Anda di halaman 1dari 47

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GANGGUAN HARGA DIRI

RENDAH DENGAN FOKUS STUDI PSIKOEDUKASI KELUARGA


DI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO PROVINSI JAWA TENGAH

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Disusun untuk memenuhi sebagai syarat mata kuliah Karya Tulis Ilmiah

Pada Program Studi D III Keperawatan Semarang

Rismawati Dewi

P1337420116049

3A1

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2018

8
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesehatan jiwa adalah seseorang tersebut merasa sehat dan

bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup serta dapat menerima orang

lain sebagaimana seharusnya serta mempunyai sikap positif terhadap diri

sendiri dan orang lain. Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang

individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial

sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat

mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu

memberikan kontribusi untuk komunitasnya. (WHO, 2016)

Gangguan jiwa menurut American Psychiatric Association (APA)

adalah sindrom atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara

klinis, yang terjadi pada individu dan sindrom itu dihubungkan dengan

adanya distress (misalnya, gejala nyeri, menyakitkan) atau disabilitas

(ketidakmampuan pada salah satu bagian yang befungsi penting) atau

disertai peningkatan resiko secara bermakna untuk mati, sakit,

ketidakmampuan, atau kehilangan kebebasan.

Gangguan jiwa yang sering ditemui adalah skizofrenia. Skizofrenia

adalah suatu gangguan mental yang melibatkan hampir seluruh aspek

8
psikologis, merupakan gangguan psikosis fungsional yang tidak memiliki

ciri fisik untuk diamati. Karakteristik simtom skizofrenia dapat

digolongkan dalam dua kelompok yaitu, simtom positif dan simtom

negatif. Simtom positif adalah tanda-tanda yang berlebihan, yang biasanya

tidak ada pada kebanyakan orang, namun pada individu dengan

skizofrenia justru muncul. Delusi dan halusinasi merupakan bagian dalam

simtom positif. Simtom negatif adalah simtom yang defisit, yaitu perilaku

yang seharusnya dimiliki orang normal, namun tidak dimunculkan oleh

pasien skizofrenia, seperti avolition (menurunnya minat dan dorongan),

berkurangnya keinginan berbicara, afek datar, juga terganggunya relasi

sosial (Hawari, 2011).

Menurut data WHO (2016), dari total jumlah penduduk dunia yaitu

7,5 miliar, terdapat 35 juta orang menderita depresi, 60 juta orang terkena

bipolar, 21 juta menderita skizofrenia, serta 47,5 juta menderita dimensia.

Data Riskesdas (2013) memunjukkan prevalensi ganggunan mental

emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan

untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari

jumlah penduduk Indonesia. Prevalensi gangguan jiwa berat, seperti

skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000

penduduk. Data di Jawa Tengah terdapat 25 % dari total penduduk Jawa

Tengah 33,75 % juta atau sekitar 12 ribu menderita gangguan jiwa ( Profil

Kesehatan Jawa Tengah, 2015)

8
Pratiwi, (2016) mengatakan pasien skizofrenia sering mengalami

gangguan konsep diri salah satunya adalah harga diri. Harga diri adalah

(self esteem) adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan

menganalisa perilaku memenuhi ideal diri. Salah satu hal yang biasanya

terjadi pada seseorang adalah gangguan harga diri rendah.

Harga diri rendah pada pasien merupakan salah satu efek, karena

tidak memiliki keterampilan sosial atau keterampilan berkomunikasi.

Pasien tidak percaya diri dan kemudian merasa asing (berbeda) sehingga

pasien menghindari kontak sosial dan memiliki harga diri yang rendah

(Sefrina, 2016).

Tindakan keperawatan pada klien harga diri rendah bisa secara

individu, terapi keluarga dan penanganan di komunitas baik generalis

ataupun spesialis. Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan klien

yang mengalami harga diri rendah adalah dengan melakukan psikoedukasi

keluarga. Psikoedukasi keluarga dapat menurunkan beban keluarga dan

meningkatkan kemampuan keluarga dalam merawat klien. Keluarga perlu

diberdayakan untuk membantu mengatasi masalah anggota keluarganya

dengan dibekali pengetahuan cara merawat melalui tindakan keperawatan

pada keluarga. (Wiyati dkk, 2009).

Kerugian yang didapatkan jika tidak dilakukan psikoedukasi

terhadap keluarga antara lain kurangnya pengetahuan atau informasi

mengenai harga diri rendah, kurangnya ketrampilan untuk merawat

8
anggota keluarga yang sakit sehingga tidak dapat memahami koping

akibat gangguan jiwa yang dapat mengakibatkan masalah pada keluarga,

merasa terbebani terhadap anggota keluarga yang sakit dan akan merasa

malu, kurang adanya hubungan positif antar keluarga dan tidak bisa

memanajemen stres pada keluarga.

Dukungan keluarga yang baik dapat memberikan pengaruh positif

terhadap kesehatan jiwa anggota keluarganya. Bentuk dukungan ini dapat

diberikan melalui dua cara yaitu secara langsung dan secara tidak

langsung. Secara langsung dukungan ini akan memberikan dorongan

kepada anggotanya untuk berperilaku sehat, sedangkan secara tidak

langsung dukungan yang diterima dari orang lain akan mengurangi

ketegangan atau depresi sehingga tidak menimbulkan gangguan (Pratiwi

2016).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2016),

mengenai hubungan dukungan keluarga dengan harga diri pada pasien

skrizofrenia menyimpulkan bahwa dukungan keluarga pada klien

skizofrenia rawat jalan di RSJ Amino Gondohutomo Semarang sebagian

besar kategori kurang yaitu sebanyak 48 orang (56,5%). Distribusi

frekuensi harga diri pada klien skizofrenia Rawat Jalan di RSJ Amino

Gondohutomo Semarang sebagian besar kategori negatif yaitu sebanyak

49 orang (57,6%). Diketahui ada hubungan dukungan keluarga dengan

harga diri pada klien skizofrenia rawat jalan di RSJ Amino Gondhohutomo

Semarang dengan p value sebesar 0,0001< α (0,05). Dukungan yang

8
diberikan keluarga mempunyai peran yang sangat penting dalam

pembentukan harga diri klien serta kemampuan klien untuk dapat

mencapai tingkat kesembuhan serta menghindari terjadinya kekambuhan

kembali pada diri klien (Harmoko, 2012).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan, laporan data yang diperoleh

dari Ruang Rawat Inap kelas III di RSJD Dr. Amino Gondohutomo

Semarang dalam 2 bulan terakhir didapatkan penderita gangguan jiwa

pada bulan Agustus 2018 sebanyak 335 pasien dan pada bulan September

386 pasien. Bulan Agustus didapatkan 42,9 % pasien dengan Resiko

Perilaku Kekerasan, 44,17 % pasien dengan Halusinasi, 0,5 % pasien

dengan Harga Diri Rendah, 6,26 % pasien dengan Isolasi Sosial, 3,2 %

pasien dengan Resiko Bunuh Diri, 1,7 % pasien dengan Waham, dan 0,8

% pasien dengan Defisit Perawatan Diri. Bulan September didapatkan

45,077 % pasien dengan Resiko Perilaku Kekerasan, 43% pasien dengan

Halusinasi, 5,6 % pasien dengan Isolasi Sosial, 4,6 % pasien dengan

Resiko Bunuh Diri, 1,29 % pasien dengan Defisit Perawatan Diri.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan studi

kasus tentang Asuhan Keperawatan Jiwa pada klien dengan gangguan

konsep diri : harga diri rendah dengan tindakan psikoedukasi keluarga di

RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang.

8
B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien gangguan harga

diri rendah dengan tindakan psikoedukasi keluarga di RSJD Dr. Amino

Gondohutomo Semarang.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian pada klien gangguan harga diri rendah.

b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien gangguan harga diri

rendah.

c. Menetapkan perencanaan keperawatan pada klien gangguan harga

diri rendah dengan tindakan psikoedukasi keluarga.

d. Melakukan implementasi keperawatan pada klien gangguan harga

diri rendah yaitu tindakan psikoedukasi keluarga

e. Melakukan evaluasi pengelolaan pada klien gangguan harga diri

rendah dengan tindakan psikoedukasi keluarga.

C. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan mampu menjadi salah satu

sumber informasi yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu

keperawatan yang membahas mengenai peningkatan harga diri dengan

asuhan keperawatan pada klien gangguan harga diri rendah dengan

tindakan psikoedukasi keluarga.

8
2. Manfaat Praktis

a. Manfaat bagi Institusi Pendidikan

Menambah wacana dan pengetahuan tentang asuhan keperawatan

pada klien gangguan harga diri rendah dengan tindakan

psikoedukasi keluarga.

b. Manfaat bagi Rumah Sakit

Menambah pengetahuan dan informasi mengenai asuhan

keperawatan pada klien gangguan harga diri rendah dengan

tindakan psikoedukasi keluarga.

c. Manfaat bagi Penulis

Menambah pengalaman dan melaksanakan studi kasus

keperawatan dengan memberi asuhan keperawatan pada klien

gangguan harga diri rendah dengan tindakan psikoedukasi

keluarga.

d. Manfaat bagi Masyarakat

Menerapkan dukungan keluarga sebagai perawatan dirumah agar

mampu meningkatkan harga diri dan kualitas diri pada salah satu

anggota keluarga yang pernah mengalami gangguan jiwa harga diri

rendah.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Diri

1. Definisi Konsep Diri

Konsep diri adalah semua pikiran, keyakinan, dan kepercayaan

yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan

mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Konsep diri tidak

terbentuk waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil pengalaman unik

seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat dan realitas

dunia. (Mukhripah Damaiyanti, Iskandar, 2012). Konsep diri adalah

penilaian subjektif individu terhadap dirinya, perasaan sadar atau tidak

sadar dan persepsi terhadap fungsi, peran dan tubuh. (Farida

Kusumawati, Yudi H, 2010)

Ciri konsep diri menurut Fajariyah, (2012) terdiri dari konsep diri

yang positif, gambaran diri yang tepat dan positif, ideal diri yang

realistis, harga diri yang tinggi, penampilan diri yang memuaskan, dan

identitas yang jelas.

a. Citra tubuh

8
Citra tubuh adalah sikap individu terhadap tubuhnya baik

disadari atau tidak disadari meliputi persepsi masa lalu atau

sekarang mengenai ukuran dan bentuk, fungsi penampilan dan

potensi tubuh. Citra tubuh sangat dinamis karena secara

konstan berubah seiring dengan persepsi dan pengalaman baru.

Citra tubuh harus realistis karena semakin dapat menerima dan

menyukai tubuhnya individu akan lebih bebas dan merasa

aman dari kecemasan. Individu yang menerima tubuhnya apa

adanya biasanya memiliki harga diri lebih tinggi daripada

individu yang tidak menyukai tubuhnya (Suliswati, 2010).

b. Ideal diri

Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana

individu seharusnya bertingkah laku berdasarkan standart

pribadi. Standart dapat berhubungan dengan tipe orang yang

diinginkan/ disukainya atau sejumlah aspirasi, tujuan, nilai

yang ingin diraih. Ideal diri, akan mewujudkan cita-cita atau

penghargaan diri berdasarkan norma-norma sosial di

masyarakat tempat individu tersebut melahirkan penyesuaian

diri (Suliswati, 2010).

c. Harga diri

Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal

yang diperoleh dengan menganalisa seberapa sesuai perilaku

dirinya dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah

8
perasaan yang berasal dari penerimaan diri sendiri tanpa syarat,

walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan,

tetap merasa sebagai orang yang penting dan berharga (Stuart,

2010).

d. Peran

Peran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan

tujuan yang diharapkan oleh masyarakat dihubungkan dengan

fungsi individu didalam sekelompok sosial dan merupakan cara

untuk menguji identitas dengan memvalidasi pada orang

berarti. Setiap orang disibukkan oleh beberapa peran yeng

berhubungan dengan posisi setiap waktu sepanjang daur

kehidupannya. Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari

peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri

(Suliswati, 2010).

e. Identitas diri

Identitas diri adalah prinsip pengorganisasian kepribadian

yang bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan,

konsistensi, dan keunikan individu. Prinsip tersebut sama

artinya dengan otonomi dan mencakup persepsi seksualitas

seseorang. Pembentukan identitas, dimulai pada masa bayi dan

terus berlangsung sepanjang kehidupan, tetapi merupakan tugas

utama pada masa remaja (Stuart, 2010).

8
2. Rentang Respon Konsep Diri

( Fajariyah, 2012 )

Keterangan:

a. Aktualisasi diri

Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang

positif dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan

dapat diterima.

b. Konsep diri positif

Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai

pengalaman yang positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari

hal-hal positif maupun hal negative dari dirinya.

c. Harga diri rendah

Harga diri rendah adalah Perasaan negatif terhadap diri sendiri,

termasuk kehilangan rasa percaya diri, tidak berharga, tidak

berdaya, pesimis. Perilaku yang berhubungan adalah : mengkritik

diri sendiri dan orang lain, penurunan produktivitas perasaan tidak

mampu, rasa bersalah.

d. Kerancuan identitas

8
Kerancauan identitas adalah kegagalan individu untuk

mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak-kanak kedalam

kepribadian psikososial dewasa yang harmonis.

e. Dipersonalisasi

Dipersonalisasi adalah perasaan tidak realistis dalam kegiatan dari

diri sendiri, kesulitan membedakan diri sendiri, merasa tidak nyata

dan asing baginya. Perilaku yang berhubungan adalah : perasaan

asing dengan diri sendiri, halusinasi pendengaran dan penglihatan,

bingung, disorientasi waktu, afek tumpul, emosi yang pasif dan

tidak berespon.

(Dermawan & Rusdi, 2013)

3. Harga Diri Rendah

a. Definisi Harga Diri Rendah

Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dan

menganalisis seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri. Individu

akan merasa harga dirinya tinggi bila sering mengalami keberhasilan.

Sebaliknya, individu akan merasa harga dirinya rendah bila sering

mengalami kegagalan, tidak dicintai, atau tidak diterima lingkungan.

Harga diri dibentuk sejak kecil dari adanya penerimaan dan perhatian.

Harga diri akan meningkat sesuai meningkatnya usia dan sangat

terancam pada masa pubertas (Yusuf et al, 2015).

Harga diri rendah adalah semua pemikiran, kepercayaan dan

keyakinan yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan

8
mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Harga diri terbentuk

waktu lahir tetapi dipelajari sebagai hasil pengalaman unik seseorang

dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat dan dengan realitas dunia

(Stuart,2008). Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri dan

perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif yang dapat

secara langsung atau tidak langsung diekspresikan (Townsend, 2010).

b. Jenis Harga Diri Rendah

Jenis – jenis harga diri rendah antara lain :

1. Harga Diri Rendah Situasional

Harga diri rendah situasional merupakan dimana individu yang

sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami perasaan

negative mengenai diri dalam berespon terhadap suatu kejadian.

2. Harga diri rendah kronis

Harga diri rendah kronis merupakan keadaan dimana individu

mengalami evaluasi diri negative yang mengenai diri atau

kemampuan dalam waktu yang lama (Wahab, 2014).

c. Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah

Menurut Yosep dan Sutini (2016) tanda dan gejala harga diri

rendah diantaranya adalah:

1) Mengejek dan mengkritik diri

2) Merasa bersalah dan khawatir, menghukum atau menolak diri

sendiri

8
3) Mengalami gejala fisik, misal : tekanan darah tinggi, gangguan

penggunaan zat

4) Menunda keputusan

5) Sulit bergaul

6) Menghindari kesenangan yang dapat memberi rasa puas

7) Menarik diri dari realitas, cemas, panik, cemburu, curiga,

halusinasi

8) Merusak diri: harga diri rendah menyokong klien untuk

mengakhiri hidup

9) Merusak/melukai orang lain

10) Perasaan tidak mampu

11) Pandangan hidup yang pesimistis

12) Tidak menerima pujian

13) Penurunan produktivitas

14) Penolakan terhadap kemampuan diri

15) Kurang memerhatikan perawatan diri

16) Berpakaian tidak rapi

17) Berkurang selera makan

18) Tidak berani menatap lawan bicara

19) Lebih banyak menunduk

20) Bicara lambat dengan nada suara lemah.

d. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Harga Diri

Rendah

8
1) Faktor predisposisi

Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang telah ada pada

diri individu yang dapat menimbulkan gangguan jiwa. Pengertian

lain faktor predisposisi adalah faktor yang melatarbelakangi

seseorang mengalami gangguan jiwa.

a. Faktor yang mempengaruhi harga diri

Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi

penolakan orang tua, harapan orang tua tidak realistis,

kegagalan yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab

personal, ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang

tidak realistis. (Yosep & Sutini, 2016)

b. Faktor yang mempengaruhi peran

Faktor yang mempengaruhi peran misalnya seorang

wanita dianggap kurang mampu, kurang mandiri, kurang

obyektif dan rasional sedangkan pria dianggap kurang sensitif,

kurang hangat, kurang ekspresif dibandimg wanita. Sesuai

dengan standar tersebut, jika wanita atau pria berperan tidak

sesuai lazimnya maka dapat menimbulkan konflik diri maupun

hubungan sosial.

c. Faktor yang mempengaruhi identitas diri

8
Faktor yang mempengaruhi identitas diri meliputi

ketidakpercayaan, tekanan dari teman sebaya dan perubahan

struktur sosial. Orang tua yang selalu curiga pada anak akan

menyebabkan anak menjadi kurang percaya diri, ragu dalam

mengambil keputusan dan dihantui rasa bersalah ketika akan

melakukan sesuatu. Kontrol orang tua yang berat pada anak

remaja akan menimbulkan perasaan benci pada orang tua. Teman

sebaya merupakan faktor lain yang berpengaruh pada identitas.

Remaja ingin diterima, dibutuhkan, dan diakui oleh

kelompoknya.

d. Faktor biologis

Faktor biologis merupakan faktor yang berhubungan

dengan keadaan jasmani, atau disebut juga faktor fisiologis .

Kondisi sakit fisik yang dapat mempengaruhi kerja hormon

secara umum, yang dapat berdampak pada keseimbangan

neurotransmitter di otak, contoh kadar serotonin yang menurun

mengakibatkan klien mengalami depresi dan pasien depresi

kecenderungan harga diri rendah kronis semakin besar karena

klien lebih dikuasai oleh pikiran-pikiran negatif dan tidak

berdaya (Direja, 2011).

2) Faktor presipitasi

Faktor presipitasi adalah faktor yang mencetuskan terjadinya

gangguan jiwa pada seseorang untuk yang pertama kali. Stressor

8
yang dapat mempengaruhi gambaran diri adalah hilangnya bagian

tubuh, tindakan operasi, proses patologi penyakit, perubahan

struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh kembang, prosedur

tindakan dan pengobatan.

Sedangkan stressor yang dapat mempengaruhi harga diri dan

ideal diri adalah penolakan dan kurang penghargaan diri dari orang

tua dan orang yang berarti, pola asuh yang tidak tepat misalnya

selalu dituntut, dituruti, persaingan dengan saudara, kesalahan dan

kegagalan berulang, cita-cita tidak terpenuhi dan kegagalan

bertanggungjawab sendiri.

Stresor pencetus dapat berasal dari sumber internal atau eksternal :

1. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau

menyaksikan peristiwa yang mengancam kehidupan.

2. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi

yang diharapkan dan individu mengalaminya sebagai

frustasi.

Ada tiga jenis transisi peran:

1. Transisi peran perkembangan  adalah perubahan normatif

yang berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini

termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan individu

atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai, serta

tekanan untuk menyesuaikan diri.

8
2. Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau

berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau

kematian.

3. Transisi peran sehat-sakit  terjadi akibat pergeseran dari

keadaan sehat ke keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan

oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk,

penampilan, atau fungsi tubuh, perubahan fisik yang

berhubungan dengan tumbuh kembang normal. Perubahan

tubuh dapat mempengaruhi semua komponen konsep diri

yaitu gambaran diri, identitas diri, peran dan harga diri.

3. Penatalaksanaan Harga Diri Rendah

Menurut Eko, (2014) terapi pada gangguan jiwa skizofrenia sudah

dikembangkan sehingga penderita tidak mengalami diskriminasi.

Terapi yang dimaksud meliputi :

a. Psikofarmakologi, berbagai obat psikofarmakologi yang hanya

diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalam 2 golongan

yaitu golongan generasi pertama (typical) dan golongan kedua

(atypical). Obat yang termasuk golongan generasi pertama

misalnya chlorpromazine HCL, Thoridazine HCL, dan

Haloperridol. Obat yang termasuk generasi kedua misalnya:

Risperidone, Olozapine, Quentiapine, Glanzapine, Zotatine,

dan Ariprprazole.

8
b. Psikoterapi, terapi untuk mendorong penderita bergaul lagi

dengan orang lain, pasien lain, perawat dan dokter. Maksudnya

supaya pasien tidak mengasingkan diri lagi karena jika pasien

menarik diri dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik.

Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama.

c. Terapi kejang listrik (Elektro Convulsive therapy), adalah

pengobatan untukmenimbulkan kejang granmall secara artifical

dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang 15

dipasang satu atau dua temples. Therapi kejang listrik diberikan

pada skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi

neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi listrik 5- 5 joule/

detik.

d. Terapi modalitas, merupakan rencana pengobatan untuk

skizofrenia dan kekurangan pasien. Teknik perilaku

menggunakan latihan ketrampilan sosial untuk meningkatkan

kemampuan sosial. Kemampuan memenuhi diri sendiri dan

latihan praktis dalam komunikasi interpersonal. Terapi aktivitas

kelompok dibagi 4 yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi

kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori,

terapi aktivitas kelompok stimulasi realita dan terapi aktivitas

kelompok sosialisasi.

e. Adapun tindakan terapi untuk pasien dengan harga diri rendah

menurut Kaplan & Saddock, (2010) mengatakan, tindakan

8
keperawatan yang dibutuhkan pada pasien dengan harga diri

rendah adalah terapi kognitif, terapi interpersonal, terapi

tingkah laku, dan terapi keluarga. Tindakan keperawatan pada

pasien dengan harga diri rendah bisa secara individu, terapi

keluarga, kelompok dan penanganan dikomunikasi baik

generalis keperawatan lanjutan. Terapi untuk pasien dengan

harga diri rendah yang efisian untuk meningkatkan rasa

percaya diri dalam berinteraksi dengan orang lain, sosial, dan

lingkungannya yaitu dengan menerapkan terapi kognitif pada

pasien dengan harga diri rendah.

B. Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah

1. Pengkajian

Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi

pada pasien dan keluarga. Setelah dilakukan wawancara dan

observasi akan didapatkan berupa data subjektif dan objektif.

a. Identitas pasien

Identitas pasien meliputi: nama, jenis kelamin, umur, alamat

lengkap, tanggal pengkajian, informan.

b. Alasan masuk

Keluarga yang memiliki anggota keluarga yang mengalami harga

diri rendah biasanya mengantarkan anggota keluarganya kerumah

8
sakit dengan alasan mengalami beberapa dari gejala dan tanda

harga diri rendah, seperti: Mengungkapkan dirinya merasa tidak

berguna, mengungkapkan dirinya merasa tidak mampu,

mengungkapkan dirinya tidak semangat untuk beraktivitas atau

bekerja, mengungkapkan dirinya malas melakukan perawatan diri

(mandi, berhias, makan, atau toileting), mengkritik diri sendiri,

perasaan tidak mampu, pandangan hidup yang pesimis (Direja,

2011).

c. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi biasanya pasien yang datang kerumah sakit

disebabkan karena faktor biologis, psikologis, dan sosial budaya

seperti memiliki keturunan gangguan jiwa, adanya pengalaman

masa lalu yang tidak menyenangkan atau penilaian negatif dari

lingkungan terhadap pasien serta karena faktor lainnya (Kemenkes

RI,2012).

d. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan mulai dari kepala sampai kaki,

biasanya pada pasien harga diri rendah akan terlihat kotor karena

tidak mampu menjaga kebersihan diri.

e. Psikososial

1) Genogram

8
Genogram atau garis keturunan pasien dituliskan 3 generasi,

ada kemungkinan anggota keuarga lain menderita penyakit

yang sama.

2) Konsep diri

a. Citra tubuh

Citra tubuh adalah persepsi seseorang tentang tubuhnya,

baik secara internal maupun eksternal (Dermawan & Rusdi,

2013). Pasien harga diri rendah terkadang akan mengalami

ganguan citra tubuh, apabila kondisi fisik mengalami

kekurangan atautidak sesuai dengan apa yang diharapkan

seperti kecacatan, kegemukan, tindakan operasi.

b. Identitas

Muhith (2015) gangguan identitas adalah kekaburan/

ketidakpastian memandang diri sendiri, penuh dengan

keragu-raguan, sukar menetapkan keinginan dan tidak

mampu mengambil keputusan. Hal ini sering terjadi pada

klien berpenyakit fisik yang dirawat dirumah sakit karena

tubuh klien dikontrol oleh orang lain sehingga

menyebabkan orang tersebut mengalami harga diri rendah.

c. Peran

Penampilan peran adalah seperangkat perilaku yang

diharapakan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan

fungsi individu diberbagai kelompok sosial. Perubahan

8
fungsi peran akan dialami oleh pasien harga diri rendah

sesuai dengan salah satu faktor predisposisi penyebab harga

diri rendah (Dermawan & Rusdi, 2013).

d. Ideal diri

Gangguan ideal diri adalah ideal diri yang terlalu tinggi,

sukar dicapai, tidak realistis, ideal diri yang samar dan tidak

jelas serta cenderung menuntut (Muhith, 2015).

e. Harga diri

Pasien harga diri rendah akan mengalami gangguan harga

diri. Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai

perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, hilang

kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan

(Muhith, 2015).

3) Hubungan sosial

Hubungan sosial harga diri rendah akan terganggu karena,

pasien harga diri rendah akan cenderung menarik diri.

4) Spiritual

Spiritual ini mencakup nilai keyakinan serta kegiatan ibadah

yang dilakukan pasien.

f. Mekanisme koping

8
Stuart (2007) membagi mekanisme koping pasien harga diri

rendah menjadi dua bagian, diantaranya :

1) Jangka pendek

a. Aktivitas yang memberikan pelarian sementara dari krisis

identitas diri, misalnya: konser musik, bekerja keras,

menonton TV secara obsesif.

b. Aktivitas yang memberikan identitas pengganti sementara,

misalnya: ikut serta dalam klub sosial, agama, politik,

kelompok, gerakan, atau geng.

c. Aktivitas yang sementara menguatkan atau meningkatkan

perasaan diri yang tidak menentu, misalnya: olahraga yang

kompetitif, prestasi akademik, kontes untuk mendapatkan

popularitas.

d. Aktivitas yang merupakan upaya jangka pendek untuk

membuat identitas diluar dari hidup yang tidak bermakna.

2) Jangka Panjang

a. Penutupan identitas : adopsi identitas prematur yang

diinginkan oleh orang terdekat tampa memerhatikan

keinginan, aspirasi, atau potensi diri individu.

b. Identitas negative : asumsi yang bertentangan dengan nilai

dan harapan masyarakat.

8
Mekanisme pertahanan ego termasuk penggunaan fantasi,

disosiasi, isolasi, proyeksi, pengalihan (displacement),

berbalik marah terhadap diri sendiri, dan amuk.

2. Diagnosis keperawatan

Prabowo (2014) Data yang didapat melalui observasi,

wawancara atau pemeriksaan fisik yang bahkan diperoleh melalui

sumber sekunder didapatkan diagnosa keperawatan berupa:

a. Isolasi sosial : menarik diri

b. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

3. Pohon Masalah

Isolasi sosial : menarik diri

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah Core Problem

Koping individu tidak efektif

(Nita Fitria, 2010)

4. Rencana Keperawatan dan Implementasi

Menurut Keliat dkk, (2015) rencana keperawatan dan

implementasi pada klien harga diri rendah adalah :

a. Tujuan tindakan keperawatan pada klien :

1) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif

yang dimiliki.

8
2) Kilen dapat menilai kemampuan yang digunakan.

3) Klien dapat memilih kegiatan sesuai dengan kemampuan.

4) Klien dapat melatih kegiatan yang dipilih sesuai dengan

kemampuan.

5) Klien dapat melakukan kegiatan yang sudah dilatih sesuai

jadwal.

b. Tindakan keperawatan pada klien :

1) Strategi Pelakasanaan 1

Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang

dimiliki klien, membantu pasien menilai kemampuan yang

masih dapat digunakan, membantu pasien

memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih, melatih

kemampuan yang sudah dipilih dan menyusun jadwal

pelaksanaan kemampuan yang telah dilatih dalam rencana

harian.

2) Strategi Pelaksanaan 2

Melatih klien melakukan kegiatan lain yang sesuai

dengan kemampuan klien. Latihan dapat dilanjutkan untuk

kemampuan lain sampai semua kemampuan dilatih. Setiap

kemampuan yang dilakukan akan meningkatkan harga diri

pasien.

8
c. Tujuan tindakan keperawatan pada keluarga :

1) Keluarga dapat membantu klien mengidentifikasi

kemampuan yang dimiliki klien.

2) Keluarga dapat memfasilitasi pelaksanaan kemampuan

yang masih dimiliki klien.

3) Keluarga dapat memotivasi klien untuk melakukan kegiatan

yang sudah dilatih dan memberikan pujian atas

keberhasilan klien.

4) Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan

kemampuan klien.

d. Tindakan keperawatan pada keluarga :

1. Strategi Pelaksanaan 1

a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluraga dalam

merawat klien.

b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri

rendah yang dialami klien beserta proses terjadinya.

c. Menjelaskan cara- cara merawat klien harga diri rendah.

2. Strategi Pelaksanaan 2

a. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat langsung

kepada klien harga diri rendah.

b. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung

kepada klien harga diri rendah.

3. Strategi Pelaksanaan 3

8
a. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah

termasuk minum obat ( discharge planning ).

b. Menjelaskan follow up klien setelah pulang kepada

keluarga.

5. Evaluasi Keperawatan

Keliat dkk, (2015) mengatakan bahwa evaluasi kemampuan

klien harga diri rendah dan keluarga berhasil apabila klien dan

keluarga dapat:

a. Klien

1) Menyebutkan kemampuan dan aspek positif yang

dimiliki.

2) Menilai kemampuan yang masih dapat digunakan.

3) Memilih kegiatan yang akan diatih sesuai dengan

kemampuan yang dimiliki.

4) Melatih kemampuan yang telah dipilih.

5) Melaksanakan kemapuan yang telah dilatih.

6) Melakukan kegiatan sesuai jadwal.

b. Keluarga

1) Menjelaskan pengertian dan tanda-tanda orang dengan

harga diri rendah.

8
2) Menyebutkan 3 cara merawat pasien harga diri rendah

(memberikan pujian, menyediakan fasilitas untuk pasien

dan melatih pasien melakukan kemampuan.

3) Mampu mempraktekan cara merawat pasien.

4) Melakukan follow up sesuai rujukan.

C. Psikoedukasi Keluarga

1. Definisi

Psikoedukasi keluarga adalah salah satu program perawatan

kesehatan jiwa keluarga dengan cara pemberian informasi, edukasi

melalui komunikasi yang terapeutik. Program psikoedukasi merupakan

pendekatan yang bersifat edukasi dan pragmatic (Stuart & Laraia,

2008). Psikoedukasi keluarga adalah suatu metoda berdasar pada

penemuan klinis untuk melatih keluarga-keluarga dan bekerja sama

dengan para profesional kesehatan jiwa sebagai bagian dari perawatan

menyeluruh secara klinis yang direncanakan untuk anggota keluarga

(Mindisorders, 2009). Prinsipnya psikoedukasi ini membantu anggota

keluarga dalam meningkatkan pengetahuan tentang penyakit melalui

pemberian informasi dan edukasi yang dapat mendukung pengobatan

dan rehabilitasi pasien dan meningkatkan dukungan bagi anggota

keluarga itu sendiri.

2. Tujuan

8
Tujuan utama dari psikoedukasi keluarga adalah saling bertukar

informasi tentang perawatan kesehatan mental akibat penyakit yang

dialami, membantu anggota keluarga mengerti tentang penyakit anggota

keluarganya seperti gejala, pengobatan yang dibutuhkan untuk

menurunkan gejala dan lainnya. Pendidikan kelompok anggota keluarga

membantu anggota keluarga mengerti tentang penyakit anggota

keluarganya seperti gejala, pengobatan yang dibutuhkan untuk

menurunkan gejala dan lainnya.

Tujuan khusus antara lain :

a. Meningkatkan pengetahuan anggota keluarga tentang penyakit dan

pengobatan.

b. Memberikan dukungan kepada keluarga dalam upaya menurunkan

angka kekambuhan atau serangan berulang pada penyakit yang

diderita.

c. Mengembalikan fungsi klien dan keluarga.

d. Melatih keluarga untuk lebih bisa mengungkapkan perasaan,

bertukar pandangan antar anggota keluarga dan orang lain.

e. Melakukan penelitian yang berkelanjutan tentang perkembanga

keluarga.

3. Indikasi

Psikoedukasi dilakukan pada keluarga. Stuart & Laraia (2009),

mengatakan keluarga dengan gangguan, kekambuhan, depresi, rawat

8
inap berulang, memiliki masalah psikososial, gangguan jiwa, keluarga

dengan kurang pengetahuan, sakit mental, keluarga yang ingin

mempertahankan kesehatan mentalnya. Beberapa indikasi diatas,

psikoedukasi keluarga sangat sesuai diterapkan untuk keluarga dengan

gangguan konsep diri : harga diri rendah.

4. Hambatan

Beberapa faktor yang mungkin dapat menghambat pelaksanaan

psikoedukasi diantaranya adalah anggota keluarga yang mempunyai

stigma tidak ingin diidentifikasi terkait masalah kesehatan karena

merasa tidak nyaman untuk mengungkapkan perasaan yang

dialaminya. Mereka juga mungkin mempunyai pengalaman negatif

dimasa lalu, ragu-ragu untuk dieksploitasi lebih lanjut.

5. Pelaksanaan Psikoedukasi Keluarga

Adapun sesi-sesinya adalah sebagai berikut (Nurbani, 2009) :

a. Sesi Satu ( Pendahuluan )

Pengkajian masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat

anggota keluarga dengan gangguan harga diri rendah. Pada sesi ini

keluarga dapat menyepakati kontrak pelaksanaan psikoedukasi

keluarga, mengetahui tujuan, mendapat kesempatan untuk

menyampaikan pengalaman keluarga dalam memberikan dukungan

kepada klien gangguan harga diri rendah dan menyampaikan

keinginan dan harapan selama mengikuti psikoedukasi keluarga.

b. Sesi Dua ( Cara Merawat Klien )

8
Merawat dan memberikan dukungan psikososial kepada

anggota keluarga dengan gangguan harga diri rendah. Pada sesi ini

tujuannya adalah peserta psikoedukasi keluarga mampu

menyebutkan tentang gangguan harga diri rendah dan bagaimana

memberikan dukungan, merawat klien dengan gangguan harga diri

rendah.

Peran keluarga merawat anggota keluarga dengan gangguan

harga diri rendah adalah :

1) Membina hubungan saling percaya dengan anggota

keluarganya.

Membina hubungan saling percaya dapat dilakukan dengan

membuat klien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi

dengan sesama anggota keluarga, keluarga dapat menanyakan

perasaan atau keluhan yang dirasakan anggota keluarga dengan

gangguan harga diri rendah. Keluarga juga harus memiliki

kesabaran dan keuletan untuk berinteraksi dengan klien, jika

klien meminta sesuatu sebaiknya anggota keluarganya

memenuhi kebutuhan dasar klien dahulu.

2) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih

dimiliki klien.

Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang

dimiliki dapat dilakukan dengan cara berdiskusi antara keluarga

dengan klien, keluarga seharusnya sudah mengerti apa yang

8
biasa dilakukan atau disukai klien, setelah mengetahui

hendaknya keluarga mengajak klien untuk melakukan kegiatan

yang disukainya, hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan

rasa percaya diri klien. Beri pujian yang realistik.

3) Menilai kemampuan yang dapat digunakan.

Menilai kemampuan yang dapat digunakan klien dengan

cara keluarga membuat daftar kemampuan yang masih bisa

dilakukan, beri penguatan klien saat klien menyebutkan

kemampuan yang dimiliki. Keluarga juga membantu untuk

memilihkan kemampuan yang akan dilakukan klien.

4) Membantu pasien dapat memilih atau menetapkan kegiatan

berdasarkan daftar kegiatan yang dapat dilakukan

Membantu pasien memilih kegiatan yang dapat dilakukan

dengan cara mendiskusikan dengan klien langkah-langkah

pelaksanaan kegiatan. Keluarga dapat menemani klien dalam

memperagakan kegiatan yang telah ditetapkan bersama keluarga

dan beri pujian ke klien.

5) Merencanakan kegiatan yang telah dilatihnya

Merencanakan kegiatan yang telah dilatih dapat dilakukan

dengan cara keluarga dan klien membuat jadwal kemampuan

yang akan dilakukan klien. Keluarga harus mendukung setiap

kegiatan yang akan dilakukan klien dan harus percaya dengan

klien.

8
c. Sesi Tiga ( Manajemen Stress )

Manajemen beban keluarga (stress, depresi dan ansietas).

Peserta psikoedukasi keluarga mampu berbagi pengalaman tentang

ansietas yang dirasakan akibat salah satu anggota keluarga

mengalami gangguan harga diri rendah. Berbagai metode yang

digunakan oleh seseorang untuk mengurangi tekanan dan respons

maladaptif lain terhadap stres dalam hidup termasuk latihan

relaksasi, latihan fisik, musik, mental imagery atau teknik-teknik

lain yang berhasil pada individu tersebut. Sesi ini untuk membantu

mengatasi masalah masing-masing individu keluarga yang muncul

karena merawat klien.

BAB III

METODE PENELITIAN

8
A. Rancangan Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif, dengan bentuk

studi kasus. Metode diskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk

mendeskripsikan atau menggambarkan suatu fenomena yang terjadi dalam

masyarakat (Notoatmodjo, 2012). Penelitian deskriptif bertujuan untuk

menggambarkan bagaimana penerapan asuhan keperawatan jiwa pada

klien yang mengalami gangguan harga diri rendah.

B. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah klien yang mengalami gangguan

harga diri rendah dengan kriteria inklusi yang penulis tetapkan meliputi :

1. Klien usia dewasa (18 – 55 tahun)

2. Klien dalam kondisi tenang

3. Dapat berkomunikasi verbal

4. Kooperatif

5. Bersedia menjadi responden

6. Memiliki diagnosa keperawatan gangguan harga diri rendah yang

menjadi masalah utama klien

7. Klien yang mempunyai latar belakang keluarga inti

8. Klien yang dirawat tidak lebih dari 2 kali

C. Definisi Operasional

Definisi operasional yang penulis tentukan adalah sebagai berikut :

8
1. Asuhan keperawatan merupakan suatu proses dari melakukan

pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan, menetapkan rencana

keperawatan, melakukan implementasi keperawatan dan melakukan

evaluasi keperawatan pada klien gangguan harga diri rendah.

2. Gangguan harga diri rendah dengan tanda dan gejala yaitu :

a. Perasaan malu terhadap diri sendiri

b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri

c. Merendahkan martabat

d. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri

e. Tidak ingin bertemu dengan orang lain

f. Lebih suka sendiri

g. Percaya diri kurang

h. tidak ada kontak mata

i. sering menunduk

j. bicara lambat dengan nada lemah

3. Psikoedukasi keluarga merupakan salah satu intervensi keperawatan

yang memberikan informasi atau menambah pengetahuan keluarga

mengenai penyakit yang dialami oleh anggota keluarga (Townsend,

2014). Keluarga perlu diberdayakan untuk membantu mengatasi

masalah anggota keluarganya dengan dibekali pengetahuan cara

merawat melalui tindakan keperawatan pada keluarga. Psikoedukasi

ini akan dilakukan 3 sesi.

D. Tempat Dan Waktu

8
Asuhan keperawatan jiwa klien gangguan harga diri rendah akan

dilaksanakan pada :

1. Tempat penelitian

Studi kasus akan dilakukan di salah satu ruang bangsal di RSJD Dr.

Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah. Alasan penulis memilih

RSJD Dr. Amino Gondohutomo karena letaknya yang dekat dengan

tempat tinggal penulis dan merupakan rumah sakit jiwa milik

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang sudah tipe A.

2. Waktu penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Januari - April 2019

E. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang penulis lakukan adalah sebagai berikut :

1. Penulis mengajukan surat permohonan studi pendahuluan dan

pengambilan kasus kepada sekretaris Jurusan Keperawatan Semarang

Poltekkes Kemenkes Semarang.

2. Surat permohonan dan proposal karya tulis ilmiah diajukan ke bagian

Diklat RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah.

3. Mendapatkan surat balasan dari bagian Diklat RSJD Dr. Amino

Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah berupa surat izin studi

pendahuluan dan surat izin pengambilan kasus.

4. Melakukan uji etik dengan sidang proposal karya tulis ilmiah di bagian

Diklat RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah.

8
5. Surat izin studi pendahuluan diserahkan ke Rekam Medis untuk

memperoleh angka kejadian harga diri rendah di RSJD Dr. Amino

Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah.

6. Surat izin pengambilan kasus diserahkan kepada kepala ruang RSJD

Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah.

7. Kepala ruang menunjuk clinical instructure untuk pembimbing

penulis.

8. Clinical instructure membimbinga penulis dalam mendapatkank klien

yang sesuai dengan kriteria.

9. Setelah menemukan klien yang sesuai, penulis menjelaskan kepada

keluarga klien mengenai tujuan pengelolaan kasus, prosedur

pelaksanaan pengelolaan kasus, hak - hak klien serta kemungkinan

mengenai keuntungan dan resiko yang diterima klien selama terlibat

dalam pengelolaan kasus (informed consent). Jika keluarga

menyatakan setuju terlibat dalam pengelolaan kasus, keluarga harus

menandatangani surat persetujuan (informed consent).

10. Penulis selanjutnya akan melakukan pengkajian melalui wawancara

(anamnesa), observasi kondisi klien (pemeriksaan fisik) dan melihat

hasil pemeriksaan serta dokumentasi keperawatan klien.

11. Dari proses pengkajian penulis memperoleh masalah – masalah

keperawatan klien. Dari masalah – masalah tersebut penulis menyusun

diagnose dan intervensi keperawatan.

8
12. Penulis memberikan asuhan keperawatan pada klien harga diri rendah

selama minimal 5 x 7 jam dan maksimal 7 x 7 jam berdasarkan

intervensi keperawatan yang sudah diterapkan.

13. Setelah 3 x 7 jam penulis akan mengevaluasi kondisi klien. Jika

kondisi klien belum memenuhi kriteria hasil, lanjutkan asuhan

keperawatan selama 3 x 7 jam kedua. Jika kondisi klien sudah

memenuhi kriteria hasil maka pertahankan kondisi klien.

14. Penulis memberikan psikoedukasi keluarga sesuai dengan standar

operasional prosedur dan akan dilakukan 1 kali dalam 1 minggu.

Setelah dilakukan psikoedukasi keluarga dalam 3 sesi, penulis akan

mengevaluasi keluarga dengan cara memberi pertanyaan.

Instrumen pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah

lembar format pengkajian keperawatan jiwa (terlampir) dan alat

kesehatan yang digunakan untuk pemeriksaan fisik ( tensimeter,

stetoskop, thermometer)

Cara pengumpulan data :

1. Wawancara

Wawancara digunakan untuk mendapatkan data subyektif dengan cara

mengajukan pertanyaan terbuka.

2. Observasi

Observasi yang dilakukan oleh penulis bertujuan untuk mendapatkan

data obyektif. Cara mendapatkan data obyektif dilakukan secara

8
langsung pada klien sehingga data yang diperoleh lebih lengkap

sesuai dengan cara yang dibutuhkan penulis.

3. Studi dokumentasi

Studi dokumentasi menggunakan hasil dari pemeriksaan diagnostic

dan data lain yang relevan untuk kelengkapan dan dalam pemberian

asuhan keperawatan.

Jenis data :

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diambil secara langsung dari responden

dengan menggunakan format pengkajian asuhan keperawatan, yaitu

data-data dari pengisian pengkajian dari responden. Data primer dari

penelitian ini, diperoleh dari hasil wawancara dengan pasien dan

keluarga. Data dari responden yang terpilih akan dimasukkan kedalam

format dokumentasi asuhan keperawatan yang berisikan data-data

pengkajian meliputi harga diri rendah

b. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari register pasien gangguan jiwa di RSJD Dr.

Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah

F. Cara Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul kemudian dilakukan pengolahan data.

Data disajikan secara narasi, disertai ungkapan verbal dari klien yang

merupakan data pendukung dalam pengambilan studi kasus.

8
G. Penyajian Data

Analisa data yang dilakukan adalah menilai kesenjangan antara

teori yang terdapat di dalam tinjauan pustaka dengan respon klien dan

keluarga yang mengalami gangguan harga diri rendah yang telah dipilih

sebagai obyek penulis. Untuk klien harga diri rendah, analisis data dimulai

dengan mengumpulkan data melalui wawancara, observasi dan studi

dokumentasi. Penulis akan menentukan prioritas masalah serta

menentukan diagnosa keperawatan, kemudian penulis menyusun rencana

keperawatan untuk mengatasi masalah klien, selanjutnya penulis akan

melakukan tindakan keperawatan sesuai waktu dalam rencana

keperawatan yang disusun dan mengevaluasi keadaan klien setelah

dilakukan tindakan keperawatan. Untuk keluarga dengan harga diri

rendah, penulis akan melakukan psikoedukasi keluarga dengan 3 sesi.

H. Etika Penelitian

Etika penulisan bertujuan untuk menjaga kerahasiaan identitas

responden yang kemungkinan dapat terjadi ancaman terhadap responden.

Penulis memberikan lembar informed consent (persetujuan menjadi klien),

penulis menyamarkan nama klien dalam lembar hasil asuhan keperawatan

(anonymity) dan menjaga kerahasiaan status klien (confidentially).

Kerahasiaan informasi dari klien dijamin oleh penulis dan hanya data –

data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil laporan kasus.

8
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Dasar.


Jakarta : Kementrian Republik Indonesia
(http:/www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%202013.pdf. diakses tanggal 15 Agustus 2018)

Dermawan dan Rusdi. (2013) . Keperawatan Jiwa : Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Gosyen Publishing

Direja, Ade Herman Surya. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta : Nuha Medika

Eko. (2014). Penatalaksanaan Konsep Diri : Harga Diri Rendah. Jakarta: EGC.

Fajariyah. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa Harga Diri Rendah. Jakarta :


Salemba Medika

Friedman, M.M., Bowden, O., & Jones, M. (2010). Buku ajar Keperawatan
Keluarga. Jakarta : EGC.

Hawari, D. (2012). Skizofrenia Pendekatan Holistik BPSS. Jakarta : FKUI.

Hawari, Dadang. (2011). Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta : FKUI

8
Keliat, B.A, Dkk. (2015). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN
(Basic Course). Jakarta : EGC

Keliat, B.A, Dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN


(Basic Course). Jakarta : EGC

Kusumawati dan Hartono. (2011). Buku ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta :


Salemba Medika

Muhith, Abdul. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : CV Andi


Offset

NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan: Defenisi dan Klasifikasi 2015- 2017.


Alih Bahasa : Budi Anna Keliat, dkk. Jakarta : EGC

Notoadmodjo, Soekidjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta :


Rineka Cipta

Prabowo, Eko. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta : Nuha Medika

Pratiwi, (2016). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Harga Diri ISSN:2460-


4356 Page 85 pada Pasien Skiofrenia Rawat Jalan di RSJ Aminogondho
Hutomo Semarang.Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo
Ungaran.
(https://www.google.co.id/search?
rlz=1C1NDCM_enID765ID765&ei=GkjFW2ADNb6rQHG86PwAw&q=
jurnal+hubungan+keluarga+dengan+hdr&oq=jurnal+hubungan+keluarga
+dengan+hdr&gs diakses pada tanggal 15 Agustus 2018)

8
Sefrina, (2016). Hubungan Dukungan Keluarga dan Keberfungsian Sosial Pada
Pasien Skiofrenia Rawat Jalan. Fakultas Psikologis. Universitas
Muhammadiah Semarang.
(https://www.google.co.id/search?
q=jurnal+hubungan+keluarga+dengan+pasien+hdr&rlz=1C1NDCM_enI
D765ID765&oq=jurnal+hubungan+keluarga+dengan+pasien+hdr&aqs=c
hrome..69i57.7210j0j9&sourceid=chrome&ie=UTF-8 diakses pada
tanggal 15 Agustus 2018)

Stuart & Sundeen. (2008). Buku Ajar Asuhan keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Stuart, Gail W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta : EGC

Suliswati. (2010). Konsep Diri : Harga Diri Rendah. Jakarta : Salemba Medika.

Wahab. A. F. (2014) Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Terhadap


Peningkatan Harga Diri Rendah Dan Motivasi Lansia. Tesis
dipublikasikan Surakarta : Universitas Sebelas Maret

Yosep, dan Sutini. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika
Aditama

Yusuf, dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba
Medika

8
STANDAR OPERASIONAL PSIKOEDUKASI KELUARGA “CARA
MERAWAT ANGGOTA KELUARGA DENGAN GANGGUAN HARGA DIRI
RENDAH”

Prosedur Psikoedukasi Keluarga


Psikoedukasi Keluarga adalah salah satu program perawatan kesehatan jiwa
Pengertian keluarga dengan cara pemberian informasi, edukasi melalui komunikasi yang
terapeutik
Tujuan f. Meningkatkan pengetahuan anggota keluarga tentang penyakit dan
pengobatan.
g. Memberikan dukungan kepada keluarga dalam upaya menurunkan angka
kekambuhan atau serangan berulang pada penyakit yang diderita.
h. Mengembalikan fungsi klien dan keluarga.
i. Melatih keluarga untuk lebih bisa mengungkapkan perasaan, bertukar
pandangan antar anggota keluarga dan orang lain.
j. Melakukan penelitian yang berkelanjutan tentang perkembanga keluarga.

Indikasi Keluarga dengan gangguan, kekambuhan, depresi, rawat inap berulang,


memiliki masalah psikososial, gangguan jiwa, keluarga dengan kurang
pengetahuan, sakit mental, keluarga yang ingin mempertahankan kesehatan
mentalnya.
Alat 1. Leaflet / lembar balik

Persiapan 1. Mempersiapkan ruangan yang nyaman


2. Memperkenalkan diri kepada keluarga dengan pendekatan teraupetik
3. Membina hubungan saling percaya
4. Memposisikan keluarga dengan baik

Prosedur 1. Memberikan dan menjelaskan apa itu psikoedukasi keluarga


2. Memberikan dan menjelaskan tujuan dari psikoedukasi keluarga
3. Meminta keluarga menceritakan secara terbuka permasalahan yang
dihadapi dan sesuatu yang klien lakukan atau pikirkan saat permasalahan

8
timbul
4. Menjelaskan cara merawat anggota keluarga dengan gangguan harga diri
rendah
a. Membina hubungan saling percaya dengan anggota keluarganya

b. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki

anggota keluarganya

c. Menilai kemampuan yang dapat digunakan anggota keluarganya

d. Membantu anggota keluarga dapat memilih atau menetapkan kegiatan

berdasarkan daftar kegiatan yang dapat dilakukan

e. Merencanakan kegiatan yang telah dilatihnya

Anda mungkin juga menyukai