Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN WAHAM

Dalam memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa


yang di bimbing oleh Ibu Dwi Ariani S., S.Kep., Ns., M.Kep.

Oleh :
Kelompok 7
Agung Hadi Prabowo
Eunike Ayu Darmawati
Joni Rifani
Rizka Jamara
Sulis Setianingsih

POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM PROFESI NERS

2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan suatu keadaan yang memungkinkan untuk
terjadinya perkembangan fisik, intelektual, dan emosional individu secara
potimal, sejauh perkembangan tersebut sesuai dengan perkembangan optimal
individu-individu lain.
Sementara itu, gangguan jiwa adalah suatu keadaan dengan adanya gejala
klinis yang bermakna, berupa sindrom pola perilaku dan pola psikologik, yang
berkaitan dengan adanya distress (tidak nyaman, tidak tentram, rasa nyeri),
distabilitas (tidak mampu mengerjakan pekerjaan sehari-hari), atau
meningkatkan resiko kematian, kesakitan, dan distabilitas.
Gangguan jiwa terdiri dari beberapa macam termasuk diantaranya adalah
waham atau delusi. Waham atau delusi adalah keyakinan tentang suatu pikiran
yang kokoh, kuat, tidak sesuai dengan kenyataan, tidak cocok dengan
intelegensia dan latar belakang budaya, selalu dikemukakan berulang-ulang
dan berlebihan biarpun telah dibuktikan kemustahilannya atau kesalahannya
atau tidak benar secara umum.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi waham ?
2. Apa saja jenis-jenis waham ?
3. Apa etiologi waham ?
4. Bagaimana proses terjadinya waham ?
5. Apa akibat dari waham ?
6. Apa manifestasi klinis waham ?
7. Bagaimana pohon masalah waham ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan jiwa pada pasien waham ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memahami asuhan keperawatan jiwa pada pasien waham.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa/i mengetahui definisi waham.
b. Mahasiswa/i mengetahui jenis-jenis waham.
c. Mahasiswa/i mengetahui etiologi waham.
d. Mahasiswa/i mengetahui proses terjadinya waham.
e. Mahasiswa/i mengetahui akibat waham.
f. Mahasiswa/i mengetahui manifestasi klinis waham.
g. Mahasiswa/i mengetahui pohon masalah waham.
h. Mahasiswa/i mengetahui asuhan keperawatan jiwa pada pasien
waham.
BAB II
KONSEP TEORI

A. Definisi
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas
yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan
latar belakang budaya klien (Aziz, 2003).
Waham adalah gangguan isi pikir yang ditandai dengan keyakinan tentang
diri dan lingkungan yang menyimpang dan dipertahankan secara kuat (Yudhi
dkk, 2011).
Waham adalah gangguan psikotik yang kronik, pada orang yang
mengalaminya tidak dapat menilai realitas dengan baik dan pemahaman diri
buruk (Kaplan dan Sadock, 1997).
Waham menurut Maramis (1998), Keliat (1998) dan Ramdi (2000)
menyatakan bahwa itu merupakan suatu keyakinan tentang isi pikiran yang
tidak sesuai dengan kenyataan atau tidak cocok dengan intelegensia dan latar
belakang kebudayaannya, keyakinan tersebut dipertahankan secara kokoh dan
tidak dapat diubah-ubah.

B. Jenis-jenis Waham
Menurut Marasmis, Stuart and Sundeen ( 1998) dan Keliat (1998) waham
terbagi atas beberapa jenis, yaitu:
1. Waham agama : keyakinan klien terhjadap suatu agama secara berlebihan
diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
2. Waham kebesaran : klien yakin secara berlebihan bahwa ia memiliki
kebesaran atau kekuatan khusus diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan.
3. Waham somatik : klien meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya
teganggu dan terserang penyakit, diucapkan beulang kali tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan.
4. Waham curiga : kecurigaan yang berlebihan dan tidak rasional dimana
klien yakin bahwa ada seseorang atau kelompok orang yang berusaha
merugikan atau mencurigai dirinya, diucapkan beulang kali tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan.
5. Waham nihilistik : klien yakin bahwa dirinya sudah ridak ada di dunia atau
sudah meninggal, diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.
6. Waham bizar
a. Sisip pikir : klien yakin ada ide pikiran orang lain yang dsisipkan di
dalam pikiran yang disampaikan secara berulang dan tidak sesuai
dengan kenyataan
b. Siar pikir : klien yakin bahwa orang lain mengetahui apa yang dia
pikirkan walaupun dia tidak menyatakan kepada orang tersebut,
diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
c. Kontrol pikir : klien yakin pikirannya dikontrol oleh kekuatan dari
luar.

C. Etiologi
Penyebab secara umum dari waham adalah gangguan konsep diri : harga
diri rendah. Harga diri rendah dimanifestasikan dengan perasaan yang negatif
terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa
gagal mencapai keinginan.
Secara khusus faktor penyebab timbulnya waham dapat diuraikan dalam
beberapa teori yaitu :
1. Faktor Predisposisi
Menurut Townsend (1998, hal 146-147) faktor predisposisi dari perubahan
isi pikir : waham dapat dibagi menjadi dua teori yang diuraikan sebagai
berikut :
a. Teori Biologis
Faktor-faktor genetik yang pasti mungkin terlibat dalam
perkembangan suatu kelainan ini adalah mereka yang memiliki
anggota keluarga dengan kelainan yang sama (orang tua, saudara
kandung, sanak saudara lain).
b. Teori Psikososial
Teori sistem keluarga Bawen dalam Townsend (1998)
menggambarkan perkembangan skizofrenia sebagai suatu
perkembangan disfungsi keluarga. Konflik diantara suami istri
mempengaruhi anak. Penanaman hal ini dalam anak akan
menghasilkan keluarga yang selalu berfokus pada ansietas dan suatu
kondisi yang lebih stabil mengakibatkan timbulnya suatu hubungan
yang saling mempengaruhi yang berkembang antara orang tua dan
anak-anak. Anak harus meninggalkan ketergantungan diri kepada
orang tua dan masuk kepada masa dewasa, dimana di masa ini anak
tidak akan mampu memenuhi tugas perkembangan dewasanya.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) faktor presipitasi dari perubahan isi
pikir: waham, yaitu :
Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologis yang
maladaptive berhubungan denagn kesehatan lingkungan, sikap dan prilaku
individu, seperti : gizi buruk, kurang tidur,infeksi, keletihan, rasa
bermusuhan atau lingkungan yang penuh kritik, masalah perumahan,
kelainan terhadap penampilan, stress gangguan dalam berhubungan
interpersonal, kesepian, tekanan, pekerjaa, kemiskinan, keputusasaan dan
sebagainya.

D. Proses Terjadinya Waham


1. Fase Lack of Human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik secara
fisik maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada
orang-orang dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Ada juga
klien yang secara sosial dan ekonmi terpenuhi tetapi kesenjangan antara
reality dengan self ideal sangat tinggi. Waham terjadi karena sangat
pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi juga
oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh kembang.
2. Fase Lack of Self Esteem
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara
self ideal dan self reality ( kenyataan dengan harapan) serta dorongan
kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah
melampaui kemampuannya.
3. Fase Control Internal Eksternal
Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa
yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai
dengan kenyataan. Tetapi menghadapi kenyataan bagi klien adalah sesuatu
yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk
dianggap penting dan diterima lingkungan menjadi prioritas dalam
hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara
optimal.
4. Fase Environment Support
Adanya beberapa orang yang mempercayai dengan lingkungannya
menyebabkan klien merasa di dukung, lama-kelamaan klien menganggap
sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya
diulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak
berfungsinya norma (super ego) yang ditandai dengan tidak ada lagi
perasaan dosa saat berbohong.
5. Fase Comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien
menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih sering menyendiri
dan menghindari interaksi sosial (isolasi sosial).
6. Fase Improving
Apabila tidak ada konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu
keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang
muncul sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan
kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai yang hilang). Waham bersifat
menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham yang dapat menimbulkan
ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk mengguncang keyakinan
klien dengan cara konfrontatif serta memperkaya keyakinan religiusnya
bahwa apa-apa yang dilakukan menimbulkan dosa besar serta ada
konsekuensi sosial.

E. Akibat dari Waham


Klien dengan waham dapat mengalami kerusakan komunikasi verbal yang
ditandai dengan pikiran tidak realistic, flight of ideas, kehilangan asosiasi,
pengulangan kata-kata yang didengar dan kontak mata yang kurang. Akibat
yang lain yang ditimbulkannya adalah beresiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan.

F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik waham yaitu berupa :
1. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya ) berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai kenyataan.
2. Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak
(diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak
tepat menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah tegang, mudah
tersinggung.

G. Pohon Masalah
Kerusakan Resiko tinggi
Komunikasi mencederai diri, orang
Verbal lain dan lingkungan

Perubahan isi
pikir: waham

Gangguan konsep diri: harga diri rendah


H. Masalah Keperawatan
1. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
2. Gangguan isi pikir : waham
3. Kerusakan komunikasi : verbal
4. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identifikasi klien
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan
klien tentang: Nama klien, panggilan klien, Nama perawat, tujuan, waktu
pertemuan, topik pembicaraan.
2. Keluhan utama / alasan masuk
a. Tanyakan pada keluarga / klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke Rumah Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah dan perkembangan yang dicapai.
b. Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan, mengalami,
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan
dalam keluarga dan tindakan kriminal.
Dapat dilakukan pengkajian pada keluarga faktor yang mungkin
mengakibatkan terjadinya gangguan:

 Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon psikologis dari klien.
 Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau SSP, pertumbuhan
dan perkembangan individu pada prenatal, neonatus dan anak-anak.

 Sosial Budaya
Seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan,
kerawanan), kehidupan yang terisolasi serta stress yang
menumpuk.
3. Aspek fisik / biologis
Mengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital: TD, nadi, suhu,
pernafasan. Ukur tinggi badan dan berat badan, kalau perlu kaji fungsi
organ kalau ada keluhan.
4. Aspek psikososial
a. Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi yang
dapat menggambarkan hubungan klien dan keluarga, masalah yang
terkait dengan komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.
b. Konsep diri
 Citra tubuh: mengenai persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian
yang disukai dan tidak disukai.
 Identitas diri: status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan
klien terhadap status dan posisinya dan kepuasan klien sebagai
laki-laki / perempuan.

 Peran: tugas yang diemban dalam keluarga / kelompok dan


masyarakat dan kemampuan klien dalam melaksanakan tugas
tersebut.

 Ideal diri: harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas, lingkungan


dan penyakitnya.

 Harga diri: hubungan klien dengan orang lain, penilaian dan


penghargaan orang lain terhadap dirinya, biasanya terjadi
pengungkapan kekecewaan terhadap dirinya sebagai wujud harga
diri rendah.

 Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,


kelompok yang diikuti dalam masyarakat.

 Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.

 Status mental

 Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien,


aktivitas motorik klien, alam perasaan klien (sedih, takut,
khawatir), afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi klien,
proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentasi
dan berhitung, kemampuan penilaian dan daya tilik diri.
Data yang perlu dikaji:
1. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
a. Data Subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
b. Data Objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencedaerai diri/ ingin mengakhiri hidup.
2. Gangguan isi pikir : waham
a. Data Subjektif
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara
berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.
b. Data Objektif
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan,
merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat
waspada, tidak tepat menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah
klien tegang, mudah tersinggung.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan isi pikir : waham
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

C. Rencana Keperawatan
1. Gangguan isi pikir : waham
SP 1 kebutuhan yang tidak terpebuhi
a. Tujuan umum :
Pasien bisa memenuhi kebutuhan yang tidak terpenuhi.
b. Tujuan khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
a) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan
diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang,
buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
b) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan
perasaannya
c) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang
berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong
dirinya sendiri.
2) Klien dapat berhubungan dengan realitas
Tindakan :
a) Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang
lain, tempat dan waktu).
b) Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi
realitas.
c) Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan
klien
3) Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Tindakan :
a) Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
b) Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik
selama di rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas,
marah).
c) Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan
timbulnya waham.
d) Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan
klien dan memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika
mungkin).
e) Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk
menggunakan wahamnya.
4) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
a) Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
b) Beri pujian atas keberhasilan klien
c) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
d) Klien dapat memasukan kegiatan dalam jadwal
harian
5) Klien dapat memasukan kegiatan dalam jadwal harian
Tindakan :
a) Diskusikan kegiatan yang dimiliki pasien
b) Hindari memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
utamakan memberi pujian yang realistis
c) Klien dapat membuat jadwal kegiatan harian.
SP 2 Mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
a. Tujuan umum :
Pasien bisa mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
b Tujuan khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
a) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan
diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang,
buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
b) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
c) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
d) Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang
berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong
dirinya sendiri.
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
Tindakan :
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
utamakan memberi pujian yang realistis
c) Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
a) Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b) Beri pujian atas keberhasilan klien
c) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
4) Klien dapat memasukan kegiatan dalam jadwal harian
Tindakan :
a) Diskusikan kegiatan yang dimiliki pasien
b) Hindari memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
utamakan memberi pujian yang realistis
c) Klien dapat membuat jadwal kegiatan harian.
SP 3 Klien dapat menggunakan obat secara benar
a. Tujuan umum :
Pasien bisa menggunakan obat secara benar
b. Tujuan khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
a) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan
diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang,
buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
b) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
c) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
d) Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang
berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong
dirinya sendiri.
2) Klien dapat menggunakan obat secara benar
Tindakan :
a) Diskusikan tentang pemberian obat secara benar
b) Beri penjelasan kepada klien tentang pemberian obat secara
benar
c) Hindari memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
utamakan memberi pujian yang realistis
3) Klien dapat memasukan kegiatan dalam jadwal harian
Tindakan :
a) Diskusikan kegiatan yang dimiliki pasien
b) Hindari memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
utamakan memberi pujian yang realistis
c) Klien dapat membuat jadwal kegiatan harian.

2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah


SP 1 Mengidentifikasi aspek positif dan kemampuan yang dimiliki
a. Tujuan umum :
Klien mampu mendisukusikan aspek positif dan kemampuan yang
dimiliki
b. Tujuan khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
a) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan
diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang,
buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
b) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
c) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
d) Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang
berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya
sendiri.
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
Tindakan :
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
utamakan memberi pujian yang realistis
c) Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3) Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Tindakan :
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah
pulang ke rumah
1) Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat
dilakukan setiap hari sesuai kemampua
b) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi
klien
c) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh
klien lakukan
2) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
a) Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b) Beri pujian atas keberhasilan klien
c) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
3) Klien mendapatkan pujian yang wajar dari perawat sesuai dengan
keberhasilan
Tindakan :
a) Beri pujian atas keberhasilan klien
b) Hindari memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
utamakan memberi pujian yang realistis
4) Klien dapat memasukan kegiatan dalam jadwal harian
Tindakan :
a) Diskusikan kegiatan yang dimiliki pasien
b) Hindari memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
utamakan memberi pujian yang realistis
c) Klien dapat membuat jadwal kegiatan harian.
SP 2 Melatih kemampuan kedua yang dipilih klien
a. Tujuan umum :
Klien mampu melakukan kegiatan kedua yang dipilih klien
b Tujuan khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
a) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan
diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang,
buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
b) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
c) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
d) Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang
berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong
dirinya sendiri.
2) Klien dapat melakukan jadwal kegiatan harian.
Tindakan :
a) Diskusikan kegiatan yang dimiliki pasien
b) Hindari memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
utamakan memberi pujian yang realistis
c) Klien dapat melakukan kegiatan berdasarkan jadwal kegiatan
harian.
3) Klien dapat melatih kemampuan kedua yang dipilih
Tindakan :
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b) Melatih kemampuan kedua yang dimiliki klien
c) Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
d) Beri pujian atas keberhasilan klien
4) Klien dapat memasukan kegiatan dalam jadwal harian
Tindakan :
a) Diskusikan kegiatan yang dimiliki pasien
b) Hindari memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
utamakan memberi pujian yang realistis.
c) Klien dapat membuat jadwal kegiatan harian.

D. Implementasi
Melakukan tindakan sesuai intervensi.

E. Evaluasi
Mengevaluasi tindakan yang sudah dilakukan.
STRATEGI PELAKSANAAN WAHAM

A. Kondisi Klien
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai
kenyataan, klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan,
merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada,
tidak tepat menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah tegang, mudah
tersinggung.

B. Diagnosa keperawatan : Waham

C. Tujuan
a. Tujuan umum
Klien dapat mengidentifikasikan kemampuan yang dimiliki.

b. Tujuan Khusus
1) Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki.
2) Pasien dapat mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi.
3) Pasien dapat memasukan kegiatan dalam jadwal harian.

D. Strategi Pelaksanaan
SP 1 P : Membina hubungan saling percaya; mengidentifikasi kebutuhan
yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan; mempraktekkan
pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi.

FASE ORIENTASI :
“Assalamualaikum, perkenalkan nama saya Citto, saya perawat yang dinas
pagi ini di Ruang melati. Saya dinas dari jam 07.00–14.00, saya yang akan
membantu perawatan bapak hari ini. Nama bapak siapa? senangnya dipanggil
apa?”
“Bisa kita berbincang-bincang tentang apa yang bapak R rasakan sekarang?”
“Berapa lama bapak R mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15
menit?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang pak?”

FASE KERJA :
“Saya mengerti pak R merasa bahwa pak R adalah seorang Nabi, tapi sulit
bagi saya untuk mempercayainya, karena setahu saya semua Nabi tidak hidup
didunia ini, bisa kita lanjutkan pembicaraan yang tadi terputus pak?”
“Tampaknya pak R gelisa sekali, bias pak R ceritakan kepada saya apa yang
pak R rasakan?”
“Oooo, jadi pak R merasa takut nanti diatur-atur oleh orang lain dan tidak
punya hak untuk mengatur diri pak R sendiri?”
“Siapa menurut pak R yang sering mengatur-atur diri pak R?”
“Jadi teman pak R yang terlalu mengatur-atur ya pak, juga adik pak R yang
lain?”
“Kalau pak R sendiri inginnya seperti apa?”
“Ooo, Bagus pak R sudah punya rencana dan jadwal unutk diri sendiri.”
“Coba kita tuliskan rencana dan jadwal tersebut pak R.”
“Wah, bagus sekali, jadi setiap harinya pak R ingin ada kegiatan di luar
rumah sakit karena bosan kalau dirumah sakit terus ya?”

FASE TERMINASI :
“Bagimana perasaan pak R setelah berbincang-bincang dengan saya?”
“Apa saja tadi yang telah kita bicarakan? Bagus.”
“Bagaimana kalau jadwal ini pak R coba lakukan, setuju pak?”
“Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan lagi.”
“Saya akan datang kembali dua jam lagi.”
“Kita akan berbincang-bincang tentang kemampuan yang pernah pak R
miliki?”
“Bapak mau kita berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau disini saja
pak R?”
SP 2 P : Mengidentifikasi kemampuan positif pasien dan membantu
mempraktekannya.

FASE ORIENTASI :
“Assalamualaikum pak R, bagaimana perasaannya saat ini? Bagus”
“Apakah pak R sudah mengingat-ngingat apa saja hobi atau kegemaran pak
R?”
“Bagaimana kalau kita bicarakan hobi tersebut sekarang?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi pak R tersebut?”
“Berapa lama pak R mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20
menit?”

FASE KERJA :
“Apa saja hobi pak R? Saya catat ya pak, terus apa lagi?”
“Wah, rupanya pak R pandai main suling ya.”
“Bisa pak R ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar main Suling,
siapa yang dulu mengajarkannya kepada pak R, dimana?”
“Bisa pak R peragakan kepada saya bagaiman bermain suling yang baik itu.”
“Wah, bagus sekali pak. Bagaimana kalau kita buat jadwal untuk kemampuan
pak R ini. Berapa kali sehari/seminggu pak R mau bermain suling?”
“Apa yang pak R harapkan dari kemampuan bermain suling ini?”
“Ada tidak hobi atau kemampuan pak R yang lain selain bermain suling?”

FASE TERMINASI :
“Bagaimana perasaan pak R setelah kita berbincang-bincang tentang hobi
dan kemampuan pak R?”
“Setelah ini coba pak R lakukan latihan bermain suling sesuai denga jadwal
yang telah kita buat ya?”
“Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan lagi.”
“Bagaimana kalau nanti sebelum makan siang? Nanti kita ketemuan di taman
saja, setuju pak?”
“Nanti kita akan membicarakan tentang obat yang harus pak R minimum,
setuju?”

SP 3 P : Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar.

FASE ORIENTASI :
“Assalamualaikum pak R.”
“Bagaimana pak, sudah dicoba latihan main sulingnya? Bagus sekali.”
“Sesuai dengan janji kita tadi, kita akan membicarakan tentang obat yang
harus pak R minum, Bagaimana kalau kita mulai sekarang pak?”
“Berapa lama pak R mau kita membicarakannya? Bagaimana kalau 20 atau
30 menit saja?”

FASE KERJA:
“Pak R berapa macam obat yang diminum, jam berapa saja obat yang
diminum?”
“Pak R perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya juga
tenang.”
“Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya
agar tenang, yang putih ini namanya THP gunanya agar rileks, dan yang
merah jambu ini namanya HLP gunanya agar pikiran jadi teratur. Semuanya
ini diminum 3 kali sehari, jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam.”
“Bila nanti setelah minum obat mulut pak R terasa kering, untuk membantu
mengatasinya pak R bisa banyak minum dan mengisap-isap es batu.”
“Sebelum minum obat ini pak R mengecek dulu label dikotak obat apakah
benar nama pak R tertulis disitu, berapa dosis atau butir yang harus diminum,
jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah
benar!”
“Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar harus
diminum dalam waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi, sebaiknya pak R
tidak menghentikan sendiri obat yang harus diminum sebelum berkonsultasi
dengan dokter.”
FASE TERMINASI :
“Bagaiman perasaan pak R setelah kita becakap-cakap tentang obat yang pak
R minum? Apa saja nama obatnya? Jam berapa minum obat?” 
“Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan! Jangan lupa minum obatnya dan
nanti saat makan minta sendiri obatnya pada perawat!”
“Jadwal yang telah kita buat kemarin dilanjutkan ya pak!”
“Pak besok kita ketemu lagi untuk melihat jadwal kegiatan yang telah
dilaksanakan.
“Bagaimana kalau seperti biasa, jam 10 dan ditempat sama?”
“Sampai besok ya pak.”
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Waham adalah gangguan isi pikir yang ditandai dengan keyakinan tentang
diri dan lingkungan yang menyimpang dan dipertahankan secara kuat,
Penyebab secara umum dari waham adalah gangguan konsep diri : harga diri
rendah, Akibat dari waham klien dapat mengalami kerusakan komunikasi
verbal yang ditandai dengan pikiran tidak realistic, flight of ideas.

B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini juga penulis menyadari bahwa dalam
pembuatan makalah masih terdapat banyak kesalahan, kekurangan serta
kejanggalan baik dalam penulisan maupun dalam pengonsepan materi. Untuk
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
kedepan lebih baik dan penulis berharap kepada semua pembaca mahasiswa
khususnya, untuk lebih ditingkatkan dalam pembuatan makalah yang akan
datang.
DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk. 2003 Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr


Amino Gondoutomo. Keliat Budi A.
Keliat, Anna Budi, dkk. 2007. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN
(Basic Care). Jakarta: EGC
Proses keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC. 1999
Tim Direktorat Keswa. 2000Standart asuhan keperawatan kesehatanberika jiwa.
Edisi 1. Bandung: RSJP.
Townsend M.C. . 1998. Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri;
pedoman untuk pembuatan rencana keperawatan. Jakarta: EGC.
Pelatihan asuhan keperawatan pada klien gangguan jiwa. 20 – 22 Novembr 2004.
Semarang.

Anda mungkin juga menyukai