Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunikasi adalah usaha menyalurkan pesan atau


pengertian.Komunikasi dikatakan sempurna apabila penerima (receiver)
dapatmenangkap pesan atau pengertian sesuai dengan yang dimaksudkan
oleh pengirim (sender).
Dalam proses keperawatan, komunikasi menjadi sangat penting
karena merupakan faktor penentu dalam keberhasilan memberikan asuhan
keperawatan kepada klien. Oleh karena itu, seorang perawat perlu
mempelajari konsep dasar komunikasi sebagai dasar ilmu bagi perawat
untuk melakukan pendekatan kepada klien dalam asuhan keperawatan.
Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik
tidak saja mudah menjalin hubungan saling percaya dengan klien, tapi juga
dapat menumbuhkan sikap empati dan caring, mencegah terjadinya masalah
legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan
bahkan dapat meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah
sakit. Oleh karena itu, penting bagi peserta didik sebagai calon perawat
untuk mempelajari komunikasi terapeutik dalam keperawatan agar dapat
memberikan asuhan keperawatan secara profesional.
Selain kemampuan komunikasi terutama komunikasi terapeutik
kemampuan membuat dokumentasi asuhan yang baik dan berkualitas
menjadi faktor penentu keberhasilan perawat dalam melakukan asuhan
keperawatan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut : “Bagaimana konsep dasar dari komunikasi keperawatan,
komunikasi terapeutik serta dokumentasi keeprawatan?”

1
C. Tujuan Penulisan
Adapun beberapa tujuan dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Tujuan Khusus
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas
mata pelajaran komunikasi keperawatan.
2. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah :
a. Siswa dapat mengetahui tentang pengertian komunikasi keperawatan,
komunikasi terapeutik serta dokumentasi keperawatan
b. Siswa dapat mengetahui tujuan dari komunikasi, komunikasi
terapeutik serta dokumntasi keperawatan.
c. Siswa dapat mengetahui kompnen dalam komunikasi keperawatan,
komunikasi terapeutik dan dokumentasi keperawatan.
d. Siswa mengetahui jenis komunikasi keperawatan dan komunikasi
terapeutik
e. Siswa mengetahui faktor penghambat dalam komuniksai keperawatan,
komunikasi terapeutik.
f. Siswa mampu memahami konsep dasar dari dokumentasi
keperawatan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Komunikasi Keperawatan

1. Pengertian

Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal


dari bahasa latin yaitu communis yang berarti “sama”, communico,
communication, atau communicare yang berarti membuat sama. Istilah
pertama (communis) adalah istilah yang paling sering disebut sebagai
asal usul kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata - kata latin
lainnya yang mirip (Mulyana, 2005).
Ada beberapa definisi komunikasi, menurut buku Komunikasi
Keperawatan karangan Mundakir, antara lain sebagai berikut ( Mundakir,
2006 ) :
a. Menurut Edward Depari, komunikasi adalah proses penyampaian
gagasan, harapan, dan pesan yang disampaikanmelalui lambang
tertentu, mengandung arti dilakukan oleh penyampai pesan ditujukan
kepada penerima pesan.
b. Menurut James A.F. Stoner komunikasi adalah suatu rangkaian
peristiwa yang terkait dalam penyampaian pesan dari pengirim ke
penerima. Komunikasi adalah proses dimana seseorang berusaha
memberikan pengertian dengan cara pemindahan pesan.
c. Menurut J Seiller (1988) mendefinisikan bahwa komunikasi adalah
proses yang mana simbol verbal dan non verbal dikirimkan, diterima
dan diberi arti.
d. Hovlan, Janis, dan Kelley adalah ahli sosiologi Amerika mengatakan
bahwa ‟ Communication is the process by which an individual
transmits stimuly (usually verbal) to modify the behavior of other
individuals “ dengan kata lain, komunikasi adalah proses individu

3
dalam mengirim stimulus (umumnya dalam bentuk verbal) untuk
mengubah tingkah laku orang lain.
e. Louis Forsdale (1981), seorang ahli komunikasi dan pendidikan
mengatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses memberikan
signal menurut aturan tertentu, sehingga dengan cara ini suatu sistem
dapat didirikan, dipelihara, dan diubah.
f. Jurgen Ruesch (1972) dalam Chitty (1997) menjelaskan bahwa
komunikasi adalah keseluruhan bentuk perilaku seseorang secara
sadar ataupun tidak sadar yang dapat memengaruhi orang lain tidak
hanya komunikasi yang diucapkan dan ditulis, tetapi juga termasuk
gerakan tubuh serta tanda-tanda somatik dan simbol-simbol.

2. Tujuan

Berdasarkan beberapa pengertian atau definisi di atas, dapat


disimpulkan bahwa secara umum tujuan komunikasi sebagai berikut.
a. Menyampaikan ide/informasi/berita
Kalau kita melakukan komunikasi dengan orang lain, tujuan
utamanya adalah sampainya atau dapat dipahaminya apa yang ada
dalam pikiran kita atau ide kita kepada lawan bicara. Dengan
demikian, ada satu kesamaan ide antara apa yang ada dalam pikiran
komunikator dan komunikan.
b. Memengaruhi orang lain
Komunikasi yang kita lakukan kepada orang lain secara kita
sadari ataupun tidak kita sadari akan memengaruhi perilaku orang
lain. Secara sadar, jika kita berkomunikasi untuk tujuan memotivasi
seseorang, kita berharap bahwa orang yang kita motivasi akan
melakukan hal sesuai dengan yang kita inginkan. Secara tidak kita
sadari, jika pada saat kita memotivasi menunjukkan wajah yang
serius, kita akan membuat lawan bicara antusias untuk mendengarkan
dan memperhatikan apa yang disampaikan kepada dirinya.
c. Mengubah perilaku orang lain

4
Komunikasi bertujuan mengubah perilaku, maksudnya jika kita
bicara dengan seseorang yang berperilaku berbeda dengan norma yang
ada dan kita menginginkan.
d. Memberikan pendidikan
Dalam kehidupan sehari-hari, banyak komunikasi terjadi dengan
tujuan memberikan pendidikan, misalnya komunikasi orang tua
dengan anaknya, guru atau dosen dengan murid atau pun mahasiswa,
perawat dengan kliennya, dan lain-lain. Komunikasi ini dilakukan
dengan tujuan agar lawan bicara (komunikan) memperoleh/mencapai
tingkat pengetahuan yang lebih tinggi dan menunjukkan hal yang
lebih baik dari sebelumnya.
e. Memahami (ide) orang lain
Komunikasi antara dua orang atau lebih akan efektif jika antara
komunikator dan komunikan saling memahami ide masing-masing
dan mereka saling berusaha untuk memberi makna pada komunikasi
yang disampaikan atau diterima.

3. Komponen dalam Komunikasi

Unsur-unsur komunikasi adalah; komunikator, pesan, komunikan,


media, dan respon atau umpan balik.
a. Komunikator
Komunikator atau orang yang menyampaikan pesan harus
berusaha merumuskan isi pesan yang akan disampaikan. Sikap dari
komunikator harus empati, jelas. Kejelasan kalimat dan kemudahan
bahasa akan sangat mempengaruhi penerimaan pesan oleh komunikan.
b. Pesan
Pesan adalah pernyataan yang didukung oleh lambang. Lambang
bahasa dinyatakan baik lisan maupun tulisan. Lambang suara
berkaitan dengan intonasi suara. Lambang gerak adalah ekspresi
wajah dan gerakan tubuh, sedangkan lambang warna berkaitan dengan
pesan yang disampaikan melalui warna tertentu yang mempunyai

5
makna, yang sudah diketahui secara umum, misalnya merah, kuning,
dan hijau pada lampu lalu lintas.
c. Komunikan
Komunikan adalah penerima pesan. Seorang penerima pesan
harus tanggap atau peka dengan pesan yang diterimanya dan harus
dapat menafsirkan pesan yang diterimanya. Satu hal penting yang
harus diperhatikan adalah persepsii komunikan terhadap pesan harus
sama dengan persepsi komunikator yang menyampaikan pesan.
d. Media
Media adalah sarana atau saluran dari komunikasi. Bisa berupa
media cetak, audio, visual dan audio-visual. Gangguan atau kerusakan
pada media akan mempengaruhi penerimaan pesan dari komunikan.
e. Respon atau umpan balik
Respon atau umpan balik adalah reaksi komunikan sebagai
dampak atau pengaruh dari pesan yang disampaikan, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Umpan balik langsung disampaikan komunikan secara verbal,
yaitu dengan kalimat yang diucapkan langsung dan nonverbal melalui
ekspresi wajah atau gerakan tubuh. Umpan balik secara tidak langsung
dapat berupa perubahan perilaku setelah proses komunikasi
berlangsung, bisa dalam waktu yang relative singkat atau bahkan
memerlukan waktu cukup lama.
f. Atmosfer/konteks
Atmosfer adalah lingkungan ketika komunikasi terjadi terdiri atas
tiga dimensi, yaitu dimensi fisik, sosial-psikologis, dan temporal yang
mempunyai pengaruh terhadap pesan yang disampaikan. Ketiga
dimensi lingkungan ini saling berinteraksi dan saling memengaruhi
satu dengan lainnya. Perubahan dari salah satu dimensi akan
memengaruhi dimensi yang lain.
Dimensi fisik adalah lingkungan nyata (tangible), dapat berbentuk
ruang atau bangsal, dan segala komponen yang ada di dalamnya.
Dimensi sosial-psikologis meliputi tata hubungan status di antara

6
pihak yang terlibat dan aturan budaya masyarakat ketika mereka
berkomunikasi. Yang termasuk dalam konteks ini adalah persahabatan
atau permusuhan, lingkungan formal atau informal, serta situasi yang
serius atau tidak serius. Dimensi temporal (waktu) adalah mencakup

waktu ketika komunikasi terjadi. Pilihan waktu yang tepat dapat


mencapai efektivitas komunikasi yang dilakukan.
Gambar 1.1 menunjukkan hubungan atau keterkaitan masing - masing
elemen dalam komunikasi.

4. Jenis – Jenis Komunikasi

Ada beberapa jenis atau tipe komunikasi yang sering digunakan


oleh seorang komunikator dalam berkomunikasi yang dapat di golongkan
berdasarkan beberapa hal berikut ini :
a. Berdasarkan Penggunaan Kata
Pesan yang disampaikan oleh pengirim kepada penerima dapat
dikemas secara verbal dengan kata-kata atau nonverbal tanpa kata-
kata. Komunikasi yang pesannya dikemas secara verbal disebut
komunikasi verbal, sedangkan komunikasi yang pesannya dikemas
secara nonverbal disebut komunikasi nonverbal.
1) Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan
kata - kata, baik lisan maupun tulisan. Komunikasi ini paling
banyak dipakai dalam hubungan antar manusia. Melalui kata

7
-kata, komunikator mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran,
gagasan, atau maksud mereka, menyampaikan fakta, data, dan
informasi serta menjelaskannya, saling bertukar perasaan dan
pemikiran, saling berdebat.
2) Komunikasi Non-verbal
Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang pesannya
dikemas dalam bentuk nonverbal, tanpa kata - kata. Dalam hidup
nyata komunikasi nonverbal jauh lebih banyak dipakai daripada
komuniasi verbal. Dalam berkomunikasi hampir secara otomatis
komunikasi nonverbal ikut terpakai. Karena itu, komunikasi
nonverbal bersifat tetap dan selalu ada. Komunikasi nonverbal
biasanya bersifat spontan dan lebih jujur mengungkapkan hal
yang mau disampaikan. Termasuk pada komunikasi non verbal
seperti penampilan fisik, sikap tubuh, cara berjalan, ekspresi
wajah, dan sentuhan.
b. Berdasarkan Media
Komunikasi berdasarkan media yang di gunakan dapat di bagi
menjadi dua yaitu komunikasi langsung dan tidak langsung.
1) Komunikasi langsung
Komunikasi langsung merupakan komunikasi yang tidak
menggunakan alat, komunikasi berbentuk kata - kata, gerakan-
gerakan yang berarti khusus dan penggunaan isyarat, misalnya
saat seseorang berbicara langsung pada orang lain di hadapannya.
2) Komunikasi tidak langsung
Biasanya menggunakan alat dan mekanisme untuk
melipatgandakan jumlah penerima pesan (sasaran) ataupun untuk
menghadapi hambatan geografis dan waktu, misalnya
menggunakan radio, buku, dan lain sebagainya.
c. Berdasarkan Jumlah Orang
Terdapat empat macam atau tipe komunikasi berdasarkan pada
jumlah orang yang terlibat dalam komunikasi yaitu :
1) Komunikasi Intrapersonal

8
Komunikasi intrapersonal merupakan komunikasi yang
dilakukan pada diri sendiri yang terdiri atas sensasi, persepsi,
memori, dan proses berpikir (Rahmad J., 1996). Seorang individu
menjadi pengirim pesan sekaligus penerima pesan dan
memberikan umpan balik bagi dirinya sendiri dalam proses
internal yang berkelanjutan.
2) Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal merupakan proses pengiriman dan
penerimaan pesan di antara dua orang atau di antara sekelompok
kecil orang dengan berbagai efek dan umpan balik yang bersifat
langsung. Tipe komunikasi ini memiliki karakteristik seperti,
bersifat dua arah yang berarti melibatkan dua orang dalam situasi
interaksi, ada unsur dialogis dan ditujukan kepada sasaran
terbatas dan dikenal.
3) Komunikasi Publik
Cangara, H. (2004) mengatakan bahwa komunikasi publik
merupakan suatu proses komunikasi di mana pesan - pesan yang
disampaikan oleh pembicara dalam situasi tatap muka di depan
khalayak yang lebih besar dengan tujuan menumbuhkan semangat
kebersamaan, memberikan informasi, mendidik, serta
mempengaruhi orang lain dalam upaya menumbuhkan semangat.
Pada tipe komunikasi ini jarang dijumpai feedback atau
timbal balik, karena komunikasi bersifat searah.
4) Komunikasi Massa
Komunikasi massa adalah komunikasi yang berlangsung di
mana pesan yang dikirim dari sumber yang melembaga kepada
khalayak yang bersifat massal melalui alat-alat yang bersifat
mekanis. Komunikasi antara sumber dan penerima tidak terjadi
dengan kontak langsung.
Unsur yang terkandung dalam komunikasi ini bertujuan
untuk menyiarkan informasi, mendidik, dan menghibur. Pesan
yang disampaikan berlangsung cepat, serempak, luas dan mampu

9
mengatasi jarak dan waktu serta dapat tahan lama bila di
dokumentasikan.
d. Berdasarkan Sikap dan Perilaku
Bentuk komunikasi yang berdasarkan pada sikap dan perilaku
pemberi pesan dapat dibagi dalam tiga tipe berikut ini :
1) Komunikasi Agresif
Tipe komunikasi ini dapat mengurangi hak orang lain dan
cenderung merendahkan atau mengendalikan orang lain.
2) Komunikasi Pasif
Komunikasi ini merupakan lawan dari komunikasi agresif,
dimana seseorang cenderung untuk mengalah dan tidak
mempertahankan kepentingannya sendiri. Bahkan hak mereka
cenderung dilanggar atau dibiarkan.
3) Komunikasi Asertif
Komunikasi asertif adalah komunikasi yang terbuka,
menghargai diri sendiri, dan orang lain. Komunikasi ini tidak
menaruh perhatian hanya pada hasil akhir, tetapi juga hubungan
perasaan antar manusia.

5. Metode Komunikasi

Komunikasi yang dilaksaanakan pada umumnya mempunyai


maksud dan tujuan yang diharapkan , hal ini terkait dengan metode yang
digunakan. Ada tiga metode komunikasi yang sering digunakan untuk
berkomunikasi , antara lain :
a. Komunikasi Informative
Adalah metode komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan
informasi secara umum.Sifat metode ini adalah memberikan
keterangan atau pemberitahuan yang bersifat informatif dan edukatif.
b. Komunikasi Persuasif
Adalah metode komunikasi yang bersifat membujuk secara halus
agar komunikaan atau sasaran menjadi yakin dan mau mengikuti apa
yang diinginkan komunikator.

10
c. Komunikasi Instruktif atau Koersif
Metode komunikasi yang berupa perintah untuk melakukan suatu
tugas atau pekerjaan. Biasanya hal ini terjadi antara bos dengan anak
buah, dokter dengan perawat dan lain sebagainya.

6. Proses Komunikasi

Komunikasi adalah suatu proses yang kompleks untuk mengirim


pesan dari komunikator kepada komunikan. Vecchio (1995) menguraikan
bahwa proses komunikasi merupakan urutan tahap-tahap komunikasi
kompleks meliputi idea generation, encoding, transmitting via various
channels, receiving, decoding, understanding, dan responding yang
merupakan suatu siklus yang selalu berulang.
Dalam model ini, dijelaskan bahwa komunikasi dimulai dengan
munculnya ide (gagasan) dari komunikator (sender). Ide ini selanjutnya
diproses atau diolah di otak dan keluar dalam bentuk gelombang suara
atau tulisan atau dalam bentuk kode-kode tertentu (encoding). Informasi
yang telah diolah dalam bentuk kode-kode tersebut selanjutnya
ditransmisikan atau disalurkan oleh komunikator melalui media
(channel).
Channel ini akan membantu proses penyampaian pesan dari komunikator
dan proses penerimaan pesan oleh komunikan.
Pesan atau informasi yang sampai atau diterima dalam bentuk
gelombang suara, tulisan, atau kode-kode tersebut diproses dan
dipersepsikan oleh komunikan (decoding). Setelah dipersepsikan,
komunikan akan sampai pada tingkat pemahaman (understanding) dan
selanjutnya berespons terhadap pesan yang diterima sebagai umpan balik
untuk komunikator. Respons yang diberikan oleh komunikan akan
menstimulasi munculnya ide baru dan seterusnya ide atau informasi akan
diproses kembali sebagai suatu siklus yang berulang.

11
Gambar 1.2. . Model Proses Komunikasi The Communication Cycle

7. Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi

Secara umum, faktor yang memengaruhi komunikasi dapat ditinjau


dari proses komunikasi dan elemen komunikasi. Ada lima faktor utama
yang memengaruhi komunikasi ditinjau dari elemen komunikasi, yaitu
faktor komunikator, pesan atau informasi, komunikan, umpan balik, dan
atmosfer.
a. Komunikator
Komunikator adalah seseorang yang mengirimkan pesan. Seorang
komunikator harus menunjukkan penampilan yang baik, sopan dan
menarik, serta berwibawa dan tidak sombong. Di samping itu, harus
mempunyai pengetahuan yang memadai, menguasai materi, dan
memahami bahasa yang digunakan lawan (language mastery). Hal ini
penting karena salah satu hambatan dalam komunikasi adalah adanya
ketidak sesuaian bahasa yang digunakan antara komunikator dan
komunikan. Penguasaan bahasa ini penting untuk menghindari
terjadinya salah tafsir (misperception) dalam komunikasi. Contohnya
pada kosakata dahar (kromo inggil dalam bahasa Jawa) berarti makan
untuk tingkat tinggi atau orang yang kita hormati, misal pada orang

12
tua, guru, dan sebagainya; berbeda dengan dahar (bahasa Sunda)
berarti makan untuk tingkat rendah atau tidak tidak terhormat.
Selanjutnya, seorang komunikator harus mampu membaca
peluang (opportunity), mengolah pesan supaya mudah dipahami
komunikan, dan mempunyai alat - alat tubuh yang baik sehingga
menghasilkan suara yang baik dan jelas, antara lain pita suara, mulut,
bibir, lidah, dan gigi. Seorang komunikator yang pita suaranya
terganggu, tidak mempunyai gigi, atau sumbing akan mengalami
kesulitan dalam berkata - kata yang mengakibatkan tidak jelasnya
pesan yang disampaikan.
b. Pesan atau Informasi
Pesan yang bersifat informatif dan persuasif akan mudah diterima
dan dipahami daripada pesan yang bersifat memaksa. Pesan yang
mudah diterima adalah pesan yang sesuai dengan kebutuhan
komunikan (relevan), jelas (clearly), sederhana atau tidak bertele -
tele, dan mudah dimengerti (simple). Di samping itu, informasi akan
menarik jika merupakan informasi yang sedang hangat (up to date).
c. Komunikan
Komunikan adalah seseorang yang menerima pesan dari
komunikator. Seorang komunikan harus mempunyai penampilan atau
sikap yang baik, sopan, serta tidak sombong. Seorang komunikan
yang berpenampilan acak-acakan berarti tidak menghargai diri sendiri
dan orang lain. Demikian pula jika komunikan tampak sombong atau
angkuh, akan memengaruhi psikologis komunikator yang berdampak
pada tidak efektifnya pesan yang disampaikan. Di samping itu,
seorang komunikan harus mempunyai pengetahuan, keterampilan
komunikasi, dan memahami sistem sosial komunikator. Hal ini
penting karena tanpa pengetahuan dan keterampilan mengolah
informasi yang diterima sehingga dapat terjadi ketidaksesuaian
persepsi (mispersepsi).
Selanjutnya, seorang komunikan harus mempunyai alat-alat tubuh
yang baik. Alat tubuh yang berperan utama untuk menerima pesan

13
suara adalah telinga. Supaya pesan dapat diterima dengan tepat,
komunikan harus mempunyai fungsi pendengaran yang baik.
d. Umpan balik
Komunikasi efektif jika komunikan memberi umpan balik yang
sesuai dengan pesan yang disampaikan. Umpan balik ini penting bagi
komunikator karena sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan
komunikasi. Mengerti atau tidaknya komunikan terhadap isi pesan
yang disampaikan oleh komunikator dapat dilihat dari bagaimana
komunikan memberikan umpan balik.
e. Atmosfer
Untuk mencapai komunikasi yang efektif diperlukan lingkungan
yang kondusif (condisive) dan nyaman (comfortable). Lingkungan
yang kondusif, yaitu lingkungan yang mendukung berlangsungnya
komunikasi efektif. Dalam dimensi fisik lingkungan nyaman, yaitu
lingkungan yang tenang, sejuk, dan bersih sehingga kondusif dalam
mencapai komunikasi yang efektif. Dalam dimensi sosial-psikologis,
komunikasi yang kondusif adalah komunikasi yang dilakukan dengan
penuh persahabatan, akrab, dan santai. Sementara itu, dalam dimensi
temporal (waktu), komunikasi yang dilakukan dengan waktu yang
cukup dan tidak tergesa-gesa memungkinkan tercapainya tujuan
komunikasi yang efektif.

8. Hambatan Berkomunikasi

Terdapat beberapa faktor yang dapat menjadi hambatan dalam


proses komunikasi diantaranya adalah sebagai berikut.
a. Hambatan dari Pengirim Pesan
Pesan yang akan disampaikan belum jelas bagi dirinya atau
pengirim pesan, hal ini dipengaruhi oleh perasaan atau situasi
emosional.
b. Hambatan dalam Penyediaan atau Simbol
Hal ini dapat terjadi karena bahasa yang dipergunakan tidak jelas

14
sehingga mempunyai arti lebih dari satu, simbol yang dipergunakan
antara pengirim dan penerima tidak sama atau bahasa yang
dipergunakan terlalu sulit.

c. Hambatan Media
Hambatan yang terjadi dalam penggunaan media komunikasi,
misalnya gangguan suara radio dan aliran listrik sehingga tidak dapat
mendengarkan pesan.
d. Hambatan dalam Bahasa sandi
Hambatan yang terjadi dalam menafsirkan sandi oleh si penerima.
e. Hambatan dari Penerima Pesan
Kurangnya perhatian pada saat penerima atau mendengarkan
pesan, sikap prasangka tanggapan yang keliru dan tidak mencari
informasi lebih lanjut.
f. Hambatan dalam Memberikan Umpan balik
Umpan balik atau respon yang diberikan tidak menggambarkan
apa adanya akan tetapi memberikan interpretatif, tidak tepat waktu
atau tidak jelas dan sebagainya.
g. Hambatan Fisik
Hambatan fisik dapat mengganggu komunikasi yang efektif,
cuaca, gangguan alat komunikasi, dan lain-lain.
h. Hambatan Semantik
Kata-kata yang dipergunakan dalam komunikasi kadang - kadang
mempunyai arti mendua yang berbeda, tidak jelas atau berbelit - belit
antara pemberi pesan dan penerima.
i. Hambatan Psikoogis
Hambatan psikologis dan sosial kadang-kadang mengganggu
komunikasi, misalnya adalah perbedaan nilai - nilai serta harapan
yang berbeda antara pengirim dan penerima pesan.

15
B. Komunikasi Terapeutik

1. Pengertian

Dalam memberikan asuhan keperawatan komunikasi terapeutik


memegang peranan penting untuk membantu pasien dalam memecahkan
masalah. Kemampuan komunikasi tidak dapat dipisahkan dari tingkah
laku seseorang yang melibatkan aktifitas fisik, mental, disamping juga
dipengaruhi latar belakan social, pengalaman, usia pendidikan dan tujuan
yang ingin dicapai.
Indrawati (2003) mengatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan, dan kegiatannya
dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik merupakan
komunikasi interpersonal dengan fokus adanya saling pengertian
antarperawat dengan pasien. Komunikasi ini adalah adanya saling
membutuhkan antara perawat dan pasien sehingga dapat dikategorikan
dalam komunikasi pribadi antara perawat dan pasien, perawat membantu
dan pasien menerima bantuan (Indrawati, 2003).
Berdasarkan paparan tersebut, secara ringkas definisi komunikasi
terapeutik sebagai berikut.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi interpersonal antara
perawat dan klien yang dilakukan secara sadar ketika perawat dan klien
saling memengaruhi dan memperoleh pengalaman bersama yang
bertujuan untuk membantu mengatasi masalah klien serta memperbaiki
pengalaman emosional klien yang pada akhirnya mencapai kesembuhan
klien.

2. Tujuan Komunikasi Terapeutik

Berdasarkan definisi komunikasi terapeutik, berikut ini tujuan dari


komunikasi terapeutik.
a. Membantu mengatasi masalah klien untuk mengurangi beban
perasaan dan pikiran.
b. Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk klien atau pasien.
c. Memperbaiki pengalaman emosional klien.

16
d. Mencapai tingkat kesembuhan yang diharapkan.

3. Fungsi Komunikasi Terapeutik

Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan


menganjurkan kerjasama antar perawat dan pasien melalui hubungan
perawat dan pasien. Perawat berusaha mengungkapkan perasaan,
mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan
yang dilakukan dalam perawatan.
Proses komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian tingkah
laku pasien dan membantu pasien dalam rangka mengatasi persoalan
yang dihadapi pada tahap perawatan. Sedangkan pada preventif
kegunaannya adalah mencegah adanya tindakan yang negative terhadap
pertahanan diri pasien (Muslihah dan Fatmawati, 2010).
Selain itu, terdapat fungsi atau kegunaan lainnya dari komunikasi
terapeutik diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Merupakan sarana terbina hubungan yang baik antara pasien dan
tenaga kesehatan.
b. Mengetahui perubahan perilaku yang terjadi pada individu atau
pasien.
c. Mengetahui keberhasilan tindakan kesehatan yang telah dilakukan.
d. Sebagai tolok ukur kepuasan pasien.
e. Sebagai tolok ukur komplain tindakan dan rehabilitasi.

4. Prinsip-prinsip Komunikasi Terapeutik

Untuk mengetahui apakah komunikasi yang dilakukan tersebut


bersifat terpeutik atau tidak, maka dapat dilihat apakah komunikasi
tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip berikut ini (Mundakir, 2006) :
a. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti memahami
dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
b. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling
percaya dan saling menghargai.
c. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh klien.

17
d. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik
maupun mental.
e. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien
memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap maupun
tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.
f. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendirisecara bertahap
untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah,
keberhasilan maupun frustasi.
g. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat
mempertahankan konsistensinya.
h. Memahami betul arti simpati sebagai tindakan yang terapeutik dan
sebaliknya simpati yang bukan terapeutik.
i. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan
terapeutik.
j. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan
meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat
perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik, mental, social,
spiritual dan gaya hidup.
k. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan yang dianggap
mengganggu.
l. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien
bebas berkembang tanpa rasa takut.
m. Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara
manusiawi.
n. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin
keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.
o. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap
dirinya atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap
orang lain tentang apa yang dikomunikasikan.

18
5. Perbedaan Komunikasi Terapeutik dan Komunikasi Sosial

Komunikasi terapeutik berbeda secara spesifik dengan komunikasi


sosial. Komunikasi terapeutik dalam konteks hubungan saling membantu
(the helping relationship) menurut Taylor, Lillis, dan LeMone (1989)
adalah hubungan saling membantu antara perawat - klien yang berfokus
pada hubungan untuk memberikan bantuan yang dilakukan oleh perawat
kepada klien atau pasien yang membutuhkan pencapaian tujuan. Dalam
hubungan saling membantu ini, perawat berperan sebagai orang yang
membantu dan klien adalah orang yang dibantu, sedangkan sifat
hubungan adalah hubungan timbal balik dalam rangka mencapai tujuan
klien.
Tujuan hubungan saling membantu (helping relationship), menurut
Taylor, Lillis, dan LeMone (1989), adalah memenuhi kebutuhan klien
dan meningkatkan kemandirian, perasaan berharga, dan kesejahteraan.
Sementara itu, Stuart dan Laraia (1998) mengidentifikasi tujuan helping
relationship sebagai berikut.
a. Memperoleh realisasi diri (self realization), penerimaan diri (self
acceptance), dan meningkatkan tanggung jawab diri (self respect).
b. Memperjelas identitas personal (personal identity) dan meningkatkan
integritas personal (personal integration).
c. Meningkatkan keintiman (intimate), saling ketergantungan
(interdependent), serta hubungan interpersonal (interpersonal
relationship) dengan kemampuan memberi dan menerima penuh kasih
sayang.
d. Meningkatkan fungsi kehidupan dan kepuasan serta pencapaian tujuan
personal secara realistis.
Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa hubungan terapeutik
berbeda dengan hubungan sosial. Komunikasi terapeutik juga berbeda
dengan komunikasi sosial.

19
Hubungan Terapeutik Hubungan Sosial
1. Terjadi untuk tujuan yang 1. Terjadi secara
spesifik. spontan/tidak
2. Orang terlibat jelas direncanakan secara
spesifik spesifik.
(perawat/terapis 2. Orang yang terlibat bebas.
dan klien).
3. Perawat-klien memberikan 3. Informasi yang disampaikan
informasi yang berbeda. hampir sama antara pihak-
4. Dibangun atas dasar pihak yang terlibat.
untuk memenuhi 4. Dibangun atas dasar kebutuhan
kebutuhan klien. bersama (semua pihak yang
terlibat).
Tabel 1. Perbedaan Komunikasi Sosial dengan Komunikasi Terapeutik

6. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Terapeutik

Berhasilnya pencapaian tujuan dari suatu komunikasi sangat


tergantung dari faktor-faktor yang memengaruhinya sebagai berikut.
a. Spesifikasi tujuan komunikasi
Komunikasi akan berhasil jika tujuan telah direncanakan dengan
jelas. Misalnya, tujuan komunikasi adalah mengubah perilaku klien,
maka komunikasi diarahkan untuk mengubah perilaku dari yang
malaadaptif ke adaptif.
b. Lingkungan nyaman
Maksud lingkungan nyaman adalah lingkungan yang kondusif
untuk terjalinnya hubungan dan komunikasi antara pihak-pihak yang
terlibat. Lingkungan yang tenang, tidak gaduh atau lingkungan yang
sejuk, tidak panas adalah lingkungan yang nyaman untuk
berkomunikasi. Lingkungan yang dapat melindungi privasi akan
memungkinkan komunikan dan komunikator saling terbuka dan bebas
untuk mencapai tujuan.
c. Privasi
Kemampuan komunikator dan komunikan untuk menyimpan
privasi masingmasing lawan bicara serta dapat menumbuhkan
hubungan saling percaya yang menjadi kunci efektivitas komunikasi.

20
d. Percaya diri
Kepercayaan diri masing - masing antara komunikator dan
komunikan dalam komunikasi dapat menstimulasi keberanian untuk
menyampaikan pendapat sehingga komunikasi efektif.
e. Berfokus kepada klien
Komunikasi terapeutik dapat mencapai tujuan jika komunikasi
diarahkan dan berfokus pada apa yang dibutuhkan klien. Segala upaya
yang dilakukan perawat adalah memenuhi kebutuhan klien.
f. Stimulus yang optimal
Stimulus yang optimal adalah penggunaan dan pemilihan
komunikasi yang tepat sebagai stimulus untuk tercapainya komunikasi
terapeutik.
g. Mempertahankan jarak personal
Jarak komunikasi yang nyaman untuk terjalinnya komunikasi
yang efektif harus diperhatikan perawat. Jarak untuk terjalinnya
komunikasi terapeutik adalah satu lengan (± 40 cm). Jarak komunikasi
ini berbeda-beda tergantung pada keyakinan (agama), budaya, dan
strata sosial.

7. Fase – Fase dalam Komunikasi Terapeutik

Di dalam buku (Musliha dan Fatmawati, 2010) menjelaskan ada


tiga fase dalam komunikasi terapeutik diantaranya adalah :
a. Orientasi (Orientation)
Pada fase ini hubungan yang terjadi masih dangkal dan
komunikasi yang terjadi bersifat penggalian informasi antara perawat
dan pasien. Fase ini dicirikan oleh lima kegiatan pokok yaitu: testing,
building trust, identification of problems and goals, clarification of
roles dan contract formation (Musliha dan Fatmawati 2010).
Didalam buku (La Ode, 2012) tugas perawat dalam tahap
perkenalan adalah:
1) Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan dan
komunikasi terbuka.

21
2) Merumuskan kontrak (waktu, tempat pertemuan dan topik
pembicaraan) bersama-sama dengan pasien dan menjelaskan atau
mengklarifikasi kembali kontrak yang telah disepakati bersama.
3) Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah
pasien yang umumnya dilakukan dengan teknik komunikasi
pertanyaan terbuka.
4) Merumuskan tujuan interaksi dengan pasien sangat penting bagi
perawat untuk melaksanakan tahapan ini dengan baik karena
tahapan ini merupakan dasar bagi hubungan terapeutik antara
perawat dengan pasien.
b. Kerja (Working)
Pada fase ini perawat dituntut untuk bekerja keras untuk
memenuhi tujuan yang telah ditetapkan pada fase orientasi.
Bekerjasama dengan pasien untuk berdiskusi tentang masalah-masalah
yang merintangi pencapaian tujuan.
Fase ini terdiri dari dua kegiatan pokok yaitu menyatukan proses
komunikasi dengan tindakan perawatan dan membangun suasana yang
mendukung untuk proses perubahan (Musliha dan Fatmawati, 2010).
c. Penyelesaian (Tetmination)
Pada fase ini perawat mendorong pasien untuk memberikan
penilaian atas tujuan telah dicapai, agar tujuan yang dicapai adalah
kondisi yang saling menguntungkan dan memuaskan. Kegiatan pada
fase ini adalah penilaian pencapaian tujuan dan perpisahan. (Musliha
dan Fatmawati, 2010).
Dalam buku (La Ode, 2012) tugas perawat dalam tahap terminasi
adalah:
1) Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah
dilaksanakan (evaluasi objektif).
2) Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan perasaan
pasien setelah berinteraksi dengan perawat.

22
8. Faktor Penghambat Komunikasi Terapeutik

Hambatan komunikasi menghadirkan tantangan nyata bagi


perawat, namun tidak perlu berhenti berkomunikasi. Perawat
mengembangkan strategi untuk mengatasi hambatan dengan
menggunakan keterampilan berfikir kritis. Terdapat beberapa hambatan
komunikasi beberapa diantaranya sebagai berikut :
1) Perbedaan Bahasa
Ketika bahasa Indonesia adalah bahasa kedua pasien, mereka
mungkin memiliki masalah dalam menuntun melalui sistem perawatan
kesehatan. Dampak penghambat ini dapat di kurangi dengan
mempelajari berbagai bahasa daerah lain atau dengan menggunakan
penerjemah, gambar dan simbol serta kamus bahasa Indonesia-daerah.
2) Perbedaan Budaya atau Kultur
Berbagai budaya dan subkultur menggunakan bahasa secara
berbeda. Pola komunikasi seseorang mencerminkan konsep budaya
mereka. Beberapa variabel komunikasi yang bersifat budaya termasuk
kontak mata, kedekatan dengan pertanyaan lain, pertanyaan langsung
dan tidak langsung serta peran obrolan kecil sosial.
3) Jenis Kelamin
Mengirim, menerima, dan menafsirkan pesan dapat bervariasi
antara pria dan wanita. Efek penggunaan isyarat non verbal sering
tergantung pada gender.
4) Status Kesehatan
Status kesehatan seseorang mempengaruhi komunikasi. Misalnya,
pasien yang memiliki kesadaran penuh akan berkomunikasi lebih baik
dibanding pasin yang mengigau atau bingung. Komunikasi
dipengaruhi oleh sensorik. Perubahan perseptual, seperti kehilangan
penglihatan atau pendengaran.
5) Tingkat Perkembangan
Kegagalan untuk berkomunikasi pada tingkat perkembangan
pasien bisa menjadi hambatan. Misalnya, kmunikasi dengan anak
membutuhkan pengunaan kata – kata dan pendekatan yang berbeda

23
adripada yang digunakan dengan orang dewasa. Berkaitan dengan
tingkat perkembangan pasien sendiri perlu untuk dipahami.
6) Perbedaan Pengetahuan
Perawat secara konsisten menilai tingkat pengetahuan pasien
untuk menentukan cara terbaik untuk memperbaiki defisit
pengetahuan.
7) Jarak Emosinal
Kesepakatan yang memuaskan digambarkan dengan kata – kata
seperti hubungan baik dan empati, dan hal itu terjadi ketika kedua
belah pihak beraa bersedia untuk “hadir” sebagai pribadi. Jarak
emosional,di sisi lain melibatkan memperlakukan pasien sebagai rasa
ingin tahu, masalah atau penyakit sehingga mencegah interkoneksi
yang memuaskan dan mungkin menyebabkan permusuhan.
8) Emosi
Perawat harus menyadari perasaan mereka sendiri dan mencoba
mengendalikannya untuk memastikan kemajuan wawancara.
9) Melamun
Orang bisa mendengar kata – kata lebih cepat ari yang biasa
mereka ucapkan. Oleh karena itu, pikiran penengar bisa mengembara
dan seluruh pesan bisa dilewatkan.

9. Teknik Komunikasi Terapeutik

Supaya komunikasi yang kita lakukan dapat mencapai tujuan yang


diharapkan, seorang perawat harus menguasai teknik - teknik
berkomunikasi agar terapeutik dan menggunakannya secara efektif pada
saat berinteraksi dengan klien. Berikut ini teknik komunikasi Stuart &
Sundeen (1998) yang dikombinasikan dengan pendapat ahli lainnya.

a. Mendengarkan dengan penuh perhatian (listening)


Mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan upaya untuk
mengerti seluruh pesan verbal dan nonverbal yang sedang
dikomunikasikan. Keterampilan mendengarkan dengan penuh
perhatian dapat ditunjukkan dengan sikap berikut.

24
1) Pandang klien ketika sedang bicara.
2) Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk
mendengarkan.
3) Hindarkan gerakan yang tidak perlu.
4) Anggukan kepala jika pasien membicarakan hal penting atau
memerluka umpan balik.
5) Condongkan tubuh ke arah lawan bicara.
b. Menunjukkan penerimaan (accepting)
Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia
untuk mendengarkan orang lain, tanpa menunjukkan keraguan atau
tidak setuju. Tentu saja sebagai perawat kita tidak harus menerima
semua perilaku klien. Perawat sebaiknya menghindarkan ekspresi
wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti
mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak
percaya. Sikap perawat yang menunjukkan penerimaan dapat
diidentifikasi seperti perilaku berikut.
1) Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan.
2) Memberikan umpan balik verbal yang menampakkan pengertian.
3) Memastikan bahwa isyarat nonverbal cocok dengan komunikasi
verbal.
4) Menghindarkan untuk berdebat, menghindarkan mengekspresikan
keraguan, atau menghindari untuk mengubah pikiran klien.
5) Perawat dapat menganggukan kepalanya atau berkata “ya” atau
“saya mengerti apa yang bapak-ibu inginkan”.
c. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan
Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi
yang spesifik mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan
dengan topik yang dibicarakan dan gunakan kata-kata dalam konteks
sosial budaya klien.
d. Mengulang (restating/repeating)
Maksud mengulang adalah teknik mengulang kembali ucapan
klien dengan bahasa perawat. Teknik ini dapat memberikan makna

25
bahwa perawat memberikan umpan balik sehingga klien mengetahui
bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan komunikasi berlanjut.
Contoh : K : “Saya tidak nafsu makan, seharian saya belum makan.”
P : “Bapak mengalami gangguan untuk makan?”
e. Klarifikasi (clarification)
Teknik ini dilakukan jika perawat ingin memperjelas maksud
ungkapan klien. Teknik ini digunakan jika perawat tidak mengerti,
tidak jelas, atau tidak mendengar apa yang dibicarakan klien. Perawat
perlu mengklarifikasi untuk menyamakan persepsi dengan klien.
Contoh, “Coba jelaskan kembali apa yang Bapak maksud dengan
kegagalan hidup? ”
f. Memfokuskan (focusing)
Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan
pembicaraan sehingga lebih spesifik dan dimengerti. Perawat tidak
seharusnya memutus pembicaraan klien ketika menyampaikan
masalah yang penting, kecuali jika pembicaraan berlanjut tanpa
informasi yang baru. Perawat membantu klien membicarakan topik
yang telah dipilih dan penting.
g. Merefleksikan (reflecting/feedback)
Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan
menyatakan hasil pengamatannya sehingga dapat diketahui apakah
pesan diterima dengan benar. Perawat menguraikan kesan yang
ditimbulkan oleh syarat nonverbal klien. Menyampaikan hasil
pengamatan perawat sering membuat klien berkomunikasi lebih jelas
tanpa harus bertambah memfokuskan atau mengklarifikasi pesan.
h. Memberi informasi (informing)
Memberikan informasi merupakan teknik yang digunakan dalam
rangka menyampaikan informasi-informasi penting melalui
pendidikan kesehatan. Apabila ada informasi yang ditutupi oleh
dokter, perawat perlu mengklarifikasi alasannya. Setelah informasi
disampaikan, perawat memfasilitasi klien untuk membuat keputusan.
i. Diam (silence)

26
Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk
mengorganisasi pikirannya. Penggunaan metode diam memerlukan
keterampilan dan ketetapan waktu. Diam memungkinkan klien untuk
berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisasi pikirannya,
dan memproses informasi. Bagi perawat, diam berarti memberikan
kesempatan klien untuk berpikir dan berpendapat atau berbicara.
j. Identifikasi tema (theme identification)
Identifikasi tema adalah menyimpulkan ide pokok atau utama
yang telah dikomunikasikan secara singkat. Metode ini bermanfaat
untuk membantu topik yang telah dibahas sebelum meneruskan pada
pembicaraan berikutnya. Teknik ini penting dilakukan sebelum
melanjutkan pembicaraan dengan topik yang berkaitan.
k. Memberikan penghargaan (reward)
Menunjukkan perubahan yang terjadi pada klien adalah upaya
untuk menghargai klien. Penghargaan tersebut jangan sampai menjadi
beban bagi klien yang berakibat klien melakukan segala upaya untuk
mendapatkan pujian.
l. Menawarkan diri
Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal
dengan orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya
dimengerti. Sering kali perawat hanya menawarkan kehadirannya,
rasa tertarik, dan teknik komunikasi ini harus dilakukan tanpa pamrih.
m. Memberi kesempatan pada pasien untuk memulai pembicaraan
Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam memilih
topik pembicaraan. Perawat dapat berperan dalam menstimulasi klien
untuk mengambil inisiatif dalam membuka pembicaraan.
n. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
Hal ini merupakan teknik mendengarkan yang aktif, yaitu
perawat menganjurkan atau mengarahkan pasien untuk terus
bercerita. Teknik ini mengindikasikan bahwa perawat sedang
mengikuti apa yang sedang dibicarakan klien dan tertarik dengan apa
yang akan dibicarakan selanjutnya.

27
o. Refleksi
Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan serta
menerima ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri.
p. Humor
Humor yang dimaksud adalah humor yang efektif. Humor ini
bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara ketegangan dan
relaksasi. Perawat harus hati-hati dalam menggunakan teknik ini
karena ketidaktepatan penggunaan waktu dapat menyinggung
perasaan klien yang berakibat pada ketidakpercayaan klien kepada
perawat.

C. Dokumentasi keperawatan

1. Pengertian
Dokumentasi didefinisikan sebagai segala sesuatu yang tertulis atau
tercetak yang dapat diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi
individu yang berwenang (Potter dan Perry, 2002).
Dokumentasi asuhan keperawatan adalah suatu catatan yang
memuat seluruh data yang dibutuhkan untuk menentukan diagnosis
keperawatan, perencanaan keperawatan, tindakan keperawatan, dan
penilaian keperawatan yang disusun secara sistematis, valid, dan dapat
dipertanggungjawabkan secara moral dan hukum (Zaidin Ali, 2009).
Menurut Deswani (2011), dokumentasi adalah sesuatu yang ditulis
atau dicetak, kemudian diandalkan sebagai catatan bukti bagi orang yang
berwenang dan merupakan bagian dari praktik professional.
Pengertian lain dokumentasi asuhan keperawatan adalah sebagai
berikut :
a. Suatu dokumen atau catatan yang berisi data tentang keadaan pasien
yang dilihat tidak saja dari tingkat kesakitan, akan tetapi juga dilihat
dari jenis, kualitas dan kuantitas dari layanan yang telah diberikan
perawat dalam memenuhi kebutuhan pasien (Ali, 2010).
b. Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat dimulai dari proses
pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana tindakan, tindakan

28
keperawatan dan evaluasi yang dicatat baik berupa elektronik maupun
manual serta dapat dipertanggungjawabkan oleh perawat.

2. Tujuan Dokumentasi Keperawatan

Dokumentasi keperawatan mempunyai tujuan yang sangat penting


dalam bidang keperawatan. Berikut ini, Anda dapat mempelajari
beberapa pendapat mengenai tujuan dokumentasi keperawatan.
Menurut Doenges, Moorhouse, dan Burley (1998), tujuan sistem
dokumentasi keperawatan adalah untuk memfasilitasi pemberian
perawatan pasien yang berkualitas, memastikan dokumentasi kemajuan
yang berkenan dengan hasil yang berfikus pada pasien, memfasilitasi
konsistensi antardisiplin dan komunikasi tujuan dan kemajuan
pengobatan.
Menurut Nursalam (2001), tujuan utama dari dokumentasi
keperawatan adalah :
a. Mengkonfirmasikan data pada semua anggota tim kesehatan.
b. Memberikan bukti untuk tujuan evaluasi asuhan keperawatan.
c. Sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat.
d. Sebagai metode pengembangan ilmu keperawatan.
Sedangkan menurut Setiadi (2012), tujuan dari dokumentasi
keperawatan yaitu :
a. Sebagai sarana komunikasi
Dokumentasi yang dikomunikasikan secara akurat dan lengkap
dapat berguna untuk membantu koordinasi asuhan keperawatan yang
diberikan oleh tim kesehatan, mencegah informasi yang berulang
terhadap pasien atau anggota tim kesehatan atau mencegah tumpang
tindih, bahkan sama sekali tidak dilakukan untuk mengurangi
kesalahan dan meningkatkan ketelitian dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien, membantu tim perawat dalam menggunakan
waktu sebaik-baiknya.

29
b. Sebagai Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat
Sebagai upaya untuk melindungi klien terhadap kuallitas
pelayanan keperawatan yang diterima dan perlindungan terhadap
keamanan perawat dalam melaksanakan tugasnya maka perawat
diharuskan mencatat segala tindakan yang dilakukan terhadap klien.
c. Sebagai Informasi Statistik
Data statistik dari dokumentasi keperawatan dapat membantu
merencanakan kebutuhan di masa mendatang, baik SDM, sarana,
prasarana dan teknis.
d. Sebagai Sarana Pendidikan
Dokumentasi asuhan keperawatan yang dilaksanakan secara baik
dan benar akan membantu para siswa keperawatan maupun siswa
kesehatan lainnya dalam proses belajar mengajar untuk mendapatkan
pengetahuan dan membandingkannya, baik teori maupun praktik
lapangan.
e. Sebagai Sumber Data Penelitian
Informasi yang ditulis dalam dokumentasi dapat digunakan
sebagai sumber data penelitian. Hal ini sarat kaitannya dengan yang
dilakukan terhadap asuhan keperawatan yang diberikan sehingga
melalui penelitian dapat diciptakan satu bentuk pelayanan
keperawatan yang aman, efektif dan etis.
f. Sebagai Jaminan Kualitas Pelayanan Kesehatan
Melalui dokumentasi yang dilakukan dengan baik dan benar,
diharapkan asuhan keperawatan yang berkualitas dapat dicapai, karena
jaminan kualitas merupakan bagian dari program pengembangan
pelayanan kesehatan. Suatu perbaikan tidak dapat diwujudkan tanpa
dokumentasi yang kontinu, akurat, dan rutin baik yang dilakukan oleh
perawat maupun tenaga kesehatan lainnya.

30
g. Sebagai Sumber Data Perencanaan Asuhan Keperawatan
Berkelanjutan
Dengan dokumentasi akan didapatkan data yang aktual dan
konsisten mencakup seluruh kegiatan keperawatan yang dilakukan
melalui tahapan kegiatan proses keperawatan.

3. Prinsip-prinsip Dokumentasi Keperawatan

Dalam membuat dokumentasi harus memperhatikan aspek-aspek


keakuratan data, breafity (ringkas), dan legality (mudah dibaca). Adapun
prisip-prinsip dalam melakukan dokumentasi yaitu :
a. Dokumen merupakan suatu bagian integral dari pemberian asuhan
keperawatan.
b. Praktik dokumentasi bersifat konsisten.
c. Tersedianya format dalam praktik dokumentasi.
d. Dokumentasi hanya dibuat oleh orang yang melakukan tindakan atau
mengobservasi langsung klien.
e. Dokumentasi harus dibuat sesegera mungkin.
f. Catatan harus dibuat secara kronologis.
g. Penulisan singkatan harus menggunakan istilah yang sudah berlaku
umum dan seragam.
h. Tuliskan tanggal, jam, tanda tangan, dan inisial penulis.
i. Catatan harus akurat, benar, komplit, jelas, ringkas, dapat dibaca, dan
ditulis dengan tinta.
j. Dokumentasi adalah rahasia dan harus disimpan dengan benar.
Selanjutnya Potter dan Perry (1994) memberikan panduan sebagai
petunjuk cara mendokumentasikan yang benar, sebagai berikut
a. Jangan menghapus dengan menggunakan cairan penghapus atau
mencoret-coret tulisan yang salah ketika mencatat, karena akan
tampak perawat seakan akan menyembunyikan informasi atau
merusak catatan. Adapun cara yang benar adalah dengan membuat
garis lurus pada tulisan yang salah (usahakan tulisan yang salah masih

31
bisa dibaca), lalu diparaf pada bagian terakhir kalimat yang salah
kemudian diikuti dengan tulisan kata yang benar.
b. Jangan menulis komentar yang bersifat mengkritik pasien atau tenaga
kesehatan lainnya, karena pernyataan tersebut dapat dinilai sebagai
perilaku tidak professional atau asuhan keperawatan yang tidak
bermutu.
c. Koreksi semua kesalahan sesegera mungkin.
d. Bila kesalahan tidak segera diperbaiki maka dapat menyebabkan
kesalahan tindakan pula.
e. Catatan harus akurat, valid dan reliabel. Pastikan yang ditulis adalah
fakta, jangan berspekulasi atau menuliskan pikiran sendiri.
f. Jangan biarkan bagian kosong pada catatan perawat, karena orang lain
dapat menambah informasi yang tidak benar pada bagian yang kosong
tersebut.
g. Semua catatan harus dapat dibaca dan ditulis dengan tinta.
h. Menulis hanya untuk diri sendiri karena perawat bertanggunggugat
atas informasi yang telah ditulisnya. Jangan menulis untuk orang lain.
i. Hindari penggunaan istilah yang bersifat tidak umum.
j. Memulai dokumentasi dengan waktu dan akhiri dengan tanda tangan
dan nama jelas.

4. Manfaat Dokumentasi Keperawatan

Menurut Serri (2010), manfaat dokumentasi keperawatan adalah :


a. Bernilai hukum, yaitu dokumentasi keperawatan dapat dijadikan
sebagai bukti dalam persoalan yang berhubungan dengan dengan
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada klien yang bersangkutan.
b. Kualitas pelayanan, yaitu memberi kemudahan dalam menyelesaikan
masalah pelayanan kesehatan sehingga tercapai pelayanan kesehatan
yang berkualitas.
c. Sebagai alat komunikasi, yaitu sebagai alat perekam terhadap masalah
yang berkaitan dengan klien.

32
d. Terhadap keuangan, yaitu sebagai acuan atau pertimbangan dalam
biaya perawatan terhadap klien.
e. Terhadap pendidikan, yaitu sebagai bahan atau referensi
pembelajaran.
f. Terhadap penelitian, sebagai bahan atau objek riset dalam
pengembangan profesi keperawatan.
g. Untuk akreditasi sebagai acuan untuk mengetahui sejauh mana peran
dan fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
klien.

5. Model Dokumentasi Keperawatan

Model pendokumentasian merupakan cara menggunakan


dokumentasi dalam penerapan proses asuhan. Terdapat 6 (enam) model
dokumentasi yang dapat digunakan di dalam sistem pelayanan kesehatan
di Indonesia yaitu SOR (Source- Oriented Record), POR (Problem-
Oriented Record), Discarge Notes, CBE (Charting By Exception), PIE
(Problems Intervention and Evaluation) dan Focus.
a. Source Oriented Record ( SOR )
Sistem model pendokumentasian ini berorientasi pada sumber
informasi. Dokumentasi ini memungkinkan setiap anggota tim
kesehatan membuat catatannya sendiri dari hasil observasi. Hasil
pengkajian tersebut dikumpulkan menjadi satu. Setiap anggota dapat
melaksanakan aktifitas profesionalnya secara mandiri tanpa
tergantung dengan tim kesehatan lainnya.
Model ini menempatkan catatan atas dasar disiplin orang atau
sumber yang mengelola pencatatan. Bagian penerimaan klien
mempunyai lembar isian tersendiri, dokter menggunakan lembar
untuk mencatat instruksi, lembaran riwayat penyakit dan
perkembangan penyakit, perawat menggunakan catatan keperawatan,
begitu pula disiplin lain mempunyai catatan masing-masing.
Komponen yang terdapat pada model dokumentasi jenis ini

33
catatan berorientasi pada sumber terdiri dari beberapa komponen,
yaitu:
1) Lembar penerimaan berisi biodata.
2) Catatan dokter.
3) Riwayat medik/penyakit.
4) Catatan perawat.
5) Catatan dan laporan khusus.
6) Formulir grafik.
7) Format pemberian obat.
8) Format catatan perawat.
9) Riwayat penyakit/perawatan/pemeriksaan.
10) Perkembangan pasien.
11) Format pemeriksaan laboratorium, x-ray, dll.
12) Formulir masuk rs.
13) Formulir untuk operasi yang ditandatangani oleh pasien/keluarga.

b. Problem Oriented Record ( POR )


Dokumentasi ini merupakan alat yang efektif guna
mendokumentasikan sistem pelayanan kesehatan yang berorientasi
pada klien. Pendokumentasian ini memungkinkan digunakan oleh
multidisplin tenaga kesehatan dengan pendekatan pemecahan
masalah.
Model ini memusatkan data tentang klien didokumentasikan dan
disusun menurut masalah klien. Sistem dokumentasi jenis ini
mengintegrasikan semua data mengenai masalah yang dikumpulkan
oleh dokter, perawat atau tenaga kesehatan lain yang terlibat dalam
pemberian layanan kepada klien.
Komponen model dokumentasi POR terdiri dari 4 (empat)
komponen meliputi data dasar, daftar masalah, daftar awal rencana
asuhan dan catatan perkembangan (progress note).
1) Data Dasar
Data dasar merupakan data yang diperoleh dari hasil
pengkajian saat pasien pertama kali masuk rumah sakit. Data

34
dasar pengkajian keperawatan meliputi riwayat kesehatan atau
perawatan sebelumnya, pemeriksaan fisik keperawatan, diet dan
pemeriksaan penunjang, seperti foto rontgent, hasil laboratorium.
Berdasarkan data yang diperoleh dari data dasar ini dijadikan
dasar untuk menentukan masalah klien.
2) Daftar Masalah
Daftar masalah berisi data yang telah diidentifikasi dari data
dasar yang dikategorikan sebagai masalah. Data masalah di susun
secara kronologis sesuai dengan hasil identifikasi masalah
prioritas. Data disusun pertama kali oleh tenaga kesehatan yang
pertama kali bertemu klien atau orang yang diberi tanggung
jawab. Pengkategorian data dikelompokkan berdasarkan masalah
fisiologis, psikologis, sosio kultural, spiritual, tumbuh kembang,
ekonomi dan lingkungan. Daftar ini berada pada bagian depan
status klien dan tiap masalah diberi tanggal, nomor, dirumuskan
dan dicantumkan nama orang yang menemukan masalah tersebut.
3) Daftar Awal Rencana Asuhan
Rencana asuhan keperawatan disusun berdasarkan daftar
prioritas masalah dan di tuliskan pada rencana asuhan
keperawatan. Bilamana terdapat tindakan kolaborasi maka dokter
akan menuliskan instruksinya pada catatan medis, kemudian
diterjemahkan oleh perawat untuk dituliskan pada rencana
perawatan.
4) Catatan Perkembangan (Progress Notes)
Catatan perkembangan berisikan tentang kemajuan yang
dialami oleh klien pada setiap masalah kesehatan yang
dialaminya. Setiap tim kesehatan yang terlibat merawat klien
memberikan laporannya pada lembar catatan perkembangan yang
sama, disusun sesuai dengan profesionalnya masing-masing.
Berikut ini beberapa catatan perkembangan yang dapat
digunakan antara lain:

35
a) SOAP (subjektif data, objektif data, analisis/assesment dan
plan).
b) SOAPIER (SOAP ditambah intervensi, evaluasi dan revisi).
c) PIE (problem-intervensi-evaluasi).
Dalam pelaksanaan dokumentasi keperawatan, catatan
perkembangan (progress notes) terdiri dari 3 (tiga) jenis yaitu
catatan perawat, flowsheet dan discharge note.

c. Charting By Exeption ( CBE )


Model dokumentasi ini hanya mencatat secara naratif hasil
pengkajian yang menyimpang dari data normal atau standar yang ada.
Model pendokumentasian seperti ini mengurangi penggunaan waktu
yang lama, karena lebih menekankan pada data yang penting saja,
mudah untuk mencari data yang penting, pencatatan langsung ketika
memberikan asuhan, pengkajian yang terstandar, meningkatkan
komunikasi antara tenaga kesehatan, lebih mudah melacak respons
klien dan lebih murah.
Dokumentasi model CBE mengidentifikasikan 3 (tiga) komponen
penting, yaitu:
1) Lembar alur (flowsheet).
2) Pencatatan dilaksanakan berdasarkan standar praktik.
3) Format dokumentasi diletakkan di tempat tidur klien sehingga
dapat segera digunakan untuk pencatatan dan tidak perlu
memindahkan data.
d. Problem Intervension And Evaluation (PIE)
Sistem dokumentasi ini menggunakan pendekatan orientasi-
proses dokumentasi dengan penekanan pada proses keperawatan dan
diagnosa keperawatan. Penggunaan format ini sangat tepat digunakan
pada pemberian asuhan keperawatan primer. Pada keadaan klien yang
akut, perawat primer dapat melaksanakan dan mencatat pengkajian
waktu klien masuk dan pengkajian sistem tubuh dan diberi tanda PIE
setiap hari.

36
Karakteristik model pendokumentasian PIE adalah pengkajian
klien dimulai saat dia masuk rumah sakit, dilakukan pengkajian sistem
tubuh setiap pergantian jaga. Informasi yang diperoleh hanya
dipergunakan pada klien dengan masalah keperawatan yang kronis.
Catatan perkembangan digunakan untuk mencatat intervensi
keperawatan spesifik pada masalah yang khusus, sehingga bentuk
dokumentasi dari hasil intervensi berupa “ flowsheet ”.
Intervensi langsung terhadap penyelesaian masalah ditandai
dengan “I“ (intervensi) dan nomor masalah klien yang relevan dicatat.
Keadaan klien sebagai pengaruh dari intervensi diidentifikasi dengan
tanda “E” (evaluasi) dan nomor masalah.

e. FOCUS (Process Oriented System)


Pencatatan model Focus menggambarkan suatu proses pencatatan
yang memfokuskan pada keluhan klien, dokumentasi ini digunakan
untuk mengorganisir dokumentasi asuhan keperawatan. Jika
menuliskan catatan perkembangan, gunakan format DAR (Data-
Action- Respon) dengan 3 kolom.
1) Data : Berisi tentang data subjektif dan objektif yang
mengandung dokumentasi fokus.
2) Action : Merupakan tindakan keperawatan yang segera atau
yang akan dilakukan berdasarkan pengkajian/evaluasi
keadaan klien.
3) Response : Menyediakan keadaan respon klien terhadap tindakan
medis atau keperawatan.
f. Discharge Notes (catatan pemulangan dan ringkasan rujukan).
Discharge notes ini akan lebih sesuai untuk pasien yang akan
dipulangkan atau dipindahkan pada ruang perawatan lainnya untuk
perawatan lanjutan. Catatan ini juga ditujukan bagi tenaga kesehatan
yang akan melanjutkan perawatan dengan home care dan informasi
untuk lanjutan.
Informasi untuk tenaga kesehatan berisi tentang :
1) Mengambarkan tindakan keperawatan yang dilakukan.

37
2) Menjelaskan tentang informasi yang akan disampaikan pada
klien.
3) Menjelaskan kemajuan perkembangan yang telah dialami klien
terutama keterampilan tertentu seperti klien yang menderita
stroke sudah mampu berjalan sendiri.
4) Menjelaskan keterlibatan anggota keluarga dalam pemberian
asuhan keperawatan.
5) Menguraikan sumberdaya yang diperlukan di rumah.
6) Informasi untuk klien hendaknya berisi tentang:
7) Menggunakan bahasa yang singkat jelas dan mudah dipahami
oleh klien.
8) Menjelaskan prosedur tindakan tertentu yang bisa dilakukan
keluarga saat di rumah, misalnya cara menggunakan obat di
rumah, perlu diberi petunjuk tertulis.
9) Mengidentifikasi tindakan pencegahan yang perlu diikuti ketika
melakukan asuhan mandiri.
10) Memberikan daftar nama dan nomor telepon tenaga kesehatan
yang dapat dihubungi klien.

38
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Komunikasi adalah suatu proses, bukan sesuatu yang bersifat


statis.Komunikasi memerlukan tempat, dinamis, menghasilkan perubahan
dalam usahamencapai hasil, melibatkan interaksi bersama, serta melibatkan
suatu kelompok.
Komunikasi dalam aktivitas keperawatan adalah hal yang paling
mendasar dan menjadi alat kerja utama bagi setiap perawat untuk
memberikan pelayanan/asuhan keperawatan karena perawat secara terus-
menerus selama 24 jam bersama pasien. Dalam setiap aktivitasnya, perawat
menggunakan komunikasi. Pengetahuan tentang komunikasi dan
komunikasi terapeutik sangat penting terkait dengan tugas-tugas perawat
dalam melakukan asuhan keperawatan dan dalam melakukan hubungan
profesional dengan tim kesehatan lainnya.
Kounikasi menjadi salah satu bagian dari proses pendokumentasian
proses keperawatan. Dokumentasi merupakan catatan otentik dalam
penerapan manajemen asuhan keperawatan profesional. Perawat profesional
diharapkan dapat menghadapi tuntutan tanggung jawab dantanggung gugat
terhadap segala tindakan yang dilaksanakan. Kesadaran masyarakat
terhadaphukum semakin meningkat sehingga dokumentasi yang lengkap
dan jelas sangat dibutuhkan.

B. Saran

39
Setelah mambaca makalah ini kami mengharapkan kita sebagai calon
tenaga kesehatan dapat memahami betul tentang cara berkomunikasi yang
baik terutama komunikasi kepada pasien, keluarga pasien, teman sejawat,
atau oranglain. Serta mengetahui hambatan yang dapat mempengaruhi
komunikasi serta dapat membuat dokumentasi keperawatan dengan baik
dan benar.

40

Anda mungkin juga menyukai