian tekanan vena jugularis.
Sedangkan untuk kriteria minor didapatkan 4 kriteria yaitu: edema
ekstrimitas yang ditemukan saat pemeriksaan fisik, batuk pada malam hari dan
dispneu de effort yang ditanyakan saat anamnesis, dan takikardia.

DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association. 2011. Heart Disease And Stroke Statistics -2010
Update. Available from: http://www.americanheart.org. [Accessed Mei
2014].
Rilantono, L.I., Baraas, F., Karo-Karo, S., dan Roebiono, P.S. 2004. Buku Ajar
Kardiologi FKUI. Jakarta: Gaya Baru.
Sudoyo, A.W., et al. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Suryadipraja, R.M. 2004. Gagal Jantung dan Penatalaksanaannya, dalam
Moehadsjah., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi III. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai