Disusun oleh:
1. Alifya Asmiasti
2. Celine Nahdaliin
3. Hanapi
4. Mellynia Eka Pratiwy
5. Ristina Amelia Putri
6. Riska Andini
7. Sannur Kallina Mastaria
8. Sita Nuralisa
9. Tetty Girsang
Segala puji dan syukur bagi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya, sehingga penulis telah diberikan kesempatan untuk menyelesaikan tugas membuat
makalah dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gangguan Proses Pikir: Waham.
Dalam penyusunan di tugas ini, penulis mendapatkan bimbingan dan saran yang
bermanfaat dari berbagai pihak, sehingga penyusun karya tulis ilmiah ini dapat
terselesaikan sesuai dengan yang direncanakan. Untuk itu pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan terimakasih pada:
1. Pembimbing Stase Jiwa Ibu Ns. Sri Supami, S.Kep, S.Pd, M.Kep yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyelesaian askep ini
2. Perawat Penanggung jawab bapak Ns. Saepul S,Kep Dan Ibu Ns. Mentari S,Kep
selaku pembimbing lahan yang telah memberikan pengarahan untuk pembuatan
askep
3. Panti Rehabilitas Griya Bakti Medika yang telah mengizinkan kami untuk belajar
4. Pasien dari Panti Rehabilitas Griya Bakti Medika yang telah bersedia menjadi
pasien kelolaan
5. Serta rekan – rekan dan semua pihak yang telah berjuang bersama selama ini
untuk menggapai masa depan
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena
itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini kedepan.
Akhir kata, semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi semua pihak
yang membaca, serta dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah
pengetahuan para mahasiswa, dan pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan masalah
Bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien Gangguan Proses
Pikir: Waham.
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan Gangguan
Proses Pikir: Waham.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian terhadap pasien dengan GPP: Waham
b. Dapat menegakkan diagnosa keperawatan terhadap pasien dengan GPP:
Waham
c. Dapat menyusun rencana keperawatan terghadap pasien dengan GPP: Waham
d. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan terhapat pasien GPP: Waham
e. Dapat mengevaluasi pasien dengan isolasi GPP: Waham.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Klien dan Masyarakat
Dapat mengetahui bagaimana strategi pelaksanaan dalam mengatasi GPP: Waham
2. Institusi Pendidikan
Penulisan Askep ini diharapkan dapat dijadikan sebagai kajian ilmu bagi
mahasiswa dan juga dapat memperluas wawasan atau informasi terkait dalam
asuhan-keperawatan terhadap klien dengan GPP: Waham
3. Penulis
Bermanfaat untuk menambah pengalaman dan pengetahuan penulis, dan untuk
memenuhi tugas keperawatan jiwa.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Waham adalah suatu kepercayaan yang terpaku dan tidak dapat dikoreksi atas
dasar fakta dan kenyataan. Tetapi harus dipertahankan, bersifat patologis dantidak terkait
dengan kebudayaan setempat. Adanya waham menunjukkan suatu gangguan jiwa yang
berat, isi waham dapat menerangkan pemahaman terhadap faktor-faktor dinamis
penyebab gangguan jiwa. Terbetuknyakepercayaan yang bersifat waham adalah sebagai
perlindungan diri terhadaprasa takut dan untuk pemuasan kebutuhan (Sutini dan Yosep,
2019).
Waham adalah keyakinan palsu, didasarkan kepada kesimpulan yang salah
tentang eksternal, tidak sejalan dengan intelegensia pasien dan latar belakang kultural,
yang tidak dapat dikoreksi dengan suatu alasan (Zukna, 2017). Waham adalah keyakinan
klien yang tidak sesuai dengan kenyataan yang tetap dipertahankan dan tidak dapat
dirubah secara logis oleh oranglain. Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang
sudah kehilangan kontrol (Rusdi, 2020).
B. Etiologi
Menurut WHO (2016) secara medis ada banyak kemungkinan penyebab waham,
termasuk gangguan neurodegeneratif, gangguan sistemsaraf pusat, penyakit pembuluh
darah, penyakit menular, penyakit metabolisme, gangguan endokrin, defisiensi vitamin,
pengaruh obat-obatan, racun, dan zat psikoaktif.
1. Faktor Predisposisi
a. Biologis
Pola keterlibatan keluarga relative kuat yang muncul di kaitkan dengandelusi atau
waham. Dimana individu dari anggota keluarga yangdi manifestasikan dengan
gangguan ini berada pada resiko lebih tinggi untuk mengalaminya di bandingkan
dengan populasi umum. Studi padamanusia kembar juga menunjukan bahwa ada
keterlibatan factor (Yosep, 2019).
b. Teori Psikososial
1) System Keluarga Perkembangan skizofrenia sebagai suatu perkembangan
disfungsi keluarga. Konflik diantara suami istri mempengaruhi anak.
Bayaknya masalah dalam keluarga akan mempengaruhi perkembangan anak
dimana anak tidak mampu memenuhi tugas perkembangan dimasa
dewasanya. Beberapa ahli teori menyakini bahwa individu paranoid memiliki
orang tua yang dingin, perfeksionis, sering menimbulkankemarahan, perasaan
mementingkan diri sendiri yang berlebihan dan tidak percaya pada individu.
Klien menjadi orang dewasa yang rentankarena pengalaman awal ini (Yosep,
2019).
c. Teori Interpersonal Dikemukakan oleh Priasmoro (2018) di mana orang yang
mengalami psikosis akan menghasilkan suatu hubungan orang tua-
anakyangpenuh dengan ansietas tinggi. Hal ini jika di pertahankan maka
konsepdiri anak akan mengalami ambivalen.
d. Psikodinamika Perkembangan emosi terhambat karena kurangnya
rangsanganatauperhatian ibu,dengan ini seorang bayi mengalami
penyimpanganrasaaman dan gagal untuk membangun rasa percayanya sehingga
menyebabkan munculnya ego yang rapuh karena kerusakan harga diri yang
parah,perasaan kehilangan kendali,takut dan ansietas berat.Sikapcuriga kepada
seseorang di manifestasikan dan dapat berlanjut di sepanjang kehidupan. Proyeksi
merupakan mekanisme koping palingumum yang di gunakan sebagai pertahanan
melawan perasaan(Yosep, 2019)
2. Faktor Presipitasi
a. Biologi
Menurut Direja (2018) Stress biologi yang berhubungan denganrespon neurologik
yang maladaptif termasuk:
1) Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses informasi
2) Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalamotak yangmengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi rangsangan.
b. Stres lingkungan
Stres biologi menetapkan ambang toleransi terhadap stress yangberinteraksi
dengan stressor lingkungan untuk menentukanterjadinya gangguan perilaku
(Direja, 2018).
c. Pemicu gejala
Pemicu merupakan prekursor dan stimulus yang yang seringmenunjukkan episode
baru suatu penyakit. Pemicu yang biasaterdapat pada respon neurobiologik yang
maladaptif berhubungandengan kesehatan. Lingkungan, sikap dan perilaku
individu (Direja, 2018)
3. Rentang Respon
Menurut Darmiyanti (2016), rentang respon waham sebagai berikut :
4. Fase Waham
Menurut Eriawan (2019) Proses terjadinya waham dibagi menjadi enam yaitu:
a. Fase Lack of Human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik secara fisik
maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang
dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin
dan menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya
untuk melakukan kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan
ekonomi terpenuhi tetapi kesenjangan antara Reality dengan selfideal sangat
tinggi. Misalnya ia seorang sarjana tetapi menginginkan dipandang sebagai
seorang dianggap sangat cerdas, sangat berpengalaman dan diperhitungkan dalam
kelompoknya. Waham terjadi karena sangat pentingnya pengakuan bahwa ia eksis
di dunia ini. Dapat dipengaruhi juga oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh
kembang (life span history) (Eriawan, 2019).
b. Fase lack of self esteem
Tidak ada tanda pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara self
ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta dorongan kebutuhan
yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui
kemampuannya. Misalnya, saat lingkungan sudah banyak yang kaya,
menggunakan teknologi komunikasi yang canggih, berpendidikan tinggi serta
memiliki kekuasaan yang luas, seseorang tetap memasang self ideal yang
melebihi lingkungan tersebut. Padahal self reality-nya sangat jauh. Dari aspek
pendidikan klien, materi, pengalaman, pengaruh, support system semuanya sangat
rendah (Eriawan, 2019)
c. Fase control internal external
Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa apa yang ia
katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan
kenyataan. Tetapi menghadapi kenyataan bagi klien adalah sesuatu yang sangat
berat, karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan
diterima lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut
belum terpenuhi sejak kecil secaraoptimal. Lingkungan sekitar klien mencoba
memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar, tetapi
hal ini tidak dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan
menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau
konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak merugikan
oranglain(Eriawan, 2019)
d. Fase environment support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu
yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang.
Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma
( Super Ego ) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong
(Eriawan, 2019)
e. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap
bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya.
Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien menyendiri dari
lingkungannya. Selanjutnya klien lebih sering menyendiri dan menghindar
interaksi sosial (Isolasi sosial) (Eriawan, 2019)
f. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap
waktukeyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema wahamyangmuncul
sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan- kebutuhan yang
tidak terpenuhi (rantai yang hilang). Wahambersifat menetap dan sulit untuk
dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan ancamandiri dan orang lain. Penting
sekali untuk mengguncang keyakinan klien dengan cara konfrontatif serta
memperkaya keyakinan relegiusnya bahwa apa apa yang dilakukan menimbulkan
dosa besar serta ada konsekuensi sosial (Eriawan, 2019).
5. Jenis Waham
Menurut Prakasa (2020) bahwa jenis waham yaitu :
a. Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaranataukekuasaan
khusus yang diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya,
“Saya ini pejabat di separtemen kesehatanlho!”atau, “Saya punya tambang emas.”
b. Waham curiga: individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompokyang
berusaha merugikan/mencederai dirinya dan siucapkan berulangkali, tetapi tidak
sesuai kenyataan. “Saya tidak tahu seluruh saudara saya ingin menghancurkan
hidupsayakarena mereka iri dengan kesuksesan saya.”
c. Waham agama: individu memiliki keyakinan terhadap terhadap suatuagama
secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh, “Kalau saya mau masuk surga, saya harusmenggunakan pakaian putih
setiap hari.”
d. Waham somatic: individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnyaterganggu
atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan. Misalnya, “Saya sakit kanker.”(Kenyataannya pada pemeriksaan
laboratorium tidak ditemukan tandatanda kanker, tetapi pasien terus mengatakan
bahwa ia sakit kanker).
e. Waham nihilistik: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak adadi
dunia/meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
Misalnya, ”Ini kan alam kubur ya, semua yang ada disini adalah roh-roh”.
f. Waham sisip pikir : keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lainyangdisisipkan
ke dalam pikirannya.
g. Waham siar pikir : keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apayang dia
pikirkan walaupun ia tidak pernah menyatakan pikirannyakepada orang tersebut
h. Waham kontrol pikir : keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol olehkekuatan
di luar dirinya.
GAMBARAN KASUS
A. Pengkajian
Tn. B usia 57 tahun belum menikah. Klien mengatakan masuk Yayasan Rehabilitasi
Mental Griya Bhakti Medika diantar oleh keluarganya karena sering marah dan mudah
tersinggung, klien sebelumnya pernah dirawat di RS Darmawangsa Magelang 20 tahun yang
lalu
Klien merupakan anak ke 2 dari 8 bersaudara, klien sebelumnya pernah menempuh
Pendidikan strata 1 selama 8 tahun namun tidak lulus kuliah dan klien merasa kecewa dan
malu karena gagal dalam pendidikannya dan merasa masa depannya tidak jelas.
Klien mengatakan jarang mengobrol dengan teman-temannnya. Klien mengatakan klien
selalu merasa paling benar dan superior dibandingkan orang lain, klien mengatakan klien
adalah yang paling tinggi.
B. Masalah Keperawatan
1. Gangguan proses pikir: waham kebesaran
Data subjektif:
a. Klien mengatakan bahwa dia adalah yang paling benar dan superior
b. Klien mengatakan klien adalah yang paling tinggi
c. Klien mengatakan bahwa ia yang mengangkat presiden
Data objektif:
Data objektif:
D. Analisa Data
A. Kesimpulan
Asuhan keperawatan pada tn. B dengan gangguan proses pikir: waham kebesaran
melakukan perawatan di Yayasan rehabilitasi mental griya bhakti medika. Waham
kebesaran adalah Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan
yang tetap dipertahankan dan tidak dapat dirubah secara logis oleh orang lain.
Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol (Rusdi,
2020).
Dilakukan pengkajiannya, diagnosa keperawatan, Hambatan yang kelompok
alami pada saat melakukan tindakan adalah pada saat berkomunikasi dengan klien harus
dilakukan secara berulang-ulang dikarenakan tingkat konsentrasi klien yang kurang
B. Saran
Dalam rangka meningkatkan dan memperbaiki mutu asuhan keperawatan jiwa pada
klien dengan gangguan proses pikir: waham adalah:
1. Diharapkan mahasissiswa dapat memodikfikasi Tindakan dengan kondisi klien dan
tetap mempertahankan prinsip tindakan keperawatan seperti kontak mata sering dan
singkat, menggunakan bahasa yang mudah dipahami klien, bersikap empati,
memenuhi kebutuhan dasar klien agar dapat memenuhi kebutuhan klien dalam
memberikan asuhan keperawatan yang profesional.
2. Mahasiswa/i hendaknya menggunakan komunikasi terapeutik untuk menggali
pengalaman traumatik bagi klien dan memulai secara bertahap jika klien sudah siap.
DAFTAR PUSTAKA
Amastuti, M. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Klien DenganPerubahan Proses Pikir:
Waham Nihilistik Di Desa Joton KecamatanJogonalan Kabupaten Klaten (Doctoral
Dissertation, Stikes MuhammadiyahKlaten).
Asis, S.J. De. (2018). Psychiatric Disorders Late in Life. Psychiatric DisordersLate in Life, 11–
20. https://doi.org/10.1007/978-3-319-73078-3
Bell, V., Raihani, N., & Wilkinson, S. (2019). De-Rationalising Delusions. 1–34.
https://doi.org/10.1177/2167702620951553
Dalami, E., Rochimah, N., Suryati, K. R., & Lestari, W. (2009). AsuhanKeperawatan klien
dengan gangguan jiwa.
Dwi Prastya, F., & Arum Pratiwi, S. K. (2017). Mekanisme Koping PadaPasien Perilaku
Kekerasan Dengan Risiko Menciderai Orang LainDanLingkungan (Doctoral dissertation,
Universitas Muhammadiyah Surakarta). http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/52420
ECA(2021)https://www.cdc.gov/eis/field-epi-manual/chapters/Describing- Epi-Data.html
Diunduh 27 Febuari 2022
Hastuti, R. Y., & Setianingsih, S. (2016). Pengaruh Cognitive Behaviour Therapy Pada
Klien Dengan Masalah Keperawatan Perilaku KekerasanDanHa