Anda di halaman 1dari 48

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN


ISI PIKIR : WAHAM DAN HARGA DIRI RENDAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Kesehatan Jiwa
Dosen Pengampu: Woro Rahmanishati, Spd, S.Kep., M.Kes.

Disusun Oleh :
Kelompok 7
Asep Ansori :(C1AB23062)
Endi Ramdani :(C1AB23080)
Irvan Febriyanto :(C1AB23096)
Risda Iskandar :(C1AB23140)
Anatia Agustina :(C1AB23058)
Riski Setiawan :(C1AB23141)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SUKABUMI 2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul
“Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Isi Pikir : Waham Dan Harga Diri
Rendah” ini dengan tepat waktu. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kesehatan Jiwa Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Sukabumi. Dengan adanya tugas ini kami harap dapat menambah pengetahuan
dan wawasan yang sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berbagi
ilmu sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam
pembuatan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan
saran yang bersifat membangun senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.

Sukabumi, November 2023

Kelompok 7
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN
ISI PIKIR : WAHAM
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di
negara-negara maju. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan
yang menyebabakan kematian secara langsung, namun gangguan tersebut dapat
menimbulkan ketidakmampuan individu dalam berkarya serta ketidak tepatan individu
dalam berprilaku yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat
menghambat pembangunan karena mereka tidak produktif. (Hawari, 2001)
Prevalensi gangguan waham menetap di dunia sangat bervariasi, berdasarkan
beberapa literatur, prevalensi gangguan waham menetap pada pasien yang dirawat inap
dilaporkan sebesar 0,5-0,9% dan pada pasien yang dirawat jalan, berkisar antara 0,83-
1,2%. Sementara, pada populasi dunia, angka prevalensi dari gangguan ini mencapai 24-
30 kasus dari 100.000 orang (Ariawan dkk, 2014). Sedangkan di Jawa Tengah sendiri
menurut direktur RSJD Amino Gondohutomo Semarang dr. Sri Widyayati, Sppk, M.Kes
mengatakan di tahun 2009 angka kejadian penderita gangguan jiwa di jawa tengah
berkisar antara 3300 orang sampai 9300 orang, angka kejadian ini merupakan penderita
yang sudah terdiagnosa. Pasien rawat inap yang mengalami gangguan jiwa skizofrenia
paranoid dan gangguan psikotik dengan gejala curiga berlebihan, sikap eksentrik,
ketakutan, murung, bicara sendiri, galak dan bersikap bermusuhan. Gejala ini merupakan
tanda dari skizofrenia dengan perilaku waham sesuai dengan jenis waham yang
diyakininya (medical record, 2010).
Intensitas kecemasan yang tinggi, perasaan bersalah dan berdosa, penghukuman
diri, rasa tidak mampu, fantasi yang tak terkendali, serta dambaan-dambaan atau harapan
yang tidak kunjung sampai, merupakan sumber dari waham. Waham dapat berkembang
jika terjadi nafsu kemurkaan yang hebat, hinaan dan sakit hati yang mendalam (Kartono,
1981).
B. Rumusan Masalah
Bagaimana konsep gangguan isi pikir: Waham, dan Asuhan Keperawatan Waham.

C. Tujuan
Supaya mahasiswa mampu menjelaskan:
1. Pengertian waham
2. Etiologi waham
3. Rentang respon waham
4. Tanda dan gejala waham
5. Penanganan klien waham
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Masalah Waham


1. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara
kuat/terus menerus namun tidak sesuai dengan kenyataan (Budi Anna dkk, 2007).
Keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini
oleh orang lain dan bertentangan dengan realita normal (Stuart dan Sundeen,
1998).
Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan tetapi
dipertahankan dan tidak dapat dirubah secara logis oleh orang lain, keyakinan ini
berasal dari pemikiran klien dimana sudah kehilangan kontrol (Dep Kes RI,
1994).
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa waham
merupakan suatu keyakinan yang salah tetapi dipertahankan dengan kuat oleh
penderita tanpa bukti bukti yang jelas (tidak sesuai dengan realita)
2. Etiologi
faktor penyebab terjadinya gangguan waham digolongkan menjadi
beberapa faktor, yaitu faktor predis posisi, faktor biologis, dan faktor psikodinamik.
a. Faktor Predisposisi (Predisposing factor)
Faktor predisposisi terdiri dari tiga faktor, yaitu faktor biologis, faktor
psikologis, dan faktor sosial budaya.
1) Faktor biologis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran ventrikel di
otak, atau perubahan pada sel kortikal dan lindik.Abnormalitas otak yang
menyebabkan respons neurologis yang maladaptif yang baru mulai dipahami.
a) Penelitian pencitraan otak sudah mulai menunjukkan keterlibatan otak
yang luas dan dalam perkembangan skizofrenia. Hal yang paling
berhubungan dengan perilaku psikotik adalah adanya lesi pada area
frontal, temporal, dan limbik.
b) Beberapa senyawa kimia otak dikaitkan dengan skizofrenia.
Hasil penelitian menunjukkan hal-hal berikut ini:
a) Kadar dopamin neurotransmitter yang berlebihan
b) Ketidakseimbangan antara dopamin dan neurotransmitter lain
c) Masalah-masalah yang terjadi pada sistem respons dopamin
2) Faktor psikologis
Teori psikologi terdahulu menyalahkan keluarga sebagai penyebab
gangguan ini, sehingga menimbulkan kurangnya rasa percaya (keluarga
terhadap tenaga kesehatan jiwa profesional). Waham ini juga dapat
disebabkan oleh perbedaan perlakuan dari keluarga. Misalnya saja, sosok ibu
adalah tipe pencemas, sedangkan sosok ayah adalah tipe yang kurang atau
tidak peduli.
3) Faktor sosial budaya
Unsur-unsur dari faktor sosial budaya dapat mencakup kestabilan
keluarga, pola mengasuh anak, tingkat ekonomi, perumahan (perkotaan lawan
pedesaan), masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka, fasilitas
kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan yang tidak memadai, pengaruh
rasial dan keagamaan, serta nilai-nilai (Yosep, 2009). Di sisi lain, timbulnya
waham dapat disebabkan oleh perasaan terasing dari lingkungannya dan
kesepian (Direja, 2011).
b. Faktor Biologis
Berbagai zat dan kondisi medis non-psikiatrik dapat menyebabkan waham,
sehingga menyatakan bahwa faktor biologis yang jelas dapat menyebabkan
waham. Akan tetapi, tidak semua orang dengan tumor memiliki waham. Klien
yang wahamnya disebabkan oleh penyakit neurologis serta yang tidak
memperlihatkan gangguan intelektual, cenderung mengalami waham kompleks
yang serupa dengan penderita gangguan waham. Sebaliknya, penderita gangguan
neurologis dengan gangguan intelektual sering mengalami waham sederhana.
Jenis waham sederhana ini tidak seperti waham pada klien dengan gangguan
waham.
c. Faktor Psikodinamik
Banyak klien dengan gangguan waham memiliki suatu kondisi sosial
terisolasi dan pencapaian sesuatu dalam kehidupannya tidak sesuai dengan apa
yang mereka harapkan. Teori psikodinamik spesifik mengenai penyebab dan
evolusi gejala waham melibatkan anggapan seputar orang hipersensitif dan
mekanisme ego spesifik, pembentukan reaksi, proyeksi, dan penyangkalan.
Faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya waham adalah:
1) Gagal melalui tahapan perkembangan dengan sehat.
2) Disingkirkan oleh orang lain dan merasa kesepian
3) Hubungan yang tidak harmonis dengan orang lain
4) Perpisahan dengan orang yang di cintainya
5) Kegagalan yang sering di alami
6) Keturunan,paling sering pada kembar satu telur
7) Menggunakan penyelesaian masalah yang tidak sehat misalnya
menyalahkan orang lain.
3. Klasifikasi Waham
Menurut Yosep (2010), waham diklasifikasikan menjadi 5 macam :
a. Waham kebesaran (Grandiosity)
Klien meyakini bahwa memiliki suatu kebesaran atau kekuasaan terhadap
dirinya.
b. Waham agama (Religious)
Klien memiliki keyakinan berlebihan terhadap suatu agama.
c. Waham somatik (Somatic)
Klien meyakini bahwa tubuh atau bagian dari tubuhnya terganggu atau
terserang suatu penyakit.
d. Waham nihilistik (Nihilistic)
Klien meyakini bahwa dirinya sudah tiada atau meninggal dan keyakinannya
terhadap hal ini diucapkan secara berulang-ulang.
e. Waham bizar (Bizarre)
Suatu paham yang melibatkan fenomena keyakinan seseorang yang sama
sekali tidak masuk akal.Waham bizar terdiri dari waham sisip pikir (thought
of insertion), waham siar pikir (thought of broadcasting), dan waham kendali
pikir (thought of being controlled).
1) Waham sisip pikir adalah waham di mana klien meyakini bahwa ada
pikiran orang lain yang disisipkan dipikirannya
2) Waham siar pikir adalah waham di mana klien memiliki keyakinan yang
tidak masuk akal bahwa orang lain dapat mendengar atau menyadari
pikirannya.
3) Waham kontrol pikir adalah waham dimana pikirannya dikontrol oleh
kekuatan yang ada diluar dirinya

4. Tanda dan Gejala


Menurut (Prakasa, A., & Milkhatun, 2020) bahwa tanda dan gejala
gangguan proses pikir waham terbagi menjadi 8 gejala yaitu, menolak makan,
perawatan diri, emosi, gerakan tidak terkontrol, pembicaraan tidak sesuai,
menghindar, mendominasi pembicaraan, berbicara kasar.
a. Waham kebesaran (Grandiosity)
Klien meyakini bahwa memiliki suatu kebesaran atau kekuasaan terhadap
dirinya.
 DS : Klien mengatakan bahwa ia adalah presiden, Nabi, Wali, artis dan
lainnya yang tidak sesuai dengan kenyataan dirinya.
 DO : Perilaku klien tampak seperti isiwahamnya
1) Inkoheren ( gagasan satu dengan yang lain tidak logis, tidak
berhubungan, secara keseluruhan tidak dapat dimengerti
2) Klien mudah marah
3) Klien mudah tersinggung
b. Waham agama (Religious)
Klien memiliki keyakinan berlebihan terhadap suatu agama.
 DS : Klien yakin terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan
berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
 DO:
1) Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya
2) Klien tampak bingung karena harus melakukan isi wahamnya
3) Inkoheren (gagasan satu dengan yang lain tidak logis, tidak
berhubungan, secara keseluruhan tidak dapat dimengerti)
c. Waham somatik (Somatic)
Klien meyakini bahwa tubuh atau bagian dari tubuhnya terganggu atau
terserang suatu penyakit.
 DS : Klien mengatakan merasa yakin menderita penyakit fisik.
 DO:
1) Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya
2) Inkoheren ( gagasan satu dengan yang lain tidak logis, tidak
berhubungan, secara keseluruhan tidak dapat dimengerti)
3) Klien tampak bingung
4) Klien mengalami perubahan pola tidur
5) Klien kehilangan selera makan
d. Waham nihilistik (Nihilistic)
Klien meyakini bahwa dirinya sudah tiada atau meninggal dan keyakinannya
terhadap hal ini diucapkan secara berulang-ulang.
 DS : Klien mengatakan bahwa dirinya sudah meninggal dunia,
diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
 DO:
1) Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya
2) Inkoheren ( gagasan satu dengan yang lain tidak logis, tidak
berhubungan, secara keseluruhan tidak dapat dimengerti)
3) Klien tampak bingung
4) Klien mengalami perubahan pola tidur
5) Klien kehilangan selera makan
e. Waham bizar (Bizarre)
Suatu paham yang melibatkan fenomena keyakinan seseorang yang sama
sekali tidak masuk akal.Waham bizar terdiri dari waham sisip pikir (thought
of insertion), waham siar pikir (thought of broadcasting), dan waham kendali
pikir (thought of being controlled).
1) Waham sisip pikir adalah waham di mana klien meyakini bahwa ada
pikiran orang lain yang disisipkan dipikirannya
 DS:
Klien mengatakan ada ide pikir orang lain yang disisipkan dalam
pikirannya yang disampaikan secara berulang dan tidak sesuai
dengan kenyataan.
 DO:
a) Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya
b) Klien tampak bingung
c) Inkoheren (gagasan satu dengan yang lain tidak logis, tidak
berhubungan, secara keseluruhan tidak dapat dimengerti)
d) Klien mengalami perubahan pola tidur
2) Waham siar pikir adalah waham di mana klien memiliki keyakinan yang
tidak masuk akal bahwa orang lain dapat mendengar atau menyadari
pikirannya.
 DS:
a) Klien mengatakan bahwa orang lain mengetahui apa yang dia
pikirkan yang dinyatakan secara berulang dan tidak sesuai dengan
kenyataan.
b) Klien mengatakan merasa khawatir sampai panik
c) Klien tidak mampu mengambil keputusan
 DO:
a) Klien tampak bingung
b) Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya
c) Inkoheren (gagasan satu dengan yang lain tidak logis, tidak
berhubungan, secara keseluruhan tidak dapat dimengerti)
d) Klien tampak waspada
e) Klien kehilangan selera makan
3) Waham kontrol pikir adalah waham dimana pikirannya dikontrol oleh
kekuatan yang ada diluar dirinya
 DS:
a) Klien mengatakan pikirannya dikontrol dari luar
b) Klien tidak mampu mengambil keputusan
 DO : Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya
a) Klien tampak bingung
b) Klien tampak menarik diri
c) Klien mudah tersinggung
d) Klien mudah marah
e) Klien tampak tidak bisa mengontrol diri sendiri
f) Klien mengalami perubahan pola tidur
g) Inkoheren (gagasan satu dengan yang lain tidak logis, tidak
berhubungan, secara keseluruhan tidak dapat dimengerti)

5. Rentang Respon
Menurut Darmiyanti (2016), rentang respon waham sebagai berikut :

RESPON ADAPTIF RESPON MAL ADAPTIF

Pikiran logis Disorientasi pikiran Gangguan pikiran/waham


Presepsi akurat Ilusi Sulit berespon
Emosi konsisten Reaksi Emosi berlebihan Perilaku kacau
Prilaku sesuai Perilaku aneh /tidak biasa Isolasi sosial
Berhubungan sosial Menarik diri

6. Proses Terjadinya Waham


a. Fase Lack of Huma need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik secara
fisik maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-
orang dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Ada juga klien yang
secara sosial dan ekonmi terpenuhi tetapi kesenjangan antara reality dengan
self ideal sangat tinggi. Waham terjadi karena sangat pentingnya pengakuan
bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi juga oleh rendahnya
penghargaan saat tumbuh kembang.
b. Fase Lack of Self Esteem
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara
self ideal dan self reality ( kenyataan dengan harapan) serta dorongan
kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah
melampaui kemampuannya.
c. Fase Control Internal Eksternal
Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa yang ia
katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan
kenyataan. Tetapi menghadapi kenyataan bagi klien adalah sesuatu yang sangat
berat, karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting
dan diterima lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan
tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara optimal.
d. Fase Environment Support
Adanya beberapa orang yang mempercayai dengan lingkungannya
menyebabkan klien merasa di dukung, lama-kelamaan klien menganggap
sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya
diulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak
berfungsinya norma (super ego) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan
dosa saat berbohong.
e. Fase Comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien
menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih sering menyendiri dan
menghindari interaksi sosial (isolasi sosial).
f. Fase Improving
Apabila tidak ada konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu
keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul
sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan kebutuhan yang
tidak terpenuhi (rantai yang hilang). Waham bersifat menetap dan sulit untuk
dikoreksi. Isi waham yang dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain.
Penting sekali untuk mengguncang keyakinan klien dengan cara konfrontatif
serta memperkaya keyakinan religiusnya bahwa apa-apa yang dilakukan
menimbulkan dosa besar serta ada konsekuensi sosial.

7. Mekanisme koping
Berdandan dengan baik dan berpakaian rapi, tetapi mugkin terlihat eksentrik
dan aneh. Tidak jarang bersikap curiga atau bermusuhan terhadap orang lain. Pasien
biasa cerdik ketika dilakukan pemeriksaan sehingga dapat memanipulasi data selain
itu perasaan hatinya konsisten dengan isi waham (Eko Prabowo, 2014.

C. Asuhan Keperawatan Masalah Waham


1. Pengkajian
Menurut tim Depkes RI (1994), pengkajian adalah langkah awal dan dasar
proses keperawatan secara menyeluruh. Pada tahap ini pasien yang dibutuhkan
dikumpulkan untuk menentukan masalah keperawatan. Setiap melakukan
pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat. Isi pengkajiannya
meliputi:
a. Identifikasi klien
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien
tentang: Nama klien, panggilan klien, Nama perawat, tujuan, waktu pertemuan,
topik pembicaraan.
b. Keluhan utama / alasan masuk
Tanyakan pada keluarga / klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke Rumah Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah dan perkembangan yang dicapai.
c. Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa
pada masa lalu, pernah melakukan, mengalami, penganiayaan fisik, seksual,
penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal.
Dapat dilakukan pengkajian pada keluarga faktor yang mungkin
mengakibatkan terjadinya gangguan:
 Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
psikologis dari klien.
 Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau SSP, pertumbuhan dan
perkembangan individu pada prenatal, neonatus dan anak-anak.
 Sosial Budaya
Seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan,
kerawanan), kehidupan yang terisolasi serta stress yang menumpuk
d. Aspek fisik / biologis
Mengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital: TD, nadi, suhu, pernafasan.
Ukur tinggi badan dan berat badan, kalau perlu kaji fungsi organ kalau ada
keluhan.
e. Aspek psikososial
 Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi yang dapat
menggambarkan hubungan klien dan keluarga, masalah yang terkait dengan
komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.
 Konsep diri
 Citra tubuh: mengenai persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian yang
disukai dan tidak disukai.
 Identitas diri: status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien
terhadap status dan posisinya dan kepuasan klien sebagai laki-laki /
perempuan.
 Peran: tugas yang diemban dalam keluarga / kelompok dan masyarakat dan
kemampuan klien dalam melaksanakan tugas tersebut.
 Ideal diri: harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas, lingkungan dan
penyakitnya.
 Harga diri: hubungan klien dengan orang lain, penilaian dan penghargaan
orang lain terhadap dirinya, biasanya terjadi pengungkapan kekecewaan
terhadap dirinya sebagai wujud harga diri rendah.
 Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok yang diikuti dalam masyarakat.
 Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.
 Status mental
 Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas
motorik klien, alam perasaan klien (sedih, takut, khawatir), afek klien,
interaksi selama wawancara, persepsi klien, proses pikir, isi pikir, tingkat
kesadaran, memori, tingkat konsentasi dan berhitung, kemampuan penilaian
dan daya tilik diri.
 Kebutuhan persiapan pulang
 Kemampuan makan klien, klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat
makan.
 Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
 Mandi klien dengan cara berpakaian, observasi kebersihan tubuh klien.
 Istirahat dan tidur klien, aktivitas di dalam dan di luar rumah.
 Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksi yang dirasakan setelah minum
obat.
 Masalah psikososial dan lingkungan dari data keluarga atau klien mengenai
masalah yang dimiliki klien.
 Pengetahuan
Data didapatkan melalui wawancara dengan klien kemudian tiap bagian
yang dimiliki klien disimpulkan dalam masalah.
f. Aspek medik
Terapi yang diterima oleh klien: ECT, terapi antara lain seperti terapi
psikomotor, terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi spiritual, terapi okupasi,
terapi lingkungan. Rehabilitasi sebagai suatu refungsionalisasi dan
perkembangan klien supaya dapat melaksanakan sosialisasi secara wajar dalam
kehidupan bermasyarakat.
Untuk mendapatkan data waham, lakukan observasi terhadap perilaku berikut ini:
1) Waham kebesaran. Meyakini bahwa ia meimiliki kebesaran atau kekuasaan
khusus, diucapkan berulang kali tetapi tidak seusuai kenyataan. Contoh : “Saya ini
pejabat di departemen kesehatan lho.” Atau “Saya punya tambang emas”.
2) Waham curiga. Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha
merugikan/mencederai dirinya, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai
kenyataan. Contoh: “Saya tahu. Anda ingin menghancurkan hidup saya karena iri
dengan kesuksesan saya.”
3) Waham agama. Memiliki keyakinan terhadap suatu agam secara berlebihan,
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh: “Kalau saya mau
masuk surga saya harus menggunakan pakaian putih, setiap hari.”
4) Waham somatik. Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu terserang
penyakit, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuati kenyataan. Contoh: “Saya
sakit kanker”. Setelah pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda
kanker namun pasien terus mengatakan bahwa ia terserang kanker.
5) Waham nihilistik. Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/meinggal,
diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh: “Ini kan alam
kubur ya, semua yang ada di sini adalah roh-roh.
Berikut ini beberapa contoh pertanyaan yang dapat digunakan sebagai panduan untuk
mengkaji pasien dengan waham:
1) Apakah pasien memiliki pikiran/isi pikir yang berulang-ulang diungkapkan dan
menetap?
2) Apakah pasien takut terhadap objek atau situasi tertentu, atau apakah pasien
cemas secara berlebihan tentang tubuh atau kesehatannya?
3) Apakah pasien pernah merasakan bahwa benda-benda di sekitarnya aneh dan
tidak nyata?
4) Apakah pasien pernah merasakan bahwa ia berada di luar tubuhnya?
5) Apakah pasien pernah merasa diawasi atau dibicarakan oleh orang lain?
6) Apakah pasien berpikir bahwa pikiran atau tindakannya dikontrol oleh orang lain
atau kekuatan dari luar?
7) Apakah pasien menyatakan bahwa ia meimliki kekuatan fisik atau kekuatan
lainnya atau yakin bahwa orang lain dapat membaca pikirannya?
Selama pengkajian dengarkan dan perhatikan semua informasi yang diberikan oleh
pasien tentang wahamnya. Untuk mempertahankan hubungan saling percaya yang
telah terbina jangan menyangkal, menolak, atau menerima keyakinan pasien.

2. Diagnosis Keperawatan
Masalah keperawatan yang sering muncul yang dapat disimpulkan dari
hasil pengkajian adalah:
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
waham.
b. Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri rendah.

3. Perencanaan dan Intervensi Keperawatan


a. Perencanaan Keperawatan

Tindakan keperawatan untuk pasien

Tujuan tindakan :
1. Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap.
2. Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar.
3. Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan.
4. Pasien menggunakan obat dengan teratur.

Tindakan Keperawatan:
1. Bina Hubungan saling percaya. Sebelum memulai mengkaji pasien dengan
waham, bina hubungan saling percaya terlebih dahulu agar pasien merasa aman
dan nyaman saat berinteraksi. Tindakan yang harus dilakukan dalam rangka
membina hubungan saling percaya:
a. Mengucapkan salam terapeutik
b. Berjabat tangan
c. Menjelaskan tujuan interaksi
d. Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien.
2. Bantu orientasi realita.
a. Tidak mendukung atau membantah waham pasien.
b. Yakinkan pasien berada dalam keadaan aman.
c. Observasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari-hari
d. Jika pasien terus-menerus membicarakan wahamnya dengarkan tanpa
memberikan dukungan atau menyangkal sampai pasien berhenti
membicarakannya.
e. Fokuskan pembicaraan pada realitas, (mis., memanggil nama pasien,
menjelaskan hal yang sesuai realita).
f. Berikan pujian bila penampilan dan orientasi pasien sesuai dengan realita.
3. Diskusikan kebutuhan psikologis/emosional yang tidak terpenuhi sehingga
menimbulkan kecemasan, rasa takut, dan marah. Misalnya yang menyangkut
masalah-masalah masa kecil, dirumah, dikantor, hubungan dengan keluarga,
ditempat pekerjaan atau harapan-harapan yang selama ini tidak tercapai.
4. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan emosional
pasien.

5. Berdiskusi tentang kemampuan positif yang dimiliki pada saat yang lalu dan saat
ini.
6. Bantu melakukan kemampuan yang dimiliki.
7. Libatkan pada kegiatan sehari-hari di rumah sakit serta tingkatkan aktifitas yang
dapat memenuhi kebutuhan fisik dan emosional klien, misalnya menggambar,
bernanyi, membuat puisi, religious terapi, dsb.
8. Lakukan kontrak dengan klien untuk berbicara dalam konteks realita seperti
cara-cara mengisi waktu, cara meningkatkan ketrampilan yang mendatangkan
uang, cara belajar menjahit, menjaga kebersihan, dsb.
9. Berdiskusi tentang obat yang diminum (manfaat, dosis obat, jenis, dan efek
samping obat yang diminum serta cara meminum obat yang benar).
10. Libatkan dan diskusikan dengan keluarga tentang waham yang dialami klien,
cara merawat klien dengan waham dirumah, follow up dan keteraturan
pengobatan serta lingkungan yang tepat untuk klien.

b. Intervensi dan Rasional


1. Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berubungan
dengan waham.
Tujuan umum : Klien tidak menciderai diri, orang lain, dan lingkungan.
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran
hubungan interaksinya.
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalkan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas (topik, waktu, tempat).
2. Jangan membantah dan mendukung waham klien : katakan perawat
menerima keyakinan klien "saya menerima keyakinan anda" disertai
ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung disertai
ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham klien.
3. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi : katakan
perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat yang aman,
gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian.
4. Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan
perawatan diri.
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki.
Rasional : Dengan mengetahui kemampuan yang dimiliki klien, maka
akan memudahkan perawat untuk mengarahkan kegiatan yang
bermanfaat bagi klien dari pada hanya memikirkannya.
Tindakan :
1. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
2. Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu
dan saat ini yang realistis.
3. Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari hari dan
perawatan diri).
4. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai
kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien
sangat penting.
c. Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi.
Rasional : Dengan mengetahui kebutuhan klien yang belum terpenuhi
perawat dapat merencanakan untuk memenuhinya dan lebih
memperhatikan kebutuhan klien tersebut sehingga klien merasa nyaman
dan aman.
Tindakan :
1. Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
2. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di
rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah)
3. Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
4. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan
memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
5. Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan
wahamnya.
d. Klien dapat berhubungan dengan realitas.
Rasional : Menghadirkan realitas dapat membuka pikiran bahwa realita
itu lebih benar dari pada apa yang dipikirkan klien sehingga klien dapat
menghilangkan waham yang ada.
Tindakan :
1. Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat
dan waktu).
2.Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
3. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien.
e. Klien dapat menggunakan obat dengan benar.
Rasional : Penggunaan obat yang secara teratur dan benar akan
mempengaruhi proses penyembuhan dan memberikan efek dan efek
samping obat.
Tindakan :
1. Diskusikan dengan klien tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan
efek samping minum obat.
2. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama pasien,
obat, dosis, cara dan waktu).
3. Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
4. Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
f. Klien dapat dukungan dari keluarga.
Rasional : Dukungan dan perhatian keluarga dalam merawat klien akan
mambentu proses penyembuhan klien.
Tindakan:
1. Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang : gejala
waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan follow up obat.
2. Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga

Diagnosa 2: Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri


rendah.
Tujuan umum : klien tidak mengalami perubahan isi pikir : waham kebesaran
Tujuan khusus :
1. Klien dapat menyebutkan penyebab dirinya menarik diri dengan
kriteria evaluasi, klien dapat mengetahui penyebabnya.
2. Klien dapat menyebutkan keuntungan dan kerugian berhubungan
dengan orang lain.
a. Kaji pengetahuan klien dengan prilaku menarik diri sehingga dapat
mengenali tanda-tanda menarik diri.
Rasional : klien dapat menyadari tanda-tanda menarik diri sehingga
memudahkan perawat memberikan intervensi selanjutnya.
b. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya terutama
penyebab prilaku menarik diri.
Rasional : klien dapat mengungkapkan penyebab prilaku menarik diri
dapat membantu perawat dalam mengidentifikasi tindakan yang
dilakukan.
c. Berikan pujian terhadap kemampuan berhubungan dengan orang lain
dan kerugian bila tidak mau berhubungan dengan orang lain.
Rasional : pujian akan dapat memotivasi klien untuk mau berhubungan
dengan orang lain.

4. Evaluasi
a. Klien percaya dengan perawat, terbuka untuk ekspresi waham
b. Klien menyadari kaitan kebutuhan yg tidak terpenuhi dg keyakinannya (waham)
saat ini
c. Klien dapat melakukan upaya untuk mengontrol waham
d. Keluarga mendukung dan bersikap terapeutik terhadap klien
e. Klien menggunakan obat sesuai program

STRATEGI PELAKSANAAN PASIEN DENGAN WAHAM

Masalah Utama : Waham


A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien tampak tenang, sedang duduk dikursi bersama dengan pasien yang lain, tidak
merasa dirinya sakit.
2. Diagnosa Keperawatan :
Perubahan proses pikir : waham
3. Tujuan
a. Tujuan Umum :
Klien dapat mengontrol wahamnya
b. Tujuan Khusus :
1). Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
2). Klien dapat mengungkapkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan cara
memenuhi kebutuhan
3). Klien dapat mempraktekkan pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi
4. Intervensi Keperawatan:
a. Bina hubungan saling percaya :
b. Bantu klien mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi
kebutuhan
c. Bantu klien mempraktekkan pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi

B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SP)


1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
“ Selamat pagi Mas. Perkenalkan nama saya ..., saya perawat ...., saya merawat
Mas selama dirawat di sini. Nama mas siapa, senangnya dipanggil apa?””
b. Evaluasi / Validasi
“ Bagaimana keadaannya hari ini? Apa yang anda rasakan saat ini?”
c. Kontrak :
a) Waktu :” Hari ini kita akan berbincang-bincang kira-kira membutuhkan
waktu ... menit. Bagaimana, Mas bisa?
b) Topik :”Bagaimana jika hari ini kita berbincang-bincang tentang perasaan dan
pikiran Mas saat ini ?”
c) Tempat :“Mas ingin kita berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau disini
saja?”
2. Fase Kerja
 “Mas S, saya ingin tahu pengalaman Mas S dengan orang-orang yang dekat
dengan Mas S. Kita mulai dari orang tua, bagus…..Bagaimana dengan lingkungan
kerja dan sekolahan Mas S ??”
 “Sebelum berada di sini, apakah Mas.S pernah mengalami kejadian-kejadian yang
menimbulkan rasa takut, cemas, dan traumatik. Kejadian apa saja itu Mas??”
 “Sampai sekarang, apakah ada kebutuhan dan harapan yang belum terpenuhi?
Bagaimana anda mengatasi kebutuhan tak terpenuhi tersebut dengan kejadian
traumatic yang terjadi??”
 “Saat sebelum di sini dan sesudah di sini, apakah anda pernah mendengar suara-
suara yang memerintah anda?.....Bagus”
 “Apa yang Mas S rasakan saat Mas S menjadi sangat sakti?? Badan sakti Mas S
dalam 1 hari bisa datang kapan saja? Saat apa saja? Dan berapa lama waktu sekali
datang?”
 “Saya mengerti Mas S merasa bahwa Mas S adalah seorang yang kuat yang bisa
merobohkan bangunan, tapi sulit bagi saya untuk mempercayainya. Oleh sebab itu
coba sekarang Mas S praktekkan robohkan pohon besar yang ada di depan
ruang ....”
 “Pengalaman tidak menyenangkan apa yang terjadi saat kekuatan anda muncul??”
 “Saat kekuatan anda datang, banyak orang yang akan terluka karena anda, apa ini
tidak merugikan??Kalau merugikan Mas S harus segera mencari pertolongan
untuk menolong Mas S.”
 “Hobby Mas S apa?saat akan marah, Mas S juga bila melakukan hobby Mas S
agar kemarahan Mas S hilang.”
 “Hobby yang bisa di lakukan di sini kira-kira apa?”
 Bagaimana kalau Mas S memasukkan hobby Mas S ke dalam jadwal kegiatan
harian Mas S???......Bagus!”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif :“Bagaimana perasaan anda sekarang setelah kita berbincang-
bincang? Saya sangat senang karena Mas sudah bisa mengungkapkan perasaan
dengan baik dan mau berteman dengan saya.”
b. Evaluasi Objektif : ”Sekarang coba sebutkan pada saya, pengalaman yang
menyenangkan Mas S, pengalaman tidak menyenangkan, dan hobby Mas S?
c. Rencana Tindak Lanjut : ” Mas S, setelah kita berbincang-bincang ini nanti coba
dilakukan ya jadwal kegiatan yang sudah kita buat bersama tadi, bagaimana?
d. Kontrak yang akan datang :
1). Topik : ”Sekian dulu ya Mas S, seperti janji kita diawal tadi kita hanya akan
berbincang-bincang selama ... menit. Bagaimana jika besuk pagi kita
berbincang-bincang lagi?”
2). Waktu : ”Kira-kira jam berapa ya? Mas S ingin berapa lama?”
3). Tempat: ”Mas S ingin berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau disini
saja? Sampai bertemu besok Mas S.”

STRATEGI PELAKSANAAN KELUARGA DENGAN PASIEN WAHAM

Tindakan keperawatan untuk keluarga


a. Tujuan :
1) Keluarga mampu mengidentifikasi waham pasien
2) Keluarga mampu memfasilitasi pasien untuk memenuhi kebutuhan yang dipenuhi
oleh wahamnya.
3) Keluarga mampu mempertahankan program pengobatan pasien secara optimal

b. Tindakan :
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga saat merawat pasien di rumah.
2) Diskusikan dengan keluarga tentang waham yang dialami pasien
3) Diskusikan dengan keluarga tentang:
a) Cara merawat pasien waham dirumah
b) Follow up dan keteraturan pengobatan
c) Lingkungan yang tepat untuk pasien.
4) Diskusikan dengan keluarga tentang obat pasien (nama obat, dosis, frekuensi, efek
samping, akibat penghentian obat)
5) Diskusikan dengan keluarga kondisi pasien yang memerlukan konsultasi segera
6) Latih cara merawat
7) Menyusun rencana pulang pasien bersama keluarga.
SP 1 Keluarga : Membina hubungan saling percaya dengan keluarga; mengidentifikasi
masalah menjelaskan proses terjadinya masalah; dan obat pasien.
Orientasi:
 “Assalamu’alaikum Pak”
 ”Perkenalkan saya perawat A, saya yang merawat, anak bapak, B, di ruang Elang
ini”
 ”Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa?”
 “bagaimana kalau sekarang kita membicarakan tentang masalah B dan cara
merawat B di rumah?
 “Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang masalah anak Bapak dan cara
perawatannya
 ”Kita diskusi di sini saja ya? Berapa lama Bapak punya waktu? Bagaimana kalau
setengah jam?”

Kerja:
 ”Apa masalah yang Bp/Ibu hadapi dalam merawat S? Apa yang sudah dilakukan
di rumah?”
 “dalam menghadapi sikap anak ibu dan bapak yang selalu yang mengaku-ngaku
sebagai nabi,yang nyatanya bukan seorang nabi merupakan salah satu gangguan
proses pikir. Untuk itu akan saya jelaskan sikap dan cara menghadapinya. Setiap
kali anak bapak ibu berkata ia adalah seorang nabi, bapak/ibu dengan
mengatakan,” bapak ibu mengerti B seorang nabi, tetapi sulit bagi bapak?ibu
untuk mempercainya karena setahu bapak/ibu semua nabi telah meninggal”,
 kedua bapak/ibu harus lebih sering memuji B jika dia melakukan hal baik, dan
ketiga hal-hal ini sebaiknya di lakukan oleh seluruh keluarga yang berinteraksi
dengan B.
 Bapak/ibu dapat bercakap cakap dengab B tentang kebutuhan yang di inginkan
B., misalnya misalnya dengan mengatakan ,”bapak?ibu percaya mempunyai ke
inginan dan kemampuan. Coba ceritakan pada bapak/ibu ! B kan punya
kemampuan ... (kemampuan yang pernah di miliki anak).
 “keempat,katakan, “ bagaimana kalau di coba lagi sekarang ?” jika B mau
mencoba, berikan pujian.”
 “pak, bu B perlu minum obat agar pikiranya jadi tenang tidurnya juga
tenang.obatnya ada tiga macam , yang berwarna oranye namanya CPZ gunanya
agar tenang, yang putih itu namanya THP gunanya supaya rileks, yang merah
jambu itu namanya itu namanya HLP yang gunanya agar pikiran tenang,
semuanya harus di minum secra teratur 3 kali sehari jam 7 Pagi, jam 1 siang, dan
jam 7 malam.jangan di hentikan sebelum berkonsultasi dengan dokter.

Terminasi:
 “Baiklah waktunya sudah habis. Bagaimana perasaan Bapak setelah kita
bercakap-cakap tadi?”
 “ setelah ini Coba Bapak/ibu lakukan apa yang sudah saya jelaskan setiap
berkunjung ke rumah sakit”
 Bagaimana kalau kita betemu tiga hari lagi untuk latihan langsung kepada S ?
 Kita ketemu disini saja ya Pak, pada jam yang sama”
 Assalamu’alaikum “
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gangguan jiwa adalah sindrom atau pola prilaku yang secara klinis bermakna
yang berkaitan langsung distress (penderitaan) dan menimbulkan hendaya (disabilitas)
pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia. Salah satu gangguan jiwa yang sering
terjadi pada masyarakat, yaitu waham. Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai
dengan kenyataan tetapi dipertahankan dan tidak dapat dirubah secara logis oleh orang
lain, keyakinan ini berasal dari pemikiran klien dimana sudah kehilangan control.
B. Saran
Diharapkan bagi pembaca setelah membaca makalah ini khususnya perawat dan
memahami dan mengerti serta dapat mengaplikasikan tindakan keperawatan secara
intensif serta mampu berfikir kritis dalam melaksanakan proses keperawatan apabila
mendapati klien dengan penyakit gangguan kejiwaan.
Daftar Pustaka

Keliat, Anna Budi. Akemat. Helena, Novy, dkk. 2007. Keperawatan Kesehatan
Jiwa Komunitas: CMHN (Basic Care). Jakarta: EGC
Hawari, Dadang. 2001. Manajemen stress, cemas dan depresi. Jakarta: FKUI.
Ariawan D, Made. Ratep, Nyoman. Westa, Wayan. GANGGUAN WAHAM
MENETAP PADA PASIEN DENGAN RIWAYAT PENYALAHGUNAAN
GANJA: SEBUAH LAPORAN KASUS. 2014. [Diakses: 16 Sept 2014]
Diambil dari:
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/9635/7146.
Kartono, Kartini. 1981. Patologi Sosial – jilid 1. Bandung: Rajagrafindo Persada.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HARGA
DIRI RENDAH
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Harga diri adalah penilaian terhadap diri dengan menganalisa seberapa
sesuai perilaku memenuhi ideal diri (Stuart, 2013). Harga diri terbentuk melalui
pengalaman-pegalaman yang menyenangkan maupun kurang menyenangkan.
Pengalaman-pengalaman itu selanjutnya menimbulkan perasaan positif maupun
perasaan negatif terhadap diri individu (Coopersmith, 1967). Jadi, harga diri
rendah merupakan hasil dari pengalaman kurang menyenangkan yaitu kegagalan
individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan dan
cara merespon sesuatu yang menyebabkan individu memiliki anggapan negatif
terhadap diri dan kemampuan diri individu itu sendiri. Harga diri rendah adalah
salah satu gangguan jiwa yang banyak terjadi di masyarakat yang disebabkan oleh
beberapa faktor,maka dari itu perlu kita ketahui lebih dalam tentang apa itu
gangguan jiwa pada harga diri rendah dan bagaimana penanganannya.

B. Rumusan masalah
1. Apa definisi dari harga diri rendah?
2. Apa tanda gejala harga diri rendah?
3. Apa faktor predisposisi harga diri rendah?
4. Apa faktor presipitasi harga diri rendah?
5. Bagaimana proses keperawatan harga diri rendah?
C. Tujuan
1. Mahasiswa dapat memahami apa itu harga diri rendah
2. Mahasiswa dapat memahami tanda gejala harga diri rendah
3. Mahasiswa dapat memahami faktor predisposisi harga diri rendah
4. Mahasiswa dapat memahami faktor presipitasi harga diri rendah
5. Mahasiswa dapat memahami proses keperawatan harga diri rendah
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Harga Diri Rendah


1. Definisi
Harga diri rendah adalah disfungsi psikologis yang meluas dan terlepas
dari spesifiknya. Masalahnya, hampir semua pasien menyatakan bahwa
mereka ingin memiliki harga diri yang lebih baik. Jika kita hanya
mengurangi harga diri rendah, banyak masalah psikologis akan berkurang
atau hilang secara substansial sepenuhnya. Harga diri merupakan komponen
psikologis yang penting bagi kesehatan. Banyak penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa harga diri yang rendah sering kali menyertai gangguan
kejiwaan. Harga diri yang tinggi dikaitkan dengan kecemasan yang rendah,
efektif dalam kelompok dan penerimaan orang lain terhadap dirinya,
sedangkan masalah kesehatan dapat menyebabkan harga diri, sehingga
harga diri dikaitkan dengan hubungan interperonal yang buruk dan beresiko
terjadinya depresisehingga perasaan negatif mendasari hilangnya
kepercayaan diri dan harga diri individu dan menggambarkan gangguan
harga diri (Wijayati et al., 2020).
Harga diri rendah berasal dari pengalaman seseorang seiring dengan
pertumbuhannya, seperti : tidak ada kasi sayang , dorogan dan tantangan,
tidak terdapat cinta dan penerimaan, selalu mengalami kritikan, ejekan,
sarkame, dan sinisme, adanya pemukulan fisik dan pelecehan tidak adanya
pengakuan dan pujian untuk prestasi, terdapat kelebihan dan keunikan yang
selalu di abaikan (Pardede, Hafizudin, & Sirait, 2021). Harga diri rendah
merupakan perasaan tidak berharga, tidak berarti, dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan
diri (Keliat dkk, 2011; Pardede, 2019) Harga diri yang tinggi dikaitkan
dengan kecemasan yang rendah, efektif dalam kelompok dan penerimaan
orang lain terhadap dirinya, sedangkan masalah kesehatan dapat
menyebabkan harga diri, sehingga harga diri dikaitkan dengan hubungan
interperonal yang buruk dan beresiko terjadinya depresisehingga perasaan
negatif mendasari hilangnya kepercayaan diri dan harga diri individu dan
menggambarkan gangguan harga diri. Harga diri rendah dapat digambarkan
sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya
diri dan harga diri. Harga diri rendah dapat terjadi secara situasional
(trauma) atau kronis (negatif self evaluasi yang telah berlangsung lama).
Dan dapat di ekspresikan secara langsung atau tidak langsung (nyata atau
tidak nyata)(Samosir, 2020)
Berdasarkan defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa harga diri
rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal
karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai dengan ideal diri.

2. Etiologi
Harga diri rendah situasional disebabkan karena adanya
ketidakefektifan koping individu akibat kurangnya umpan balik yang
positif. Penyebab harga diri rendah juga dapat terjadi pada masa kecil sering
disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat individu
mencapai masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi
kesempatan dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal
disekolah, pekerjaan atau pergaulan. Menurut NANDA (2017) faktor yang
mempengaruhi harga diri rendah meliputi faktor Predisposisi dan faktor
Presipitasi yaitu :
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang,
kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada
orang lain, dan ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah stereo type peran
gender, tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi
ketidakkepercayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan
perubahan struktur sosial.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadi haga diri rendah biasanya adalah
kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, kegagalan
atau produktifitas yang menurun. Secara umum, ganguan konsep diri
harga diri rendah ini dapat terjadi secara stuasional atau kronik. Secara
situasional karena trauma yang muncul secara tiba-tiba, misalnya harus
dioperasi, kecelakaan, perkosaan atau dipenjara. Termasuk dirawat
dirumah sakit bisa menyebabkan harga diri rendah disebabkan karena
penyakit fisik atau pemasangan alat bantu yang membuat klien tidak
nyaman (Yosep, 2016).
3. Perilaku
Pengumpulan data yang dilakukan oleh perawat meliputi perilaku
yang objektif dan dapat diamati serta perasaan subjektif dan dunia dalam
diri klien sendiri. Perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah
salah satunya mengkritik diri sendiri, sedangkan keracuan identitasseperti
sifat kepribadian yang bertentangan serta depersonalisasi (Stuart, 2018)

3. Tanda Dan Gejala


Menurut Saptina, (2020) tanda dan gejala pada harga diri rendah yaitu:
1. Data Subjektif
a. Mengintrospeksi diri sendiri.
b. Perasaan diri yang berlebihan.
c. Perasaan tidak mampu dalam semua hal.
d. Selalu merasa bersalah
e. Sikap selalu negatif pada diri sendiri.
f. Bersikap pesimis dalam kehidupan.
g. Mengeluh sakit fisik.
h. Pandangan hidup yang terpolarisasi.
i. Menentang kemampuan diri sendiri.
j. Menjelek-jelekkan diri sendiri.
k. Merasakan takut dan cemas dalam suatu keadaan.
l. Menolak atau menjauh dari umpan balik positif.
m. tidak mampu menentukan tujuan.
2. Data Obyektif
a. Produktivitas menjadi menurun.Perilaku distruktif yang terjadi pada
diri sendiri.
b. Perilaku distruktif yang terjadi pada orang lain.
c. Penyalahgunaan suatu zat.
d. Tindakan menarik diri dari hubungan sosial.
e. Mengungkapkan perasaan bersalah dan malu.
f. Muncul tanda depresi seperti sukar tidur dan makan.
g. Gampang tersinggung dan mudah marah.

4. Rentang Respon
Konsep diri merupakan aspek kritikal dan dasar dari perilaku
individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih
efektif yang terlihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual
dan penguasaan lingkungan. Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari
hubungan individu an sosial yang maladaptif.
Rentang respon konsep - diri ( Stuart G.W, 2018)

RESPON ADAPTIF RESPON MALADAPTIF

Aktualisasi diri Konsep diri Harga diri rendah Kerancuan identitas Depersonalisasi

Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan
latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
Konsep diri positif merupakan bagaimana seseorang memandang apa yang ada
pada dirinya meliputi citra dirinya. Ideal dirinya harga dirinya, penampilan peran
serta identitas dirinya secara positif. Hal ini akan menunjukan bahwa individu itu
akan menjadi individu yang sukses.
Harga diri rendah Situasional merupakan perasaan negatif terhadap dirinya
sendiri, termasuk kehilangan percaya diri, tidak berharga, tidak, berguna, pesimis
tidak ada harapan dan putus asa. Adapun perilaku yang berhubungan dengan
harga diri yang rendah yaitu mengkritik diri sendiri atau orang lain, penurunan
produktivitas, destruktif yang diarahkan kepada orang lain, ganguan dalam
berhubungan, perasaan tidak mampu, rasa bersalah, perasaan negatif mengenai
tubuhnya sendiri, keluhan fisik, menarik diri secara sosial, khawatir, serta menarik
diri dari realitas.
Keracuan identitas merupakan suatu kegagalan individu untuk mengintegrasikan
berbagai identifikasi masa kanak-kanak kedalam kepribadian psikososial dewasa
yang harmonis. Adapun perilaku yang berhubungan dengan keracuan identitas
yaitu tidak ada kode moral, sifat kepribadian yang bertentangan, hubungan
interpersonal eksploitatif, perasaan hampa. Perasaan mengambang tentang diri
sendiri, tingkat ansietas yang tinggi, ketidak mampuan untuk empati terhadaapa
orang lain.
Despersonalisasi merupakan suatu perasaan yang tidak realistis dimana klien tidak
dapat membedakan stimulus dari dalam atau luar dirinya. Individu mengalami
kesulitan untuk membedakan dirinya sendiri dari orang lain, dan tubuhnya sendiri
merasa tidak nyata dan asing baginya.

5. Karakteristik
a. Mengatakan hal yang negatif tentang diri sendiri dalam waktu lama dan
terus menerus
b. Mengekspresikan sikap malu/ minder/ rasa bersalah
c. Kontak mata kurang/ tidak ada
d. Selalu mengatakan ketidak mampuan/kesulitan untuk mencoba sesuatu
e. Bergantung pada orang lain
f. Tidak asertif
g. Pasif dan hipoaktif
h. Bimbang dan ragu-ragu
i. Menolak umpan balik positif dan membesarkan umpan balik negatif
mengenai dirinya Faktor yang berhubungan
a. Sikap keluarga yang tidak mendukung
b. Penolakan
c. Kegagalan

Untuk menegakkan diagnosa ini perlu didapatkan data utama


a. Kontak mata kurang/tidak ada
b. Mengungkapkan secara verbal rasa minder/malu/bersalah
c. Mengatakan hal yang negatif tentang diri sendiri
d. Sering mengatakan ketidakmampuan melakukan sesuatu

6. Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi Harga Diri Rendah


Menurut (Suryani & Efendi, 2020)fakor predisposisi dan faktor
presipitasi harga diri rendah ialah :
a. Aspek Biologis Sebagian besar pasien memiliki riwayat gangguan jiwa
sebelumnya (75%), Sebagian kecil memiliki riwayat genetik (25%).
Faktor genetik berperan dalam mencetuskan terjadinya gangguan jiwa
pada diri seseorang. Sadock dan Sadock (2007) menyampaikan bahwa
genetik memiliki peran pada pasien skizofrenia. Seseorang beresiko 10%
jika salah satu orang tua menderita gangguan dan jika kedua orang tua
memiliki riwayat gangguan maka resiko akan lebih besar, yaitu menjadi
40%.
b. Aspek Psikologis Pasien HDR kronis yang diberikan terapi kognitif
memiliki riwayat psikologis kurang percaya diri (90%). Menurut Stuart
(2016) bahwa faktor psikologis meliputi konsep diri, intelektualitas,
Halusinasi Isolasi sosial Harga diri rendah Koping individu tidak efektif
kepribadian, moralitas, pengalaman masa lalu, koping dan keterampilan
komunikasi secara verbal mempengaruhi perilaku seseorang dalam
hubungannya dengan orang lain.
c. Aspek Sosial Budaya Pasien yang diberikan terapi kognitif dan
psikoedukasi keluarga memiliki masalah sosial budaya yang sangat
berpengaruh yaitu tidak memiliki teman (85%), konflik keluarga (80%)
dan status ekonomi rendah (70%). Townsend (2009) menyatakan bahwa
status sosioekonomi yang rendah lebih banyak mengalami gangguan jiwa
dibandingkan tingkat sosio ekonomi tinggi.

7. Manifestasi Klinis Harga Diri Rendah Tanda dan gejala harga diri rendah

a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat adanya penyakit atau akibat
tindakan terhadap penyakit.
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Individu merasa tidak mampu dan
tidak berguna dan memandang dirinya lemah.
c. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri dari masyarakat.
Individu merasa tidak berguna sehingga klien merasa lebih suka
meyendiri dan enggan untuk berinteraksi dengan lingkungan
masyarakat.
d. Merendahkan martabat. Individu merasa dirinya lemah merasa bodoh,
merasa tidak mampu dalam melakukan segala hal, dan individu merasa
tidak tahu apa-apa, mengabaikan bahkan menolak kemampuan yang
dimiliki sehingga produktivitas individu menurun.
e. Percaya diri kurang. Individu merasa ragu-ragu dalam mengambil
keputusan, individu tidak memiliki rasa percaya pada dirinya dan
individu selalu memandnag dirinya negatif.
f. Mencederai diri sendiri dan orang lain. Akibat harga diri rendah individu
memandang hidupnya pesimis, tidak berguna sehingga terdorong untuk
merusak atau mengakhiri hidupnya. Bahkan klien dengan harga diri
rendah timbul perasaan benci dan dapat menimbulkan perilaku
kekerasan terhadap lingkungan sekitar

8. Proses Terjadinya Harga Diri Rendah


Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari
harga diri rendah situasional yang tidak terselesaikan. Atau dapat juga
terjadi karena individu tidak pernah mendapat feed back dari lingkungan
tentang prilaku klien sebelumnya bahkan kecendrungan lingkungan yang
selalu memberi respon negatif mendorong individu menjadi harga diri
rendah. Harga diri rendah kronis terjadi disebabkan banyak faktor. Awalnya
individu berada pada suatu situasi yang penuh dengan stressor (krisis),
individu berusaha menyelesaikan krisis tetapi tidak mampu atau merasa
gagal menjalankan fungsi dan peran. Penilaian individu terhadap diri sendiri
karena kegagalan menjalankan fungsi dan peran adalah kondisi harga diri
rendah situasional, jika lingkungan tidak memberi dukungan positif atau
justru menyalahkan individu dan terjadi secara terus menerus akan
mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis(Samosir, 2020)
B. Konsep Asuhan Keparawatan Jiwa
Adapun konsep asuhan keperawatan harga diri rendah menurut (Yusuf,
2015), adalah sebagai berikut:
1. Data Pengkajian
a. Faktor Predisposisi
1. Biologi
a. Genetik : riwayat adanya trauma yang menyebabkan lesi pada daerah
frontal, temporal dan limbic, pada anak yang kedua orangtuanya
tidak menderita, kemungkinan terkena penyakit adalah 1%.
Sementara pada anak yang salah satu orangtuanya menderita
kemungkinan terkena adalah 13%. Dan jika kedua orangtuanya
penderita maka resiko terkena adalah 35%, riwayat janin pada saat
prenatal dan perinatal meliputi trauma, penurunan oksigen pada saat
melahirkan, prematur, preeklamsi, malnutrisi, stres, ibu perokok,
alkohol, pemakaian obat-obatan, infeksi, hipertensi dan agen
teratogenik
b. Nutrisi : adanya riwayat gangguan nutrisi ditandai dengan penurunan
BB, rambut rontok, anoreksia, bulimia nervosa,
c. Keadaan kesehatan secara umum : riwayat kesehatan umum,
misalnya kurang gizi, kurang tidur, gangguan irama sirkadian,
kelemahan, infeksi
d. Sensitivitas biologi : riwayat penggunaan obat, riwayat terkena
infeksi dan trauma, radiasi dan riwayat pengobatannya
e. Paparan terhadap racun : paparan virus influenza pada trimester 3
kehamilan, riwayat keracunan CO, asbestos
2. Psikologis
a. Intelegensi : riwayat kerusakan struktur di lobus frontal dimana lobus
tersebut berpengaruh kepada proses kognitif, suplay oksigen
terganggu dan glukosa
b. Ketrampilan verbal :gangguan keterampilan verbal akibat faktor
komunikasi dalam keluarga, seperti : komunikasi peran ganda, tidak
ada komunikasi, komunikasi dengan emosi berlebihan, komunikasi
tertutup, riwayat kerusakan yang mempengaruhi fungsi bicara,
misalnya Stroke, trauma kepala
c. Moral : riwayat tinggal di lingkungan yang dapat mempengaruhi
moral individu, misalnya lingkungan keluarga yang broken home,
konflik, Lapas.
d. Kepribadian : mudah kecewa, kecemasan tinggi, mudah putus asa,
menutup diri
e. Pengalaman masa lalu : orangtua yang otoriter, orangtua yang selalu
membandingkan, konflik orangtua, anak yang dipelihara oleh ibu
yang suka cemas, terlalu melindungi, dingin dan tak berperasaan,
ayah yang mengambil jarak dengan anaknya, penolakan atau
tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien, penilaian negatif
yang terus menerus dari orang tua
f. Konsep diri : ideal diri yang tidak realistis, identitas diri tak jelas,
harga diri rendah, krisis peran, gambaran diri negatif
g. Motivasi :riwayat kurangnya penghargaan, riwayat kegagalan
h. Pertahanan psikologi : ambang toleransi terhadap stress rendah,
riwayat gangguan perkembangan
i. Self control : riwayat tidak bisa mengontrol stimulus yang datang,
misalnya suara, rabaan, penglihatan, penciuman, pengecapan,
gerakan.
3. Sosiokultural
a. Usia : riwayat tugas perkembangan yang tidak selesai
b. Gender : riwayat ketidakjelasan identitas, riwayat kegagalan peran
gender,
c. Pendidikan : pendidikan yang rendah, riwayat putus dan gagal
sekolah,
d. Pendapatan : penghasilan rendah
e. Pekerjaan : pekerjaan stresful, Pekerjaan beresiko tinggi
f. Status sosial : tuna wisma, Kehidupan terisolasi
g. Latar belakang Budaya : tuntutan sosial budaya seperti paternalistik,
stigma masyarakat
h. Agama dan keyakinan : riwayat tidak bisa menjalankan aktivitas
keagamaan secara rutin, rutin, kesalahan persepsi terhadap ajaran
agama tertentu
i. Keikutsertaan dalam politik : riwayat kegagalan dalam politik
j. Pengalaman sosial : perubahan dalam kehidupan, mis bencana,
perang, kerusuhan, dll, tekanan dalam pekerjaan, kesulitan
mendapatkan pekerjaan,
k. Peran social : isolasi sosial khususnya untuk usia lanjut, stigma yang
negatif dari masyarakat, diskriminasi, stereotype, praduga negatif
b. Faktor Presipitasi
1. Biologi : genetic, nutrisi, keadaan kesehatan secara umum, sensitivitas
biologi, paparan terhadap racun.
2. Psikologis : intelegensi, ketrampilan verbal, moral, kepribadian,
pengalaman masa lalu, konsep diri, motivasi, pertahanan psikologi,
self control.
3. Sosiokultural : usia, gender, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, status
social, latar belakang Budaya, agama dan keyakinan, keikutsertaan
dalam politik, pengalaman sosial, peran sosial
4. Penilaian terhadap stresor Penilaian terhadap stresor dapat dikaji dari
berbagai sisi, dimulai dari segi kognitif yaitu apa yang dipikirkan
klien tentang stresor yang dialaminya, dari segi afekti yaitu bagaimana
perasaannya, dari segi fisiologis yaitu bagaimana perubahan fisik yang
terjadi akibat stresor, dari segi perilaku yaitu bagaimana perilaku yang
ditampilkan terkait stresor dan dari sesi sosial yaitu bagaimana
hubungan klien dengan orang lain terkait stresor yang dialaminya.
5. Sumber Koping Kondisi status ekonomi, kemampuan menyelesaikan
masalah, dukungan sosial, dan keyakinan budaya.
6. Mekanisme Koping Menurut Stuart (2018) mekanisme kopng
termasuk pertahanan koping jangka pendek atau jangka panjang serta
penggunaan mekanisme pertahanan ego untuk melindungi diri sendiri
dalam menghadapi persepsi diri yang menyakitkan.
Pertahanan tersebut mencakup berikut ini:
1) Aktivitas yang memberikan pelarian sementara dari krisis identitas diri
(misalnya, konser musik, bekerja keras, menonton televise secara
obsesif)
2) Aktivitas yang memberikan identitas pengganti sementara (misalnya
dalam club sosial, agama, politik, kelompok, gerakan atau geng).
3) Aktivitas yang sementara menguatkan atau meningkatkan perasaan
diri yang tidak menentu (misalnya, olahraga yang kompetitif, prestasi
akademik, kontes untuk mendapatakan popularitas).
Pertahanan jangka panjang mencakup berikut ini:
1) Penutupan identitas: adopsi identitas premature yang diinginkan oleh
orang terdekat tanpa memerhatikan keinginan, aspirasi, atau potensi
diri individu.
2) Identitas negatif: asumsi identitas yang tidak sesuai dengan nilai dan
harapan yang diterima masyarkat.

2. Diagnosis Keperawatan Jiwa


Perawat kesehatan jiwa menganalisis data pengkajian dalam menentukan
diagnosis. Landasan untuk memberikan asuhan keperawatan kesehatan jiwa
adalah pengenalan dan mengidentifikasi pola respons terhadap masalah
kesehatan jiwa atau penyakit psikiatri yang actual dan pontensial

3. Perencanaan
Perawat kesehatan jiwa mengembangkan rencana asuhan yang
menggambarkan intervensi untuk mencapai hasil yang diharapkan. Rencana
asuhan digunakan untuk memandu intervensi terapeutik secara sistematis dan
mencapai hasil pasien yang diharapkan.

4. Tindakan Keperawatan
a. Tindakan keperawatan pada pasien:
1) Tujuan:
a) Pasien dapat mengindentifikasi kemampuan dan aspek positif yang di
miliki.
b) Pasien dapat menilai kemampuan yang dapat di gunakan.
c) Pasien dapat menetaptan/memilih kegiatan yang sesuai kemampuan.
d) Pasien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan.
e) Pasien dapat menyusun jadwal untuk melakukan kegiatan yang sudah
dilatih.
b. Tindakan Keperawatan
1) Mengindentifikasi kemampuan dan aspek positif yang yang masih di
miliki pasien. Untuk membantu pasien dapat mengungkapkan
kemempiuan dan aspek positif yang masih dimilikinya, perawat dapat:
a. Mendiskusikan bahwa sejumlah kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki pasien seperti kegiatan pasien di rumah sakit, dalam keluarga
dan lingkungan adanuya keluarga dan lingkungan terdekat pasien
b. Beri pujian yang realistik/nyata dan hindarkan setiap kali bertemu
dengan pasien penilaian yang negative
2) Membantu pasien menilain kemampuan yang dapat digunakan. Untuk
tindakan tersebut saudara dapat :
a. Mendiskusikan dengan pasien kemempuan yang masih dapatb
digunakan saat ini.
b. Bantu pasien menyebutkanya dan memberi penguatan terhadap
kemampuan diri yang diungkapkan pasien.
c. Perlihatkan respon yang kondusif dan menjadi pendengar yang aktif.
3) Membantu pasien memilih atau menetapkan kemampuan yang akan
dilatih Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah:
a. Mendiskusikan dengan pasien beberapa kegiatan yang dapat dilakukan
dan dipilih sebagai kegiatan yang akan pasien lakukan sehari-hari
b. Bantu pasien menentukan kegiatan mana yang dapat pasien lakukan
secara mandiri, mana kegiatan yang memerlukan bantuan minimal
dari keluraga atau lingkungan terdekat pasien berikan contoh
pelaksanakan kegiatan yang dilakukan pasien. Susun bersama pasien
dan buat daftar kegitan sehari-hari pasien.
4) Melatih kemampuan yang dimiliki pasien. Tindakan keperawatan tersebut
saudara dapat melakukan:
a. Mendiskusikan dengan pasien untuk melatih kemampuan yang dipilih
b. Bersama pasien memperagakan kegiatan yang ditetapkan
c. Berika dukungan dan pujian pada setiap kegiatan yang dapat dilakukan
pasien.
5) Membantu menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang dilatih
Untuk mencapai tujuan tindakan keperawatan tersebut saudara dapat
melakukan hal-hal berikut:
a. Memberi kesempatan pada pasien untuk mencoba kegiatan yang telah
dilatihkan.
b. Beri pujian atas kegiatan - kegiatan yang dapat dilakukan pasien setiap
hari
c. Susun jadwal untuk melaksanakan kegiatan yang telah dilatih.
d. Berikan kesempatan mengungkapkan perasaanya setelah
pelaksanaanya kegiatan.
c. Konseling
Perawat kesehatan jiwa menggunakan intervensi konseling untuk
membantu pasien meningkatkan atau memperoleh kembali kemampuan
koping, memelihara kesehatan mental, dan mencegah penyakit atau ketidak
mampuan menta (Yusuf et. al, 2015).
d. Terapi Lingkungan
Perawat kesehatan jiwa memberikan, membentuk, serta
mempertahankan suatu lingkungan yang terapeutik dalam kolaborasinya
dengan pasiendan pemberian pelayanan kesehatan lain.
e. Aktivitas Asuhan Mandiri
Perawat kesehatan jiwa membentuk intervensi sekitar aktivitas
kehidupan sehari-hari pasien untuk memelihara asuhan mandiri dan
kesejhteraan jiwa dan fisik
f. Intervensi psikobiologis
Perawat kesehatan jiwa menggunakan pengetahuan intervensi
psikobiologis dan menerapkan keterampilan klinis untuk memulihkan
kesehatan pasien dan mencegah ketidakmapuan lebih lanjut
g. Penyuluhan kesehatan
Perawat kesehatan jiwa, melalui penyuluhan kesehatan, serta
membantu pasien dalam mencapai pola kehidupanyang memuaskan
produktif dan sehat.
h. Manajemen kasus
Perawat kesehatan jiwa menyajikan manejemen kasus untuk
mengkordinasi kesehatan yang komprehensif serta memastikan
kesenambungan asuhan.
i. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
Perawat kesehatan jiwa menerapkan strategi dan intervensi untuk
meningkatkan, memelihara kesehatan jiwa, serta mencegah penyakit jiwa.
j. Psikoterapi
Spesialis yang bersetifikasi dalam keperawatan kesehatan jiwa
menggunakan psikoterapi individu, psikoterapi kelompok, psikoterapi
keluarga, psikoterapi anak, serta pengobatan terapeutik lain untuk
membantu pasien untuk memelihara kesehatan jiwa, mencegah penyakit
jiwa dan ketidakmampuan, serta memperbaiki atau mencapai kembali status
kesehatan dan kemampuan fungsional pasien.
k. Preskripsi Agen Farmakologis
Spesialis yang bersertifikasi memberikan konsultasi kepada pemberi
pelayanan kesehatan dan lainnya untuk memengaruhi rencana asuhan
kepada pasien, dan memperkuat kemampuan yang lain untuk memberikan
pelayanan kesehatan jiwa dan psikiatri serta membawa perubahan dalam
setiap pelayanan kesehatan jiwa dan psikiatri

C. Evaluasi
Perawat kesehatan jiwa mengevaluasi perkembangan pasien dalam
mencapai hasil yang diharapkan. Asuhan keperawatan adalah proses dinamik
yang melibatkan perusahaan dalam status kesehatan pasien sepanjang waktu,
pemicu kebutuhan terhadap data baru, berbagai diagnosis, dan modifikisi
rencana asuhan. Oleh karena itu, evaluasi merupakan suatu proses penilaian
berkesinambungan tentang pengaruh intervensi keperawatan dan regimen
pengobatan terhadap status kesehatan pasien dan hasil kesehatan yang
diharapkan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah menguraikan teori tentang harga diri rendah maka perlu
mengambil kesimpulan untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan yang
telah ada :
1. Dalam melakukan asuhan keperawatan pasien dengan kasus Harga Diri
Rendah dilakukan meliputi aspek psikososial, spiritual danmelibatkan
keluarga didalamnya.
2. Dalam melakukan asuhan keperawatan maka antar perawat dan pasien harus
membina hubungan saling percaya.
3. Bagi mahasiswa/mahasiswi agar lebih memperdalam ilmu pengetahuan
khususnya tentang keperawatan jiwa

B. Saran
Diharapkan bagi perawat selalu berkoordinasi dengan tenaga kesehatan
lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan agar lebih maksimal terkusus
pada klien dengan Harga Diri Rendah pada pasien Skinzofrenia.
DAFTAR PUSTAKA

Elvidiana, H., & Fitriani, D. R. (2019). Analisis Praktik Klinik Keperawatan pada Ibu R
dengan Harga Diri Rendah dengan Intervensi Inovasi Logoterapi Terhadap
Gangguan Harga Diri Rendah di Ruang Punai RSJD Atma Husada Mahakam
Samarinda.
Pardede, J. A., Hafizuddin, H., & Sirait, A. (2021). Coping Strategies Related to Self-
Esteem on PLWHA in Medan Plus Foundation. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa,
4(2), 255-262.
Pardede, J. A., Harjuliska, H., & Ramadia, A. (2021). Self-Efficacy dan Peran Keluarga
Berhubungan dengan Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia. Jurnal Ilmu
Keperawatan Jiwa, 4(1), 57-66. http://dx.doi.org/10.32584/jikj.v4i1.846
Rahayu, S., Mustikasari, M., & Daulima, N. H. (2019). Perubahan Tanda Gejala dan
Kemampuan Pasien Harga Diri Rendah Kronis Setelah Latihan Terapi Kognitif dan
Psikoedukasi Keluarga. JOURNAL EDUCATIONAL OF NURSING (JEN), 2(1), 39-51.
https://doi.org/10.37430/jen.v2i1.10
Samosir, E. F. (2020). Penerapan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada An . A Dengan
Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah Di Lingk . XVI Lorong Jaya. 1–41.
Wandono, W. A., & Arum Pratiwi, S. (2017). Upaya peningkatan harga diri rendah pada
pasien depresi (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/52383
Yusuf, A Dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai