Anda di halaman 1dari 8

TUGAS

“Peran Perawat Jiwa dan Kolaborasi


Interdisipliner dalam Kesehatan dan
Keperawatan Jiwa”

Tugas Individu
Nama Mahasiswa NIM
SUCIANINGSIH E2001010

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


INDRAMAYU
TAHUN 2021
A. Peran Perawat Jiwa dalam Kesehatan dan Keperawatan Jiwa
Keperawatan jiwa adalah pelayanan keperawatan profesional yang didasarkan pada ilmu
perilaku dan ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan respon
psikososial yang maladaptif yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan
menggunakan diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa (komunikasi terapeutik dan terapi
modalitas keperawatan kesehatan jiwa) melalui pendekatan proses keperawatan untuk
meningkatkan, mencegah, mempertahankan, dan memulihkan masalah kesehatan jiwa klien
(individu, keluarga, kelompok komunitas).
Peran dan fungsi perawat jiwa saat ini telah berkembang secara kompleks dari elemen
historis aslinya (Stuart, 2002). Peran perawat jiwa sekarang mencakup parameter kompetensi
klinik, advokasi pasien, tanggung jawab fiskal(keuangan), kolaborasi profesional,
akuntabilitas (tanggung gugat) sosial, serta kewajiban etik dan legal. Dengan demikian,
dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa perawat dituntut melakukan aktivitas pada tiga
area utama yaitu:
1. aktivitas asuhan langsung,
2. aktivitas komunikasi, dan
3. aktivitas pengelolaan/penatalaksanaan manajemen keperawatan.
Ruang Lingkup Aktivitas Keperawatan Jiwa

Meskipun tidak semua perawat berperan serta dalam semua aktivitas, mereka tetap
mencerminkan sifat dan lingkup terbaru dari asuhan yang kompeten dari perawat jiwa. Selain
itu, perawat jiwa harus mampu melakukan hal-hal sebagai berikut.
1. Membuat pengkajian kesehatan biopsikososial yang peka terhadap budaya.
2. Merancang dan mengimplementasikan rencana tindakan untuk pasien dan keluarga
dengan masalah kesehatan yang kompleks dan kondisi yang dapat menimbulkan sakit.
3. Berperan serta dalam aktivitas pengelolaan kasus, seperti mengorganisasi, mengkaji,
negosiasi, koordinasi, dan mengintegrasikan pelayanan serta perbaikan bagi individu dan
keluarga.
4. Memberikan pedoman pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga, dan kelompok
untuk menggunakan sumber yang tersedia di komunitas kesehatan mental termasuk
pemberi pelayanan terkait, teknologi, dan sistem sosial yang paling tepat.
5. Meningkatkan, memelihara kesehatan mental, serta mengatasi pengaruh penyakit mental
melalui penyuluhan dan konseling.
6. Memberikan asuhan kepada mereka yang mengalami penyakit fisik dengan masalah
psikologik dan penyakit jiwa dengan masalah fisik.
7. Mengelola dan mengoordinasi sistem pelayanan yang mengintegrasikan kebutuhan
pasien, keluarga, staf, dan pembuat kebijakan.
Dalam menjalankan peran fungsinya, perawat jiwa harus mampu mengidentifikasi,
menguraikan, dan mengukur hasil asuhan yang mereka berikan pada pasien, keluarga, dan
komunitas. Hasil adalah semua hal yang terjadi pada pasien dan keluarga ketika mereka
berada dalam sistem pelayanan kesehatan, dapat meliputi status kesehatan, status fungsional,
kualitas kehidupan, ada atau tidaknya penyakit, jenis respons koping, serta kepuasan terhadap
tindak penanggulangan.
Evaluasi hasil dapat berfokus pada kondisi klinik, intervensi, dan proses pemberian
asuhan. Berbagai hasil dapat dievaluasi mencakup indikator-indikator klinik, fungsional,
finansial, serta perseptual kepuasan pasien dan keluarga seperti pada tabel berikut.
Indikator Hasil Tindakan Keperawatan Jiwa
B. Peran Kolaborasi Interdisipliner dalam Kesehatan dan Keperawatan Jiwa
Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk menggambarkan suatu
hubungan kerja sama yang dilakukan pihak tertentu. Sekian banyak pengertian dikemukakan
dengan sudut pandang beragam namun didasari prinsip yang sama yaitu mengenai
kebersamaan, kerja sama, berbagi tugas, kesetaraan, tanggung jawab dan tanggung gugat.
Namun demikian kolaborasi sulit didefinisikan untuk menggambarkan apa yang sebenarnya
yang menjadi esensi dari kegiatan ini. Seperti yang dikemukakan National Joint Practice
Commision (1977) yang dikutip Siegler dan Whitney (2000) bahwa tidak ada definisi yang
mampu menjelaskan sekian ragam variasi dan kompleknya kolaborasi dalam kontek
perawatan kesehatan.
Dalam hal medis, kolaborasi adalah proses dimana dokter dan perawat merencanakan
dan praktek bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan
lingkup praktek mereka dengan berbagi nilai-nilai dan saling mengakui dan menghargai
terhadap setiap orang yang berkontribusi untuk memberikan pelayanan keperawatan kepada
individu, keluarga dan masyarakat (American Medical Assosiation (AMA), 1994).
1. Pengertian Kolaborasi
Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing pengetahuan yang
direncanakan yang disengaja, dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat pasien.
Kadangkala itu terjadi dalam hubungan yang lama antara tenaga profesional
kesehatan. (Lindeke dan Sieckert, 2005). Bekerja bersama dalam kesetaraan adalah
esensi dasar dari kolaborasi yang kita gunakan untuk menggambarkan hubungan perawat dan
dokter. Tentunya ada konsekweksi di balik issue kesetaraan yang dimaksud. Kesetaraan
kemungkinan dapat terwujud jika individu yang terlibat merasa dihargai serta terlibat secara
fisik dan intelektual saat memberikan bantuan kepada pasien.
Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat klinik bekerja
dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam lingkup praktek profesional
keperawatan, dengan pengawasan dan supervisi sebagai pemberi petunjuk pengembangan
kerjasama atau mekanisme yang ditentukan oleh peraturan suatu negara dimana pelayanan
diberikan. Perawat dan dokter merencanakan dan mempraktekan bersama sebagai kolega,
bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek dengan berbagi nilai- nilai
dan pengetahuan serta respek terhadap orang lain yang berkontribusi terhadap perawatan
individu, keluarga dan masyarakat.
2. Kriteria dalam Kolaborasi
Menurut (Hanson & Spross,1996). Kriteria dalam kolaborasi dalam perawatan jiwa
adalah sebagai berikut
a. adanya rasa saling percaya dan menghormati,
b. saling memahami dan menerima keilmuan masing-masing,
c. memiliki citra diri positif,
d. memiliki kematangan profesional yang setara (yang timbul dari pendidikan dan
pengalaman),
e. mengakui sebagai mitra kerja bukan bawahan, dan keinginan untuk bernegosiasi
Inti dari suatu hubungan kolaborasi adalah adanya perasaan saling tergantung
(interdependensi) untuk kerja sama dan bekerja sama. Bekerja bersama dalam suatu kegiatan
dapat memfasilitasi kolaborasi yang baik. Kerjasama mencerminkan proses koordinasi
pekerjaan agar tujuan auat target yang telah ditentukan dapat dicapai. Selain itu,
menggunakan catatan klien terintegrasi dapat merupakan suatu alat untuk berkomunikasi
anatar profesi secara formal tentang asuhan klien.
3. Pengertian Interdisiplin
Interdisiplin merupakan suatu kegiatan yang didasarkan pada sejumlah dimensi kunci,
termasuk didalamnya adalah : tujuan yang jelas, identitas bersama, komitmen bersama ,
peran yang jelas dari masing maing profesi, saling ketergantungan, dan integrasi satu sama
lain. interdisiplin adalah unsur penting untuk mengurangi duplikasi usaha, meningkatkan
koordinasi, meningkatkan keselamatan dan, oleh karena itu, memberikan perawatan
berkualitas tinggi.
Organisasi kesehatan menyadari tentang pentingnya memiliki informasi dan
keterampilan banyak disiplin dalam rangka mengembangkan solusi yang dapat
dipertangung jawabkan dalam memberikan perawatan yang komprehensif
kepada individu dan keluarga. Diungkapkan oleh Firth-Cozens (1998) berpendapat bahwa:
Kerja tim dipandang sebagai cara untuk mengatasi potensi fragmentasi perawatan, sebuah
sarana untuk memperluas keterampilan; merupakan bagian penting yang perlu
dipertimbangkan menghadapi kompleksitas perawatan modern; dan cara untuk meningkatkan
kualitas bagi pasien. Pelayanan Kesehatan Nasional Manajemen Eksekutif (1993) di Inggris
menyatakan: Hasil terbaik dan biaya paling efektif untuk pasien dan klien dicapai ketika
profesional bekerja sama, belaja bersama, terlibat dalam audit klinis hasil bersama-
sama,dan menghasilkan inovasi untuk memastikan kemajuan dalam praktek dan pelayanan.
Kolaborasi dan model interdisiplin merupakan fondasi dalam memberikan asuhan
keperawatan yang bermutu tinggi dan hemat biaya. Melalui pemanfaatan keahlian berbagai
anggota tim untuk berkolaborasi, hasil akhir asuhan kesehatan dapat dioptimalkan Hickey,
Ouimette dan Venegoni, 1996)
4. Peran dan fungsi perawat
Peran perawat dalam Kesehatan dan keperawatan jiwa diantaranya adalah sebagai
berikut:
a. Pelaksana asuhan keperawatan: Bertanggung jawab melaksanakan asuhan
keperawatan secar komprehensif
b. Pengelola keperawatan: Bertanggung jawab dalam administrasi keperawatan, seperti
menerapkan teori manajemen dan kepemimpinan dalam mengelola askep,
mengorganisasi pelaksanaan terapi modalitas, dll
c. Pendidik keperawatan: Bertanggung jawab memberikan pendidikan kesehatan kepada
individu, keluarga, komunitas sehingga mampu merawat diri sendiri
d. Peneliti: Bertanggung jawab dalam penelitian untuk meningkatkan praktek
keperawatan jiwa
Fungsi perawat dalam Kesehatan dan keperawatan jiwa diantaranya adalah sebagai
berikut:
a. Memberikan lingkungan terapeutik
b. Bekerja utk mengatasi masalah klien “here and now”
c. Sebagai model peran
d. Memperhatikan aspek fisik dari masalah kesehatan klien
e. Memberikan pendidikan kesehatan
f. Sebagai perantara sosial
g. Kolaborasi dengan tim lain
h. Memimpin dan membantu tenaga perawatan
i. Menggunakan sumber di masyarakat sehubungan dengan kesehatan mental

Sebagai seorang kolaborator, perawat melakukan kolaborasi dengan klien, pper group
serta tenaga kesehatan lain. Kolaborasi yang dilakukan dalam praktek di lapangan sangat
penting untuk memperbaiki. Agar perawat dapat berperan secara optimal dalam hubungan
kolaborasi tersebut, perawat perlu menyadari akuntabilitasnya dalam pemberian asuhan
keperawatan dan meningkatkan otonominya dalam praktik keperawatan
Faktor pendidikan merupakan unsur utama yang mempengaruhi kemampuan seorang
profesional untuk mengerti hakikat kolaborasi yang berkaitan dengan perannya masing-
masing, kontribusi spesifik setisp profesi, dan pentingnya kerja sama. Setiap anggota tim
harus menyadari sistem pemberian asuhan kesehatan yang berpusat pada kebutuhan
kesehatan klien, bukan pada kelompok pemberi asuhan kesehatan. Kesadaran ini sangat
dipengaruhi oleh pemahaman setiap anggota terhadap nilai-nilai profesional.
Menurut Baggs dan Schmitt, 1988, ada atribut kritis dalam melakukan kolaborasi,
yaitu melakukan sharing perencanaan, pengambilan keputusan, pemecahan masalah,
membuat tujuan dan tanggung jawab, melakukan kerja sama dan koordinasi dengan
komunikasi terbuka.
5. Pengertian Pelayanan dan Kolaborasi Interdisiplin Keperawatan Jiwa
Pelayanan dan kolaborasi interdisiplin keperawatan jiwa merupakan pelayanan kesehatan
yang dilakukan oleh sekolompok tim kesehatan profesional (perawat, dokter, tim kesehatan
lainnya maupun pasien dan keluarga pasien sakit jiwa) yang mempunyai hubungan yang
jelas, dengan tujuan menentukan diagnosa, tindakan-tindakan medis, dorongan moral dan
kepedulian khususnya kepada pasien sakit jiwa. Pelayanan akan berfungsi baik jika terjadi
adanya konstribusi dari anggota tim dalam memberikan pelayanan kesehatan terbaik kepada
pasien sakit jiwa. Anggota tim kesehatan meliputi : pasien, perawat, dokter, fisioterapi,
pekerja sosial, ahli gizi, manager, dan apoteker.
Oleh karena itu tim kolaborasi interdisiplin hendaknya memiliki komunikasi yang
efektif, bertanggung jawab dan saling menghargai antar sesama anggota tim. Secara integral,
pasien adalah anggota tim yang penting. Partisipasi pasien dalam pengambilan keputusan
akan menambah kemungkinan suatu rencana menjadi efektif. Tercapainya tujuan kesehatan
pasien yang optimal hanya dapat dicapai jika pasien sebagai pusat anggota tim. Karena dalam
hal ini pasien sakit jiwa tidak dapat berpikir dengan nalar dan pikiran yang rasional, maka
keluarga pasienlah yang dapat dijadikan pusat dari anggota tim. Disana anggota tim dapat
berkolaborasi dalam menentukan tindakan-tindakan yang telah ditentukan. Apabila pasien
sakit jiwa tidak memiliki keluarga terdekat, maka disinilah peran perawat dibutuhkan sebagai
pusat anggota tim. Karena perawatlah yang paling sering berkomunikasi dan kontak langsung
dengan pasien sakit jiwa. Perawat berada disamping pasien selam 24 jam sehingga
perawatlah yang mengetahui semua masalah pasien dan banyak kesempatan untuk
memberikan pelayanan yang baik dengan tim yang baik.
Perawat adalah anggota membawa persfektif yang unik dalam interdisiplin tim. Perawat
memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktek
profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai penghubung penting antara pasien dan
pemberi pelayanan kesehatan.
6. Proses Kolaborasi
Sifat interaksi antara perawat – dokter menentukan kualitas praktik kolaborasi. ANA
(1980) menjabarkan kolaborasi sebagai ” hubungan rekanan sejati , dimana masing-masing
pihak menghargai kekuasaan pihak lain dengan mengenal dan menerima lingkup kegiatan
dan tanggung jawab masing-masing yang terpisah maupun bersama, saling melindungi
kepentingan masing-masing dan adanya tujuan bersama yang diketahui kedua pihak ” . Dari
penjabaran sifat kolaborasi dapat disimpulkan bahwa kolaborasi dapat dianalisis melalui
empat buah indikator:
a. Kontrol – kekuasaan
Berbagi kekuasaan atau kontrol kekuasaan bersama dapat terbina apabila baik dokter
maupun perawat terdapat kesempatan sama untuk mendiskusikan pasien tertentu.
Beberapa peneliti telah mengembangkan instrumen penelitian untuk mengukur
kontrol-kekuasaan pada interaksi perawat-dokter.
b. Lingkungan Praktik
Lingkungan praktik menunjukan kegiatan dan tanggung jawab masingmasing pihak.
Meskipun perawat dan dokter memiliki bidang praktik yang terpisah sesuai dengan
peraturan praktik perawat dan dokter,tapi ada tugas-tugas tertentu yang dibina
bersama
c. Kepentingan Bersama
Peneliti yang menganalisa kepentingan bersama sebagai indikator kolaborasi antara
perawat dan dokter seringkali menanggapi dari sudut pandang perilaku organisasi.
Para teoris ini menjabarkan kepentingan bersama secara operasional menggunakan
istilah tingkat ketegasan masing-masing ( usaha untuk memuaskan sendiri ) dan faktor
kerja sama ( usaha untuk memuaskan kepentingan pihak lain ). Thomas dan Kilmann
(1974) telah merancang model untuk mengukur pola managemen penanganan konflik:
1) bersaing, 2) berkolaborasi, 3) berkompromi, 4) menghindar, dan 5)
mengakomodasi.
d. Tujuan Bersama
Tujuan manajemen penyembuhan sifatnya lebih terorientasi kepada pasien dan dapat
membantu menentukan bidang tanggung jawab yang erat kaitannya dengan prognosis
pasien. Ada tujuan yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab perawat, ada yang
dianggap sebagai tanggung jawab sepenuhnya dari dokter, ada pula tujuan yang
merupakan tanggung jawab bersama antara dokter dan perawat.
7. Manfaat Kolaborasi Interdisiplin Dalam Pelayanan Keperawatan Jiwa
Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktisi profesional,
kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada pasien. Kolegalitas menekankan
pada saling menghargai, dan pendekatan profesional untuk masalah-masalah dalam tim dari
pada menyalahkan seseorang atau atau menghindari tangung jawab.
Beberapa tujuan kolaborasi interdisiplin dalam pelayanan keperawatan jiwa antara lain:
a. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan
menggabungkan keahlian unik profesional untuk pasien sakit jiwa
b. Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
c. Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
d. Meningkatnya kohesifitas antar professional
e. Kejelasan peran dalam berinteraksi antar professional
f. Menumbuhkan komunikasi, menghargai argumen dan memahami orang lain.
8. Elemen Kunci Efektifitas Kolaborasi
Kerjasama, menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk memeriksa beberapa
alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan. Asertifitas penting ketika individu dalam tim
mendukung pendapat mereka dengan keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa
pendapatnya benar-benar didengar dan konsensus untuk dicapai. Tanggung jawab,
mendukung suatu keputusan yang diperoleh dari hasil konsensus dan harus terlibat dalam
pelaksanaannya.
Komunikasi artinya bahwa setiap anggota bertanggung jawab untuk membagi informasi
penting mengenai perawatan pasien dan issu yang relevan untuk membuat keputusan klinis.
Otonomi mencakup kemandirian anggota tim dalam batas kompetensinya. Kordinasi adalah
efisiensi organisasi yang dibutuhkan dalam perawatan pasien, mengurangi duplikasi dan
menjamin orang yang berkualifikasi dalam menyelesaikan permasalahan.
Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktisi profesional,
kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada pasien. Kolegalitas menekankan
pada saling menghargai, dan pendekatan profesional untuk masalah-masalah dalam team dari
pada menyalahkan seseorang atau atau menghindari tangung jawab. Hensen menyarankan
konsep dengan arti yang sama : mutualitas dimana dia mengartikan sebagai suatu hubungan
yang memfasilitasi suatu proses dinamis antara orang-orang ditandai oleh keinginan maju
untuk mencapai tujuan dan kepuasan setiap anggota.
Kepercayaan adalah konsep umum untuk semua elemen kolaborasi. Tanpa rasa pecaya,
kerjasama tidak akan ada, asertif menjadi ancaman, menghindar dari tanggung jawab,
terganggunya komunikasi. Otonomi akan ditekan dan koordinasi tidak akan terjadi.
Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat digunakan untuk
mencapai tujuan kolaborasi team yaitu:
a. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan keahlian
unik professional
b. Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
c. Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
d. Meningkatnya kohesifitas antar professional.
e. Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional,
f. Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan memahami orang lain.
9. Hambatan Dalam Melakukan Kolaborasi Interdisiplin dalam Keperawatan Jiwa
Kolaborasi interdisiplin tidak selalu bisa dikembangkan dengan mudah Ada banyak
hambatan antara anggota interdisiplin, meliputi:
a. Ketidaksesuaian pendidikan dan latihan anggota tim
b. Struktur organisasi yang konvensional
c. Konflik peran dan tujuan
d. Kompetisi interpersonal
e. Status dan kekuasaan, dan individu itu sendiri

Sumber
https://www.dictio.id/t/apakah-peran-dan-fungsi-perawat-jiwa/13820/2

https://stikesypib.ac.id/blog/pelayanan-dan-kolaborasi-interdisiplin-dalam-kesehatan-dan-
keperawatan-jiwa/#:~:text=Beberapa%20tujuan%20kolaborasi%20interdisiplin
%20dalam,profesional%20untuk%20pasien%20sakit%20jiwa&text=Meningkatnya
%20kohesifitas%20antar%20profesional,peran%20dalam%20berinteraksi%20antar
%20profesional

Anda mungkin juga menyukai