Anda di halaman 1dari 13

i

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Beberapa negara maju memiliki empat masalah kesehatan utama salah satunya kesehatan
jiwa. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan
kematian secara langsung, namun gangguan tersebut dapat menimbulkan ketidakmampuan
individu dalam berperilaku yang dapat menghambat pembangunan karena mereka tidak
produktif.
Praktik interdisiplin atau kolaborasi interprofesional adalah kerjasama kemitraan dalam
tim kesehatan yang melibatkan antar profesi kesehatan dan pasien, melalui koordinasi dan
kolaborasi untuk pengambilan keputusan bersama seputar masalah kesehatan. Pendekatan
interdisiplin sangat bermanfaat untuk menjembatani tumpang tindihnya peran para praktisi
kesehatan dalam menyelesaikan masalah pasien (Bigley, 2006).
Tim pelayanan interdisiplin diperlukan untuk menyelesaikan masalah pasien yang
kompleks, meningkatkan efisiensi dan juga kontinuitas asuhan pasien. Proses kerja sama
interdisiplin dapat mengurangi duplikasi dan meningkatkan kualitas asuhan pasien, melalui
tugas dan tanggung jawab serta ketrampilannya secara komplementer.Literature
mengidentifikasi 70 –80% kesalahan dalam pelayanan kesehatan disebabkan oleh buruknya
komunikasi dan pemahaman didalam tim, kerjasama tim yang baik dapat membantu
mengurangi masalah patient safety (WHO, 2009).
Pelayanan kesehatan jiwa yang komperehensif yaitu pelayanan yang difokuskan pada
pelayanan kesehatan jiwa primer,sekunder dan tersier. Dan pelayanan kesehatan jiwa yang
holistic yaitu pelayanan yang difokuskan pada aspek bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual
dengan perawatan mandiri individu dan keluarga. Pelayanan kesehatan berperan penting
untuk menjalankan konsep kesehatan jiwa masyarakat. Yang bertujuan untuk
mempertahankan dan meningkatkan kemampuan klien dalam memelihara kesehatan
jiwanya..
Selama ini ada kesalahan dalam menerapkan pelayanan kesehatan jiwa, dimana pelayanan
kesehatan jiwa hanya berbasis di Rumah Sakit, sehingga orang yang datan hanya yang
mengalami gangguan jiwa berat, seetelah sembuh mereka pulang dan akan datang lagi jika
1
terserang lagi. WHO menyarankan agar penanganan kesehatan jiwa lebih dtekankan atau
berbasis pada Masyarakat (Community Based), sehingga masyarakat diharapkan mampu
menangani kasus gangguan jiwa yang ringan, dan hanya yang berat ang dilayani oleh Rumah
Sakit Jiwa (Moersalin, 2009).

B. Rumusan Masalah
Bagaimana peran perawat jiwa dan kolaborasi interdisiplin dalam kesehatan dan
keperawatan jiwa?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu peran perawat
2. Untuk mengetahui peran perawat jiwa
3. Untuk mengetahui kolaborasi interdisiplin dalam kesehatan jiwa

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Peran Perawat Jiwa


Peran keperawatan jiwa profesional berkembang secara kompleks dari elemen historis
aslinya. Peran tersebut kini mencakup dimensi kompentensi klinis, advokasi pasien keluarga,
tanggung jawab fiskal, olaborasi antardisiplin, akuntabilitas sosial, dan parameter legal-etik.
Peran perawat kesehatan jiwa mempunyai peran yang bervariasi dan spesifik. Aspek dari
peran tersebut meliputi kemandirian dan kolaborasi diantaranya adalah yang pertama yaitu
sebagai pelaksana asuhan keperawatan, yaitu perawat memberikan pelayanan dan asuhan
keperawatan jiwa kepada individu, keluarga dan komunitas.
Dalam menjalankan perannya, perawat menggunakan konsep perilaku manusia,
perkembangan kepribadian dan konsep kesehatan jiwa serta gangguan jiwa dalam
melaksanakan asuhan keperawatan kepada individu, keluarga dan komunitas. Perawat
melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif melalui pendekatan proses
keperawatan jiwa, yaitu pengkajian, penetapan diagnosis keperawatan, perencanaan tindakan
keperawatan, dan melaksanakan tindakan keperawatan serta evaluasi terhadap tindakan
tersebut. Menurut Rahman (2016), peran perawat jiwa diantaranya :
1. Peran perawat kesehatan jiwa dalam pelaksanaan program
Perawat kesehatan jiwa memiliki peran sebagai pemberi asuhan keperawatan
secara langsung. Peran yang pertama adalah memberikan tindakan keperawatan pada
keluarga dan penderita. Perawat kesehatan jiwa menyatakan pernah memberikan tindakan
keperawatan kepada keluarga dan penderita. Namun, tindakan ke- perawatan yang
diberikan tidak setiap hari atau bersifat situasional tergantung pada keluhan pen-derita
pada saat dikunjungi. Contoh tindakan keperawatan yang dilakukan perawat adalah
mengajak keluarga untuk memandikan penderita, mengajarkan penderita cara menangani
halusinasi, mengarahkan keluarga agar tidak membiarkan penderita sendirian,
memberikan penderita kesibukan serta memberikan arahan kepada keluarga untuk
memberikan obat secara teratur kepada penderita.
2. Peran perawat jiwa sebagai pendidik

3
Sebagai pendidik, peran perawat yang pertama adalah dengan memberikan
pendidikan kesehatan jiwa kepada keluarga. Berdasarkan hasil FGD, perawat kesehatan
jiwa memberikan pendidikan kesehatan jiwa kepada keluarga seperti menyarankan
keluarga agar memperlakukan penderita dengan baik, mengarahkan keluarga untuk
memenuhi kebutuhan dasar penderita, misalnya mandi, makan, mengajak penderita untuk
berkomunikasi, mengajak penderita bersosialisasi ke lingkungan sekitar penderita,
mengajak penderita untuk berkomunikasi, atau memberikan kesibukan pada penderita.
Selain itu, perawat menyarankan kepada keluarga agar memanfaatkan puskesmas sebagai
tempat untuk rawat jalan, serta memfasilitasi penderita untuk memiliki kartu BPJS guna
mendapatkan pengobatan dan melakukan kontrol setelah keluar dari rumah sakit.
3. Peran perawat sebagai koordinator kegiatan.
Sebagai koordinator kegiatan, perawat berperan dalam memetakan kasus pasung.
Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa perawat kesehatan jiwa melakukan
koordinasi dengan kader kesehatan untuk menemukan kasus baru dan kemudian
melakukan pemetaan lokasi penderita pasung.

B. Pelayanan dan Kolaborasi Interdisiplin Keperawatan Jiwa


Pelayanan dan kolaborasi interdisiplin keperawatan jiwa merupakan pelayanan kesehatan
yang dilakukan oleh sekolompok tim kesehatan profesional (perawat, dokter, tim kesehatan
lainnya maupun pasien dan keluarga pasien sakit jiwa) yang mempunyai hubungan yang
jelas, dengan tujuan menentukan diagnosa, tindakan-tindakan medis, dorongan moral dan
kepedulian khususnya kepada pasien sakit jiwa. Pelayanan akan berfungsi baik jika terjadi
adanya konstribusi dari anggota tim dalam memberikan pelayanan kesehatan terbaik kepada
pasien sakit jiwa. Anggota tim kesehatan meliputi : pasien, perawat, dokter, fisioterapi,
pekerja sosial, ahli gizi, manager, dan apoteker. Oleh karena itu tim kolaborasi interdisiplin
hendaknya memiliki komunikasi yang efektif, bertanggung jawab dan saling menghargai
antar sesama anggota tim.
Secara integral, pasien adalah anggota tim yang penting. Partisipasi pasien dalam
pengambilan keputusan akan menambah kemungkinan suatu rencana menjadi efektif.
Tercapainya tujuan kesehatan pasien yang optimal hanya dapat dicapai jika pasien sebagai
pusat anggota tim. Karena dalam hal ini pasien sakit jiwa tidak dapat berpikir dengan nalar

4
dan pikiran yang rasional, maka keluarga pasienlah yang dapat dijadikan pusat dari anggota
tim. Disana anggota tim dapat berkolaborasi dalam menentukan tindakan-tindakan yang telah
ditentukan. Apabila pasien sakit jiwa tidak memiliki keluarga terdekat, maka disinilah peran
perawat dibutuhkan sebagai pusat anggota tim. Karena perawatlah yang paling sering
berkomunikasi dan kontak langsung dengan pasien sakit jiwa. Perawat berada disamping
pasien selam 24 jam sehingga perawatlah yang mengetahui semua masalah pasien dan
banyak kesempatan untuk memberikan pelayanan yang baik dengan tim yang baik.
Perawat adalah anggota membawa persfektif yang unik dalam interdisiplin tim. Perawat
memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktek
profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai penghubung penting antara pasien dan
pemberi pelayanan kesehatan. Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati
dan mencegah penyakit. Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan seperti
pemberian obat dan pembedahan. Mereka sering berkonsultasi dengan anggota tim lainnya
sebagaimana membuat referal pemberian pengobatan.

C. Elemen Penting Dalam Mencapai Kolaborasi Interdisiplin Efektif


Kolaborasi menyatakan bahwa anggota tim kesehatan harus bekerja dengan kompak
dalam mencapai tujuan. Elemen penting untuk mencapai kolaborasi interdisiplin yang efektif
meliputi kerjasama, asertifitas, tanggung jawab, komunikasi, kewenangan dan kordinasi
seperti skema di bawah ini. Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum,
konstribusi praktisi profesional, kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan
kepada pasien. Kolegalitas menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan profesional
untuk masalah-masalah dalam team dari pada menyalahkan seseorang atau atau menghindari
tangung jawab.
Hensen menyarankan konsep dengan arti yang sama : mutualitas dimana dia mengartikan
sebagai suatu hubungan yang memfasilitasi suatu proses dinamis antara orang-orang ditandai
oleh keinginan maju untuk mencapai tujuan dan kepuasan setiap anggota. Kepercayaan
adalah konsep umum untuk semua elemen kolaborasi. Tanpa rasa pecaya, kerjasama tidak
akan ada, asertif menjadi ancaman, menghindar dari tanggung jawab, terganggunya
komunikasi. Otonomi akan ditekan dan koordinasi tidak akan terjadi. Elemen kunci

5
kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat digunakan untuk mencapai tujuan
kolaborasi team :
1. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas denganmenggabungkan keahlian unik
profesional.
2. Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya.
3. Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas.
4. Meningkatnya kohesifitas antar profesional.
5. Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional.
6. Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai danmemahami orang lain
Komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yangefektif, hal tersebut perlu
ditunjang oleh sarana komunikasi yang dapatmenyatukan data kesehatan pasien secara
komprenhensif sehinggamenjadi sumber informasi bagi semua anggota team
dalam pengambilan keputusan. Peran Tim Medis lain dalam pelayanan keperawatan jiwa:
1. Dokter, memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati,dan mencegah penyakit.
Pada situasi ini dokter menggunakanmodalitas pengobatan seperti pemberian obat dan
berkonsultasi
2. Psikolog, memiliki pengetahuan mendalam tentang pencegahan,diagnosis, dan
penanganan terkait kesehatan mental.
3. Farmakologi, memiliki pengetahuan tentang obat-obatan apa yangsesuai dalam
penanganan pasien gangguan mental.
4. Ahli gizi, berperan penting memberikan saran dan informasikepada pasien tentang
penatalaksanaan gizi dan masalah kesehatan,terlibat dalam diagnosis dan pengobatan
masalah kesehatan yangterkait gizi dan nutrisi.

D. Manfaat Kolaborasi Interdisiplin dalam Pelayanan Keperawatan Jiwa


Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktisi profesional,
kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada pasien. Kolegalitas
menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan profesional untuk masalah-masalah
dalam tim dari pada menyalahkan seseorang atau atau menghindari tangung jawab. Beberapa
tujuan kolaborasi interdisiplin dalam pelayanan keperawatan jiwa antara lain :

6
1. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan keahlian
unik profesional untuk pasien sakit jiwa
2. Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
3. Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
4. Meningkatnya kohesifitas antar profesional
5. Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional
6. Menumbuhkan komunikasi, menghargai argumen dan memahami orang lain.

E. Hambatan Kolaborasi Interdisiplin dalam Keperawatan Jiwa


Kolaborasi interdisiplin tidak selalu bisa dikembangkan dengan mudah. Ada banyak
hambatan antara anggota interdisiplin, meliputi :
1. Ketidaksesuaian pendidikan dan latihan anggota tim
2. Struktur organisasi yang konvensional
3. Konflik peran dan tujuan
4. Kompetisi interpersonal
5. Status dan kekuasaan, dan individu itu sendiri

F. Peran Tenaga Medis dalam Keperawatan Jiwa


1. Perawat
Peran perawat dalam prevensi primer :
• Memberikan penyuluhan tentang prinsip sehat jiwa
• Melakukan tujuan yang sesuai sebelum terjadi gangguan jiwa
• Membantu klien di rumah sakit umum untuk menghindari masalah psikiatri
2. Dokter
Dokter psikiater akan bertanggung jawab menentukan langkah penanganan yang
akan dilakukan pada orang yang mengalami gangguan mental. Psikiater berkompetensi
untuk memberikan pengobatan dan mengevaluasi kondisi penderita masalah kejiwaan
dari segi medis. Hal itulah yang membedakan antara psikiater dengan tenaga kesehatan
mental lainnya, seperti psikolog.

7
3. Apoteker
• Membantu pasien untuk konsisten menggunakan obatnya tepat waktu dengan cara
penggunaan yang benar.
• Meninjau kembali resep yang diberikan pada pasien

• Memecahkan masalah melalui peningkatan rasionalisasi pemilihan obat dan promosi


penggunaan obat generic
4. Psikolog
• Melakukan pelayanan konseling dan psikoterapi terhadap pasien rawat inap maupun
rawat jalan yang dikonsulkan
• Melakukan pelayanan konseling dan psikoterapi terhadap pasien rawat inap maupun
rawat jalan yang dikonsulkan oleh dokter-dokter umum maupun dokter spesialis
maupun pasien umum yang datang dengan inisiatif sendiri
• Menetapkan metode konseling dan psikoterapi yang tepat untuk dapat memulihkan
kondisi mental/kejiwaan klien.
• Melakukan psikotest terhadap pasien yang bermanfaat bagi pemahaman pribadi
individu maupun bagi keperluan pendidikan dan industri namun yang terutama bagi
kepentingan klinis
• Membuat laporan dan dinamika psikologi sebagai hasil dari psikotest agar dapat
dipahami oleh pasien dan menjadi lebih bermanfaat bagi pasien.
• Melaporkan kembali hasil konseling dan psikoterapi kepada dokter yang
mengkonsulkan pasien tersebut
5. Ahli gizi
• Pelaku tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi klinik
• Pengelola pelayanan gizi di masyarakat
• Pengelola tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi di Rumah Sakit
• Pengelola sistem makanan Institusi masal penyelenggaraan
• Pendidik/ Penyuluh/ Pelatih/ Konsultan gizi
• Pelaksana penelitian gizi
• Pelaku pemasaran produk gizi dan kegiatan wirausaha

8
• Berpartisipasi bersama tim kesehatan dan tim lintas sektoral
• Pelaku praktek kegizian yang bekerja secara profesional dan etis
6. Fisioterapi
• Menerapkan keterampilan manajemen dalam melakukan pelayanan fisioterapi
• Menunjukan sikap professional sebagai seorang pengelola
• Berperan serta dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan, perencanaan, dan
pelaksanaan upaya kesehatan, sebagai tim terpadu sesuai dengan sistem upaya
kesehatan
7. Radiologi
Melaksanakan pelayanan pemeriksaan spesimen klinik untuk mendapatkan
informasi tentang kesehatan seseorang, terutama untuk menunjang upaya diagnosis
penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
8. Rekam medis
• Manajer MIK (health information manager) bertanggung jawab untuk memberika
arahan tentang fungsi MIK bagi seluruh cakupan organisasi
• Spesialis data klinis (SDK) → bertanggung jawab terhadap fungsi manajemen data
alam berbagai aplikasi termasuk kode klinis, keluaran manajemen, dll.

G. Piramida Pelayanan Kesehatan Jiwa


Pelayanan kesehatan jiwa adalah pelayanan yang berkesinambungan yaitu pelayanan yang :
1. Sepanjang hidup
2. Sepanjang rentang sehat – sakit
3. Pada setiap konteks keberadaan (dirumah, disekolah, di tempat kerja, di rumah sakit atau
dimana saja).

H. Jenjang Pelayanan Kesehatan Jiwa


1. Perawatan mandiri individu dan keluarga
Kebutuhan pelayanan jiwa terbesar adalah kebutuhan kesehatan jiwa yang
dipenuhi oleh masing-masing individu dan keluarga. Mayarakat baik individu maupun
keluarga diharapkan dapat secara mandiri memelihara kesehatan jiwanya. Pada tingkat

9
ini sangat mungkin untuk memperdayakan keluarga dengan melibatkan mereka dalam
memelihara kesehatan anggota keluarganya.
2. Dukungan masyarakat formal dan informal diluar sektor kesehatan
Apabila masalah kesehatan jiwa yang dialami individu tidak mampu diatasi secara
mandiri ditingkat individu dan keluarga maka upaya solusi tingkat berikutnya adalah
leader formal dan informal yang ada di masyarakat mereka menjadi tempat rujukan.
Tokoh masyarakat, kelompok formal dan informal diluar tatanan pelayanan kesehatan
merupakan target pelyanan kesehatan jiwa, kelompok yang dimaksud adalah TOMA (
tokoh agama, tokoh wanita, kepala desa/lurah, RT/RW )
3. Pelayanan kesehatan jiwa melalui pelayanan kesehatan dasar
Puskesmas memiliki kesehatan jiwa untuk rawat jalan dan kunjungan ke
masyarakat sesuai wilayah kerja masyarakat. Tenaga kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan jiwa adalah perawat yang telah dilatih CMHN atau perawat plus
CMHN dan dokter yang telah dilatih kesehatan jiwa ( dokter plus kesehatan jiwa ) yang
bekerja secara team yang disebut team kesehatan jiwa puskesmas.
4. Pelayanan kesehatan jiwa masyarakat kabupaten/kota
Tim kesehatan yang terdiri dari psikiater, psikolog klinik, perawat jiwa CMHN
dan psikolog (yang telah mendapat pelatihan jiwa)
5. Pelayanan kesehatan jiwa di RSU
Diharapkan tingkat kabupaten atau kota menyediakan pelayanan rawat jalan dan
rawat inap bagi pasien gangguan jiwa dengan jumlah tempat tidur terbatas sesuai
kemampuan
6. Pelayanan RSJ
RSJ merupakan pelayanan spesialis jiwa yang difokuskn pada pasien gangguan
jiwa yang tidak berhasil dirawat dikeluarga/puskesmas/RSU. Sistem rujukan dari RSU
dan rujukan kembali dari masyarakat yaitu puskesmasharus jelas agar kesinambungan
pelayanan dikeluarga dapat berjalan. Pasien yang telah selesai dirawat di RSJ dirujuk
kembali kepuskesmas. Penanggungjawaban pelayanan kesehatan jiwa masyarakat
(puskesmas) bertanggungjawab terhadap lanjutan asuhan dikeluarga.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Untuk mencapai pelayanan perawatan pasien sakit jiwa yang efektif maka keluarga,
perawat, dokter dan tim kesehatan lainnya harus berkolaborasi satu dengan yang lainnya.
Tidak ada kelompok yang dapat menyatakan lebih berkuasa diatas yang lainnya. Masing-
masing profesi memiliki kompetensi profesional yang berbeda sehingga ketika digabungkan
dapat menjadi kekuatan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Kolaborasi yang efektif
antara anggota tim kesehatan memfasilitasi terselenggaranya pelayanan keperawatan jiwa
yang berkualitas.
Kolaborasi interdisiplin tidak selalu bisa dikembangkan dengan mudah dalam
keperawatan jiwa. Ada banyak hambatan antara anggota interdisiplin, meliputi
ketidaksesuaian pendidikan dan latihan anggota tim, struktur organisasi yg konvensional,
konflik peran dan tujuan, kompetisi interpersonal, status dan kekuasaan, dan individu itu
sendiri

B. Saran
Peran kolaborasi interdisiplin sangat dibutuhkan dalam penanganan masalah kesehatan
jiwa agar kesehatan jiwa semakin meningkat dan terintegrasi.

11
12

Anda mungkin juga menyukai