Anda di halaman 1dari 44

1

BAB l

Pendahuluan

A. Latar belakang

Keperawatan jiwa adalah pelayanan keperawatan propesional

didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia

sepanjang siklus kehidupan dengan respons sosial yang maladaptif

yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan

menggunakan diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa (komunikasi

terapeutik dan terapi modalitas keperawatan kesehatan jiwa) melalui

pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah,

mempertahankan, dan memulihkan masalah kesehatan jiwa klien

(individu, keluarga, kelompok, dan komunitas). (UU Kes.Jiwa No 03

Thn 2013).

Skizofenia adalah suatu sindrom penyakit klinis yang paling

membingungkan dan melumpuhkan. Gangguan psikologis ini adalah

salah satu jenis gangguan yang paling berhubungan dengan

pandangan populer tentang gila atau sakit mental. Schizophrenia

juga sering kali menimbulkan rasa takut, kesalahpahaman, dan

penghukuman, bukan simpati atau perhatian. Skisofenia adalah

bentuk paling umum dari penyakit mental yang parah. Penyakit ini

adalah penyakit yang serius dan mengkhawatirkan yang ditandai

dengan penurunan atau ketidakmampuan berkomunikasi, gangguan

realitas (berupa halusinasi dan waham) gangguan kognitif (tidak


2

mampu berfikir abstrak) serta mengalami kesulitan untuk melakukan

aktifitas sehari-hari. (Temes 2011).

Gangguan jiwa skizofrenia merupakan penyakit neurologis

yang mempengaruhi persepsi, cara berpikir, bahasa, emosi dan

perilaku sosialnya Kesehatan jiwa merupakan kondisi jiwa seseorang

yang terus tumbuh dan berkembang dengan keselarasan dan tidak

mengalami stress yang berlebihan Skizofrenia adalah gangguan

mental yang di derita lebih dari 20 juta orang di dunia. (WHO 2018)

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang

melakukan risiko tindakan yang membahayakan secara fisik, baik

pada dirinya maupun orang lain, ditandai dengan mengamuk dan

gaduh gelisah yang tidak dapat rerkontrol (F & Hartono, 2011).

Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan lain antara lain;

menyerang atau menghindar, menyatakan secara asertif,

memberontak, dan perilaku kekerasan (Herman, 2011).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan prang melakukan

atau mencederai diri sendiri secara fisik maupun orang lain dan

lingkungan di sekitarnya. Menurut Penelitian ada dua faktor yang

mempengaruhi perilaku kekerasan yaitu faktot predisposisi yang

berkaitan dengan faktor psikologis, sosial, dan budaya. Faktor

Presitipasi dimana adadua faktor pemicu diantaranya faktor internal

dan eksternal. (Wahyuni D, 2009).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang

melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik


3

pasa dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan

aduh gelisah yang tidak terkontrol. (Kusmawati dan Hartato 2011).

Terapi yang dapat diterpkan untuk pasien ini adalah selain

memukul bantal, teknik tarik nafas dalam, latihan asertif atau

assertivenesess traning dapat diberikan untuk pasien risiko perilaku

kekerasan. Hasil yang didapatkan 13 orang klien risiko perilaku

kekerasan ini dengan terapi kognitif, token ekonomi, logo terapi,

psikedukasi, perilaku yang baik, peningkatan kemampuan mencari

pemecahan masalah dan perubahan pikiran menjadi positif, serta 10

orang klien berhasil pulang.

Penderita gangguan jiwa yang ada diseluruh dunia ini sudah

menjadi masalah serius dari dulu. Sebab di AS angka pasien

gangguan jiwa cukup tinggi hingga mencapai 1/100 penduduk atau

kurang lebih 300.000 pasien setiap tahunnya. Dari data Riskesdas

tahun 2013 menunjukan prevalensi gangguan mental emosional yang

ditunjukan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia

15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah

penduduk Indonesia. Di Provinsi Jawa Barat pasien gangguan jiwa

ringan hingga berat hingga mencapai angka 465.975 orang, naik

63% dari tahun 2012 dengan angka penderita 296.943 orang (Yosep,

2013).

Berdasarkan Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat,

Kementrian Kesehatan RI 6 Oktober 2016, berdasarkan data dari

World Health Organitation (WHO) 2016 terdapat sekitar 35 juta


4

orang terkena depresi, 60 juta orang terkena biopolar, 21 juta terkena

skizofrenia, serta 47,5 juta terkana dimensia. Dari data Riskesdas

tahun 2013 menunjukan prevalensi skizofrenia mencapai sekitar

400.000 orang atau sebanyak 1,7% per penduduk. Berdasarkan

Laporan Tahunan Pelayanan Kesehatan Jiwa periode Maret 2017

yang didapat dari Dinas Kesehatan Kota Sukabumi, skizofrenia di

Kota Sukabumi dengan 564 kasus atau 40,7%. Berdasarkan data dari

Rekam Medik RSUD R.Syamsudin, SH. di Ruang Kemuning Kota

Sukabumi tahun 2016.

Hasil Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018), data

gangguan jiwa cukup meningkat yaitu naik sekitar 1,7 sampai

dengan 7 per mil. Artinya per 1.000 rumah tangga terdapat 7 rumah

tangga yang memili ODGJ sehingga dapat disimpulkan terdapat

sekitar 450.000 orang yang menderita gangguan jiwa. Provinsi Bali

menduduki peringkat pertama dengan peresentase 11% dan

peringkat terakhir di tempati oleh Kepulauan Riau sekitar 3%.

Prevelensi Provinsi Bali adalah 2,3% dan paling terbanyak 6,5%.

(Riskesdas Bali, 2013). Berdasarkan data yang terdapat di Rumah

sakit Jiwa Provisi Bali setiap tahunnya pasien skizofrenia mengalami

perubahan pertahun. Tahun 2016 pasien skizofrenia adalah 11.563

orang, lalu di tahun berikutnya jumlah pasien sekitar 8.858 orang

dan tahun 2018 jumlah pasien sebanyak 7.647 orang.

Peran dan fungsi perawat menurut Berman et al (2016)

adalah sebagai pemberi asuhan, komunikator, pendidik, advokat


5

klien, konselor, agen pengubah, pemimpin, manajer, manajer kasus,

serta konsumen penelitian dan pengembangan karir keperawatan.

Berikut adalah pembahasan lebih lanjut mengenai peran perawat

menurut Berman et al (2016):

a. Perawat sebagai pemberi asuhan. Peran pemberi asuhan meliputi

tindakan mendampingi serta membantu klien dalam meningkatkan

dan memperbaiki mutu kesehatan diri melalui proses keperawatan.

Pemberian asuhan ini mencakup aspek biopsikososial hingga

spiritual pasien atau klien.

b. Perawat sebagai komunikator. Dalam perannya, perawat

mengomunikasikan informasi yang sebelumnya diproses melalui

identifikasi kepada klien atau pasien, baik secara tertulis atau lisan.

Kemampuan perawat dalam berkomunikasi dapat menunjang

tersampaikannya informasi secara jelas dan akurat

c. Perawat sebagai pendidik. Hal ini dimaksudkan perawat sebagai

pendidik dalam membantu klien atau pasien untuk mengenal

kesehatan dan prosedur asuhan kesehatan yang perlu mereka

lakukan, baik dengan tujuan untuk mencegah atau pun memulihkan.

d. Perawat sebagai advokat klien. Ketika menjalankan tugasnya,

perawat dapat mewakili pasien dalam menyampaikan harapan dan

kebutuhannya kepada profesi kesehatan lain. Selain itu perawat juga

dapat membantu klien dalam menjaga dan menegakkan hak-haknya,

salah satunya dalam pengambilan keputusan atas tindakan

keperawatan yang akan diberikan;


6

e. Perawat sebagai konselor. Konseling merupakan proses membantu

klien untuk mengenali dan menghadapi sebuah permasalahan dan

untuk meningkatkan perkembangan personal yang meliputi

pemberian dukungan emosi, intelektual, dan psikologis. Perawat

memberikan konsultasi terutama kepada klien untuk

mengembangkan sikap, perasaan, dan perilaku yang sesuai dengan

kondisinya atau perilaku alternatif lain;

f. Perawat sebagai agen perubahan. Perawat dikatakan sebagai agen

perubahan ketika turun langsung untuk membantu klien dalam

memperbaiki perilaku dan kondisi kesehatannya melalui asuhan

klinis yang dilakukan secara berkelanjutan;

g. Perawat sebagai pemimpin. Seorang pemimpin tentu memiliki

pengaruh yang besar terhadap suatu tim, baik untuk mengkordinir,

membimbing, atau pun bekerja sama demi mencapai suatu tujuan.

Peran pemimpin seorang perawat dapat diterapkan pada beberapa

tingkatan, seperti pada klien individu, keluarga, kelompok, kolega,

atau pun komunitas.

h. Perawat sebagai manajer. Maksudnya adalah perawat berperan

dalam mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan pemberian

asuhan keperawatan, baik secara individu, keluarga, atau pun

komunitas. Perawat manajer juga berperan dalam mengkordinir,

memantau, dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang dilakukan

oleh para staf dan perawat lainnya.


7

i. Perawat sebagai manajer kasus. Perawat bekerja dalam tim asuhan

kesehatan multidisiplin dalam mempertimbangkan, memantau, dan

mengevaluasi keberhasilan rencana pemecahan kasus yang ada.

Perawat manajer kasus memiliki ketentuan yang berbeda pada tiap

institusi atau lembaga. Ada yang menetapkan bahwa perawat

manajer kasus nantinya akan bekerja sama dengan staf perawat dan

tenaga yang diperlukan lainnya, dan ada pula yang menetapkan

bahwa perawat manajer kasus tidak lain adalah staf perawat itu

sendiri yang sedang memecahkan suatu kasus berdasarkan asuhan

keperawatan.

j. Perawat sebagai konsumen penelitian. Dengan hadirnya beragam

penelitian mengenai ilmu dan praktik kesehatan, perawat dapat

memanfaatkannya sebagai sarana dalam meningkatkan dan

memperbaiki pola asuhan klien secara aktual dan berkelanjutan

Perawat berperan dalam pengembangan karir keperawatan.

Seiring berkembangnya keilmuan dan ketetapan seputar

keperawatan, saat ini perawat dapat mewujudkan peran melalui karir

yang beragam. Seperti perawat praktisi, perawat spesialis, perawat

anestesi, perawat peneliti, hingga perawat pendidik yang pada tiap

peran tersebut tentu memiliki tanggung jawab dan cakupannya

masing-masing.

Dari latar belakang diatas, peneliti tertarik meneliti tentang

keefektifan pemberian rerapi assertivensess training atau melatih


8

secara verbal untuk mengatasi risiko perilaku kekeasan pada pasien

skizofrenia di UPTD RSJ Dinkes Provinsi Bali Tahun 2019.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah sebagaimana telah

disampaikan di atas, maka penyusun dapat merumuskan rumusan masalah

yaitu bagaimana konsep asuhan keperawatan pada Tn.R dengan perilaku

kekerasan akibat skizoprenia paranoid di RSJ provinsi jawa barat

C. Tujuan penelitian

Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, maka penyusun dapat

merumuskan tujuan yaitu sebagai berikut

1. Tujuan umum

Mampu melaksanakan asuhan keperawatan jiwa pada pasien

dengan “perilaku kekerasan akibat skizofrenia paranoid” secara

langsung dan komprehensif meliputi aspek bio, psiko, sosial dan

spiritual dengan pendekatan proses keperawatan.

2. Tujuan khusus

a. Mampu melakukan diagnosa asuhan keperawatan jiwa pada

Tn.R dengan gangguan persepsi sensori halusinasi

pendengaran akibat skizofrenia di RSJ provinsi jawa barat.


9

b. Mampu melakukan intervensi asuhan keperawtan jiwa pada

Tn.R dengan perilaku kekerasan akibat skizofrenia paranoid

di RSJ provinsi jawa barat.

c. Mampu melakukan implementasi asuhan keperawtan pada

Tn.R dengan perilaku kekerasan akibat skizofrenia paranoid

di RSJ provinsi jawa barat.

d. Mampu melakukan evaluasi asuhan keperawatan jiwa pada

Tn.R dengan peilaku kekerasan akibat skizofrenia paranoid di

provinsi jawa barat.

e. Mampu melakukan dokumentasi asuhan keperawatn jiwa

pada Tn.R dengan perilaku kekerasan akibat skizofrenia

paranoid di provinsi jawa barat.

D. Manfaat penelitian

1) Bagi penulis

Untuk menambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis

tentang asuhan keperawtan jiwa dengan masalahperilaku

kekerasan, karya tulis ilmiah ini di harapkan dapat menjadi salah

satu cara penulis mengaplikasikan ilmu yang di peroleh dalam

perkuliahan.

2) Bagi institusi pendidikan

Manfaat penulisan karya tulis ilmiah ini sebagai masukan dan

tambahan wancana pengetahuan, menambah wawasan bagi

mahasiswa diploma lll keperawatan yang berkaitan dengan

asuhan keperawatan jiwa pada pasien perilaku kekerasan.


10

3) Bagi pasien dan keluarga

Sebagai saran untuk memperoleh pengetahuan tentang perilaku

kekerasan beserta penatalaksanaanya.

4) Bagi rumah sakit

Hasil penulisan ini diharapkan dapat menjadi referensi di rumah

sakit mengenai asuhan keperawatan jiwa dengan perilaku

kekerasan.
11

BAB II

TIJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Perilaku Kekerasan

1. Definisi Perilaku Kekerasan

Perilaku kekerasan atau agresi adalah sikap atau

perilaku kasar atau kata-kata yang menggambarkan perilaku

amuk, permusuhan dan potensi untuk merusak secara fisik.

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang

melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik,

baik pada dirinya sendiri atau orang lain, disertai dengan

amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Kusumawati

dan Hartono, 2010 ).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana

seseorang melakukan risiko tindakan yang membahayakan

secara fisik, baik pada dirinya maupun orang lain, ditandai

dengan mengamuk dan gaduh gelisah yang tidak dapat

rerkontrol (F & Hartono, 2011).

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat

disimpulkan bahwa perilaku kekerasan adalah suatu tindakan

kekerasan atau kata-kata kasar yang menggambarkan

perilaku amuk, permusuhan dan potensi untuk merusak


12

secara fisik.maupun psikologis yang dapat membahayakan

diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

2. Tanda dan Gejala

Skizofrenia Secara general gejala serangan skizofrenia

dibagi menjadi 2 yaitu, gejala positif dan gejala negatif.

a. Gejala positif Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan

terlalu kuat dan otak tidak mampu menginterprestasikan dan

merespons pesan atau rangsangan yang datang. Klien

skizofrenia mungkin mendengar suara-suara atau melihat

sesuatu yang sebenarnya tidak ada, atau mengalami suatu

sensasi yang tidak biasa pada tubuhnya. Auditory

hallucinations, gejala yang biasanya timbul,yaitu klien

merasakan ada suara dari dalam dirinya. Kadang suara itu

dirasakan menyejukkan hati, member kedamaian, tapi

kadang suara itu menyuruhnya melakukan sesuatu yang

sangat berbahaya, seperti bunuh diri. Penyesatan pikiran

(delusi) adalah kepercayaan yang kuat dalam

menginterprestasikan sesuatu yang kadang berlawanan

dengan kenyataan. Misalnya pada penderita skizofrenia,

lampu trafik di jalan raya yang berwarnaa merah-kuning-

hijau, dianggap sebagai suatu isyarat dari luar aangkasa.

Beberapa penderita skizofrenia berubah menjadi seorang


13

paranoid. Mereka selalu merasa sedang diamat- amati,

diintai, atau hendak diserang. Kegagalan berpikir mengarah

kepada masalah dimana klien skizofrenia tidak mampu

memproses atau mengatur pikirannyaa membuat mereka

berbicara secara serampangan dan tidak bisa ditangkap scara

logika. Keidakmampuan dalam berpikir mengakibaatkan

ketidakmampuan mengendalikan emosi dan perasaan.

Hasilnya, kadang penderita skizofrenia tertawa atau berbicara

sendiri dengan keras tanpa memedulikan sekelilingnya.

b. Gejala negatif Klien skizofrenia kehilangan motivasi dan

apatis berarti kehilangan energi dan minat dalam hidup yang

membuat klien menjadi orang yang malas. Karena klien

skizofrenia hanya memiliki energi yang sedikit, mereka tidak

bisa melakukan hal-hal yang lain selain tidur dan makan.

Perasaan yang tumpul membuat emosi klien skizofrenia

menjadi datar. Klien skizofrenia tidak memiliki ekspresi baik

dari raut muka maupun gerakan tangannya,seakan-akan dia

tidak memiliki emosi apapun. Tapi ini tidak berarti bahwa

klien skizofrenia tidak bisa merasakan apapun. Mereka

mungkin bisa menerima pemberian dan perhatian orang lain,

tetapi tidak bisa mengekspresikan perasaan mereka.

(Yosep,2011).
14

3. Jenis-Jenis Perilaku Kekerasan

a. Irritable aggression

Merupakan tindak perilaku kekerasan akibat ekspresi

perasaan marah. Agresi ini dipicu oleh frustasi dan

terjadi karena sirkuit pendek pada proses penerimaan

dan memahami informasi dengan intensitas emosional

yang tinggi (directed againt an available target).

b. Instrumental agression

Suatu tindak kekerasan yang dipakai sebagai alat untuk

mencapai tujuan tertentu. Misalnya untuk mencapai

tujuan politik tertentu dilakukan tindak kekerasan secara

sengaja dan terencana.

c. Mass agression

Suatu tindak agresi yang dilakukan oleh massa sebagai

akibat kehilangan individualitas dari masing-masing

individu. Pada saat orang berkumpul terdapat

kecendrungan berkurangnya individualitas, bila ada

seseorang yang mempelopori tindak kekerasan maka

secara otomatis semua akan ikut melakukan kekerasan

yang dapat semakin meninggi karena saling

membangkitkan. Pihak yang menginisiasi tindak


15

kekerasan tersebut bisa saja melakukan agresi

instrumental (sebagai provokator) maupun agresi

permusuhan karena kemarahan tidak terkendali.

(Muhith,2015).

4. Rentang Respon

Menurut Yosep ( 2017 ) perilaku kekerasan dianggap

sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan (

panik ).

Respon adaptif Respon

maladaptif

Asertif frustasi pasif agresif

kekerasan

Bagan 2.1 Rentang Respon

Setiap orang mempunyai kapasitas berperilaku

asertif, pasif dan agresif sampai kekerasan. Dari gambar

tersebut dapat disimpulkan bahwa :

a. Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa

menyalahkan orang lain dan memberikan ketenangan.

b. Frustasi : individu gagal mencapai tujuan kepuasan

saat marah dan tidak dapat menemukan alternatif.


16

c. Pasif : indivi du tidak dapat mengungkapkan

perasaannya.

d. Agresif : perilaku yang menyertai marah terdapat

dorongan untuk menuntut tetapi masih terkontrol.

e. Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang

kuat serta hilangnya kontrol. Perilaku kekerasan

merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan

kemarahan yang dimanivestasikan dalam bentuk

fisik. Kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk

komunikasi dan proses penyampaian pesan dari

individu. Orang yang mengalami kemarahan

sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa ia

”tidak setuju, tersinggung, merasa tidak dianggap,

merasa tidak dituruti atau diremehkan.” Rentang

respon kemarahan individu dimulai dari respon

normal (asertif) sampai pada respon yang tidak

normal (maladaptif).

5. Patofisiologi

Stress, cemas, harga diri rendah dan bermasalah dapat

menimbulkan marah. Respon terharap marah dapat dapat di

ekspresikan secara eksternal maupun internal. Secara

eksternal ekspresi marah dapat berupa perilaku konstruktif

maupun destruktif.
17

Mengekspresikan rasa marah dengan perilaku

konstruktif dengan kata-kata yang dapat di mengerti dan di

terima tanpa menyakiti hati orang lain. Selain akan

memberikan rasa lega, ketegangan pun akan menurun dan

akhirnya perasaan marah dapat teratasi.

Rasa marah yang di ekspresikan secara deduktif,

misalnya dengan perilaku agresif dan menantang biasanya

cara tersebut justru menjadikan masalah berkepanjangan dan

dapat menimbulkan amuk yang di tunjukan pada diri sendiri,

orang lain, dan lingkungan.

Perilaku yang submisif seperti menekan perasaan

marah karena merasa tidak kuat, individu, akan berpura-pura

tidak marah atau melarikan diri dari rasa marahnya, sehingga

rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikian akan

menimbulkan rasa bermusuhan yang lama, dan pada suatu

saat dapat menimbulkan kemarahan yang deskrutif yang di

ajukan pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungannya.

(Yosep,20011).

6. Pohon Masalah

Bagan 2.2 Pohon masalah (sumber : Yosep,2011)

Resiko tinggi
mencederai orang lain

Perubahan
Prilaku kekerasan persepsi sensori
halusinasi

Inefektif proses Gangguan harga Isolasi sosial


18

7. Penatalaksanaan

a. Medis Menurut Stuart obat-obatan yang biasa diberikan

pada pasien dengan marah atau perilaku kekerasan adalah

1) Antianxiety dan sedative hipnotics. Obat-obatan ini

dapat mengendalikan agitasi yang akut.

Benzodiazepine seperti Lorazepam dan Clonazepam,

sering digunakan dalam kedaruratan psikiatrik untuk

menenangkan perlawanan klien. Tapi obat ini tidak

direkomendasikan untuk penggunaan dalam waktu

lama karena dapat menyebabkan kebingungan dan

ketergantungan, juga bisa memperburuk simptom

depresi.

2) Buspirone obat antianxiety, efektif dalam

mengendalikan perilaku kekerasan yang berkaitan

dengan kecemasan dan depresi

3) Antidepressants, penggunaan obat ini mampu

mengontrol impulsif dan perilaku agresif klien yang

berkaitan dengan perubahan mood. Amitriptyline

dan Trazodone, menghilangkan agresifitas yang


19

berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan

mental organik.

4) Lithium efektif untuk agresif karena manik.

5) Antipsychotic dipergunakan untuk perawatan

perilaku kekerasan. (Yosep, 2011 )

b. Keperawatan

Menurut Stuart perawat dapat

mengimplementasikan berbagai cara untuk mencegah

dan mengelola perilaku agresif melaui rentang

intervensi keperawatan.

1) Strategi preventif

a) Kesadaran diri Perawat harus terus menerus

meningkatkan kesadaran dirinya dan melakukan

supervisi dengan memisahkan antara masalah

pribadi dan masalah klien.

b) Pendidikan klien

Pendidikan yang diberikan mengenai cara

berkomunikasi dan cara mengekspresikan marah

yang tepat.

c) Latihan asertif Kemampuan dasar interpersonal

yang harus dimiliki meliputi :

- Berkomunikasi secara langsung dengan

setiap orang.
20

- Mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak

beralasan.

- Sanggup melakukan komplain.

- Mengekspresikan penghargaan dengan tepat

2) Strategi antisipatif

a) Komunikasi Strategi berkomunikasi dengan

klien perilaku agresif : Bersikap tenang,

bicara lembut, bicara tidak dengan cara

mengahakimi, bicara netral dan dengan cara

konkrit, tunjukkan rasa hormat, hindari

intensitas kontak mata langsung,

demonstrasikan cara mengontrol situasi,

fasilitasi pembicaraan klien dan dengarkan

klien, jangan terburu-buru

menginterpretasikan dan jangan buat janji

yang tidak bisa ditepati.

b) Perubahan lingkungan Unit perawatan

sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas

seperti : membaca, grup program yang dapat

mengurangi perilaku klien yang tidak sesuai

dan meningkatkan adaptasi sosialnya.

c) Tindakan perilaku

Pada dasarnya membuat kontrak

dengan klien mengenai perilaku yang dapat


21

diterina dan tidak dapat diterima serta

konsekuensi yang didapat bila kontrak

dilanggar.

3) Strategi pengurungan

a) Managemen krisis

b) Seclusion merupakan tindakan keperawatan

yang terakhir dengan menempatkan klien

dalam suatu ruangan dimana klien tidak

dapat keluar atas kemauannya sendiri dan

dipisahkan dengan pasien lain.

c) Restrains adalah pengekangan fisik dengan

menggunakan alat manual untuk membatasi

gerakan fisik pasien menggunakan manset,

sprei pengekang (Yosep, 2011 ).

8. Data focus

Data subyektif :

a. Klien mengancam

b. Klien mengumpat dengan kata-kata kasar

c. Klien mengatakan dendam dan jengkel

d. Klien mengatakan ingin berkelahi

e. Klien menyalahkan dan menuntut

f. Klien meremehkan

Data objektif :
22

a. Mata melotot

b. Tangan mengepal

c. Rahang mengatup

d. Wajah memerah dan tegang

e. Postur tubuh kaku

f. Suara keras.

B. Konsep Dasar Skizofrenia

1. Definisi Skizofrenia

Skizofrenia merupakan gangguan psikotik (kegilaan)

dengan gangguan dasar kepribadian, distorsi khas proses

pikir, kadang-kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya

sedang dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya,

waham yang kadang-kadang aneh, gangguan persepsi,

efek abnormal yang tidak perpadu dengan situasi

biasanya. (Ayub,2011).

Skizofrenia merupakan sindrom dengan variasi

penyebab dan perjalanan penyakit yang luas serta

sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan

pengaruh genetik, fisik dan social budaya.

(Muslim,2013).

2. Tanda Gejala Skrizofrenia

Gejala-gejala skrizofrenia adalah sebagai berikut:

a. Gejala positif
23

1) Waham : keyakinan yang salah, tidak

sesuai dengan kenyataan,

dipertahankan dan disampaikan

berulang-ulang (waham kejar, waham

curiga, waham kebesaran).

2) Halusinasi : gangguan penerimaan

pencaindra tanpa stimulus eksternal

(halusinasi pendengaran, penglihatan,

pengecapan, penciuman, dan

perabaan).

3) Perubahan arus parkir :

a) Arus pikir terputus: dalam

pmbicaraan tiba-tiba tidak

dapat melanjutkan isi

pembicaraan.

b) Inkoheren: berbicara tiak

selaras dengan lawan bicara

(bicara kacau).

c) Neologisme: menggunakan

kata-kata yang hanya

dimengerti oleh diri sendiri,

tetapi tidak dimengerti oleh

orang lain.

4) Perubahan perilaku
24

a) Hiperaktif : perilaku motoric

yang berlebihan

b) Agitasi : perilaku yang

menunjukkan kegelisahan

c) Iritabilitas : mudah

tersinggung. (Keliat,2011).

b. Gejala negatif

Gejala-gejala negatif yang diperlihatkan pada

penderita skizofrenia adalah sebagai berikut:

1) Pendataran afaktif (ekspresi afaktif

atau hidup emosi) merupakan

ekspresi perasaan yang tampil sesaat

dari perasaan sesorang pada waktu

pemeriksaan dan merupakan

penyelarasan yang langsung dari pada

hidup mental dan instingual, penderita

skozifrenia respon emosional yang

tidak sesuai, alam perasaan yang datar

tanpa ekspresi serta tidak serasi,

maupun afek klien dangkal.

(Ibrahim,2011).

2) Sikap masa bodo

3) Pembicaraan berhenti tiba-tiba

4) Menarik diri dari pergaulan social


25

5) Menurunnya kinerja atau aktifitas

sosial sehari-hari. (Keliat,2011).

3. Klasifikasi Skizofrenia

C. Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa

1. Pengkajian

a. Identitas

1) Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan

kontrak dengan klien tentang: nama perawat, nama klien,

tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang akan

dibicarakan.

2) Usia dan No.Rekam Medik

b. Alasan masuk

Biasanya alasan masuk utama pasien untuk masuk ke rumah

sakit yaitu pasien sering mengungkapkan kalimat yang bernada

ancaman, kata-kata kasar, ungkapan ingin memukul serta

memecahkan perabotan rumah tangga. Pada saat berbicara

wajah pasien terlihat memerah dan tegang, pandangan mata

tajam, mengatupkan rahang dengan kuat, mengepalkan tangan.

c. Faktor Predisposisi
26

Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan sebelumnya pernah

mendapat perawatan di rumah sakit. Pengobatan yang dilakukan

masih meninggalkan gejala sisa, sehingga pasien kurang dapat

beradaptasi dengan lingkungannya. Biasanya gejala yang timbul

berupa penganiayaan fisik, kekerasan di dalam keluarga atau

lingkungan, tindakan kriminal yang pernah disaksikan, dialami

ataupun melakukan kekerasan tersebut.

d. Pemeriksaan Fisik

Biasanya saat melalukan pemeriksaan tanda-tanda vital

didapatkan hasil tekanan darah meningkat, nadi cepat,

pernafasan akan cepat ketika pasien marah, mata melotot,

pandangan mata tajam, otot tegang, suara tinggi, nada yang

mengancam, kasar dan kata-kata kotor, tangan mengepal,

rahang mengantup serta postur tubuh yang kaku.

e. Psikososial

1) Genogram

Biasanya menggambarkan tentang garis keturunan

keluarga pasien, apakah keluarga ada yang mengalami

gangguan jiwa seperti yang dialami oleh pasien.

2) Konsep diri

a) Citra tubuh

Biasanya tidak ada keluhan mengenai presepsi

pasien terhadap tubuhnya, seperti bagian tubuh

yang tidak disukai.


27

b) Identitas diri

Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan

merupakan anggota dari masyarakat dan

keluarga.

c) Peran diri

Biasanya pasien kurang dapat melalukan peran

dan tugasnya dengan baik sebagai anggota

keluarga dalam masyarakat.

d) Ideal diri

Biasanya pasien ingin diperlakukan dengan baik

oleh keluarga ataupun masyarakat sehingga

pasien dapat melalukan perannya sebagai

anggota keluarga atau anggota masyarakat

dengan baik.

e) Harga diri

Biasanya pasien memliki hubungan yang

kurang baik dengan orang lain sehingga pasien

merasa dikucilkan di lingkungan sekitarnya.

f. Hubungan sosial

Biasanya pasien dekat dengan ibunya. Karena

pasien sering bicara kasar, marah-marah,

melempar atau memukul orang lain, sehingga

pasien tidak pernah berhubungan dengan

tetangga.
28

g. Spiritual

1) Nilai keyakinan

Biasanya pasien meyakini agama yang

dianutnya dengan melakukan ibadah sesuai

dengan keyakinannya.

2) Kegiatan ibadah

Biasanya pasien kurang (jarang)

melakukan ibadah sesuai dengan

keyakinannya.

h. Status mental

Penampilan, biasanya pasien berpenampilan

kurang rapi, rambut acakan-acakan, mulut dan

gigi kotor, badan pasin bau.

i. Pembicaraan

Biasanya pasien berbicara cepat dengan rasa

marah, nada tinggi, dan berteriak (menggebu-

gebu).

j. Aktivitas motorik

Biasanya pasien terlihat gelisah, berjalan mondar-

mandir dengan tangan yang mengepal dan graham

yang mengatup, mata yang merah dan melotot.

k. Alam perasaan

Pasien merasakan sedih, putus asa, gembira yang

berlebihan.
29

l. Afek

Pasien mengalami perubahan roman muka jika

diberikan stimulus yang menyenangkan.

m. Interaksi selama wawancara

Pasien memperlihatkan perilaku yang tidak

komperaktif, bermusuhan, serta mudah

tersinggunng, kontak mata yang tajam, serta

pandangan yang melotot.

n. Persefsi

Pasien mendengar, melihat, meraba, mengecap

sesuatu yang tidak nyata.

o. Proses atau Arus Pikir

Pasien berbicara tak terhenti tiba-tiba karena

emosi yang meningkat tanpa gangguan eksternal

kemudian dilanjutkan kembali.

p. Isi Pikir

Biasanya pasien memliki phobia atau ketakutan

patologis.

q. Tingkat Kesadaran

Tingkat kesadarannya stupor dengan gangguan

motorik seperti kekakuan, gerakan diulang-ulang.

r. Memori

Memiliki memori yang konfabulasi yaitu berbicar

tidak sesuai kenyataan.


30

s. Tingkat konsentrasi dan berhitung

Tidak mampu berkonsentrasi, slalu meminta agar

pernyataan diulang atau dijelaskan kembali.

t. Kemampuan penilaian

Memiliki kemampuan yang baik, seperti disuruh

memilih makan dan mandi, pasien memilih mandi

terlebih dahulu.

u. Daya titik diri

Pasien menyadri bahwa ia berada dalam masa

pengobatan untuk mengendalikan emosinya yang

lebil.

2. Diagnosa Keperawatan pada perilaku kekerasan

a. Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri

b. Resiko perilaku kekerasan pada orang lain dan

lingkungan

c. Gangguan rasa nyaman dan Perlindungan

3. Intervensi Keperawatan

a. Table 2.3 Intervensi (Sumber: NANDA Internasional

2015-2017)

N Dx Noc Nic

O
1 Resiko Noc NIC

perilaku Self mutilation Behavior

kekerasan Impuls Self Control Management : Self


31

pada diri Kriteria Hasil : Harm

sendiri a. Dapat menahan diri a. Bantuan kontrol

mencederai diri marah

sendiri b. Bantu klien

b. Intervensi awal untuk mengidentifikasi

mencegah respon waktu dan situasi

agresif diperintahkan yang memicu

c. Halusinasi perilaku kekerasan

d. Pasien, dapat c. Diskusikan

mengartikan sentuhan Bersama

sebagai ancaman d. klien pangaruh

e. Mencegah negatif perilaku

kemungkinan cedera kekerasan terhadap

pasien atau orang lain dirinya, orang lain

karena adanya dan lingkungan

perintah dan e. Jelaskan pada klien

halusinasi cara mengeluarkan

f. Perawat harus jujur energi marah atau

pada pasien sehingga perilaku kekerasan

pasien menyadari secara adaptif dan

suara itu tidak ada konstruktif :

g. Keterlibatan pasien 1) Kegiatan fisik :

dalam kegiatan olah raga,

interpersonal, akan membersikan


32

menolong klien rumah,

kembali dalam relaksasi

realitas f. Jelaskan pada klien

manfaat minum

obat

g. Berikan

reinforcement

untuk egresi marah

yang tepat

2. Resiko NOC NIC

perilaku Abuse Protektion Behavior

kekerasan Impulse self control Management

pada orang Kriteria Hasil : a. Tahan mengontrol

lain dan a. Dapat pasien

lingkungan mengidentifikasi bertanggung

Factor yang jawab atas / nya

menyebabkanperilaku perilakunya

kekerasan b. Komunikasikan

b. Dapat tentang harapan

mengidentifikasi bahwa pasien

cara alternative akan

untuk mengatasi mempertahankan

masalah kontrolkondisinya

c. Dapat c. Konsultasikan
33

mengidentifikasi dengan keluarga

system pendukung untuk menetapkan

dikomunitas data dasar

d. Tidak menganiaya kognitif pasien

orang lain secara d. Tetapkan batas

fisik, emosi atau dengan pasien

seksual e. Menahan diri dan

e. Dapat menahan diri berdebat atau

dari menghancurkan tawarmenawar

barang-barang milik mengenai batas

orang lain yang ditetapkan

f. Dapat dengan pasien

mengidentifikasi f. Menetapkan

kapan marah, rutinitas

frustasi atau merasa

agresif
Gangguan NOC NIC

rasa nyaman Kriteria Hasil : (penurunan

dan a. Mampu mengontrol kecemasan)

Perlindunga kecemasan a. Gunakan

n b. Status lingkungan pendekatan yang

yang nyaman menenangkan

c. Mengontrol nyeri b. Nyatakan dengan

d. Kualitas tidur dan jelas harapan

istirahat adekuat terhadap pelaku


34

e. Agresi pengendalian pasien

diri c. Jelaskan semua

f. Respon terhadap prosedur dan apa

pengobatan yang dirasakan

g. Control gejala selama prosedur

h. Status kenyamanan d. Pahami prespektif

meningkat pasien terhadap

i. Dapat mengontrol situasi stress

ketakutan e. Temani pasien

j. Support social untuk

k. Keinginan untuk memberikan

hidup keamanan dan

mengurangi takut

f. Dorong keluarga

untuk menemani

anak

g. Lakukan

back/neck rub

h. Dengarkan

dengan penuh

perhatian

i. Identifikasi

tingkat

kecemasan
35

j. Bantu pasien

mengenal situasi

yangmenimbulka

n kecemasan

k. Dorong pasien

untuk

mengungkapkan

perasaan,

ketakutan,

persepsi.

b. Strategi pelaksanaan perilaku kekerasan

Strategi Pelaksanaan 1 (SP 1) untuk klien

1) Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan

2) Mengudentifikasi tanda dan gejala perilaku

kekerasan

3) Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang

dilakukan

4) Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan

5) Menyebutkan cara mengontrol prtilaku

kekerasan

6) Membantu klien mempraktekan perilaku

kekerasan
36

7) Menganjurkan klien memasukkan dalam

jadwal kegiatan harian

Strategi Pelaksanaan 2 (SP 2) untuk klien

1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian

2) Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan

cara fisik

3) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal

kegiatan harian.

Strategi Pelaksanaan 3 (SP 3) untuk klien

1) Mengevaluasi jadwal harin kegiatan klien

2) Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara

verbal

3) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian.

Strategi Pelaksanaan 4 (SP 4) untuk klien

1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien

2) Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan

cara spiritual

3) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal

kegiatan harian

Strategi Pelaksanaan 5 (SP 5) untuk klien

1) Mengevaluasi jadwal harin kegiatan klien

2) Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan

cara minum obat


37

3) Menganjurkan klien memasukkan jadwal minum obat

Strategi Pelaksanaan 1 (SP 1) untuk keluarga

1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam

merawat klien

2) Menjelaskan pengertian, tanda da gejala perilaku

kekerasan yang dialami klien beserta proses terjadinya

3) Menjeskan cara-cara merawat klien perilaku kekerasan

Strategi Pelaksanaan 2 (SP 2) untuk keluarga

1) Melatih keluarga mempraktikan cara merawat klien

perilaku kekerasan

2) Melatih keluarga melakukan cara merawat klien

perilaku kekerasan

Strategi Pelaksanaan 3 (SP 3) untuk keluarga

1) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah

termasuk minum obat

2) Menjelaskan follow up klien setelah pulang.


38

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Desain penelitian

Desain penelitian ini menggunakan metode penelitian

deskriptif yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama

untuk mendeskripsikan (memaparkan) peristiwa-peristiwa penting

yang terjadi pada masa kini (Nursalam, 2013).

Jenis desain penelitian ini adalah studi kasus yaitu suatu

metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk

membuat gambaran atau seskripsi tentang suatu keadaan atau area

populasi tertentu yang bersifat actual secara objektif, sistematis dan

akurat dari unit tunggal. Unit tunggal disini dapat berarti satu orang,

sekelompok penduduk yang terkena suatu masalah, sekelompok

masyarakat di suatu daerah. Unit yang menjadi kasus tersebut secara

mendalam dianalisis baik dari segi yang berhubungan dengan

keadaan kasus itu sendiri, faktor-faktor yang mempengaruhi,


39

kejadian-kejadian khusus yang muncul sehubungan dengan kasus,

maupun tindakan dan reaksi kasus terhadap suatu perlakuan atau

pemaparan tertentu. Meskipun di dalam studi kasus ini yang diteliti

hanya berbentuk unit tunggal, namun dianalisis secara mendalam

(Notoatmodjo, 2012).

Desain penelitian ini adalah studi yang mengeksplorasi

masalah asuhan keperawatan jiwa dengan gangguan perilaku

kekerasan akibat skizofenia pasien di observasi selama 7 hari.

B. Lokasi dan Waktu Studi Kasus

1. Lokasi penelitian

Penelitian ini akan di lakukan di wilayah rumah sakit jiwa

provinsi jawa barat.

2. Waktu penelitian

Kegiatan penelitian ini akan dilakukan pada bulan ......

tahun ..... selama 1 minggu (dengan kunjungan 4x dalam

seminggu).

C. Metodologi Penelitian

Peneltian menggunakan satu pasien dibandingkan dengan

hasil asuhan keperawatan dengan masalah yang sama yang

bersumber dari jurnal asuhan keperawatan.

D. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini,penelitian mengambil kasus pada pasien

dengan diagnosa gangguan perilaku kekerasan.

E. Pengumpulan data
40

Sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan

cara melakukan pengkajian terhadap responden. Sedangkan data

sekunder yang berhubungan dengan penelitian ini diperoleh dari

status pasien dan rekam medik RSJ Provinsi Sulawesi Tenggara.

1. Wawancara Yaitu metode yang digunakan untuk

mengumpulkan data dimana penelitian mendapatkan keterangan

atau penelitian secara lisan dari seseorang responden atau

sasaran peneliti atau bercakap-cakap berhadapan muka dengan

orang tersebut (face to face) (Notoatmodjo, 2012). Pada kasus

ini wawancara dilakukan pada perawat dan keluarga pasien.

2. Observasi Adalah suatu prosedur yang terencana antara lain

meliputi: melihat, mencatat jumlah data, syarat aktivitas tertentu

yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti

(Notoatmodjo, 2012).

3. Studi dokumentasi

Studi dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan

data dari Rumah Sakit dan rekam medis pasien. / Dari

Puskesmas Peneliti pun melakukan studi kepustakaan yang

dapat dipelajari dari sumber-sumber buku yang relevan dan

jurnal, yang mana bisa mempermudah peneliti dalam

memvalidasi penelitian.

F. Analisa data
41

Analisa data adalah pengelolaan dan penganalisaan data dengan

teknik-teknik tertentu. Adapun urutan dalam analisis adalah :

1. Pengumpulan data

Pengelolaan data diambil dari hasil wawancara, observasi,

dan dokumentasi yang dilakukan kepada pasien. Pada

wawancara ini, hal yang ditanyakan pada pasien meliputi

identitas, keluhan, riwayat penyakit dan lain-lain. Pada saat

diobservasi, peneliti melihat dan melakukan pemeriksaan

fisik untuk mengetahui sesuatu yang normal maupun

abnormal dari sistem tubuh terkait dengan keluhan pasien,

kemudian di dokumentasikan ke dalam lembar asuhan

keperawatan.

2. Mereduksi data dengan membuat koding dan kategori.

studi kasus ini tidak perlu dilakukan pengkodingan, karena

hanya meneliti satu kasus saja pada pasien.

3. Penyajian data

Dalam studi kasus ini data disajikan dalam bentuk teks

(tekstular). Penyajian secara tekstular biasanya digunakan

untuk penelitian atau data kualitatif. Penyajian cara tekstular

adalah penyajian data hasil penelitian dalam bentuk uraian

kalimat. (Notoatmodjo,2012).

1. Kesimpulan

Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan

dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan


42

secara teoritis dengan perilaku kesehatan. Penarikan

kesimpulan dilakukan dengan metode induksi.

G. Etika Studi Kasus

Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya

rekomendasi pihak institusi atas pihak lain dengan mengajukan

permohonan izin kepada instansi tempat penelitian dalam hal ini

pihak Rumah Sakit Ismoyo Kota Kendari. Setelah mendapat

persetujuan, barulah dilakukan penelitian dengan menekankan

masalah etika penelitian yang meliputi :

1. Lembar persetujuan (Informed concent) Lembar persetujuan

diberikan kepada responden yang akan diteliti dan disertai judul

penelitian dan manfaat penelitian, bila subjek menolak maka

peneliti tidak akan memaksakan kehendak dan tetap

menghormati hak-hak subjek.

2. Tanpa nama (Anonimity) Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti

tidak akan mencantumkan nama responden pada kuesioner,

tetapi pada kuesioner tersebut diberikan kode responden.

3. Kerahasiaan (Confidentiality) Kerahasiaan informasi responden

dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu saja

yang dilaporkan sebagai hasil penelitian (Nursalam, 2013).


43

Daftar Pustaka

F. Hartono. (2011). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:

Salemba Medika

Kusumawati, dan Hartato. (2011). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.

Jakarta: Salemba Medika z

NANDA Internasional (2015 - 2017). Perencanaan Keperawatan

Nursalam. (2013). Konsep Penerapan Metode Penelitian Ilmu

Keperawatan. Jakarta:

Salemba Medika

Notoatmodjo, Soekidjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta:

PT. Rhineka Cipta Jakarta.

Yosep, (2011). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Bandung:


44

PT Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai