Anda di halaman 1dari 127

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu

gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi,

pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Sehingga menyebabkan harga diri orang

tersebut mengalami harga diri rendah.Skizofrenia hebefrenik adalahperilaku yang

khas, regresi, primitive, afek tidak sesuai dengan karakteristik umumnya, wajah

dungu, tertawa aneh-aneh, menangis dan menarik diri secara ekstrim, (Mary C.

Towsend, 2009).Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti,

dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri

dan kemampuan diri. biasanya sering disebabkan karena adanya koping individu

yang tidak efektif, koping merupakan respon pertahanan inividu terhadap suatu

masalah. Koping yang tidak efektif berarti individu tidak bisa mencapai harga

dirinya dalam mencapai suatu perilaku yang mengakibatkan menarik diri. Merasa

tidak mampu, tidak berdaya, pesimis dalam menghadapi kehidupannya, dan tidak

percaya pada dirinya sendiri. Dari segi masalah sosial tidak mampunyai seorang

individu menempatkan dirinya dalam fungsi sosial. Harapannya pasien harga diri

rendah dengan skizofrenia hebefrenik dapat mengatasi koping yang positif,

sehingga akan dapat menumbuhkan rasa percaya diri, merasa mampu, dan adanya

koping individu yang efektif terhadap diri sendiri dan lingkungan(Keliat, 2011).

Berdasarkan data yang diperoleh dari rumah sakit jiwa Dr.Radjiman

Wediodiningrat Lawang, bekerja dengan diklat keperawatan didapatkan data

1
2

selama 6 bulan terakhir dari bulan Juli 2015 sampai dengan bulan Desember

2015, jumlah pasien sebanyak 340 orang yang meliputi kasus gangguan persepsi

sensorik, halusinasi sebanyak 277 orang (81,47%), Isolasi sosial sebanyak 7 orang

(2,05%), defisit perawatan diri sebanyak 7 orang (2,05%), waham sebanyak 3

orang (0,88%), harga diri rendah 26 orang dan perilaku kekerasan sebanyak 20

orang (7,64%).Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa pasien yang

mengalami harga diri rendah sebanyak 20 orang. Apabila kelainan-kelainan itu

berlebihan maka akan timbul gejala-gejala salah satunya adalah harga diri rendah

dimana pasien memiliki ketidakmampuan untuk mengadakan hubungan dengan

orang lain atau dengan lingkungan disekitarnya secara wajar,kemudian dari sekian

masalah di atas ada beberapa pasien yang tidak bisa melakukan koping individu

yang afektif terhadap dirinya sendiri maupun dengan lingkungan disekitarnya

(Dalami,et.al,2009).

Perawat akan mengetahui jika perilaku yang seperti ini tidak segera

ditanggulangi, sudah tentu berdampak pada gangguan jiwa yang lebih berat.

Beberapa harga diri rendah adalah rasa bersalah terhadap diri sendiri,

merendahkan martabat sendiri merasa tidak mampu, gangguan hubungan sosial,

seperti menarik diri, kurang percaya diri, kadang sampai menciderai diri

(Townsend,2009).Apabila seorang pasien gangguan jiwa secara cepat dan

tepatmemperoleh terapi baku (psikofarma) maka akan cepat pula mencapai

kondisi tenang, hal ini berarti perilaku patologi sementara teratasi. Pada waktu

pasien tersebut tenang belum berarti telah mencapai kesembuhan, karena justru

kondisi tenang ini merupakan saat yang rawan apabila tidak segera memperoleh

pelayanan alternatif terapi sebagai terapi penunjang dari terapi baku yang telah
3

berhasil. Akhir-akhir ini dalam penanganan pasien gangguan jiwa ada

kecenderungan untuk mengkonsepsikan sebagai masalah yang bersifat hubungan

antar pribadi dan sosial. Oleh karena itu, pendekatan terhadap kelompok menjadi

lebih bermanfaat dalam menangani masalah klinik maupun pribadi. Ada berbagai

pendekatan kelompok, misalnya bimbingan kelompok, konseling kelompok,

kelompok pelatihan, kelompok pendukung, dan juga terapi kelompok (Townsend,

2009).

Salah satu upaya yang terpenting untuk menurunkan atau mencegah harga

diri rendah yaitu dengan melakukan terapi aktifitas kelompok sosialisasi yang

dilakukan untuk membantu dan memfasilitasi klien dengan masalah hubungan

sosial. Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok

pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau

arahan oleh seseorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih

(Yosep,2009).Penelitian tentang terapi aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS)

sering dilakukan di rumah sakit jiwa, padahal penderita gangguan jiwa tidak

hanya berada di rumah sakit jiwa saja, tetapi juga dalam komunitas atau

masyarakat.Berdasarkan data diatas maka peneliti mengadakan studi kasus

dengan judul “Asuhan keperawatan harga diri rendah pada pasien skizofrenia

hebefrenik di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang”

1.2 Batasan Masalah

Batasan Masalah adalah ruang lingkup masalah atau membatasi ruang

lingkup masalah yang terlalu luas ataupun lebar sehingga peneliti lebih bisa fokus

untuk dilakukan. Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada asuhan keperawatan
4

harga diri rendah pada pasien skizofrenia hebefrenik di RSJ Dr. Radjiman

Wediodiningrat Lawang.

1.3 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian laporan asuhan keperawatan

ini yaitu bangaimanakah gambaran asuhan keperawatan harga diri rendah pada

pasien skizofrenia hebefrenik di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang ?

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Mendapatkan pengalaman yang nyata dan mengetahui gambaran asuhan

keperawatan harga diri rendah pada pasien skizofrenia hebefrenik di RSJ Dr.

Radjiman Wediodiningrat Lawang.

1.4.2 Tujuan Khusus

Mampu mengelola pasien dengan mengetahui gambaran asuhan

keperawatan harga diri rendah pada pasien skizofrenia hebefrenik di RSJ Dr.

Radjiman Wediodiningrat Lawang, yang meliputi :

1) Mengetahui gambaran pengkajian asuhan keperawatan klien dengan harga

diri rendah pada skizofrenia hebefrenik

2) Mengetahui gambaran diagnosa asuhan keperawatan klien dengan harga

diri rendah pada skizofrenia hebefrenik

3) Mengetahui gambaran intervensi asuhan keperawatan klien dengan harga

diri rendah pada skizofrenia hebefrenik

4) Mengetahui gambaran implementasi asuhan keperawatan klien dengan

harga diri rendah pada skizofrenia hebefrenik


5

5) Mengetahui gambaran evaluasi hasil dari tidakan yang telah dilaksanakan

pada asuhan keperawatan klien dengan harga diri rendah pada skizofrenia

hebefrenik

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Teoritis

Sebagai kerangka pikir ilmiah dalam pengembangan ilmu keperawatan

terutama di keperawatan Jiwa dalam lingkup asuhan keperawatan harga diri

rendah pada pasien skizofrenia hebefrenik di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat

Lawang.

1.5.2 Praktis

Manfaat praktis dari penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Pasien dan Keluarga

Pasien dan keluarga mengerti gambaran umum tentang perilaku

harga diri rendah beserta tindakan keperawatan yang benar bagi pasien

agar penderita mendapatkan tindakan keperawatan yang tepat dalam

keluarganya.

2. Perawat

Dapat menambah pengetahuan tentang perilaku harga diri rendah

pada skizofrenia hebefrenik. Selain itu, bermanfaat untuk membantu

meningkatkan pemahaman dan pengembangan kualitas tindakan

keperawatan di bidang ilmu keperawatan jiwa.


6

3. Rumah Sakit

Sebagai hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan informasi

baru serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan melakukan

tindakan di dibidang ilmu keperawatan jiwa.

4. Peneliti

Dapat menambah pengalaman dan pengetahuan tentang perilaku

harga diri rendah pada pasien skizofrenia heberefrenik. Serta dapat

mengaplikasikan tindakan keperawatan yang efisien.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Skizofrenia

2.1.1 Definisi Skizofrenia

Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu

gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi,

pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan

intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat

berkembang kemudian (Sadock, 2007). Skizofreniamerupakan suatu gangguan

jiwa berat yang ditandai dengan penurunan atau ketidakmampuan berkomunikasi,

gangguan realitas(halusinasi atau waham), afek tidak wajar atau tumpul,

gangguan kognitif (tidak mampu berpikir abstrak) serta mengalami kesukaran

melakukan aktifitas sehari – hari (Keliat, 2011).Skizofrenia hebefrenik : memiliki

gejala gangguan proses berpikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi.

Skizofrenia sebagai penyakit neurologis yang mempengaruhi persepsi klien, cara

berpikir, bahasa, emosi, dan perilaku sosial. Di dalam otak yang terserang

skizofrenia, terdapat kesalahan atau kerusakan pada sistem komunikasi tersebut

(Iyus Yosef, 2009).

2.1.2 Epidemiologi Skizofrenia

Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat dan di

berbagai daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup secara kasar

hampir sama di seluruh dunia. Gangguan ini mengenai hampir 1% populasi

dewasa dan biasanya onsetnya pada usia remaja akhir atau awal masa dewasa.

7
8

Pada laki-laki biasanya gangguan ini mulai pada usia lebih muda yaitu 15-

25 tahun sedangkan pada perempuan lebih lambat yaitu sekitar 25-35 tahun.

Insiden skizofrenia lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan dan lebih besar

di daerah urban dibandingkan daerah rural (Sadock, 2007).

Pasien skizofrenia beresiko meningkatkan risiko penyalahgunaan zat,

terutama ketergantungan nikotin. Hampir 90% pasien mengalami ketergantungan

nikotin. Pasien skizofrenia juga berisiko untuk bunuh diri dan perilaku

menyerang. Bunuh diri merupakan penyebab kematian pasien skizofrenia yang

terbanyak, hampir 10% dari pasien skizofrenia yang melakukan bunuh

diri(Kazadi, 2008).

Di seluruh dunia prevalensi seumur hidup skizofrenia kira-kira sama antara

laki-laki dan perempuan diperkirakan sekitar 0,2%-1,5%. Meskipun ada beberapa

ketidaksepakatan tentang distribusi skizofrenia di antara laki-laki dan perempuan,

perbedaan di antara kedua jenis kelamin dalam hal umur dan onset-nya jelas.

Onset untuk perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki, yaitu sampai umur

36 tahun, yang perbandingan risiko onsetnya menjadi terbalik, sehingga lebih

banyak perempuan yang mengalami skizofrenia pada usia yang lebih lanjut bila

dibandingkan dengan laki-laki (Durand, 2007).


9

2.1.3 Etiologi Skizofrenia

Terdapat Beberapa faktor penyebab skizofrenia yang dominan antara lain

(Nurafif, 2013) :

1. Keturunan

Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara

tiri 0,9-0,8 %, bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu

orang tua yang mengalami skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur 2-15 %

dan kembar 1 telur 61-86 %.

2. Endokrin

Teori ini kekemukakan berhubungan dengan sering timbulnya skizofrenia

pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau perinium dan waktu

klimakterium, tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.

3. Metabolisme

Teori ini berdasarkan penderita skizofrenia tampak pucat, tidak sehat,

ujung ekstremitas agak pucat, nafsu makan berkurang dan berat badan

menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik zat asam menurun.

Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan pemberian obat

halusinogenik.

4. Susunan saraf pusat

Penyebab skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon

atau kortek otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin

disebabkan oleh perubahan postmortem atau merupakan artefakt pada

waktu membuat sediaan.


10

5. Teori Adolf Meyer

Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniyah sebab hingga

sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis

yang khas pada sistem syaraf pusat tetapi Meyer mengakui bahwa sesuatu

konsitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi

timbulnya skizofrenia. Menurut Meyer skizofrenia merupakan suatu reaksi

yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul deorganisasi kepribadian

dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari kenyataan

(otisme).

6. Teori Sigmund Freud

Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena

penyebab psikogenik ataupun somatik. (2) superego dikesampingkan

sehingga tidak bertenaga lagi dan terjadi suatu regresi ke fase narsisisme

dan (3) kehilangan kapasitas untuk memindahkan (transference) sehingga

terapi psikoanalitik tidak mungkin.

7. Eugen Bleuler

Penggunaan istilah skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini

yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara

proses berfikir, perasaan dan perbuatan. Bluerler membagi gejala

skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer (gangguan proses

pikir, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder

(waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gejala psikomotorik yang

lain).
11

2.1.4 Perjalanan Penyakit Skizofrenia

Perjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap individu.

Perjalanan klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan, meliputi

beberapa fase yang dimulai dari keadaan premorbid, prodromal, fase aktif dan

keadaan residual (Buchanan, 2007).

Pola gejala premorbid merupakan tanda pertama penyakit skizofrenia,

walaupun gejala yang ada dikenali hanya secara retrospektif. Karakteristik gejala

skizofrenia yang dimulai pada masa remaja akhir atau permulaan masa dewasa

akan diikuti dengan perkembangan gejala prodromal yang berlangsung beberapa

hari sampai beberapa bulan. Tanda dan gejala prodromal skizofrenia dapat berupa

cemas, gundah (gelisah), merasa diteror atau depresi. Penelitian retrospektif

terhadap pasien dengan skizofrenia menyatakan bahwa sebagian penderita

mengeluhkan gejala somatik, seperti nyeri kepala, nyeri punggung dan otot,

kelemahan dan masalah pencernaan (Sadock, 2007).

Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara

klinis, yaitu adanya kekacauan dalam pikiran, perasaan dan perilaku. Penilaian

pasien skizofrenia terhadap realita terganggu dan pemahaman diri (tilikan) buruk

sampai tidak ada. Fase residual ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala

klinis skizofrenia. Yang tinggal hanya satu atau dua gejala sisa yang tidak terlalu

nyata secara klinis, yaitu dapat berupa penarikan diri (withdrawal) dan perilaku

aneh(Buchanan, 2007).
12

2.1.5 Tipe-tipe Skizofrenia

Menurut (Maramis, 2008) skizofrenia dibagi dalam beberapa jenis

berdasarkan gejala utama antara lain:

1) Tipe Paranoid

Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah waham yang mencolok atau

halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi kognitif dan afektif

yang relatif masih terjaga. Waham biasanya adalah waham kejar atau

waham kebesaran, atau keduanya, tetapi waham dengan tema lain

(misalnya waham kecemburuan, keagamaan, atau somalisas) mungkin

juga muncul. Ciri-ciri lainnya meliputi ansietas, kemarahan, menjaga jarak

dan suka berargumentasi, dan agresif.

2) Tipe Disorganized (tidak terorganisasi)

Ciri utama skizofrenia tipe disorganized adalah pembicaraan kacau,

tingkah laku kacau dan afek yang datar atau inappropriate. Pembicaraan

yang kacau dapat disertai kekonyolan dan tertawa yang tidak erat

kaitannya dengan isi pembicaraan. Disorganisasi tingkah laku dapat

membawa pada gangguan yang serius pada berbagai aktivitas hidup

sehari-hari.

3) Tipe Katatonik

Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah gangguan pada psikomotor

yang dapat meliputi ketidakbergerakan motorik (waxy flexibility).

Aktivitas motor yang berlebihan, negativisme yang ekstrim, sama sekali

tidak mau bicara dan berkomunikasi (mutism), gerakan-gerakan yang tidak


13

terkendali, mengulang ucapan orang lain (echolalia) atau mengikuti

tingkah laku orang lain (echopraxia).

4) Tipe Undifferentiated

Tipe undifferentiated merupakan tipe skizofrenia yang menampilkan

perubahan pola simptom-simptom yang cepat menyangkut semua

indikator skizofrenia. Misalnya, indikasi yang sangat ruwet, kebingungan

(confusion), emosi yang tidak dapat dipegang karena berubah-ubah,

adanya delusi, referensi yang berubah-ubah atau salah, adanya

ketergugahan yang sangat besar, autisme seperti mimpi, depresi, dan

sewaktu-waktu juga ada fase yang menunjukkan ketakutan.

5) Tipe Residual

Tipe ini merupakan kategori yang dianggap telah terlepas dari

skizofrenia tetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual atau sisa,

seperti keyakinan-keyakinan negatif, atau mungkin masih memiliki ide-ide

tidak wajar yang tidak sepenuhnya delusional. Gejala-gejala residual itu

dapat meliputi menarik diri secara sosial, pikiran-pikiran ganjil,

inaktivitas, dan afek datar.

6) Skizofrenia Hebefrenik

Skizofrenia hebefrenik atau disebut juga hebefrenia, permulaannya

perlahan-lahan dan sering timbul pada masa remaja atau antara 15–25

tahun. Gejala yang menyolok adalah gangguan proses berfikir, gangguan

kemauan dan adanya depersonalisasi. Gangguan psikomotor seperti

perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada jenis ini waham dan

halusinasi banyak sekali


14

7) Episode Skizofrenia Akut

Gejala skizofrenia ini timbul mendadak sekali dan pasien seperti

keadaan mimpi.Kesadarannya mungkin berkabut.Dalam keadaan ini

timbul perasaan seakan-akan dunia luar dan dirinya sendiri

berubah.Semuanya seakan-akan mempunyai arti yang khusus

baginya.Prognosisnya baik dalam waktu beberapa minggu atau biasanya

kurang dari enam bulan penderita sudah baik. Kadang-kadang bila

kesadaran yang berkabut tadi hilang, maka timbul gejala-gejala salah satu

jenis skizofreniayang lainnya.

8) Skizofrenia Skizoafektif

Pada skizofrenia skizoafektif, di samping gejala-gejala skizofrenia

terdapat menonjol secara bersamaan, juga gejala-gejala depresi atau

gejala-gejala mania.Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa efek,

tetapi mungkin juga timbul lagi serangan.


15

2.1.6 Patofisiologi Skizofrenia

Gangguan fungsi Gangguan kepribadian yang sangat


- Fungsi pekerjaan atau kaku dan sulit menyesuaikan diri
- Fungsi sosial atau sepanjang masa dewasa
penderitaan diri

Ya Tidak

Riwayat pengguanaan zat


Gangguan jiwa yang lain
secara patologik

Gangguan kepribadian

Aneh/aksentrik Dramatik emosional Kawatir/takut

Gangguan kepribadian Gangguan kepribadian Gangguan kepribadian


schizotipal, paranoid histrionik, narsistik, menghindar, dependen,
ambang dan anti sosial anankastik dan pasif
agresif

Resiko gangguan Resiko perilaku


identitas pribadiketidak kekerasan terhadap diri
Resiko perlemahan
efektifan koping sendiri dan orang lain
martabat

Gambar 2.1 Patofisiologi Skizofrenia (Nurarif, 2015)


16

2.1.7 Penatalaksanaan Skizofrenia

Penatalaksanaan pada pasien skizofrenia dapat berupa terapi biologis, dan

terapi psikososial.

1) Terapi Biologis

Pada penatalaksanaan terapi biologis terdapat tiga bagian yaitu terapi

dengan menggunakan obat antipsikosis, terapi elektrokonvulsif, dan

pembedahan bagian otak. Terapi dengan penggunaan obat antipsikosis

dapat meredakan gejala-gejala skizofrenia. Obat yang digunakan adalah

chlorpromazine (thorazine) dan fluphenazine decanoate (prolixin). Kedua

obat tersebut termasuk kelompok obat phenothiazines, reserpine

(serpasil), dan haloperidol (haldol). Obat ini disebut obat penenang utama.

Obat tersebut dapat menimbulkan rasa kantuk dan kelesuan, tetapi tidak

mengakibatkan tidur yang lelap, sekalipun dalam dosis yang sangat tinggi

(orang tersebut dapat dengan mudah terbangun). Obat ini cukup tepat bagi

penderita skizofrenia yang tampaknya tidak dapat menyaring stimulus

yang tidak relevan (Keliat, 2011).

Terapi Elektrokonvulsif juga dikenal sebagai terapi electroshock

pada penatalaksanaan terapi biologis. Pada akhir 1930-an,

electroconvulsive therapy (ECT) diperkenalkan sebagai penanganan untuk

skizofrenia.Tetapi terapi ini telah menjadi pokok perdebatan dan

keprihatinan masyarakat karena beberapa alasan. ECT ini digunakan di

berbagai rumah sakit jiwa pada berbagai gangguan jiwa, termasuk

skizofrenia.
17

Antusiasme awal terhadap ECT semakin memudar karena metode ini

kemudian diketahui tidak menguntungkan bagi sebagian besar penderita

skizofrenia meskipun penggunaan terapi ini masih dilakukan hingga saat

ini. Sebelum prosedur ECT yang lebih manusiawi dikembangkan, ECT

merupakan pengalaman yang sangat menakutkan pasien. Pasien seringkali

tidak bangun lagi setelah aliran listrik dialirkan ke tubuhnya dan

mengakibatkan ketidaksadaran sementara, serta seringkali menderita

kerancuan pikiran dan hilangnya ingatan setelah itu. Adakalanya,

intensitas kekejangan otot yang menyertai serangan otak mengakibatkan

berbagai cacat fisik (Durand, 2007).

Pada terapi biologis lainnya seperti pembedahan bagian otak Moniz

(1935, dalam Davison, et al., 1994) memperkenalkan prefrontal lobotomy,

yaitu proses operasi primitif dengan cara membuang “stone of madness”

atau disebut dengan batu gila yang dianggap menjadi penyebab perilaku

yang terganggu. Menurut Moniz, cara ini cukup berhasil dalam proses

penyembuhan yang dilakukannya, khususnya pada penderita yang

berperilaku kasar. Akan tetapi, pada tahun 1950-an cara ini ditinggalkan

karena menyebabkan penderita kehilangan kemampuan kognitifnya, otak

tumpul, tidak bergairah, bahkan meninggal.

2) Terapi Psikososial

Gejala-gejala gangguan skizofrenia yang kronik mengakibatkan

situasi pengobatan di dalam maupun di luar Rumah Sakit Jiwa (RSJ)

menjadi monoton dan menjemukan. Secara historis, sejumlah penanganan

psikososial telah diberikan pada pasien skizofrenia, yang mencerminkan


18

adanya keyakinan bahwa gangguan ini merupakan akibat masalah adaptasi

terhadap dunia karena berbagai pengalaman yang dialami di usia dini.

Pada terapi psikosial terdapat dua bagian yaitu terapi kelompok dan terapi

keluarga. Terapi kelompok merupakan salah satu jenis terapi humanistik.

Pada terapi ini, beberapa klien berkumpul dan saling berkomunikasi dan

terapist berperan sebagai fasilitator dan sebagai pemberi arah di dalamnya.

Para peserta terapi saling memberikan feedback tentang pikiran dan

perasaan yang dialami. Peserta diposisikan pada situasi sosial yang

mendorong peserta untuk berkomunikasi, sehingga dapat memperkaya

pengalaman peserta dalam kemampuan berkomunikasi, (Durand, 2007).

Pada terapi keluarga merupakan suatu bentuk khusus dari terapi

kelompok. Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah keluar dari

rumah sakit jiwa dan tinggal bersama keluarganya. Keluarga berusaha

untuk menghindari ungkapan-ungkapan emosi yang bisa mengakibatkan

penyakit penderita kambuh kembali.

Dalam hal ini, keluarga diberi informasi tentang cara-cara untuk

mengekspresikan perasaan-perasaan, baik yang positif maupun yang

negatif secara konstruktif dan jelas, dan untuk memecahkan setiap

persoalan secara bersama-sama. Keluarga diberi pengetahuan tentang

keadaan penderita dan cara-cara untuk menghadapinya. Dari beberapa

penelitian, seperti yang dilakukan oleh Fallonn, ternyata campur tangan

keluarga sangat membantu dalam proses penyembuhan, atau sekurang-

kurangnya mencegah kambuhnya penyakit penderita, dibandingkan

dengan terapi-terapi secara individual.


19

2.2 Konsep Harga Diri Rendah

2.2.1 Pengertian Harga Diri Rendah

Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah

diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri atau

kemampuan diri. Adanya hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak

mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri(Yosep,2009).

Tingkat harga diri rendah seseorangberada dalam rentang tinggi sampai

rendah. Individu yang memiliki harga diri tinggi menghadapi lingkungan secara

aktif dan mau beradaptasi secara efektif untuk berubah serta cenderung merasa

aman, individu yang memiliki harga diri rendah melihat lingkungan dengan cara

negative dan menganggap sebagai ancaman (Yosep, 2009).

Gangguan harga diri rendah dapat terjadi secara :

1) Harga diri rendah situasional yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya

harus operasi kecelakaan, dicerai suami/istri, putus sekolah, putus

hubungan kerja, perasaan malu terhadap sesuatu (korban perkosaan,

dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba).

2) Harga diri rendah kronik yaitu perasaan negatif terhadap diri berlangsung

lama, yaitu sebelum sakit atau dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir

yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif

terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respon yang mal adaptif.

Kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronis atau

pada klien gangguan jiwa.


20

2.2.2 Pengertian Konsep Harga Diri Rendah

Komponen-komponen konsep diri adalah semua pikiran, keyakinan, dan

kepercayaan (Stuart, 2006). :

1) Citra tubuh (body image)

Citra tubuh (body image) adalah kumpulan individu yang disadari

dan tidak disadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi serta perasaan

masa lalu dan sekarang tentang ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi.

Citra tubuh yang dimodifikasi secara kesinambungan dengan persepsi dan

pengalaman baru.

Hal-hal penting yang terkait dengan gambaran diri seperti fokus

individu terhadap fisik lebih menonjol pada usia remaja, bentuk tubuh,

tinggi badan dan berat badan serta tanda-tanda pertumbuhan kelamin

sekunder, menjadi gambaran diri, cara individu memandang diri

berdampak penting terhadap aspek psikologis, gambaran yang realistik

terhadap menerima dan menyukai bagian tubuh, akan memberi rasa aman

dalam menghindari kecemasan dan meningkatkan harga diri, serta

individu yang stabil, realistik, dan konsisten terhadap gambaran dirinya,

dapat mendorong sukses dalam kehidupan.

2) Ideal diri (self ideal)

Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya

berperilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personal

tertentu, sering juga disebut bahwa ideal diri sama dengan cita-cita,

keinginan, harapan tentang diri sendiri.


21

Hal-hal yang terkait dengan ideal diri meliputi perkembangan awal

terjadi pada masa kanak-kanak, terbentuknya masa remaja melalui proses

identifikasi terhadap orang tua, guru, dan teman. Dipengaruhi oleh orang-

orang yang dipandang penting dalam memberi tuntunan dan harapan serta

mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi berdasarkan normal keluarga

dan sosial. Faktor-faktor yang mempengaruhi ideal diri yaitu menetapkan

ideal diri sebatas kemampuan, faktor kultur dibandingkan dengan standart

orang lain. Hasrat melebihi orang lain, hasrat untuk berhasil, hasrat

memenuhi kebutuhan realistik, hasrat menghindari kegagalan, dan adanya

perasaan cemas dan ideal diri.

3) Identitas Diri (self identifity)

Identitas adalah pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang

bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, kosistensi, dan

keunikan individu (Stuart dan Sundeen, 2009). Pembentukan identitas

dimulai pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang kehidupan tetapi

merupakan tugas utama pada masa remaja menurut Sunaryo (2004)

identitas diri adalah merupakan kesadaran akan diri pribadi yang

bersumber dari pengamatan dan penilaian, sebagai sistensi semua aspek

konsep diri dan menjadi satu kesatuan yang utuh. Hal-hal penting yang

terkait dalam ideal diri yaitu :

a) Berkembang sejak masakanak-kanak, bersamaan dengan

berkembangnya konsep diri


22

b) Individu yang mempunyai perasaan identitas diri kuat dengan

memandang dirinya tidak sama dengan orang lain, unik dan tidak

ada duanya.

c) Identitas jenis kelamin berkembang secara bertahap sejak bayi.

d) Identitas jenis kelamin dimulai dengan konsep laki-laki dan

perempuan serta banyak dipengaruhi oleh pandangan maupun

perlakuan masyarakat.

e) Kemandirian timbul dari perasaan berharga, menghargai diri sendiri,

kemampuan dan penguasaan diri.

4) Peran Diri (Self Role)

Menurut Stuart (2006) serangkaian pola prilaku yang diharapkan

oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu di berbagai

kelompok sosial. Peran yang diterapkan adalah peran dimana seseorang

tidak mempunyai pilihan. Peran yang diterima adalah peran yang dipilih.

Menurut Sunaryo (2004), peran diri adalah perilaku, sikap, nilai dan

aspirasi yang di harapkan individu berdasarkan posisinya di masyarakat.

Setiap individu disibukan deng peran yang terkait dengan posisinya.

Hal-hal penting yang terkait dengan peran diri adalah :

a) Peran dibutuhkan individu sebagai aktualisasi diri

b) Peran yang memenuhi kebutuhan dan sesuai ideal diri, menghasilkan

harga diri yang tinggi atau sebaliknya.

c) Posisi individu di asyarakat dapat menjadi stresor terhadap peran

d) Stres peran, terdiri dari konflik peran, peran yang tidak jelas, peran

yang tidak sesuai dan peran yang tidak terlalu banyak atau berlebih.
23

5) Harga Diri (Self Esteem)

Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang

diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai

dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar

dalam penerimaan diri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan,

kekalahan, tetap merasa sebagai seseorag yang penting dan berharga

(Stuart,2006).

Menurut Sunaryo (2004) aspek utama harga diri adalah dicintai,

disayangi, dikasihi orang lain dapat penghargaan dari orang lain.

2.2.3 Rentang Respon Harga Diri Rendah

Konsep diri merupakan aspek kritikal dan dasar dari prilaku

individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat befungsi lebih

efektif yang terlihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan

intelektual dan penguasaan lingkungan. Konsep diri yang negatif dapat

dilihat dari hubungan dari individu dan sosial yang maladaptif.

Akulturasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang

positif dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat

diterima.

Konsep diri positif merupakan bagaimana seseorang memandang apa

yang ada pada dirinya meliputi citra dirinya, ideal dirinya, penampilan

peran serta identitas dirinya secara positif. Hal ini akan menunjukkan

bahwa individu itu akan menjadi individu yang sukses.

Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap dirinya

sendiri, termasuk kehilangan percaya diri, tidak berharga, tidak berguna,


24

pesimis, tidak ada harapan dan putus asa. Adapun perilaku yang

berhubungan dengan harga diri yang rendah yaitu mengkritik diri sendiri

ataupun orang lain, penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan

kepada orang lain, gangguan dalam berhubungan, perasaan tidak mampu,

rasa bersalah, perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri, keluhan fisik,

menarik diri secara sosial, khawatir, serta menarik diri dari realitas.

Kerancuan identitas merupakan suatu kegagalan individu untuk

mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak-kanak ke dalam

kepribadian psikososial dewasa yang harmonis. Adapun prilaku yang

berhubungan dengan kerancuan identitas yaitu tidak ada kode moral, sifat

kepribadian yang bertentangan, hubungan interpersonal eksploitatif,

perasaan hampa. Perasaan mengambang tentang diri sendiri, tingkat

asietas yang tinggi, ketidak kemampuan untuk empati terhadap orang lain.

Depersonalisasi merupakan suatu perasaan yang tidak realistis

dimana klien tidak dapat membedakan stimulus dari dalam atau luar

dirinya (Stuart,2006). Individu mengalami kesulitan untuk membedakan

dirinya sendiri dari orang lain, dan tubuhnya sendiri merasa tidak nyata

dan asing baginya.

2.2.4 Etiologi Harga Diri Rendah

Berbagai faktor menunjang terjadi perubahan dalam konsep diri seseorang

dalam tinjauan life span histori klien. Penyebab harga diri rendah adalah pada

masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat

individu mencapai remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi

kesempatan dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal disekolah,
25

pekerjaan atau pergaulan. Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung

mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuannya(Yosep,2009).

Menurut Stuart (2006), faktor-faktor yang mengakibatkan harga diri

rendah meliputi predisposisi dan faktor presipitasi sebagai berikut :

1) Faktor predisposisi

a) Faktor yang mempengaruhi harga diri rendah meliputi penolakan

orang tua, harapan orang tua yang realistis, kegagalan yang berulang,

kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada

orang lain, dan ideal diri yang tidak realistis.

b) Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah stereotype, peran

gender, tuntunan peran kerja, dan harapan peran budaya.

c) Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidak

percayaan orang tua, tekanan dari sekelompok sebaya dan perubahan

struktur sosial.

2) Faktor Presipitasi

Menurut Yosep (2009), faktor presipitasi pada harga diri rendah

biasanya adalah kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan bentuk

tubuh, kegagalan atau produktivitas yang menurun secara umum gangguan

konsep diri harga diri rendah ini dapat terjadi situasional atau kronik.

Secara situasional karena trauma yang muncul secara tiba-tiba. Misalnya

dioprasi, kecelakaan, perkosaan dan dipenjara, termasuk dirawat di rumah

sakit bisa menyebabkan harga diri rendah dikarenakan penyait fisik atau

pasang alat bantu yang membuat klien tidak nyaman. Harga diri rendah
26

biasanya dirasakan klien sebelum sakit atau sebelum dirawat klien sudah

memiliki pikiran negatif dan meningkatkan saat dirawat.

3) Perilaku

Dalam melakukan pengkajian, perawat dapat memulai dengan

mengobservasi penampilan klien, misalnya kebersihan, dandanan, pakaian,

kemudian perawat mendiskusikan dengan klien untuk mendapatkan

pandangan klien tentang gambaran dirinya. Sedangkan kerancuan identitas

seperti sifat kepribadian yang bertentangan serta dipersonalisasi

(Stuart,2006).

2.2.5 Patofisiologi Harga Diri Rendah

Perubahan penampilan: Situasional


Situasional ::
Maturasi :
 Kehilangan bagian
- Berhubungan dengan
tubuh -- Kebutuhan
Kebutuhan tidak
tidak terpenuhi
terpenuhi
kehilangan (orang,
 Kehilangan fungsi -- Kurangnya
Kurangnya umpan balik
umpan balik
fungsi, financial,
tubuh positif
pekerjaan) positif
 Bentuk badan berubaah -- Perasaan
Perasaan diabaikan
diabaikan
-- Perasaan
Perasaan kegagalan
kegagalan
sekunder:
sekunder: tidak
tidak bekerja,
bekerja,
masalah
masalah financial,
financial,
kehilangan
kehilangan kerja,
kerja, masalah
masalah
Gangguan konsep diri Harga Diri Rendah yang
yang berhubungan
berhubungan dengan
dengan
keluarga, riwayat
keluarga, riwayat
penyalahgunaan
penyalahgunaan hubungan
hubungan
Harga diri rendah -- Harapan
Harapan yang
yang tidak
tidak
situasional Merasa dirinya tidak terealisasi
terealisasi
berguna -- Penolakan
Penolakan oleh
oleh keluarga
keluarga
-- Perasaan
Perasaan tidak
tidak berdaya
berdaya
akibat
akibat institusionalisasi
institusionalisasi
Merasa tidak aman -- Riwayat
Riwayat berbagai
berbagai
Kerusakan interaksi kegagalan
berhubungan dengan kegagalan
sosial
orang lain

Resiko perubahan Penarikan diri secara Isolasi Sosial


persepsi sensori sosial

Gambar 2.2Patofisiologi Skizofrenia (Nurarif, 2015)


27

2.2.6 Klasifikasi Harga Diri Rendah

Menurut Fitria (2009), harga diri rendah dibedakan menjadi 2, yaitu:

a. Harga diri rendah situasional adalah keadaan dimana individu yang

sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif

mengenai diri dalam berespon, terhadap suatu kejadian (kehilangan,

perubahan).

b. Harga diri rendah kronik adalah keadaan dimana individu mengalami

evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan dalam waktu

lama.

2.2.7 Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah

Menurut Dimaiyanti (2008), tanda dan gejala harga diri rendah

adalah sebagai berikut :

1) Mengejek dan mengkritik diri

2) Merasa bersalah dan khawatir, menghukum dan menolak diri sendiri

3) Mengalami gejala fisik, misal :tekanan darah tinggi

4) Menunda keputusan

5) Sulit bergaul

6) Menghindari kesenangan yang dapat memberi kepuasan

7) Menarik diri dari realitas, cemas, panik, cemburu, curiga, halusinasi

8) Merusak diri: harga diri rendah menyongkong pasien untuk

mengakhiri hidunya

9) Merusak/melukai orang lain

10) Perasaan tidak mampu

11) Pandangan hidup yang pesimis


28

12) Tidak menerima pujian

13) Penurunan produktivitas

14) Penolakan terhadap kemampuan diri

15) Kurang memerhatikan perawatan diri

16) Berpakaian tidak rapi

17) Berkurang selera makan

18) Tidak berani menatap lawan bicara

19) Lebih banyak menunduk

20) Bicara lambat dengan suara nada lemah

Selain data diatas, dapat juga mengamati penampilan seseorang

dengan harga diri rendah, terlihat kurang memperhatikan perawatan diri,

berpakaian tidak rapi, selera makan kurang, tidak berani menatap lawan

bicara, lebih banyak menunduk, bicara lambat dengan nada suara lemah.

2.2.8 Batasan Karakteristik Harga Diri Rendah

Batasan karakteristik menurut Nanda – 1 (2015), yaitu :

1. Bergantung pada pendapat orang lain

2. Individu tidak mampu menghadapi peristiwa

3. Melebih-lebihkan umpan balik negative tentang diri sendiri

4. Secara berlebihan mencari penguatan

5. Sering kali kurang berhasil dalam peristiwa hidup

6. Enggan mencoba situasi baru, enggan mencoba hal baru

7. Perilaku bimbang, kontak mata kurang

8. Sering kali mencari penegasan pasif

9. Ekspresi rasa bersalah


29

2.2.9 Penatalaksanaan Harga Diri Rendah

a) Penatalaksanaan medis

1) Chlorpromazine

- Indikasi : Pada penggunaan psikotik seperti skizofrenia, psikosis

relatif singkat, dan gangguan skizoafektif, ansietas dan agitasi.

- Kontra Indikasi : Kewaspadaan pada hipersensitifitas terhadap obat

ini pada klienkoma atau depresi, depresi sumsum tulang, penyakit

parkinson, insufisiensi hati, ginjal dan jantung, hipotensi atau

hipertensi berat, wanita selama kehamilan dan laktasi. Pada klien

dengan riwayat kejang, gangguan kardiovaskuler, tiroid, hati, ginjal

atau pernapasan seperti infeksi pernapasan, PPOK.

- Efek Samping : Pada SSP : sedasi, sakit kepala, kejang, isomnia,

pusing, keletihan, penglihatan kabur, kegelisahan, ansietas, depresi,

hipertermi. Pada kardiovaskuler mengakibatkan hipotensi,

hipertensi, takikardia, bradikardia. Pada integumen dapat terjadi

hiperpigmentasi dan dermatitis. Pada endokrin terjadi perubahan

libido, hiperglikemia. Pada gastrointestinal terjadi mulut kering,

mual, muntah, peningkatan nafsu makan, berat badan dan diare. Pada

urologi terjadi retensi urine, sering berkemih, dan poliuria.

2) Haloperidol

- Indikasi : Pada pasien psikotik akut, pengendalian TIK, penanganan

dimensia pada lansia, pengendalian hipersensitifitas dan masalah

prilaku berat badan anak-anak.


30

- Kontra indikasi : Pada hipersensitifitas, klien koma, depresi sum-

sum tulang, kerusakan otak, penyakit parkinson, insufisiensi hati,

ginjal dan jantung, hipotensi atau hipertensi berat, wanita selama

kehamilan dan masa laktasi.

- Eek samping : Pada SSP: sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia,

pusing, keletihan, penglihatan kabur, kegelisahan, ansietas, depresi

pada kardiovaskuler mengakibatkan hipotensi, hipertensi, takikardi,

bradikardi. pada integumen dapat terjadi hiperpigmentasi dan

dermatitis. pada endokrin terjadi perubahan libido, hipoglikemia dan

hiperglikemia. pada gastrointestinal dapat terjadi mulut kering, mual,

muntah, peningkatan nafsu makan, berat badan dan diare. pada

urologi terjadi retensi urin, seringberkemih dan poliuria.

3) Triheksipenidhyl

- Indikasi : Pada semua bentuk parkinson dan gejala ektrapiramida

yang berkaitan degan obat-obat anti psikotik.

- Kontra indikasi : Pada hipersensitifitas pada obat, glukoma sudut

tertutup, obstruksi duodenal atau pilorus, ulkus peptik stenosis dan

hipertropi prostat.

- Efek Samping : Pada SSP : mengantuk, pusing, penglihatan kabur,

disorientasi, hilang memori, agitasi, kegugupan, delirium,

kelemahan, amnesia, sakit kepala dan isomnia. Pada gastrointestinal

dapat terjadi mulut kering, mual, muntah, distres epigastrik,

konstipasi, dilatasi kolon. Pada urologi dapat terjadi retensi urine,

kesulitan mencapai atau mempertahankan ereksi.


31

- Pengobatan psikosoisl dan psikobilogik yang luas serta dilandasi

pada pengkajian perawat tentang kebutuhan dan kekuatan klien,

orang terdekat sedapat mungkin terlibat.

b) Penatalaksanaan keperawatan

Penatalaksanaan keperawatan menurut Gail Wiscard Stuart yang

mempunyai respon sosial maladaptive yaitu menetapkanhubungan

terapeutik, melibatkan keluarga, menyiapkan lingkungan terapeutik yang

terstruktur, yang difokuskan pada harapan realistik, melibatkan klien

dalam pengambilan keputusan da proses perilaku interaksi dalam

menetapkan batasan, melindungi dari perilaku yang membahayakan diri,

memfokuskan pada kekuatan, kontak dan strategi perilaku lain.

2.3 Asuhan keperawatan harga diri rendah

Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik

keperawatan yang diberikan secara langsung kepada pasien di berbagai tatanan

pelayanan kesehatan. Dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah keperawatan

sebagai suatu profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, bersifat

humanistic dan berdasarakan pada kebutuhan objektif pasien untuk mengatasi

masalah yang dihadapi pasien(Ali, 2007).

2.3.1 Pengkajian Pasien Harga Diri Rendah

1) Identitas klin meliputi nama, umur, jenis kelamin, tanggal dirawat,

tanggal pengkajian, nomor rekam medik

2) Faktor predisposisi merupakan faktor pendukung yang meliputi

faktor biologis, faktor psikologis, sosial budaya, dan faktor genetik.


32

3) Faktor presipitasi merupakan faktor pencetus yang meliputi sikap

persepsi merasa tidak mampu, putus asa, tidak percaya diri, merasa

gagal, merasa malang, kehilangan, rendah diri, prilaku agresif,

kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan penanganan gejala

stres pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang

penuh dengan stres seperti kehilangan yang mempengaruhi

kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan

menyebabkan asietas.

4) Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan sosial

dan spiritual

5) Status mental yang terdiri dari penampilan, pembicaraan, aktifitas

motorik, alam perasaan, afek pasien, interaksi selama wawancara,

persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran memori, tingkat

kosentrasi dan berhitung, kemapuan penilaian dan daya tolak diri.

6) Mekanisme koping: koping yang dimiliki klien tidak adaptif maupun

maladaptif.

7) Aspek medik yang terdiri dari diagnosa medis dan terapi medis pada

proses pengkajian.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan data diatas, yang didapat melalui observasi, wawancara

maupun pemeriksaan fisik bahkan melalui sumber sekunder, maka

perawat dapat menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien harga diri

rendeh sebagai berikut :


33

1. Harga diri rendah

2. Isolasi sosial

3. Ketidakefektifan koping individu

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan gangguan status

kesehatan jiwa klien baik aktual maupun potensial yang dapat dipecahkan

atau diubah melalui tindakan keperawatan yang dilakukan didalam


diagnosa keperawatan terdapat pernyataan respon klien dimana perawat bertanggung jawab dan mampu mengatasinya (Stuart,2006).

2.3.3 Intervensi dengan Diagnosa Keperawatan Harga Diri Rendah

Tabel 1. Intervensi Keperawatan (NIC-NOC 2015)

Tujuan dan Kriteria


No Diagnosa Keperawatan Intervensi
Hasil

1 Harga diri rendah situasional NOC NIC


Definisi : perkembangan persepsi  Body image, disturbed Self esteem enhancement :
negatif tentang harga diri sebagai  Coping, ineffective  Tunjukkan rasa percaya diri terhadap kemampuan pasien untuk mengatasi situasi
respon terhadap situasi saat ini  Personal identity,  Dorong paien mengidentifikasi kekuatan dirinya
Batasan karakteristik : disturbed  Ajarkan ketrampilan perilaku yang positif melalui bermain peran, model peran,
 Evaluasi diri bahwa individu  Health behavior, risk diskusi
tidak mampu menghadapi  Self esteem situasional,  Dukung peningkatan tanggung jawabdiri, jika diperlukan
peristiwa low  Buat statement positif terhadap pasien
 Evaluasi diri bahwa individu Kriteria hasil :  Monitor frekuensi komunikasi verbal pasien yang negatif
tidak mampu menghadapi  Adaptasi terhadap  Dukung pasien untuk menerima tantangan baru
situasi ketunadayaan fisik :  Kaji alasan – alasan untuk mengkritik atau menyalahkan diri sendiri
 Perilaku bimbang respon adaptif klien  Kolaborasi dengan sumber – sumber lain (petugas dinas sosial, perawat spesialis
 Perilaku tidak asertif secara terhadap tantangan klinis, dan layanan keagamaan)
verbal melaporkan tatagan fungsional penting Body image enhaancement
situasional saat ini terhadap akibat ketunadayaan Conseling :
harga diri fisik  Menggunakan proses pertolongan interaktif yang berfokus pada kebutuhan,
 Ekspresi ketidakberdayaan  Resolusi berduka : masalah, atau atau perasaan pasien dan orang terdekat untuk meningkatkan atau
 Ekspresi ketidakbergunaan penyesuaian dengan mendukung koping, pemecahan masalah
 Verbalisasi meniadakan diri kehilangan aktual atau Coping enhancement
Faktor yang berhubungan : kehilangan yang akan
 Perilaku tidak selaras dengan terjadi
nilai  Penyesuaian
psikososial : perubahan

34
 Perubahan perkembangan hidup : respon
 Gangguan citra tubuh psikososial adaptif
 Kegagalan individu terhadap
 Gangguan fungsional perubahan bermakna
 Kurang penghargaan dalam hidup
 Kehilangan  Menunjukkan peilaian
 Penolakan pribadi tentang harga
diri
 Perubahan peran sosial
 Mengungkapkan
penerimaan diri
 Komunikasi terbuka
 Mengatakan optimis
dengan masa depan
 Menggunakan strategi
koping efektif

35
36

2.3.4 Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SPTK)

1) Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan I

a. Proses Keperawatan

(1) Kondisi Klien

Klien lebih suka menyendiri, banyak diam sulit berkomunikasi dengan

teman-temannya, pandangan mata kosong.

(2) Diagnosa Keperawatan

Gangguan isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri

rendah.

(3) Tujuan Khusus

Tuk :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.

2. klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang

dimiliki.

(4) Tindakan Keperawatan

(a) Bina hubungan saling percaya

1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal

2) Perkenalkan diri dengan sopan

3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai

klien

4) Jelaskan tujuan pertemuan

5) Jujur dan menepati janji

6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya

7) Beri peerhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien


37

(b) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang

dimiliki

1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien

2) Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif

3) Utamakan memberikan pujian yang realistis

2) Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan II

a. Proses Keperawatan

(1) Kondisi Klien

Klien lebih suka menyendiri, banyak diam, kurang berkomunikasi

dengan teman-temannya.

(2) Diagnosa Keperawatan

Gangguan interaksi sosial menarik diri berhubungan dengan harga

diri rendah.

(3) Tujuan Khusus

Tuk 3 : klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.

Tuk 4 : klien dapat ( menetapkan ) merencanakan kegiatan sesuai dengan

kemampuan yang dimiliki.

Tuk 5 : klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan

kemampuannya.

(4) Tindakan Keperawatan

(a) Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan

1) Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan

selama sakit.

2) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya


38

(b) Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan

kemampuan yang dimiliki.

1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap

hari sesuai kemampuan.

- Kegiatan mandiri

- Kegiatan dengan bantuan sebagian

- Kegiatan yang membutuhkan bantuan total

2) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.

3) Beri contoh pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan .

(c) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan

kemampuannya

1) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah

direncanakan.

2) Beri pujian atas keberhasilan klien

3) Diskusikan tentang kemungkinan melaksanakan di rumah

2.3.5 Strategi Komunikasi

1. SP 1 Harga Diri Rendah (HDR)

Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

pasien,membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat

digunakan, membantu pasien memilih/menetapkan kemampuan yang akan

dilatih, memilih kemampuan yang sudah dipilih dan menyusun jadwal

pelaksanaan kemampuan yang telah dilatih dalam rencana harian.


39

a) Fase Orientasi

1) Salam Terapeutik :

Assalamualaikum bu, perkenalkan nama saya Belia Elfitriyani

senang dipanggil abel, saya mahasiswa keperawatan dari Universitas

Andalas Padang, saya akan merawat ibu dari jam 8 pagi sampai jam

2 siang nanti. Nama ibu siapa?, senang dipanggil apa?.

2) Evaluasi/ Validasi :

Bagaimana perasaan ibu pada pagi hari ini?, oo jadi ibu merasa

tidak berguna kalau dirumah?

3) Kontrak :

(a) Topik :

Baik lah bagaimana kalau kita membicarakan tentang perasaan

ibu dan kemampuan yang ibu miliki? Setelah itu kita akan nilai

kegiatan mana yang masih dapat ibu dilakukan. Setelah kita

nilai, kita akan pilih beberapa kegiatan untuk kita latih .

(b) Waktu :

Mau berapa lama kita berbicang-bincang bu? bagaimana kalau

30 menit?

(c) Tempat :

Dimana ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau disini

saja.
40

b) Fase Kerja

Sebelumnya saya ingin menanyakan tentang penilaian ibu terhadap

diri ibu, tadi ibu mengatakan merasa tidak berguna kalau dirumah. Apa

yang menyebabkan ibu merasa demikian?

Jadi ibu merasa telah gagal memenuhi keinginan orang tua ibu, apakah ada

hal lain yang tidak menyenangkan yang ibu rasakan?

Bagaimana hubungan ibu dengan keluarga dan teman-teman setelah

setelah ibu merasakan hidup ibu yang tidak berarti dan tidak berguna?, oo

jadi ibu menjadi malu dan malam, ada lagi bu?. Tadi ibu mengatakan gagal

dalam memenuhi keingina orang tua. Sebenarnya apa saja harapan dan

cita-cita ibu?. Yang mana saja harapan ibu yang sudah tercapai?.

Bagaimana usaha ibu untuk mencapai harapan yang belum terpenuhi?

Agar dapat mencapai harapan-harapan ibu, mari kita sama-sama

menilai kemampuan yang ibu miliki untuk dilatih dan dikembangkan.

Coba ibu sebutkan kemampuan apa saja yang ibu pernah miliki?, bagus

apalagi bu? Kegiatan rumah tangga yang bisa ibu lakukan? Bagus, apalagi

bu?

Wah bagus sekali ada 5 kemampuan dan kegiatan yang ibu miliki.

Nah sekarang dari lima kemampuan yang ibu miliki mana yang masih

dapat dilakukan dirumah sakit? Coba kita lihat yang pertama bisa bu?

Yang kedua bu? (sampai yang kegiatan yang kelima). Bagus sekali,

ternyata ada empat kegiatan yang masih dapat ibu lakukan dirumah sakit.

Nah dari keempat kegiatan yang telah dipilih untuk dikerjakan

dirumah sakit, mana yang dilatih hari ini?. Baik mari kita latihan
41

merapikan tempat tidur, tujuannya agar ibu dapat meningkatkan

kemampuan merapikan tempat tidur dan merasakan manfaatnya. Dimana

kamar ibu?

Nah kalau kita akan merapikan tempat tidur, kita pindahkan dulu

bantal dan selimutnya, kemudian kita angkat seprainya dan kasurnya kita

balik. Nah sekaramg kita pasang lagi seprainya. Kita mulai dari arah atas

ya bu. Kemudian bagian kakinya, tarik dan masukan, lalu bagian pinggir

dimasukan, sekarang ambil bantal, rapikan dan letakkan dibagian atas

kepala. Mari kita lipat selimut. Nah letakkan dibagian bawah. Bagus .

Menurut ibu bagaiman perbedaan tempat tidur setelah dibersihakan

dibandingkan tadi sebelum dibersihakan?

c) Fase Terminasi

1) Eavaluasi subjektif :

Bagaimana perasaan ibu setelah kita latiahn merapikan tempat tidur?

2) Evaluasi objektif :

Nah coba ibu sebutkan lagi langkah-langkah merapikan tempat

tidur? Bagus.

3) Rencana Tindak Lanjut

Sekarang mari kita masukan dalam jadwal harian ibu, mau berapa

kali ibu melakukannya? Bagus 2 kali…pagi-pagi setelah bangun

tidur dan jam 4 setelah istiraht siang. Jika ibu melakukannya tanpa

diingatkan perawta ibu beri tanda M, tapi kalau ibu merapikan

tempat tidur dibantu atau diingatkan perawat ibu beri tanda B, tapi

kalau ibu tidak melakukannya ibu buat T.


42

4) Kontrak

(a) Topik :

Baik, besok saya akan kembali lagi untuk melatih kemampuan ibu

yang kedua.

(b) Waktu :

Ibu mau jam berapa? Baik jam 10 pagi ya.

(c) Tempat :

Tempatnya dimana ibu? bagaimana kalau disini saja, jadi besok

kita ketemu lagi disini jam 10 ya w. Assalamualaikum ibu.

2. Sp II Harga Diri Rendah (HDR)

Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan

kemampuan pasien. Latihan dapat dilakukan untuk kemampuan lain

sampai semua kemampuan dilatih. Setiap kemampuan yang dimiliki akan

meningkatkan harga diri pasien.

a) Fase orientasi

1) Salam terapeutik

Assalamualaikum ibu. Apakah ibu masih ingat dengan saya?

Sesuai janji saya kemarin saya datang lagi.

2) Evaluasi / validasi :

Bagaimana perasaan ibu pagi ini? Bagaimana dengan perasaan

negatif yang ibu rasakan? Bagus sekali berarti perasaan tidak

berguna yang ibu rasakan sudah berkurang. Bagaimana dengan

kegiatan merapikan tempat tidurnya?, boleh saya lihat kamar

tidurnya? Tempat tidurnya rapi sekali.


43

Sekarang mari kita lihat jadwalnya, wah ternyata ibu telah

melaukan kegiatan merapikan tempat tidur sesuai jadwal, lalu apa

manfaat yang ibu rasakan dengan melaukan kegiatan merapikan

tempat tidur secara terjadwal?

3) Kontrak :

(a) Topik :

Sekarang kita akan kita akan lanjutkan latihan kegiatan yang kedua.

Hari kita mau latihan cuci piring kan?

(b) Waktu :

Kita akan melakukan latihan cuci piring selamaa 30 menit bu

(c) Tempat :

Dimana tempat mencuci piringnya bu?

b) Fase kerja

Baik, sebelum mencuci piring, kita persiapkan dulu perlengkapan

untuk mencuci piring. Menurut ibu apa saja yang kita perlu kita siapkan

saat mencuci piring?, ya bagus, jadi sebelum mencuci piring kita perlu

menyiapkan alatnya yaitu sabun cuci piring dan spoons untuk mencuci

piring. Selain itu juga tersedia air bersih untuk membilas piring yang telah

kita sabuni

Nah sekarang bagaimana langkah-langkah atau cara mencuci yang

biasa ibu lakukan? Benar sekali, tapi sebaiknya sebelum kita mencuci

piring pertama kita bersihkan piring dari sisa-sisa makanan dan kita

kumpulkan disuatu tempat atau tempat sampah. Kemudian kita basahi

piring dengan air, lalu sabuni seluruh permukaan piring, dan kemudian
44

dibilas hingga bersih sampai piringnya tidak teras licin lagi. Kemudian kita

letakkan pada rak piring yang tersedia. Jika ada piring dan gelas, maka

yang pertama kali kita cuci adalh gelasnya, setelah itu baru piringnya.

Sekarang bisa kita mulai bu. Bagus sekali, ibu telah mencuci piring dengan

cara yang baik. Menurut ibu bagaiman perbedaan setelah piring dicuci

dibandingkan tadi sebelum piring belum dicuci?

c) Fase terminasi

4) Eavaluasi subjektif :

Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan mencuci piring.

5) Evaluasi objektif :

Nah coba ibu sebutkan lagi langkah-langkah mencuci piring yang

baik bu? Bagus bu.

6) Rencana Tindak Lanjut

Sekarang mari kita masukan dalam jadwal harian ibu, mau berapa

kali ibu melakukannya? Bagus 3 kali, setelah selesei makan sarapan,

siang dan malam ya bu. Jika ibu melakukannya tanpa diingatkan

perawat ibu beri tanda M, tapi kalau ibu mencuci piring dibantu atau

diingatkan perawat ibu beri tanda B, tapi kalau ibu tidak

melakukannya ibu buat T.

7) Kontrak

(a) Topik :

Baik, besok saya akan kembali lagi untuk melatih kemampuan ibu

yang ketiga.
45

(b)Waktu :

Ibu mau jam berapa? Baik jam 10 pagi ya.

(c) Tempat :

Tempatnya dimana ibu? bagaimana kalau disini saja, jadi besok

kita ketemu lagi disini jam 10 ya w. Assalamualaikum ibu.

3. SP III Harga Diri Rendah (HDR)

a) Fase orientasi

1) Salam terapeutik

Assalamualaikum ibu. Apakah ibu masih ingat dengan saya?

Sesuai janji saya kemarin saya datang lagi.

2) Evaluasi / validasi :

Bagaimana perasaan ibu pagi ini? Bagaimana dengan perasaan

negatif yang ibu rasakan? Bagus sekali berarti perasaan tidak

berguna yang ibu rasakan sudah berkurang.

Bagaimana dengan jadwalnya? Boleh saya lihat bu? Yang

merapikan tempat tidur sudah dikerjakan. Bagus sekali, boleh saya

lihat kamar tidurnya? Tempat tidurnya rapi sekali.

Untuk cuci piringnya sudah dikerjakan sesuai jadwal, coba kita

lihat tempat cuci piringnya? B ersing sekali tidak ada piring dan

gelas yang kotor, semua sudah rapi di rak piring.wah ibu luar biasa

smua kegiatan dikerjakan sesuai jadwal

lalu apa manfaat yang ibu rasakan dengan melaukan kegiatan secara

terjadwal?
46

3) Kontrak :

(a) Topik :

Sekarang kita akan kita akan lanjutkan latihan kegiatan yang

ketiga. Hari kita mau latihan menyapu kan? Tujuan pertemuan pagi

ini adalah untuk berlatih menyapu sehingga ibu dapat menyapu

dengan baik dan merasakan manfaat dari kegiatan menyapu

(b) Waktu :

Kita akan melakukan latihan menyapu selamaa 30 menit bu

(c) Tempat :

Ibu mau menyapu dimana? Bagaimana kalau dikamar ibu bu?

b) Fase kerja

Baik menurut ibu, apa saja yang kita perlukan untuk menyapu

lantai?, bagus sebelum mulai kita menyapu kita perlu menyiapkan sapu

dan pengki. Bagaimana cara menyapu yang biasa ibu lakukan? Yah bagus

jadi menyapu kita lakukan dari arah sudut ruangan. Menyapu juga

dilakukan dibawah meja dan kursi, bila perlu meja dan kursinya digeser,

agar dapat menyapu pada bagian lantainya dengan lebih bersih. Begitu

juga untuk dibawah kolong tempat tidur perlu disapu. Mari kita mulai

berlatih bu?

Ya bagus sekali ibu menyapu dengan bersih. Menurut ibu bagaiman

perbedaan setelah ruangan ini disapu dibandingkan tadi sebelum disapu?

c) Fase terminasi

1) Eavaluasi subjektif :

Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan menyapu?


47

2) Evaluasi objektif :

Nah coba ibu sebutkan lagi langkah-langkah menyapu yang baik bu?

Bagus bu.

3) Rencana Tindak Lanjut

Sekarang mari kita masukan dalam jadwal harian ibu, mau berapa

kali ibu melakukannya? Bagus 2 kali…jam berapa ibu mau

melakukannya ,jadi ibu mau melaukannya jam 8 pagi dan jam 5 sore.

Jika ibu melakukannya tanpa diingatkan perawat ibu beri tanda M,

tapi kalau ibu mencuci piring dibantu atau diingatkan perawat ibu

beri tanda B, tapi kalau ibu tidak melakukannya ibu buat T.

4) Kontrak

(a) Topik :

Baik, besok saya akan kembali lagi untuk melatih kemampuan ibu

yang keempat.

(b) Waktu :

Ibu mau jam berapa? Baik jam 10 pagi ya.

(c) Tempat :

Tempatnya dimana ibu? bagaimana kalau disini saja, jadi besok kita

ketemu lagi disini jam 10 ya w. Assalamualaikum ibu.

4. SP IV Harga Diri Rendah (HDR)

a) Fase orientasi

1) Salam terapeutik

Assalamualaikum ibu. Apakah ibu masih ingat dengan saya?

Sesuai janji saya kemarin saya datang lagi.


48

2) Evaluasi / validasi :

Bagaimana perasaan ibu pagi ini? Bagaimana dengan perasaan

negatif yang ibu rasakan? Bagus sekali berarti perasaan tidak

berguna yang ibu rasakan sudah berkurang.

Bagaimana dengan jadwalnya? Boleh saya lihat bu? Yang

merapikan tempat tidur sudah dikerjakan. Bagus sekali, boleh saya

lihat kamar tidurnya? Tempat tidurnya rapi sekali.

Untuk cuci piringnya sudah dikerjakan sesuai jadwal, coba kita

lihat tempat cuci piringnya? Bagus bersih sekali tidak ada piring dan

gelas yang kotor, semua sudah rapi di rak piring.

Bagaimana dengan menyapu? Bagus lantai kamar ibu juga sudah

bersih, wah ibu luar biasa smua kegiatan dikerjakan sesuai jadwal

lalu apa manfaat yang ibu rasakan dengan melaukan kegiatan

secara terjadwal?

3) Kontrak :

(a) Topik :

Sekarang kita akan kita akan lanjutkan latihan kegiatan yang

keempat. Hari kita mau latihan mencuci pakaian kan? Tujuan

pertemuan pagi ini adalah untuk berlatih menyapu sehingga ibu

dapat mencuci pakaian dengan baik dan merasakan manfaat dari

kegiatan menyapu

(b) Waktu :

Kita akan melakukan latihan mencuci pakaian selamaa 30 menit bu


49

(c) Tempat :

Mari bu kita ke kamar mandi?

b) Fase kerja

Baik menurut ibu, apa saja yang kita perlukan untuk mencuci

pakaian?, bagus sebelum mulai kita menyapu kita perlu menyiapkan

ember, deterjen, gundar kain. Bagaimana cara mencuci pakaian yang biasa

ibu lakukan? Yah bagus jadi sebelum kita mencuci pakaian kita pisahkan

pakaian yang bewarna dengan pakain putih, kemudian masukan deterjen

secukupnya disesuaikan dengan jumlah baju dan tambahkan air sampai

adanya busa, masukan pakaian yang kotor tadi rendam 10-15 menit.

Setelah 10-15 menit kucek pakaian sampai bersih, apabila ada noda yang

tidak mau dikucek maka ibu bisa mengunakan gundar. Kemudian bilas

pakaian sampai busanya hilang kemudian pakaian bisa dijemur. Ayo kita

cobakn bu Ya bagus sekali ibu mencuci pakaian dengan bersih. Menurut

ibu bagaimana perbedaan pakaian setelah dicuci dibandingkan tadi

sebelum dicuci?

c) Fase terminasi

1) Eavaluasi subjektif :

Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan mencuci pakaian?

2) Evaluasi objektif :

Nah coba ibu sebutkan lagi langkah-langkah mencuci yang baik bu?

Bagus bu.
50

3) Rencana Tindak Lanjut

Sekarang mari kita masukan dalam jadwal harian ibu, mau berapa

kali ibu melakukannya? Bagus 2 kali seminggu…hari apa saja ibu

mau melakukannya ,jadi ibu mau melaukannya hari rabu dan

minggu?. Jika ibu melakukannya tanpa diingatkan perawat ibu beri

tanda M, tapi kalau ibu mencuci piring dibantu atau diingatkan

perawat ibu beri tanda B, tapi kalau ibu tidak melakukannya ibu buat

T.

4) Kontrak

(a) Topik :

Baik, besok saya akan kembali lagi untuk berbicara tentang

kebersihan diri ibu ya.

(b) Waktu :

Ibu mau jam berapa? Baik jam 10 pagi ya.

(c) Tempat :

Tempatnya dimana ibu? bagaimana kalau disini saja, jadi besok kita

ketemu lagi disini jam 10 ya wss.Assalamualaikum ibu.

2.3.6 Implementasi

Implementasi adalah pelaksanaan keperawatan oleh klien. Hal-hal

yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah tindakan

keperawatan yang akan dilakukan implementasi pada klien dengan harga

diri rendah kronis dilakukan secara interaksi dalam melaksanakan tindakan

keperawatan, perawat harus lebih dahulu melakukan :


51

1) Bina hubungan saling percaya

2) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien

3) Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan

4) Klien dapat menetapkan atau merencanakan kegiatan sesuai dengan

kemampuan yang dimiliki.

5) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dalam

kemampuannya.

6) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada dikeluarga

2.3.7 Evaluasi

Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari

tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan sesuai dengan

tindakan keperawatan yang dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi

dua evaluasi yaitu evaluasi proses dan evaluasi formatif, dilakuakan setiap

selesai melakukan tindakan evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan

membandingkan respon klien pada tujuan yang telah ditentukan. Evaluasi

masalah harga diri rendah diharapkan klien dapat :

1) Ancaman integritas fisik atau harga diri klien sudah berkurang

2) Perilaku klien menunjukan kemampuan dalam menerima,

menghargai dan meyakini diri sendiri.

3) Sumber koping yang adekuat sudah dimiliki klien dan digunakannya.

4) Klien dapat memperluas kesadaran diri, menyelidiki dan

mengevaluasi diri.

5) Klien sudah mempelajari strategi baru beradaptasi dan meningkatkan

aktualisasi diri
52

6) Klien sudah menggunakan pemahaman yang tinggi tentang diri

sendiri untuk meningkatkan pertumbuhan kepribadian.

2.4 Jurnal Penelitian

2.4.1 Hasil Penelitian Jurnal Ilmiah

Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok dalam Mengontrol Harga Diri Rendah

diHaukeland University Hospital Bergen, Norwegia. Penelitian ini menurut

McClure, auden C,MD,MPH pada tanggal 30 November (2014).Bertujuan untuk

melihat pengaruh terapi aktivitas kelompok yang meliputi teknik mengenal

manfaat bersosialisasi dalam kelompok bercakap-cakap, menyusun aktivitas

terjadwal, dan penggunaan obat secara teratur terhadap kemampuan harga diri

rendah. Dengan menggunakan metode Quasyeksperimen dengan pengambilan

sampel secara purposive sampling. Dari penelititan ini mengambil 20 responden

dengan harga diri rendah di Haukeland University Hospital Bergen, Norwegia.

Pengumpulan data dengan menggunakan lembar observasi untuk

mengetahui pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi dengan

kemampuan pasien dalam mengontrol harga diri rendah, dengan menggunakan

Chi-Square versi 16. Diperoleh hasil responden dalam bersosial menunjukkan

bahwa yang mampu mengenal bersosialisasi dalam kelompok sebanyak 12 (60%)

responden dan yang belum mengenal bersosialisasi dalam kelompok sebanyak 8

(40%), dalam bersosial sebanyak 11 (55,5%) responden dan yang kurang mampu

bersosial sebanyak 9 (45%) responden, dalam berckapa-cakap menunjukkan

bahwa yang mampu berakap-cakap sebanyak 13 (65 %) responden dan yang

kurang mampu bercakap-cakap sebanyak 7 (35%) responden, dalam menyususn

jadwal kegiatan menunjukkan bahwa yang mampu menyusun jadwal kegiatan


53

sebanyak 11 (55%) responden dan yang kurang mampu menyusun jadwal

kegiatan sebanyak 9 (50%) responden, dalam minum obat menunjukkan bahwa

yang mampu minum obat sebanyak12 (60%) responden dan yang kurang mampu

minum obat sebanyak 8 (40%) responden.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat

pengaruh antar terapi aktivitas kelompok yang meliputi teknik mengenal manfaat

bersosisal, bercakap-cakap, menyusun jadwal kegiatan, dan penggunaan obat

secara teratur terhadap kemampuan mengontrol harga diri rendah. Hasil penlitian

ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi keperawatan, klien dan keluarga

dalam merawat klien dengan harga diri rendah.

2.4.2 Hasil Penelitian Jurnal Ilmiah

Pengaruh Terapi Kognitif terhadap Harga Diri Remaja Korban Bullying di SMA

Taman Madya Malang. Penelitian ini menurut Betie Febriana, Sri Poeranto, Rinik

Eko Kapti, pada tanggal 23 Mei 2016.Bullying memberikan efek negatif pada

korbannya terutama remaja. Beberapa penelitian menyebutkan efek yang paling

besar adalah menurunnya harga diri korban. Studi sebelumnya menemukan bahwa

harga diri rendah merupakan faktor penyebab utama yang berakibat pada

buruknya performa remaja di sekolah baik prestasi maupun perilaku mereka. Oleh

karena itu, dibutuhkan terapi untuk meningkatkan harga diri remaja. Penelitian ini

bertujuan melihat pengaruh terapi kognitif pada perubahan harga diri remaja

korban bullying. Desain pada penelitian ini adalah kuantitatif dengan True

Experimental Pre-Post Test With Control Group. Jumlah sampel sebanyak 17

responden pada masing-masing kelompok dengan teknik simple random

sampling. Instrument harga diri menggunakan kuesioner dari teori Stuart (2013),
54

Kaplan (2007), dan Herdman (2015) yang dinilai dari aspek kognitif, afektif,

prilaku, sosial, dan fisik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan harga diri antara sebelum dan sesudah terapi pada kelompok perlakuan

(nilai p=0,001). Sedangkan, pada kelompok kontrol tidak terdapat perbedaan

harga diri antara sebelum dan sesudah terapi (nilai p= 0,564 ).

Terdapat perbedaan antara kelompok kontrol dan perlakuan setelah

diberikan terapi kognitif (nilai P=0,031 ),artinya ada pengaruh pemberian terapi

kognitif terhadap harga diri remaja korban bullying. Temuan lain dalam penelitian

ini adalah bahwa aspek kognitif (OR=5,25) merupakan aspek harga diri yang

paling kuat hubungannya dengan terapi kognitif dan yang paling lemah adalah

aspek sosial (1,63) sehingga dibutuhkan terapi lain sebagai terapi pelengkap untuk

meningkatkan aspek sosial.

Penelitian ini merupakan metode penelitian kuantitatif dengan

menggunakan rancangan True Experimental Pre-Post Test With Control Group.

Terapi kognitif sebagai variable independen dan harga diri sebagai variabel

dependen. Instrument harga diri menggunakan kuesioner dari teori Stuart (2013),

Kaplan (2010), dan Herdman (2015) yang dinilai dari aspek kognitif, afektif,

prilaku, sosial, dan fisik. Instrument terdiri dari 30 pertanyaan. Instrumen valid

dengan nilai r hitung antara 0,567-0,836 dan reliabel dengan nilai 0,957. Terapi

kognitif diberikan dalam 3 sesi yaitu sesi 1 Identifikasi pikiran otomatis negatif,

sesi 2 Penggunaan tanggapan rasional terhadap pikiran otomatis negative dan sesi

3 Manfaat tanggapan rasional terhadap pikiran otomatis yang negative.

Terapi dilakukan sebanyak 6 pertemuan masing-masing pertemuan

dilakukan setiap minggu berkisar 45-60 menit pada masing-masing responden.


55

Sampel sebanyak 17 responden pada masing-masing kelompok baik kontrol

ataupun perlakuan dengan metode simple random sampling. Kelompok perlkuan

mendapatkan terapi kognitif sedangkan Kelompok kontrol tanpa terapi. Tempat

penelitian di SMA Taman Madya Malang dengan waktu penelitian 23 Mei 2016.

Analisis bivariat menggunakan ujimarginal homogeneity dan Uji

Kolmogorovsmirnov dan odd ratio untuk mengetahui keeratan hubungan tiap

aspek harga diri dengan terapi kognitif.


BAB 3

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah suatu strategi untuk mencapai tujuan penelitian

yang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau penuntun peneliti pada

seluruh proses penelitian (Nursalam, 2011). Pada bab ini dapat di sajikan desain

penelitian, batas istilah, partisipasi, lokasi dan waktu penelitian, pengumpulan

data, uji keabsahan data, analisis data, dan etik penelitian.

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah suatu strategi dalam mengidentifikasi

permasalahan sebelum perencanaan akhir dimana penilitian dilaksanakan

(Nursalam, 2014). Dalam penelitian yang digunakan dalam studi kasus ini adalah

deskriptif, yaitu studi yang mengeksplorasi suatu masalah/fenomena dengan

batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam dan menyertakan

berbagai sumber informasi. Studi kasus dibatasi oleh waktu dan tempat, serta

kasus yang dipelajari berupa peristiwa, aktivitas atau individu.

Penelitian ini menggunakan metode studi kasusyang bertujuan untuk

mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan dengan harga diri rendah pada

pasien skizofrenia hebefrenik.

3.2 Batasan Istilah

Batasan istilah (atau dalam versi kuantitatif disebut dengan definisi

operasional). Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang

diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang dapat di amati

(diukur) merupakan kunci definisi operasional. Dapat diamati artinya

56
57

memungkinkan peneliti untuk melakukan wawancara atau pengukuran secara cermat

terhadap suatu objek atau fenomena yang kemudian dapat diulangi lagi oleh orang

lain.

Asuhan Keperawatan merupakan suatu tindakan kegiatan atau proses dalam

praktik keperawatan yang diberikan langsung kepada pasien untuk memenuhi

kebutuhan objektif pasien sehingga dapat mengatasi masalah yang sedang

dihadapinya, dan asuhan keperawatan dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah ilmu

keperawatan. Asuhan keperawatan tersusun oleh beberapa rangkaian, diantaranya

pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi.

Pengkajian : pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk

mengumpulkan informasi atau data tentang klien agar dapat mengidentifikasi,

mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik,

mental, sosial dan lingkungan. Diagnosa : identifikasi sifat-sifat penyakit atau

kondisi atau membedakan suatu penyakit atau kondisi dari yang lainnya. Penilaian

dapat dilakukan melalui pemeriksaan fisik, tes laboratorium, atau sejenisnya, dan

dapat dibantu oleh program komputer yang dirancang untuk memperbaiki proses

pengambilan keputusan. Intervensi : tindakan yang dirancang untuk membantu klien

dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke tingkat yang diinginkan dalam hasil

yang diharapkan. Implementasi : pelaksanaan keperawatan yang sudah dipersiapkan

untuk klien. Evaluasi : proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan

keperawatan pada klien.

Skizofreniamerupakan gangguan fungsi otak yang timbul akibat kelebihan

dopamine (zat yang mencapaikan pesan dari syaraf satu ke syaraf yang lain).
58

Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang terpecah belah antara perasaan atau

emosional, pikiran dan perilaku. Dengan ciri tidak bisa membedakan antara khayalan

dan kenyataan, keyakinan yang salah namun dianggap benar, atau tindakan yang

tidak bisa dikendalikan, proses pikir yang tidak beraturan. Skizofrenia hebefrenik :

memiliki gejala gangguan proses berpikir, gangguan kemauan dan adanya

depersonalisasi.

Harga diri rendahadalahperasaan tidak berharga, tidak berarti, dan rendah diri

yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan

diri. Harga diri rendah dibedakan menjadi dua yaitu : harga diri rendah situasional

adalah keadaan dimana individu yang sebelumnya memiliki harga diri positif

mengalami perasaan negative mengenai diri dalam berespon , terhadap sesuatu

kejadian (kehilangan, perubahan), harga diri rendah kronik adalah keadaan dimana

individu mengalami evaluasi diri yang negative mengenai diri atau kemampuan

dalam waktu lama.

3.3 Partisipasi

Unit analisis/partisipasi dalam penelitian ini subyek yang digunakan adalah 2

klien pada Ny. K dan Ny. M dengan masalah keperawatan dan diagnosis pada klien

dengan harga diri rendah pada pasien skizofrenia hebefrenik.

3.4 Lokasi dan waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan Di Ruang Sedap Malam RSJ Dr. Radjiman

Wediodiningrat lawang. Waktu penelitian ini dilakukan pada tanggal 07 Oktober

2017.
59

3.5 Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses

pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian

(Nursalam,2014).

Langkah awal yang dilakukan penelitian adalah mendapatkan suatu

rekomondasi dari instut dengan mengajukan permohonan izin terlebih dahulu kepada

institusi tentang tempat penelitian, setelah itu mengajukan permohonan izin kepada

ruang Sedap Malam guna memperoleh data yang dibutuhkan. Setelah izin diperoleh,

peneliti menentukan subyek, kemudian melakukan pendekatan kepada responden

dengan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian. Bila responden bersedia,

responden diminta menandatangani surat pernyataan menjadi subyek penelitian.

Setelah memperoleh responden untuk studi kasus, dilakukan intervensi selama 5 hari

untuk masalah Asuhan Keperawatan pasien dengan harga diri rendah pada pasien

skizofrenia hebefrenik Di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang.

Langkah-langkah dalam pengumpulan data :

1. Meminta surat penghantar dari institusi untuk pengambilan data

2. Mendapatkan izin untuk melakukan wawancara dari RSJ

3. Menentukan satu responden yang sesuai dengan kriteria

4. Membina hubungan saling percaya dengan responden

5. Menjelaskan maksud dan tujuan pertemuan

6. Memberikan informed consend yang mewakili

7. Memulai wawancara dengan pemberian komunikasi terapuetik sesuai strategi

pelaksanaan, oleh perawat


60

8. Melakukan observasi tertutup respon perilaku pasien. Melakukan secara

langsung pada pasien

9. Studi dokumentasi dan angket (hasil dari pemeriksaan diagnostik dan data lain

yang relevan).

3.6 Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data/informasi yang

diperoleh sehingga menghasilkan data dengan validitas tinggi. Disamping integritas

peneliti (karena peneliti menjadi instrumen utama), uji keabsahan data dilakukan

dengan : memperpanjang waktu pengamatan/tindakan dan sumber informasi

tambahan menggunakan triangulasi dari tiga sumber data utama yaitu klien, perawat,

dan keluarga klien yang terkait dengan masalah yang diteliti.

3.7 Analisis Data

Teknik analisa data pada studi kasus deskriptif disesuaikan dengan sifat/jenis

data yang dikumpulkan, apakah data kuantitatif atau kualitatif. Pengolahan data yang

di gunakan adalah menggunakan teknik non-statistik yaitu pengolahan data dengan

menggunakan analisa kualitatif. Data kualitatif adalah data yang digambarkan dengan

data-data atau kalimat yang dipisahkan untukmendapatkan kesimpulan yang di

dapatkan hasil wawancara yang berupa komunikasi terapuetik, yang telah diobservasi

secara tertutup.

Teknik analisis digunakan dengan cara observasi oleh peniliti dan study

dokumentasi yang menghasilkan data untuk selanjutnya yang di intpretasikan dan

dibandingkan teori yang ada sebagai bahan untuk memberikan rekomendasi dalam

intervensi tersebut. Urutan dalam analisis adalah :


61

1. Pengumpulan data

Data dikumpulkan dari hasil WOD (Wawancara, Observasi,

Dokumentasi). Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin

dalam bentuk transkrip (catatan terstruktur).

2. Mereduksi data

Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan

dijadikan satu dalam bentuk transkrip dan dikelompokkan menjadi data

subjektif dan objektif, dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik

kemudian dibandingkan nilai normal.

3. Penyajian data

Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan maupun teks

narative. Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan mengaburkan identitas

dari klien.

4. Kesimpulan

Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan

dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku

kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi. Data yang

dikumpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnosis, perencanaan tindakan

dan evaluasi.

3.8 Etik Penelitian

Sebelum dilakukan pengambilan data diperlukan surat penghantar dari

institusi pendidikan untuk diserahkan ke instansi tempat penelitian. Setelah mendapat

surat penghantar dan di jalankan oleh instansi tempat penelitian, selanjutnya


62

dilakukan informed consent dan penandatanganan format persetujuan dengan

keluarga dan pasien, dimana responden akan mendapatkan perlindungan akan hak-

haknya antara lain :

1. Informed Consent

Memberikan penjelasan sebelum meminta persetujuan ini dimaksudkan agar

seluruh obyek selidik mengetahui maksud dan tujuan penelitian, jika bersedia

menjadi responden, maka diminta untuk menandatangani lembar persetujuan

tersebut, tetapi bila tidak bersedia tetap akan dihargai.

2. Anomimity

Responden boleh tidsk mencamtumkan namanya dalam lembar pengumpul

data, dan sebagai penggantinya diberi kode pada masing-masing alat

pengumpul data.

3. Confidentiality

Informasi yang telah dikumpulkan dari responden akan di jamin kerahasiaan

nya, hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan pada hasil

Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan maupun teks

naratif. Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan mengaburkan identitas dari

klien.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Gambaran Lokasi Pengambilan Data

Rumah Sakit Jiwa Lawang memiliki Rawat Inap Kelas I, II, dan III untuk laki

– laki dan perempuan ruangan tersebut antara lain ruang Sedap Malam,Cempaka,

Wijaya Kusuma, Jalak, Kenari, Perkutut, Kutilang, Merpati, Cucak Rowo, Melati,

Parkit, Garuda, Bangau, Nuri. Lokasi penelitian dilaksanakan di Ruang Sedap Malam

atas rekomendasi pihak RSJ Lawang. Ruang Sedap Malam adalah Ruang khusus

untuk penderita gangguan jiwa mulai dari usia 20 tahun keatas, Jumlah klien yang di

rawat di ruang sedap adalah 25 orang. Fasilitas yang terdapat di ruang sedap malam

adalah tempat tidur pasien 30 bad, ruang makan, 4 kamar mandi dan 4 wc, kantor

petugas, taman, kebun bercocok tanam, teras bersantai pasien, tempat untuk olah

raga, tempat dapur, gudang penyimpanan barang-barang seperti sapu, kain pel dll.

63
64

4.1.2. Pengkajian Keperawatan

I. Identitas Klien

Tabel 4.1 Identitas Klien


IDENTITAS KLIEN Klien 1 Klien 2
Nama Ny. K Ny. M
Umur 26 tahun 30 tahun
Pendidikan SMP SD
Status Belum Menikah Belum Menikah
Sumber Informasi Klien, Status klien Klien, dan klien
Alamat Lekok Kediri
Pekerjaan Menjaga toko Tukang Kebun
Jenis Kelamin Perempuan Perempuan
No. RM 120XXX 121XXX
Tanggal Dirawat 26Oktober 2017 6 Oktober 2017
Tanggal Pengkajian 7 November 2017 7 November 2017
Ruang Rawat Sedap Malam Sedap Malam

II. Alasan Masuk

Tabel 4.2 Alasan Masuk


Alasan Masuk Klien 1 Klien 2
Data Primer Klien sering dikucilkan oleh Klien mengatakan merasa
masyarakat di lingkungan rendah diri dan tidak berharga,
sekitarnya karena bibirnya yang kalau dia itu ada masalah
sumbing, sehingga klien merasa dengan dirinya yang tidak
malu, menyendiri dan selalu menikah-menikah karena ketiga
murung sendirian adiknya semua sudah menikah
Data Skunder Pasien di bawah ke RSJ RW Pasien dibawa keRSJ
Lawang oleh keluarganya widiodiningrat lawang oleh
keluarganya
65

III. Riwayat Penyakit Sekarang (Faktor Presipitasi)

Tabel 4.3 Riwayat Penyakit Sekarang


Riwayat Penyakit Sekarang Klien 1 Klien 2
Riwayat Penyakit Sekarang Klien pernah di rawat Tahun Klien mengatakan ia
2006 di bawah ke RSJ RW mengalami sakit gangguan
Lawang selama 2 bulan, lalu jiwa pada tahun 1995 tapi
beliau dengan keadaan klien tersebut hanya rawat
pulang sembuh, pengobatan jalan dirumah sakit Menur
rutin, akan tetapi klien Surabaya tetapi tidak ada
kambuh lagi, klien hasilnya tetap setelah itu
mengatakan sudah 2 kali dibawa keRSJ Lawang pada
dibawah ke RSJ kemudian tahun 2011 dirawat inap
untuk kedua kalinya pada selama 100 hari dan pada
Tahun 2017 beliau di rawat tahun 2012 dia dirawat inap
lagi di RSJ RW lagi selama 40 hari pada tahun
Lawangsampai sekarang, 2013 dirawat inap lagi selama
pada 26Oktober 2017, 1 minggu, setelah itu klien di
karena Klien sering rawat lagi RSJ RW Lawang
dikucilkan oleh masyarakat tahun 2017, karena klien
di lingkungan sekitarnya merasa rendah diri dan tidak
karena bibirnya yang berguna, Klien mengatakan
sumbing, sehingga klien kalau dia itu ada masalah
merasa malu, menyendiri dengan dirinya yang tidak
dan selalu murung sendirian menikah-menikah karena
ketiga adiknya semua sudah
menikah.

IV. Riwayat Penyakit Dahulu (Faktor Predisposisi)

Tabel 4.4 Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Penyakit Dahulu Klien 1 Klien 2
Riwayat Penyakit yang lalu Klien mengatakan pernah di Ia pernah masuk kerumah sakit
rawat di RSJ RW Lawang jiwa Menur Surabaya pada
selama 2 bulan pada tahun tahun 1995 tapi hanya dirawat
2006, dan klien juga pernah jalan saja terus pasien pernah
di bawah ke Kyai.  10 rawat inap pada tahun 2011-
tahun yang lalu beliau sudah 2013 dirawat diRSJ Lawang
2x di rawat di RSJ RW
Lawang.
Riwayat Trauma Klien mengatakandulu Klien mengatakan tidak pernah
sering di ejek dan mengalami penyakit fisik
dikucilkan, bahkan sampai
di pukul dengan
menggunakan rotan, oleh
tetangganya sehingga klien
menyendiri dirumah dan
merasa tidak berharga.
66

Riwayat Penyakit Keluarga Klien mengatakan ayahnya Klien mengatakan tidak ada
pernah di rawat di RSJ Dr. anggota keluarga yang
Radjiman Wediodiningrat mengalami gangguan jiwa
Lawang dengan keluhan
bumi terasa bergoyang dan
di diagnose halusinasi
pendengaran.

V. Pemeriksaan Fisik

Tabel 4.5 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Fisik Klien 1 Klien 2
Keadaan Umum Kondisi umum baik, kesadaran Kondisi umum baik, kesadaran
composmentis. composmentis.
Tanda-Tanda Vital TD : 120/60 mm/Hg TD: 130/80 mmHg
N : 88 x/m N: 86x/menit
S : 36.5oC S: 36oC
RR : 20 x/m RR : 20x/menit
Ukur BB dan TB BB: 55 kg BB: 60 kg
TB: 155 cm TB: 165cm
Keluhan Fisik Klien mengatakan tidak ada Klien mengatakan tidak
keluhan fisik. memiliki keluhan fisik yang
dirasakan saat ini
Head To Toe Rambut dan kepala : Rambut Rambut dan kepala : Rambut
acak-acakan, ada sedikit bersih tidak ada ketombe
ketombe. Mata : simetris, konjungtiva
Mata : Simetris, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak
tidak anemis. ikterik, tidak ada oedem pada
Mulut dan gusi : gigi kotor dan palpebral.
mukosa bibir lembab. Hidung : simetris, tidak ada
Telinga : Simetris, terdapat pernafasan cuping hidung.
serumen di telinga Mulut dan gusi : bibir kering
dan mulut kering.
Telinga : simetris, tidak ada
perdarahan pada telnga

Masalah Keperawatan : Defisit Perawatan Diri


Berpakaian dan Mandi
67

VI. Pengkajian Psikososial (Sebelum dan Sesudah Sakit)

4.1 Gambar Genogram Klien 1

1. Genogram (Klien 1) :

Ny. U Tn. K Ny. S Tn. L

Ny. W Tn. O Tn. H Ny. J Ny. G Tn. D

Ny. T Tn. V Ny. K Ny. P Ny. A

Keterangan :

: Laki-Laki
: Perempuan
: Meninggal
: Garis perkawinan
: Garis keturunan
: Tinggal serumah
: Pasien

Penjelasantentang genogram klien 1 :

Klien anak ke 3 dari 5 bersaudara, dirumah klien tinggal dengan ibu dan adik no 5

klien.

Pola Asuh : Klien mengatakan klien diasuh secara baik tanpa ada kekerasan.
68

Pola pengambilan keputusan : Klien saat dirumah jarang mengambil keputusan

karena dia merasa sebagai anak.

Pola komunikatif : Klien kurang berkomunikasi saat diajak berkomunikasi, klien

sering menyendiri.
69

4.2 Gambar Genogram Klien 2

Genogram (Klien 2) :

Ny. I Tn. J Ny. T Tn. C

Tn. F Tn. X Ny. R Tn. Q Ny. V Tn. P Ny. Z Ny. S

Ny. M Tn. E Tn. O Ny. B Tn. Y

Keterangan :

: Laki-Laki

: Perempuan

: Meninggal

: Garis perkawinan

: Garis keturunan

: Tinggal serumah

: Pasien
70

Penjelasan tentang genogram klien 2 : Klien anak pertama dari 5 bersaudara dan dari

5 bersaudara klien sendiri yang belum menikah. Klien tinggal satu rumah dengan

kedua orang tua klien dan adik no 4 dan no 5 beserta suami dan istri adik-adik klien.

Pola asuh : Klien mengatakan di asuh secara baik tanpa ada kekerasan.

Pola pengambilan keputusan : klien saat dirumah tidak mengambil keputusan

Pola komunikatif : Klien sering mengalihkan mata jika di ajak berbicara dan dan

sering menunduk.

2. Konsep Diri

Tabel 4.6 Konsep diri


Konsep Diri Klien 1 Klien 2
a. Citra tubuh Klien mengatakan dari aggota Klien mengatakan menyukai
tubuhnya yang tidak di sukai seluruh bagian tubuhnya karena
adalah bibirnya yang sumbing dia merasa kuat
sejak lahir dan itu yang
membuatnya malu.
b. Identitas Klien dapat menyebutkan Klien merasa tidak puas dengan
identitasnya dengan baik kondisinya karena sampai
yaituNama : K, Umur : 26 sekarangpun klien belum
tahun, Agama : Islam, Jenis menikah
kelamin : Perempuan
c. Peran Klien mengatakan saat dirumah Klien dirumah kerja sebagai
ia yang menjaga orang tuanya tukang rumput
dan iajuga menjaga toko yang
ada dirumahnya.
d. Ideal diri Klien mengatakan ingin pulang Pasien mengatakan ingin
karena ia kangen sama orang tua sembuh dan cepet nikah
dansaudara-saudaranya.
e. Harga diri Klien sering sering sekali Saya minder dengan adik-adik
menyendiri dan tidak mau saya karena sudah menikah,
kumpul samaorang2 sekitar sedangkan saya belum menikah,
karena malu bibirnya yang dan masyarakat sering
sumbing. menyindir saya belum nikah
Masalah Keperawatan : Gangguan konsep diri: Harga Gangguan konsep diri: Harga
Diri Rendah Diri Rendah
71

3. Hubungan Sosial

Tabel 4.7 Hubungan Sosial


Hubungan Sosial Klien 1 Klien 2
a. Orang yang berarti/terdekat Klien mengatakan orang yang Klien mengatakan paling dekat
paling dekat dengan klien dengan ibu klien
adalah ibu klien
b. Peran serta dalam kegiatan Klien mengatakan tidak Klien bekerja sebagai tukang
kelompok/masyarakat pernah melakukan kegiatan di kebun dirumah tetangganya dan
kelompok/masyarakat. biasanya kalau pulang kerumah
langsung tidur dan tidak keluar
rumah, Klien juga mengatakan
dirumah tidak mengikuti
kegiatan apapun karena menurut
klien cuman menghabiskan
uang saja
c. Hambatan hubungan dengan Klien mengatakantidak suka Klien mengatakan malas
orang lain keluar rumah ia sering bertemu orang lain karena selalu
menyendiri di kamar karena di ejek dan dikucilkan, kadang
malas bertemu dengan orang klien selalu menghindar bila ada
lain dan sering dikucikan oleh orang lain di dekatnya, Klien
orang-orang karena bibirnya juga mengatakan malu
yang sumbing. berinteraksi dengan orang lain
Masalah Keperawatan : Isolasi Sosial : Menarik diri Isolasi Sosial : Menarik diri

4. Spiritual

Tabel 4.8 Spiritual


Data Spiritual Klien 1 Klien 2
a. Nilai dan Keyakinan Nilai : Klien merasa ada orang- Pasien mengatakan dengan
orang disekitar dirinya sadar dan jelas bahwa dia
menganggap dirinya itu beragamaislam dan tuhannya
pembawa sial, malu dan jelek. adalah Allah SWT
Keyakinan : Klien mengatakan
tidak rajin beribadah pada saat
dirumah sakit tapi ketika di
rumah ia mengatakan selalu
beribadah.
b. Kegiatan Ibadah Klien mengatakan sholat 5 Ibadah dirumahnya rajin tetapi
waktu ketika dirumah dan jika di rumah sakit dia
ketika di rumah sakit tidak. tidakberibadah
72

VII.Status Mental

Tabel 4.9 Status mental


Status Mental Klien 1 Klien 2
1. Penampilan Penampilan klien tidak rapi, Penampilan klien kurang rapi,
Rambut klien acak-acakan dan baju miring, rambut panjang
gigi kotor. acak acakan dan berketombe

2. Interaksi selama Saat diajak wawancara klien Ketika di wawancarai klien


wawancara kooperatif, pandangan mengalihkan pandangannya dan
terkadang menatap perawat selalu menundukan kepala
terkadang mengalihkan
pandangan, klien sering
menundukkan kepala, klien
menjawab pertanyaan,
terkadang keluar dari topik dan
diam

3. Pembicaraan Cara berbicara tidak jelas dan Ketika diwawancarai klien


pelan, dan kadang keluar dari menjawab pertanyaan,
topik pembicaraan. terkadang keluar dari topik dan
diam

4. Akitivitas Motorik Gerakan otot muka dan mata Klien selalu mandi setiap hari
yang berubah-ubah, tidak dapat 5x sehari karena bila badan
dikontrol oleh klien. bersih cowok-cowok akan
banyak yang mendekatinya

5. Kesadaran Composmentis, dibuktikan Klien sadar penuh,


dengan klien sering mondar composmentis
mandir, Kesadaran berubah,
terkadang merenung, melamun
sendiri dan terkadang menangis.

6. Orientasi Waktu : Pada pukul 09.30, Klien tidak mengalami ganguan


Tempat : Ruang Sedap Malam, orientasi, terbukti saat pasien di
Orang : Mahasiswa akper Tanya sekarang jam berapa?
pemkot pasuruan. Dan pasien mengatakan hari ini
jam09.00 dan pasien
mengatakan sekarang tanggal 7-
11-2017 berada di RSJ lawang

7. Perasaan Emosi klien labil terbukti bahwa Pasien terlihat cemas dan
klien terkadang menyendiri mengatakan ingin pulang
sendiri dan terkadang tiba-tiba bertemu dengan keluarga .
menangis, bicaranya berubah- Afek pasien saat di Tanya
ubah terkadang bilang bahwa ia seputar perasaannya juga datar
kangen ibu dan ingin pulang. terbukti pasien tidak ada
perubahan ekspresi

8. Prsepsi-Sensori Klien mengatakan sering Pasien mengatakan ada suara


mendengar suara tetangganya bisikan bising pada saat sendiri,
73

memaki dirinya dan mendengar suara itu datang sering dan


suara temannya mengucilkan membuat pasien marah dan
dia dan mengusirnya. jengkel kadang pasien tertawa
sendiri saat sendiri

Masalah Keperawatan : Gangguan Persepsi Sensori : Gangguan Persepsi Sensori :


Halusinasi Pendengaran Halusinasi Pendengaran
9. Proses Pikir
a. Arus Pikir Klien mengatakan sering Koheren terbukti Pembicaraan
mendengar suara tetangganya sesuai dengan topicyang
memaki dirinya dan mendengar dibicarakan
suara temannya mengucilkan dia
dan mengusirnya.

b. Isi Pikir Fantasi terbukti klien Pasien mengatakan ia sudah


mengatakan ia mempunyai ingin menikah dan mempunyai
beberapa koleksi mobil yang banyak suami
banyak dirumahnya tetapi itu
semua tidak benar.

c. Bentuk Pikir Non realistic, terbukti ketika Pasien mengatakan dia ingin
klien berbicara tidak sesuai mempunyai suami banyak dan
dengan kenyataan. anak banyak agar tidak di
kucilkan orang lagi

10. Memori Daya ingat klien jagka panjang Pasien mengatakan pada tahun
Penjelasan : Klien mengatakan 1995 sudah ganguan jiwa
pernah di rawat di RSJ RW (ganguan daya ingat jangka
Lawang selama 2 bulan pada panjanka panjang >1 bulan),
tahun 2006, dan klien juga Pasien mengatakan hari ini
pernah di bawah ke Kyai.  10 tanggal 8-11-2016 dan di jenguk
tahun yang lalu beliau sudah 2x oleh keluarganyan(ganguandaya
di rawat di RSJ RW Lawang. ingat jangka pendek 1 hari-1
bulan), Pasien mengatakan hari
ini makan ayam dan nasi di
campur dengan sayur-sayuran
dan tempe

11. Tingkat Konsentrasi Klien dapat berkonsentrasi Berkonsentrasi : mudah beralih


dan Berhitung dengan baik, terbukti klien dapat terbukti saat ditanya respon
menjawab dan menghitung lambat kadang tidak
kelipatan ke 7 dan klien juga menjawab pertanyaan.
dapat berhitung dengan baik Berhitung: klien mampu
berhitung sederhana

12. KemampuanPenilaian Klien mengatakan dirinya tidak Pasien dapatberkomunikasi


berguna dan memalukan dengan baik, terbukti pasien
dapat menjawab danberhitung
dari kelipatan ke 7 dan pasien
juga dapat berhitung dengan
baik seperti100-7 = 93

13. Daya Tilik Diri Klien mengatakan ia di bawa ke Pasien mengatakan bahwa
74

RSJ Lawang ruang sedap malam dirinya tidak sakit tetapi


atas kesalahan yang dibuat oleh keluarga dan tetangga
dirinya menyuruhuntuk di bawah ke
RSJ RW Lawang

VIII. Kebutuhan Persiapan Pulang

Tabel 4.10 Kebutuhan Persiapan Pulang


Kebutuhan Persiapan Pulang Klien 1 Klien 2
1. Makan Klien mampu makan secara Pasien dapat makan mandiri
mandiri tanpa bantuan, klien tetapi lebih suka makan tidak
makan 3x sehari dengan memakai sendok
komposisi nasi, sayur , lauk
pauk, dan klien minum
kurang lebih 8 gelas/hari
2. BAB/BAK Klien mampu melakukan Klien tidak mampu melakukan
eliminasi dengan baik secara eliminasi dengan baik terbukti
mandiri, BAB 1x sehari dan klien sreng BABditempat ia
BAK kurang lebih 5x sehari tidur dan sering BAK pada saat
klien sedang tertidur
3. Mandi Klien mampu melakukan Klien mampu mandi secara
mandi secara mandiri dengan mandiri dengan baik tanpa
baik tanpa bantuan orang bantuan orang lain tapi
lain klienjarang mandi kalau tidak
diingatkan
4. Berpakaian/Berhias Jelaskan: klien mampu Klien dapat berpakaian secara
berpakaian secara mandiri mandiri tanpa bantuan teman
sebelum mandi klien dan mampu memilih
melepas pakaian dan setelah pakaiannya sendiri
mandi klien mampu
memakai baju yang sudah
diberikan dari RS secara
mandiri
5. Istirahat dan Tidur Tidur siang, lama: 13.30 s/d Tidur siang: 13.30 s/d
15.30 15.30
Tidur malam :19.15 s/d Tidur malam :19.15 s/d
04.30, Klien tidak 04.30
mengalami gangguan tidur , Klien tidak mengalami
klien sebelum dan sesudah gangguan tidur, klien sebelum
tidur jarang merapikan dan sesudah tidur jarang
tempat tidur merapikan tempat tidur
6. Pengobatan Klien mengatakan dirumah Klien mengatakan dirumah sakit
sakit selalu minum obat selalu minum obat obatan yang
obatan yang diberikan oleh diberikan oleh perawat
perawat
7. Pemeliharaan Kesehatan Klien membutuhkan Klien membutuhkan perawatan
perawatan lanjut dan system lanjut dan system pendukung
pendukung dari keluarga dari keluarga selama dirumah
selama dirumah
8. Aktivitas Dalam Rumah Klien mengatakan saat di Klien mengatakan saat di rumah
75

rumah klien tidak melakukan klien melakukan aktivitas


aktivitas apapun karena seperti memasak dan berkumpul
malas dengan keluarga
9. Aktivitas Luar Rumah Klien mengatakan tidak Minat dan mood klien menurun
pernah beraktivitas di luar ditandai dengan klienSering
rumah karena klien merasa menyendiri
bahwa orang lain tidak ingin
bergaul dengan dirinya dan
selalu mengatakan ia tidak
berguna

IX. Mekanisme Koping

Tabel 4.11 Mekanisme koping


Mekanisme Koping Klien 1 Klien 2
Klien selalu diam di kamar, Klien selalu menyendiri dan
menarik diri dari lingkungannya tidak mau kumpul dengan
karena ia merasa masyarakat di masyarakat dan klien selalu
lingkungannya membenci menundukan kepalanya bila di
dirinya ajak bicara
76

X. Diagnosa Psikososialdan Lingkungan

Tabel 4.12 Diagnosa Psikososial dan Lingkungan


Diagnosa Psikososial dan Klien 1 Klien 2
Lingkungan
Diagnosa Psikososial dan 1. Masalah dengan dukungan 1. Masalah dengan dukungan
Lingkungan kelompok, kelompok,
spesifikasinya:Klien spesifikasinya:Klien hanya
mengatakan selalu mengikuti kegiatan
melakukan kegiataan dengan kelompok yang sudah
menyendiri, mengurung diri, direncakan oleh perawatnya,
selalu menunduk, dan tidak namun diluar kegiatan
mau begaul dengan teman- tersebut, klien hanya
temannya. menghabiskan waktu
2. Masalah berhubungan dengan menyendiri,
dengan lingkungan, 2. Masalah berhubungan
spefikasinya: Klien selalu dengan lingkungan,
menyendiri dan tidak mau spefikasinya:Klien
bergaul dengan mengatakan tidak suka
lingkungannya karena malu. berkumpul dengan oranag
3. Masalah dengan pendidikan, lain karena merasa orang
spesifikasinya:Klien lain tidak ingin bergaul
mengatakan pendidikan dengan dirinya.
terakhirnya adalah SMP 3. Masalah dengan pendidikan,
4. Masalah dengan pekerjaan, spesifikasinya:Klien
spesifikasinya:Klien mengatakan pendidikan
menjaga took terakhirnya adalah SD.
5. Masalah dengan perumahan, 4. Masalah dengan pekerjaan,
spefikasinya:Klien tinggal spesifikasinya:Klien bekerja
dengan ibunya dan 1 sebagai tukang kebun
adeknya 5. Masalah dengan perumahan,
6. Masalah dengan ekonomi, spefikasinya:Klien tinggal
spesifikasinya:Klien dengan kedua orang tuanya
mengatakan tidak ada dan adik no 4 dan no 5
masalah dengan beserta suami dan istri
keuangannya adiknya
7. Masalah dengan pelayanan 6. Masalah dengan
kesehatan, ekonomi,spesifikasinya:Klie
spesifikasinya:Klien n mengatakan uang
mengatakan pernah dirawat pensiunan suaminya tidak
di RSJ RW Lawang kurang mencukupi kehidupannya
lebih 10 tahun yang lalu, dan sehingga ia ingin
dibawa ke dukun menciptakan uang yang
bergambarkan keluarganya
7. Masalah dengan pelayanan
kesehatan,
spesifikasinya:Klien
mengatakan sebelumnya
sudah sering di rawat di RSJ
RW Lawang
77

XI. Pengetahuan Kurang Tentang Pengobatan

Tabel 4.13 pengetahuan kurang tentang pengobatan


Pengetahuan Yang kurang Klien 1 Klien 2
Pengeta Kurang pengetahuan tentang Klien berkata ia tidak sakit
huan Kurang Tentang Pengobatan pengobatan, Klien hanya jiwa dan Klien tidak tau obat
menggelengkan kepala saat apa yang dia
ditanya penyakitnya, Klien
tidak tau obat apa yang dia
minum

XII. Aspek Medis

Tabel 4.14 Aspek medis


Aspek Medis Klien 1 Klien 2
Diagnosa Medik Skiofrenia Hebefrenik Skizofrenia Hebefrenik
Terapi Medik Tb pepoute 250 mg, Tfp 5 mg, TB Depocote 250 mg, TFP
Clozapine 25 mg 5mg, Clozapine 25 mg
78

I. ANALISIS DATA (Klien 1) :


Tabel 4.15 Analisa data klien 1
NO DATA DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. DS: Gangguan Konsep Diri : Harga Diri
Klien mengatakan dihina, dicaci maki dan di Rendah
kucilkan oleh masyarakat di lingkungansekitarnya,
karena bibirnya yang sumbing

DO:
Merasa di asingkan dan kurang percaya diri, klien
tampak selalu menundukkan kepala
2. DS: Isolasi Sosial : Menarik Diri
Klien mengatakantidak suka keluar rumah ia sering
menyendiri di kamar karena malas bertemu dengan
orang lain dan sering dikucikan oleh orang-orang
karena bibirnya yang sumbing.

DO:
Duduk menyendiri, melamun, menangis menyesal
3. DS: Gangguan persepsi sensori :
Klien mengatakan mendengar suara-suara Halusinasi pendengaran
tetangganya mengusirnya dan memaki-maki dirinya

DO:
Ekspresi mata sayu, diam menyendiri dan menangis
sendiri
4. DS : Defisit Perawatan Diri Berpakaian dan
Klien mengatakan tidak pernah menggosok gigi, Mandi
kulit kering, jarang mandi, Klien mengatakan jarang
menyisir rambut dan jarang mengganti pakiannya,
klien juga tidak pernah keramas.

DO :
Klien tampak kelihatan kotor dan tidak bersih, kulit
tambak kusam, wajah tampak kusam, Rambut dan
kepala : Rambut acak-acakan, ada sedikit ketombe.
79

ANALISA DATA (Klien 2) :


Tabel 4.16 Analisa data klien 2
NO DATA DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. DS : Gangguan Konsep Diri : Harga Diri


Klien mengatakan dirinya sering di kamar dan Rendah
tidak pernah kumpul masyarakat karena tidak
ada gunanya, dan dihina dicaci maki, di
kucilkan oleh masyarakat di lingkungan
sekitarnya
DO :
klien terlihat selalu menyendiri dan tidak mau
kumpul orang lain, dan klien selalu
menundukkan kepalanya bila di ajak bicara.
2. DS : Isolaso Sosial : Menarik Diri
Klien mengatakan malas bertemu orang lain
karena selalu di ejek dan dikucilkan, kadang
klien selalu menghindar bila ada orang lain di
dekatnya, Klien juga mengatakan malu
berinteraksi dengan orang lain

DO :
Duduk menyendiri, melamun, menangis
menyesal
3. DS : Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
Klien mengatakan mendengar suara bisikan Pendengaran
ramai dan bising pada saat sendiri, suara itu
datang sering dan membuat pasien marah dan
jengkel, terkadang pasien tertawa sendiri saat
di ajak bicara.
DO:
Ekspresi wajah tenang, tertawa sendiri,
berbicara sendiri dan telinga di tutup.
80

4.1.3. Diagnosa Keperawatan

Tabel 4.17 Diagnosa Keperawatan pada klien 1 dan klien 2


Klien 1 Klien 2
Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

Menarik Diri : Isolasi Sosial Menarik Diri : Isolasi Sosial

Defisit Perawatan Berpakaian dan Mandi Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran

Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran

II. POHON MASALAH

Tabel 4.18 Pohon masalah pada klien 1 dan klien 2


Klien 1 Klien 2

Defisit Perawatan Diri………….Efek Isolasi Sosial……………………Efek

Isolasi Sosial……………………Efek Harga Diri Rendah……………..Core Problem

Halusinasi Pendengaran………..Causa
Harga Diri Rendah……………..Core Problem

Halusinasi Pendengaran………..Causa

III.PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

Tabel 4.19 Prioritas diagnosa keperawatan pada klien 1 dan klien 2


Klien 1 Klien 2
Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
4.1.3 Intervensi Keperawatan

RENCANA KEPERAWATANGANGGUAN KONSEP DIRI : HARGA DIRI RENDAH


PADA KLIEN 1
Nama klien : Ny. K Ruang : Sedap Malam

No reg : 120XXX Dx medis : Skizofrenia Hebrefrenik

Tabel 4.20 Rencana keperawatan gangguan konsep diri : harga diri rendah pada klien 1
Perencanaan
Tgl Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

Gangguan konsep TUM: Klien memiliki 1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan
diri: harga diri konsep diri yang positif prinsip komunikasi terapeutik :
rendah situasional
berhubungan dengan TUK: a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non
gangguan citra tubuh. verbal.
1. Klien dapat membina b. Perkenalkan diri dengan sopan.
hubungan saling Setelah 3x kali interaksi, klien c. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang
percaya dengan menunjukkan eskpresi wajah disukai klien.
perawat. bersahabat, menun-jukkan rasa d. Jelaskan tujuan pertemuan.
senang, ada kontak mata, mau e. Jujur dan menepati janji.
berjabat tangan, mau menyebutkan f. Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa
nama, mau menjawab salam, klien adanya.
mau duduk berdampingan dengan g. Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
perawat, mau mengutarakan masalah
yang dihadapi.
2. Klien dapat 2. Setelah 3 kali interaksi klien 2.1 Diskusikan dengan klien tentang:
mengidentifikasi menyebutkan:
aspek positif dan a. Aspek positif yang dimiliki klien, keluarga,
kemampuan yang a. Aspek positif dan lingkungan.
dimiliki. kemampuan yang dimiliki b. Kemampuan yang dimiliki klien.

81
klien. 2.2 Bersama klien buat daftar tentang:
b. Aspek positif keluarga. a. Aspek positif klien, keluarga, lingkungan.
c. Aspek positif lingkung-an b. Kemampuan yang dimiliki klien.
klien. 2.3. Beri pujian yang realistis, hindarkan memberi penilaian
negatif
3. Klien dapat me-nilai 3. Setelah 3 kali interaksi klien 3.1. Diskusikan dengan klien kemampuan yang dapat
kemampuan yang menyebutkan kemampuan yang dilaksanakan.
dimiliki un-tuk dapat dilaksanakan. 3.2. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
dilaksanakan pelaksanaannya.
4. Klien dapat 4. Setelah 3 kali interaksi klien 4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
merencanakan membuat rencana kegiatan harian setiap hari sesuai kemampuan klien:
kegiatan sesuai
dengan kemampuan a. kegiatan mandiri.
yang dimiliki b. kegiatan dengan bantuan.

4.2. Tingkatkan kegiatan sesuai kondisi klien.


4.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien
lakukan.
4. Klien dapat 5. Setelah 3 kali interaksi klien a. Anjurkan klien untuk melaksanakan kegiatan yang telah
melakukan melakukan kegiatan sesuai jadual direncanakan.
kegiatan sesuai yang dibuat. b. Pantau kegiatan yang dilaksanakan klien.
rencana yang c. Beri pujian atas usaha yang dilakukan klien.
dibuat. d. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan kegiatan setelah
pulang.

6. Klien dapat 6. Setelah … kali interaksi klien 6.1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
memanfaatkan memanfaatkan sistem pendukung merawat klien dengan harga diri rendah.
sistem pendu-kung yang ada di keluarga.
yang ada. 6.2. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien di
rawat.

6.3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.

82
RENCANA KEPERAWATANGANGGUAN KONSEP DIRI : HARGA DIRI RENDAH
PADA KLIEN 2
Nama klien : Ny. M Ruang : Sedap Malam

No reg : 120XXX Dx medis : Skizofrenia Hebrefrenik

Tabel 4.21 Rencana keperawatan gangguan konsep diri : harga diri rendah pada klien 2
Perencanaan
Tgl Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

Gangguan konsep TUM: Klien memiliki 1.2 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan
diri: harga diri konsep diri yang positif prinsip komunikasi terapeutik :
rendah situasional
berhubungan dengan TUK: h. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non
gangguan peran verbal.
social 1. Klien dapat membina i. Perkenalkan diri dengan sopan.
hubungan saling Setelah 3x kali interaksi, klien j. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang
percaya dengan menunjukkan eskpresi wajah disukai klien.
perawat. bersahabat, menun-jukkan rasa k. Jelaskan tujuan pertemuan.
senang, ada kontak mata, mau l. Jujur dan menepati janji.
berjabat tangan, mau menyebutkan m. Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa
nama, mau menjawab salam, klien adanya.
mau duduk berdampingan dengan n. Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
perawat, mau mengutarakan masalah
yang dihadapi.
2. Klien dapat 2. Setelah 3 kali interaksi klien 2.1 Diskusikan dengan klien tentang:
mengidentifikasi menyebutkan:
aspek positif dan c. Aspek positif yang dimiliki klien, keluarga,
kemampuan yang d. Aspek positif dan lingkungan.
dimiliki. kemampuan yang dimiliki d. Kemampuan yang dimiliki klien.
klien.
e. Aspek positif keluarga. 2.3 Bersama klien buat daftar tentang:
f. Aspek positif lingkung-an c. Aspek positif klien, keluarga, lingkungan.

83
klien. d. Kemampuan yang dimiliki klien.
2.4. Beri pujian yang realistis, hindarkan memberi penilaian
negatif
3. Klien dapat me-nilai 3. Setelah 3 kali interaksi klien 4.1. Diskusikan dengan klien kemampuan yang dapat
kemampuan yang menyebutkan kemampuan yang dilaksanakan.
dimiliki un-tuk dapat dilaksanakan. 4.2. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
dilaksanakan pelaksanaannya.
4. Klien dapat 4. Setelah 3 kali interaksi klien 4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
merencanakan membuat rencana kegiatan harian setiap hari sesuai kemampuan klien:
kegiatan sesuai
dengan kemampuan c. kegiatan mandiri.
yang dimiliki d. kegiatan dengan bantuan.

4.2. Tingkatkan kegiatan sesuai kondisi klien.


4.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien
lakukan.
5. Klien dapat 5. Setelah 3 kali interaksi klien e. Anjurkan klien untuk melaksanakan kegiatan yang telah
melakukan melakukan kegiatan sesuai jadual direncanakan.
kegiatan sesuai yang dibuat. f. Pantau kegiatan yang dilaksanakan klien.
rencana yang g. Beri pujian atas usaha yang dilakukan klien.
dibuat. h. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan kegiatan setelah
pulang.

6. Klien dapat 6. Setelah … kali interaksi klien 6.1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
memanfaatkan memanfaatkan sistem pendukung merawat klien dengan harga diri rendah.
sistem pendu-kung yang ada di keluarga.
yang ada. 6.2. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien di
rawat.

6.3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.

84
4.1.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

CATATAN PERKEMBANGAN KESEHATAN JIWAGANGGUAN KONSEP DIRI : HARGA DIRI RENDAH

PADA KLIEN 1

Nama klien : Ny. K Ruang : Sedap Malam

No reg : 120XXX Dx medis : Skizofrenia Hebrefrenik

Tabel 4.22 Catatan perkembangan keperawatan gangguan konsep diri : harga diri rendah pada klien 1
Tangal Diagnosa Implementasi tindakan keperawatan Evaluasi keperawatan
keperawatan
7-11-2017 Gangguan konsep SP I S:
diri: harga diri 1. Mengidenfikasi kemampuan dan aspek positif yang 1. Klien mengatakan “ saya bisa memijat dan
rendah situasional dimiliki pasien bernyanyi”
berhubungan 2. Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang 2. Klien berkata “saya bisa bernyanyi”
dengan gangguan masih dapat digunakan 3. Klien berkata “bernyanyi”
citra tubuh. 3. Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih 4. Klien berkata “iya saya coba nyanyi”
sesuai dengan kemampuan pasien 5. Klien berkata “iya”
4. Melatih pasien sesuai kemampuan yang dipilih 6. Klien Berkata “iya”
5. Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan O:
pasien 1. Klien mau untuk menilai kemampuan
6. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal positifnya
kegiatan harian 2. Klien menjawab dengan pelan dan kuran
jelas
3. Klien mau mendengarkan yang di katakana
oleh perawat
A:
Sp 1 sudah tercapai
P:
Perawat : Lanjutkan Sp 2

85
11-11-2017 SP 2 S:
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasienMelatih Klien mengatakan “iya mas saya akan lakukan
kemampuan kedua nyanyi bila berkumpul teman”
2. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal O :
kegiatan harian 1. Klien kooperatif
2. Klien tampak senang
3. Klien tidak selalu menunduk
A:
Sp 2 tercapai
P :
Perawat : Lanjutkan Sp Keluarga
Klien : Latihan kegiatan dirumah

86
CATATAN PERKEMBANGAN KESEHATAN JIWAGANGGUAN KONSEP DIRI : HARGA DIRI RENDAH

KLIEN 2

Nama klien : Ny. M Ruang : Sedap Malam

No reg : 121XXX Dx medis : Skizofrenia Hebrefrenik

Tabel 4.23 Catatan perkembangan gangguan konsep diri : harga diri rendahpada klien 2
Tangal Diagnosa Implementasi tindakan keperawatan Evaluasi keperawatan
keperawatan
7-11-2017 Gangguan konsep SP I S:
diri: harga diri 1. Mengidenfikasi kemampuan dan aspek positif yang 1. Klien mengatakan “ saya bisa berkebun,
rendah situasional dimiliki pasien menyapu, menanam bunga”
berhubungan 2. Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang 2. Klien berkata “bagaimana kalau berkebun”
dengan gangguan masih dapat digunakan 3. Klien berkata “baik saya membersihkan
peran sosial 3. Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih kebun disini”
sesuai dengan kemampuan pasien 4. Klien berkata “iya bersihkan”
4. Melatih pasien sesuai kemampuan yang dipilih 5. Klien berkata “terimakasih mas”
5. Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan 6. Klien Berkata “baik mas saya lakukan ”
pasien O:
6. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal 1. Klien mau untuk menilai kemampuan
kegiatan harian positifnya
2. Klien menjawab dengan pelan dan kuran
jelas
3. Klien mau mendengarkan yang di katakana
oleh perawat

A:
Sp 1 sudah tercapai
P:
Perawat : Lanjutkan Sp 2

87
11-11-2017 SP 2 S:
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasienMelatih Klien mengatakan “saya lakukan tiap hari”
kemampuan kedua O :
2. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal 1. Klien kooperatif
kegiatan harian 2. Klien tampak senang
3. Klien tidak selalu menunduk
A:
Sp 2 tercapai
P :
Perawat : Lanjutkan Sp Keluarga
Klien : Latihan kegiatan dirumah

88
89

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil asuhan keperawatan jiwa yang dilakukan pada Ny. K

dan Ny. M, maka bab ini akan membandingkan antara hasil pengkajian dan teori

dengan penerapan asuhan keperawatan di lahan, menurut Yossep (2010) yang

meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan eveluasi

keperawatan yang merupakan bagian penting di dalam melakukan asuhan

keperawatan. Faktanya di dalam penerapan asuhan keperawatan selalu terdapat

adanya pengkajian, diagnose, intervensi, implementasi, evaluasi.

4.2.1. Pengkajian Kepeawatan

Penulis melakukan pengkajian pada tanggal 7 Oktober 2017.Pada tahap ini

pengkajian menurut teori ada beberapa metode yang digunakan dalam

pengumpulan data yaitu metode observasi langsung, wawancara dengan klien dan

pemeriksaan fisik.

Adapun perbandingan faktor presipitasi dan faktor predisposisi antara Ny.

K dan Ny. M meliputi, Ny. K pernah di rawat Tahun 2006 di bawah ke RSJ RW

Lawang selama 2 bulan, lalu beliau dengan keadaan pulang sembuh, pengobatan

rutin, akan tetapi klien kambuh lagi, klien mengatakan sudah 2 kali dibawah ke

RSJ kemudian untuk kedua kalinya pada Tahun 2017 beliau di rawat lagi di RSJ

RW Lawangsampai sekarang, pada 26Oktober 2017, karena klien sering

dikucilkan oleh masyarakat di lingkungan sekitarnya karena bibirnya yang

sumbing, sehingga klien merasa malu, menyendiri dan selalu murung sendirian,

sedangkan untuk Ny. M mengatakan ia mengalami sakit gangguan jiwa pada

tahun 1995 tapi klien tersebut hanya rawat jalan dirumah sakit Menur Surabaya

tetapi tidak ada hasilnya tetap setelah itu dibawa keRSJ Lawang pada tahun 2011
90

dirawat inap selama 100 hari dan pada tahun 2012 dia dirawat inap lagi selama 40

hari pada tahun 2013 dirawat inap lagi selama 1 minggu, setelah itu klien di rawat

lagi RSJ RW Lawang tahun 2017, karena klien merasa rendah diri dan tidak

berguna, klien mengatakan kalau dia itu ada masalah dengan dirinya yang tidak

menikah-menikah karena ketiga adiknya semua sudah menikah.

Pada pengkajian konsep diri didapatkan data Ny. K. klien sering

dikucilkan oleh masyarakat di lingkungan sekitarnya karena bibirnya yang

sumbing,mudah tersindir jika ada yang mengejeknya, sehingga klien merasa malu,

mempunyai pandangan hidup yang psimis,menyendiri dan selalu murung

sendirian. Menurut Yosep dan Sutini (2014) pada klien skizofrenia

hebefrenikdengan harga diri rendah ditemukan klien tidak menyukai kondisi dari

tubuhnya meliputi ukuran, bentuk, fungsi, penampilan dan potensi diri saat ini dan

masa lalu yang menurunkan harga diri klien dan tidak terpenuhinya Activity of

Daily Living. Klien mengekspresikan rasa malu terhadap tubuhnya. Menurut

penulis, penyebab perasaan tidak berharga yang di alami Ny. K terjadi ketika

klien jarang berkumpul dengan orang di sekitarnya karena malu, merasa banyak

orang yang mengejek klien, dikarenakan dengan adanya anggota tubuh yang tidak

di sukai klien.

Pada pengkajian keluhan utama pada Ny. Mklien merasa diremehkan

orang lain karena Klien merasa rendah diri dan tidak berharga, kalau dia itu ada

masalah dengan dirinya yang tidak menikah-menikah karena ketiga adiknya

semua sudah menikah. Menurut Keliat (2009) keluarga membawa klien dengan

kondisi klien sudah jatuh pada harga diri rendah kronis menanyakan pada klien

apakah klien merasa malu, mengkritik diri sendiri, perasaan tidak mampu,
91

pandangan hidup yang pesimis, penurunan produktivitas, penolakan terhadap

kemampuan diri, kurangnya perawatan diri sehingga menarik diri dari lingkungan

sosial. Menurut penulis, pada Ny. M keluhan utama sesuai dengan teori karena

Ny. M mudah tersindir jika ada orang berbicara yang mengejeknya.

Data yang dikumpulkan dari Ny. K dan Ny. M meliputi identitas pasien,

keluhan utama, alasan masuk, faktor predisposisi, faktor presipitasi, aspek

fisik/biologis, aspek psikososial,status mental, kebutuhan persiapan pulang,

mekanisme koping, masalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan, serta aspek

medik. Pengkajian pada Ny. K dan Ny. M penulis menggunakan metode auto

anamneses atau pengkajian langsung pada klien dan allo anamnese atau

pengkajian pada orang lain. Data yang diperoleh dikelompokkan kemudian

dirumuskan masalah keperawatan.Pada pengkajian ini terdapat kesenjangan

faktor presdiposisi, afek dan pola makan.

Fakta yang didapat dari pengkajian faktor presdiposisi didapatkan

persamaan yaitu kedua klien pernah mengalami gangguan jiwa di masalalu,

namun pada klien 1 terdapat adanya riwat trauma yaitu klien mengatakandulu

sering di ejek dan dikucilkan, bahkan sampai di pukul dengan menggunakan

rotan, oleh tetangganya sehingga klien menyendiri dirumah dan merasa tidak

berharga, kemudian pada klien 2tidak pernah mengalami riwayat trauma,riwayat

keluarga ada keluarga klien yang pernah mengalami gangguan jiwa dan ada yang

tidak.Menurut Yossep(2010), faktor predisposisi adalah faktor resiko yang

mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu

untuk mengatasi stress. Faktor penyebab pada faktor predisposisi di tandai dengan

faktor genetik yang dianggap mempengaruhi transmisi gangguan efektif melalui


92

riwayat keluarga atau keturunan.Menurut penulis hal ini bisa terjadi karena faktor

predisposisi bukan hanya terdiri dari satu faktor resiko untuk mencetuskan stress,

meskipun pada klien tidak memiliki riwayat keluarga yang mengalami gangguan

jiwa, klien juga tidak mengalami kegagalan pada masa tumbuh kembang, dan

support sistem keluarga yang diberikan pada klien masih baik, keluarga masih

memberikan perhatian dengan merawat dan peduli dengan klien, namun ini bisa

terjadi karen koping individu klien tidak efektif.

Fakta pengkajian afek didapatkan, data afek klien 1 datar dan klien 2 sama

yaitu datar, tidak ada perubahan roman muka saat diberi stimulasi menyenangkan

atau menyedihkan. Menurut Kusumawati (2010) klien gangguan persepsi sensori :

Halusinasi pendengaran memiliki afek apatis. Menurut penulis teori tersebut tidak

sesuai dengan laporan kasus, karena apatis merupakan afek yang pendahulu dari

afek datar.Mungkin ada beberapa pendukung yang menyebabkan afek yang terjadi

pada klien menjadi datar seperti keluarga masih peduli dan memberi perhatian

pada klien dengan sering mengajak klien untuk berkomunikasi setiap harinya,

sehingga afek klien tidak menjadi apatis.

Fakta laporan kasus yang didapatkan penulis pada pola makan dimana klien

mengatakan 3 kali sehari dengan menu yang disediakan rumah sakit, Ny. K dan

Ny. M terlihat selalu menghabiskan makannya. Fortinash dan Worret (2010)

mengungkapkan pasien dengan gangguan konsep diri mendemonstrasikan

perubahan pola makan, kebiasaan menurun. Menurut penulis teori tersebut tidak

sesuai dengan laporan kasus yang didapatkan, dimana klien masih bisa makan

dengan teratur dan menghabiskan makanannya. Hal ini memungkinkan bahwa

seseorang yang mengalami gangguan konsep diriakan mengekspresikan pola


93

makan dan minum secara berbeda, dan tidak bisa memenuhi keinginan pola

makanannya seperti memilih makanan yang disukainya, karena dirumah sakit

makanan sudah ditentukan dan klien harus makan makanan yang sudah

disediakan.

4.2.2. Diagnosa Keperawatan

Masalah keperawatan pada gangguan konsep diri yang muncul pada kasus

ada empat diagnosa keperawatan yaitu gangguan konsep diri : harga diri rendah,

isolasi sosial : menarik diri, gangguan persepsi sensori : halusinasi, defisit

perawatan diri berpakaian dan mandi.

Menurut teori ada tiga diagnosa yaitu halusinasi pendengaran, harga diri

rendah dan isolasi sosial (Keliat,2011). Semua diagnosa yang terdapat pada teori

muncul dalam kasus nyata, karena klien memang mengalami semua permasalahan

yang dijabarkan dalam teori seperti keluhan-keluhan yang dialami oleh klien itu

sangat sesuai seperti yang dijelaskan teori contohnya yaitu kerusakan komunikasi

seperti berbicara di luar topik, bicara pelan sekali, bicara susah dimengerti

danmengalihkan pandangan kebawa (selalu menunduk). Hal ini karena klien

mengalami gangguan konsep diri: harga diri rendah.

Diagnosa kurang pengetahuan tentang pengobatan yang didapatkan hasil

pada kedua klien mengatakan tidak tahu minum obat yang dia minum. Hal ini

memungkinkan kurangnya tim medis dalam memberikan perhatian untuk

penyembuhan klien.

Selanjutnya diagnosa yang terakhir muncul yaitu defisit perawatan diri

yang ditandai pada klien pasien terlihat kusut, rambut kotor, cara berpakaian
94

sering terbalik, penampilan pasien acak acakan dan tidak rapi. Hal ini

memungkinkan klien kurang memperhatikan penampilannya.

Menurut Fitria (2011) pada pohon masalah dijelaskan penyebab dari harga

diri rendah menjadi core problem dengan alasan, menurut Fitria (2009) perilaku

ini disebabkan karena seseorang menilai dirinya rendah, sehingga muncul

perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila tidak dilakukan

intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan isolasi sosial : menarik diri

Menurut penulis gangguan konsep diri :harga diri rendah merupakan

masalah utama yang terjadi pada kedua klien, dijelaskan padaperilaku klien yang

selalu menilai kemampuan dan citra dirinya tidak berguna bagi masyarakat.

Sedangkan halusinasi sebagai komplikasi gangguan konsep diri: harga diri rendah

dibuktikan dengan klien pernah mengalami halusinasi. Data yang memperkuat

penulis menulis diagnosa keperawatan gangguan kosep diri: harga diri rendah

yaitu di temukan pada klien ketika datanya klien banyak menyendiri, tidak mau

bergaul dan kumpul dengan masyarakat, selalu menundukan kepala bila di ajak

bicara, malu dengan kekurangan dirinya.

4.2.3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah semua tindakan asuhan keperawatan yang

dirancang untuk membantu klien dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke

tingkat yang diinginkan dalam hasil yang diharapkan. Tindakan ini termasuk

intervensi yang diprakarsai oleh perawat, dokter, atau intervensi kolaboratif

(Potter&Perry, 2009).

Intervensi keperawatan yang ditujukan pada klien 1 dan klien 2 ditulis

pada tanggal 07 November 2017. Penulis mencoba mengetahui respon dari kedua
95

klien setelah dilakukan tindakan sesuai intervensi yang telah direncanakan.

Penulisan intervensi dilakukan pada hari dan jam yang sama namun yang

membedakan nantinya adalah waktu pelaksanaan pada tiap-tiap klien. Intervensi

keperawatan harga diri rendah dalam bentuk strategi pelaksanaan yaitu TUM :

Klien dapat meningkatkan harga diri rendah, TUK 1 : Membina hubungan saling

percaya, TUK 2 : Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

klien, TUK 3 : Menilai kemampuan yang dapat digunakan, TUK 4 : Membantu

klien memilih dan menetapkan kegiatan yang akan dilatih, TUK 5 : Melatih

kemampuan yang dipilih klien. TUM : Keluarga dapat mendukung klien dalam

meningkatkan harga diri yang rendah, TUK 1 : Memanfaatkan sistem pendukung

yang ada.

Menurut penulis, berdasarkan intervensi yang sudah direncanakan,

terdapat kesamaan antara konsep dasar teori dengan pembahasan pada kasus Ny.

K dan Ny. M karena mengacu pada teori yang ada, dimana tahapan-tahapan

perencanaan yang ada pada kasus Ny. K dan Ny. M sesuai dengan keadaan dan

kondisi klien, serta dalam rencana keperawatan pada fakta sudah memasukan tiga

aspek dalam perencanaan meliputi : tujuan umum, tujuan khusus, dan rencana

tindakan keperawatan. Terdapat intervensi tambahan untuk klien 1 dan klien 2

yaitu terapi aktivitas kelompok stimulus persepsi dan masukan kegiatan tersebut

dalam jadwal harian.

4.2.4. Implementasi Keperawatan

Implementasi dilakukan sesuai dengan apayang dilakukan perawat kepada

klien dan menurut sumber-sumber yang di dapat oleh perawat. Yang dilakukan

oleh perawat yang pertama adalah TUK 1. membina hubungan saling percaya
96

kepada pasien agar pasien lebih terbuka kepada perawat dan menjelaskan yang di

alami klien, yang TUK 2. perawat membantu mengidenfikasi kemampuan dan

aspek positif yang dimiliki pasien, TUK 3. membantu pasien menilai kemampuan

pasien yang masih dapat digunakan, TUK 4. membantu pasien memilih kegiatan

yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan pasien, TUK 5. melatih pasien sesuai

kemampuan yang dipilih, TUK 6.memberikan pujian yang wajar terhadap

keberhasilan pasien, TUK7. menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal

kegiatan harian, TUK8. mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, TUK9.

melatih kemampuan kedua dan menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal

kegiatan hariandan yang terakhir perawat melakukan kegiatan aktivitas kelompok

(Tak) stimulasi persepsi.Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan

perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan

(Setiadi, 2012).

Menurut penulis implementasi pada hari pertama yang dilaksanakan

tanggal 7Oktober 2017, yaitu strategi pelaksanaan pertama membina hubungan

saling percaya antara klien dengan perawat dan membantu mengidenfikasi

kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien, kemudian membantu pasien

menilai kemampuan pasien yang masih dapat digunakan, kemudian membantu

pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan pasien,

kemudian melatih pasien sesuai kemampuan yang dipilih, kemudian memberikan

pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien, ke tujuh menganjurkan pasien

memasukkan dalam jadwal kegiatan harian, pada tanggal 11Oktober 2017

mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, melatih kemampuan kedua dan

menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan hariandan yang terakhir


97

perawat melakukan kegiatan aktivitas kelompok (Tak) stimulasi

persepsi.Implementasi telah dilaksanakan sudah sesuai dengan rencana tindakan

keperawatan kecuali pada pendiskusian dengan keluarga tentang masalah yang

dirasakan keluarga selama merawat klien, hal tersebut dikarenakan selama proses

keperawatan keluarga klien tidak datang menjenguk klien.

4.2.5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi dilakukan setiap hari setelah dilakukan interaksi terhadap klien.

Secara keseluruhan tindakan keperawatan selama 4 hari yang dilakukan penulis

dapat dievaluasi bahwa klien mampu TUK 1. membina hubungan saling percaya,

perawat membantu TUK 2. mengidenfikasi kemampuan dan aspek positif yang

dimiliki pasien, TUK 3. membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih

dapat digunakan , TUK 4. membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih

sesuai dengan kemampuan pasien, TUK 5. melatih pasien sesuai kemampuan

yang dipilih, TUK 6. memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan

pasien, TUK 7. menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian,

TUK 8. mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, 9. melatih kemampuan

kedua.

Menurut Hidayat (2004) evaluasi merupakan tahapan akhir dari proses

keperawatan. Evaluasi menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi

yang telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati

dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan.meskipun evaluasi

diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral

pada setiap tahap proses keperawatan.pengumpulan data perlu direvisi untuk

menentukan apakah informasi yang telah dikumpulkan sudah mencukupi dan


98

apakah perilaku yang diobservasi sudah sesuai. Diagnose juga perlu di evaluasi

dalam hal keakuratan dan kelengkapannya. Tujuan diintervensi dan evaluasi

adalah untuk menentukan apakah tujuan tersebut dapat dicapai secara efektif atau

tidak.

Evaluasi ini penulis melakukan penilaian hasil akhir dari tujuan asuhan

keperawatan yang telah ditemukan dari data masalah gangguan kosep diri: harga

diri rendah Setelah dilakukan tindakan pada diagnose tujuan, kriteria hasil dan

masalah teratasi sebagian.


BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

5.1.1 Pengkajian Keperawatan

Berdasarkan pengkajian asuhan keperawatan gangguan konsep diri : harga

diri rendah pada kedua klien terdapat masalah keperawatan. Pada Ny. K yaitu

riwayat penyakit (faktor predisposisi : riwayat trauma), pengkajian psikososial

(konsep diri : citra tubuh, harga diri, hubungan sosial : hambatan dalam

berhubungan dengan orang lain), pemeriksaan fisik (keluhan fisik), status mental

(penampilan usia, cara berpakaian, kebersihan, mood dan afek, proses pola pikir :

isi pikir, bentuk pikir), kebutuhan persiapan pulang (kegiatan hidup sehari-hari),

mekanisme koping. Sedangkan pada Ny. M yaitu riwayat penyakit (faktor

predisposisi : riwayat trauma, pengalaman masa lalu (peristiwa kegagalan,

kematian, perpisahan), pengkajian psikososial (konsep diri : citra tubuh, harga

diri, hubungan sosial : hambatan dalam berhubungan dengan orang lain),

pemeriksaan fisik (keluhan fisik), status mental (penampilan usia, cara

berpakaian, kebersihan, mood dan afek, proses pola pikir : isi pikir, bentuk pikir,

memori), kebutuhan persiapan pulang (kegiatan hidup sehari-hari), mekanisme

koping.

5.1.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada Ny. K dan Ny. M yaitu

gangguan konsep diri : harga diri rendah, isolasi sosial : menarik diri, defisit

perawatan diri dan gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran. Diagnosa

99
100

keperawatan utama yang dipakai yaitu Gangguan Konsep Diri : Harga diri

Rendah.

5.1.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan yang dilakukan kepada Ny. K dan Ny. M

disesuaikan dengan perencanaan keperawatan teori tentang Gangguan Konsep

Diri : Harga Diri Rendah, tetapi berbeda dalam rentang waktu pelaksanaan.

Perencanaan yang dilakukan pada kedua klien yaitu sama.

5.1.4 Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan keperawatan yang dilakukan kepada Ny. K dan Ny. M

disesuaikan dengan perencanaan keperawatan yang telah dibuat sebelumnya.

Tetapi respon pada masing-masing klien berbeda tergantung dengan keadaan

klien. Pada Ny. K dapat dilaksanakan SP 1, SP 2, SP 3, SP 4, dan SP 5 Sedangkan

pada Ny. M dapat dilaksanakan SP 1, SP 2 dan SP 3 dan terapi aktifitas

kelompok.

5.1.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan yang dapat di capai oleh klien Ny. M dan Ny. K

sangat berbeda. Hal tersebut pasti terjadi karena adanya respon dari masing-

masing klien terhadap tindakan yang diberikan. Evaluasi akhir yang dapat di capai

dari klien 1 adalah klien mampu mengidentifikasi aspek positif yang dimilikinya

dan dan masih belum mampu memasukkan kegiatan tersebut ke buku harian klien

sedangkan pencapaian pada klien 2 adalah klien mampu memasukkan aspek


101

positif yang dimilikinya ke buku harian klien dan dapat melakukan aspek positif

lainnya.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu sumber untuk

pembelajaran lebih lanjut tentang asuhan keperawatan pada klien gangguan

konsep diri : harga diri rendah pada klien skiofrenia hebefrenik.

5.2.2 Bagi Keluarga

Diharapkan bagi keluarga sebagai system pendukung sebenarnya tidak

menambahkan stressor pada klien agar klien tidak semakin mengalami depresi.

Utnuk keluarga yang memiliki anggota keluarag yang berperilaku tidak sepertin

sewajarnya, sering menyendiri sendiri, duduk melamun, berbicara sediri dan

emosi labil harus segera diberikan penanganan yang tepat seperti membawanya ke

psikiater atau rumah sakit.

5.2.3 Bagi Tempat Penelitian

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai evaluasi dan

untuk pengembangan pelayanan kesehatan terutama tentang asuhan keperawatan

gangguan konsep diri : harga diri rendah pada klien skiofrenia hebefrenik.
102

STATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (KLIEN 1)

(dibuat setiap kali sebelum interakksi/ pertemuan dengan pasien)

Hari Selasa, Tanggal 07-11-2017

A. PROSES KEPERAWATAN

1) Kondisi Pasien

DS : Klien mengatakan dihina, dicaci maki dan di kucilkan oleh masyarakat

di lingkungansekitarnya, karena bibirnya yang sumbing

DO:

a) Pasien tampak menyendiri

b) Pasien menunduk

c) Pasien tampak malu saat bicara

d) Merasa di asingkan dan kurang percaya diri

2) Diagnosa Keperawatan :

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

3) Tujuan Khusus (TUK) :

Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat

4) Tindakan Keperawatan

Membina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip

komunikasi terapeutik :

a) Menyapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal

b) Memperkenalkan diri dengan sopan

c) Menanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien

d) Menjelaskan tujuan pertemuan

e) Jujur dan menepati janji


103

f) Menunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya

g) Memberi perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN

KEPERAWATAN

1) FASE ORIENTASI

a) Salam Terapeutik

“Assalamualaikum buk, perkenalkan nama saya Chasania Anjarwati,

senang di panggil Nia. Saya mahasiswi yang sedang praktek disini, asal

saya dari Pasuruan. Nama ibu siapa? Senang di panggil apa?”.

b) Evaluasi/validasi

“Bagaimana perasaan ibu hari ini?”.

c) Kontrak

(1) Topik : “Bisakah kita berbincang-bincang tentang ibu untuk

mengenal lebih dekat?”.

(2) Waktu : “Berapa lama ibu kita akan bercakap-cakap? Bagaimana

kalau 20 menit?”.

(3) Tempat : “Dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau

diteras depan?”.

2) FASE KERJA

a) “Kalau boleh tau namanya ibu siapa dan nama panggilan yang ibu

sukai?”.

b) “Sekarang ibu saya ajak mengobrol ya, ibu jangan malu, ibu ungkapkan

saja apa saja yang ibu rasakan

c) “Berapa umur ibu ?”


104

d) “Dimana alamat rumah ibu?”

e) “ibu tinggal dengan siapa?”

f) “Apa pekerjaan ibu?”

g) “ibu anak keberapa? Berapa saudara yang ibu punya?”

h) “Saya akan berada di ruangan Sedap Malam selama 2 minggu, jika ibu

membutuhkan bantuan dan ingin menceritakan masalah ibu bisa

memanggil saya. Saya akan mendengarkan dan mencarikan solusi yang

terbaik utuk masalahibu”.

3) FASE TERMINASI

a) Evaluasi respon pasien terhadap tindakan keperawatan

(1) Evaluasi Subyektif (Pasien)

“Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang-bincang dengan

saya?”.

(Selama 20 menit berbincang-bincang, klien dapat berkenalan

dengan perawat dan menjawab pertanyaan yang diajukan tentang

klien).

(2) Evaluasi Obyektif (Perawat)

“Apakah ibu masih ingat dengan saya?”.

(Selama berinteraksi, pasien masih kurang kooperatif, bicara

pelan, kontak mata kurang, klien tampak menunduk saat

menjawab pertanyaan).
105

b) Rencana Tindak Lanjut

“Baiklah ibu, besok kita bertemu lagi untuk berbincang-bincang dan

melatih kemampuan kegiatan yang bisa ibu lakukan diruangan

dengan saya, apakah ibu bersedia?”.

c) Kontrak yang akan datang

(1) Topik : “Bagaimana kalau besok kita berbicara tentang

kegiatan yang bisa ibu lakukan di ruangan? Apakah ibu

bersedia?”.

(2) Waktu : “Bagaimana kalau jam 09.00 WIB setelah

pemeriksaan kesehatanibu?”.

(3) Tempat : “Bagaimana kalau kita berbincang-bincang di

halaman depan?”.
106

STATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


(dibuat setiap kali sebelum interakksi/ pertemuan dengan pasien)

Hari Rabu, Tanggal 08-11-2017

A. PROSES KEPERAWATAN

1) Kondisi Pasien :

Pasien berdiri sendiri di dalam ruangan, tidak berinteraksi dengan teman

lainnya.

2) Diagnosa Keperawatan :Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

3) Tujuan Khusus (TUK) :

a) Klien dapat mengidentifikasi aspek positif dan kemampuan yang

dimiliki.

b) Klien dapat menilai kemampuan yang dimiliki untuk dilaksanakan.

c) Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang

dimiliki.

4) Tindakan Keperawatan

a) Mendiskusikan dengan klien tentang:

(1) Aspek positif yang dimiliki klien, keluarga, lingkungan

(2) Kemampuan yang dimiliki klien

b) Bersama klien buat daftar tentang:

(1) Aspek positif klien, keluarga, lingkungan.

(2) Kemampuan yang dimiliki klien

c) Memberi pujian yang realistis, hindarkan memberi penilaian negatif

d) Mendiskusikan dengan klien kemampuan yang dapat dilaksanakan

e) Mendiskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan pelaksanaannya


107

f) Merencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap

hari sesuai kemampuan klien:

(1) Kegiatan mandiri

(2) Kegiatan dengan bantuan

g) Meningkatkan kegiatan sesuai kondisi klien

h) Memberi contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN

KEPERAWATAN

1) FASE ORIENTASI

a) Salam Terapeutik

“Selamat siang Ny. K, masih ingat dengan saya? Nama saya Chasania

Anjarwati, Ny. K bisa panggil saya Nia”.

b) Evaluasi/validasi

“Bagaimana keadaan dan perasaan Ny. K siang hari ini?”.

c) Kontrak

(1) Topik : “Kemarin kita sudah janji akan berbincang-bincang dan

melatih kegiatan yang Ny. K lakukan di ruangan, apakah Ny. K

masih ingat yang kita bicarakan kemarin?”.

(2) Waktu : “Bagaimana kalau 20 menit?”

(3) Tempat : “Bagaimana kalau kita berbincang-bincang sambil melatih

kegiatan Ny. K di ruangan tempat tidur?”.


108

2) FASE KERJA

“Bagaimana perasaan Ny. K saat ini? Apakah tadi malam Ny. K bisa tidur

nyenyak? Bagaimana, kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan

kegiatan yang pernah Ny. Klakukan? Setelah itu kita akan nilai kegiatan

mana yang masih dapat Ny. K lakukan di rumah sakit. Setelah kita nilai,

kita akan pilih satu kegiatan untuk kita latih”.

“Ny. K, apa saja kemampuan yang bapak miliki? Bagus, apa lagi? Saya buat

daftarnya ya, Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa Ny. Klakukan?

Bagaimana dengan merapihkan kamar? Menyapu? Mencuci piring”. Wah,

bagus sekali ada tiga kemampuan dan kegiatan yang Ny. Kmiliki”.

“Ny. K, dari tiga kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapat

dikerjakan di rumah sakit? Bagus sekali ada 2 kegiatan yang masih bisa

dikerjakan di rumah sakit ini”.

”Sekarang, coba Ny. Kpilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di

rumah sakit ini”. ”Oh, yang nomor satu, merapihkan tempat tidur? Kalau

begitu, bagaimana kalau sekarang kita latihan merapihkan tempat tidur Ny.

K. Mari kita lihat tempat tidurNy. K. Coba lihat, sudah rapihkah tempat

tidurnya?”.

“Nah kalau kita mau merapihkan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu

bantal dan selimutnya. Bagus, sekarang kita angkat spreinya, dan kasurnya

kita balik. “Nah, sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai dari arah

atas, ya bagus, sekarang sebelah kaki, tarik dan masukkan, lalu sebelah

pinggir masukkan. Sekarang ambil bantal, rapihkan, dan letakkan di sebelah


109

atas/kepala. Mari kita lipat selimut, nah letakkan sebelah bawah/kaki.

Bagus!”

“Ny. Ksudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba

perhatikan bedakan dengan sebelum dirapikan? Bagus. Coba Tn. S lakukan

sendiri ya”.

3) FASE TERMINASI

a) Evaluasi respon pasien terhadap tindakan keperawata

(1) Evaluasi Subyektif (Pasien) :

“Bagaimana perasaan Ny. Ksetelah kita bercakap-cakap dan latihan

merapihkan tempat tidur? Ya, Ny. Kternyata banyak memiliki

kemampuan yang dapat dilakukan di rumah sakit ini. Salah satunya,

merapihkan tempat tidur, yang sudah di praktekkan dengan baik

sekali. Nah kemampuan ini dapat dilakukan juga di rumah setelah

pulang. Sekarang, mari kita masukkan pada jadwal harianNy. K.

Mau berapa kali sehari merapihkan tempat tidur. Bagus, dua kali

yaitu pagi-pagi jam berapa? Lalu sehabis istirahat, jam 16.00”.

(Klien mengatakan “Iya mbak, saya sudah bisa merapikan tempat

tidur saya sendiri”).

(2) Evaluasi Obyektif (Perawat)

 Klien kooperatif

 Wajah datar

 Kontak mata (+)

 Klien mempraktekkan cara membereskan tempat tidur, tetapi

masih dibantu dengan teman dan perawat di ruangan.


110

b) Rencana Tindak Lanjut

“Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. Ny. Kmasih

ingat kegiatan apa lagi yang mampu dilakukan di rumah sakit selain

merapihkan tempat tidur? Ya bagus, mencuci piring, kalau begitu kita

akan latihan mencuci piring”.

c) Kontrak yang akan datang

(1) Topik : “Bagaimana kalau besok kita latihan lagi kemampuan

yang kedua yaitu mencuci piring?”.

(2) Waktu : “Bagaimana kalau besok jam 08.00 WIB, 20 menit saja

setelah sarapan?”.

(3) Tempat : “Bagaiamana kalau besok kita latihan mencuci piring di

dapur ruangan?”.
111

STATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

(dibuat setiap kali sebelum interakksi/ pertemuan dengan pasien)

Hari Kamis, Tanggal 09-11-2017

A. PROSES KEPERAWATAN

1) Kondisi Pasien :

Klien tampak ceria, bersemangat dan mulai berbincang-bincang dengan

teman lainnya

2) Diagnosa Keperawatan :Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

3) Tujuan Khusus (TUK) :

Klien dapat melakukan kegiatan sesuai rencana yang dibuat

4) Tindakan Keperawatan

a) Menganjurkan klien untuk melaksanakan kegiatan yang telah

direncanakan

b) Memantau kegiatan yang dilaksanakan klien

c) Memberi pujian atas usaha yang dilakukan klien

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN

KEPERAWATAN

1) FASE ORIENTASI

a) Salam Terapeutik :

“Assalammualaikum, bagaimana perasaan Ny. Kpagi ini ? Wah,

tampak cerah”.
112

b) Evaluasi/validasi :

“BagaimanaNy. K, sudah dicoba merapikan tempat tidur sore kemarin/

tadi pagi? Bagus kalau sudah dilakukan”.

c) Kontrak

(1) Topik : “Sekarang kita akan latihan kemampuan kedua. Masih

ingat apa kegiatan ituNy. K? Ya benar, kita akan latihan mencuci

piring”.

(2) Waktu : “Bagaimana kalau 15 menit sesuai perjajanjian kita

kemarin?”.

(3) Tempat :“Bagaimana kalau di dapur ruangan ini?”.

2) FASE KERJA

“Ny. K, sebelum kita mencuci piring kita perlu mempersiapkan dulu

perlengkapannya, yaitu sabut/tapes untuk membersihkan piring, sabun

khusus untuk mencuci piring, dan air untuk membilas, Ny. Kbisa

menggunakan air yang mengalir dari kran ini. Oh ya jangan lupa sediakan

tempat sampah untuk membuang sisa-makanan.Sekarang saya perlihatkan

dulu ya caranya”. Setelah semuanya perlengkapan tersedia, Ny. Kambil

satu piring kotor, lalu buang dulu sisa kotoran yang ada di piring tersebut

ke tempat sampah. Kemudian Ny. Kbersihkan piring tersebut dengan

menggunakan sabut/tapes yang sudah diberikan sabun pencuci piring.

Setelah selesai disabuni, bilas dengan air bersih sampai tidak ada busa

sabun sedikitpun di piring tersebut. Setelah itu Ny. Kbisa mengeringkan

piring yang sudah bersih tadi di rak yang sudah tersedia di dapur. Nah
113

sudah slesai. Sekarang coba T yang melakukan”. Bagus sekali, T dapat

mempraktekkan cuci pring dengan baik. Sekarang dilap tangannya”.

3) FASE TERMINASI

a) Evaluasi respon pasien terhadap tindakan keperawatan

(1) Evaluasi Subyektif (Pasien)

”Bagaimana perasaan Ny. Ksetelah latihan cuci piring?”.

“Bagaimana jika kegiatan cuci piring ini dimasukkan menjadi

kegiatan sehari-hari?”.

“Ny. Kmau berapa kali mencuci piring? Bagus sekali Ny.

Kmencuci piring tiga kali setelah makan.”

(Klien mengatakan “Saya sudah bisa mencuci piring sendiri dengan

benar dan bersih”).

(2) Evaluasi Obyektif (Perawat)

 Klien kooperatif, kontak mata (+)

 Klien tampak bersemangat melakukan kegiatan harian di

ruangan

b) Rencana Tindak Lanjut

“Kita sudah 3 hari berlatih kemampuan kegiatan yang bisa Ny.

Klakukan diruangan, apakah Ny. Kbersedia untuk memasukkan

kegiatan tersebut kedalam jadwal kegiatan sehari-hari?”.

c) Kontrak yang akan datang

(1) Topik : -

(2) Waktu : -

(3) Tempat : -
114

STATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (KLIEN 2)

(dibuat setiap kali sebelum interakksi/ pertemuan dengan pasien)

Hari Selasa, Tanggal 7-11-2017

C. PROSES KEPERAWATAN

5) Kondisi Pasien

DS : Klien mengatakan dirinya sering di kamar dan tidak pernah kumpul


masyarakat karena tidak ada gunanya.

DO:

e) Pasien tampak menyendiri

f) Pasien menunduk

g) Pasien tampak malu saat bicara

h) Merasa di asingkan dan kurang percaya diri

6) Diagnosa Keperawatan :

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

7) Tujuan Khusus (TUK) :

Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat

8) Tindakan Keperawatan

Membina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip

komunikasi terapeutik :

h) Menyapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal

i) Memperkenalkan diri dengan sopan

j) Menanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien

k) Menjelaskan tujuan pertemuan

l) Jujur dan menepati janji


115

m) Menunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya

n) Memberi perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien

D. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN

KEPERAWATAN

4) FASE ORIENTASI

d) Salam Terapeutik

“Assalamualaikum buk, perkenalkan nama saya Chasania Anjarwati,

senang di panggil Nia. Saya mahasiswi yang sedang praktek disini, asal

saya dari Pasuruan. Nama ibu siapa? Senang di panggil apa?”.

e) Evaluasi/validasi

“Bagaimana perasaan ibu hari ini?”.

f) Kontrak

(4) Topik : “Bisakah kita berbincang-bincang tentang ibu untuk

mengenal lebih dekat?”.

(5) Waktu : “Berapa lama ibu kita akan bercakap-cakap? Bagaimana

kalau 20 menit?”.

(6) Tempat : “Dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau

diteras depan?”.

5) FASE KERJA

i) “Kalau boleh tau namanya ibu siapa dan nama panggilan yang ibu

sukai?”.

j) “Sekarang ibu saya ajak mengobrol ya, ibu jangan malu, ibu ungkapkan

saja apa saja yang ibu rasakan

k) “Berapa umur ibu ?”


116

l) “Dimana alamat rumah ibu?”

m) “ibu tinggal dengan siapa?”

n) “Apa pekerjaan ibu?”

o) “ibu anak keberapa? Berapa saudara yang ibu punya?”

p) “Saya akan berada di ruangan Sedap Malam selama 2 minggu, jika ibu

membutuhkan bantuan dan ingin menceritakan masalah ibu bisa

memanggil saya. Saya akan mendengarkan dan mencarikan solusi yang

terbaik utuk masalahibu”.

6) FASE TERMINASI

d) Evaluasi respon pasien terhadap tindakan keperawatan

(3) Evaluasi Subyektif (Pasien)

“Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang-bincang dengan

saya?”.

(Selama 20 menit berbincang-bincang, klien dapat berkenalan

dengan perawat dan menjawab pertanyaan yang diajukan tentang

klien).

(4) Evaluasi Obyektif (Perawat)

“Apakah ibu masih ingat dengan saya?”.

(Selama berinteraksi, pasien masih kurang kooperatif, bicara

pelan, kontak mata kurang, klien tampak menunduk saat

menjawab pertanyaan).
117

e) Rencana Tindak Lanjut

“Baiklah ibu, besok kita bertemu lagi untuk berbincang-bincang dan

melatih kemampuan kegiatan yang bisa ibu lakukan diruangan

dengan saya, apakah ibu bersedia?”.

f) Kontrak yang akan datang

(4) Topik : “Bagaimana kalau besok kita berbicara tentang

kegiatan yang bisa ibu lakukan di ruangan? Apakah ibu

bersedia?”.

(5) Waktu : “Bagaimana kalau jam 09.00 WIB setelah

pemeriksaan kesehatanibu?”.

(6) Tempat : “Bagaimana kalau kita berbincang-bincang di

halaman depan?”.
118

STATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


(dibuat setiap kali sebelum interakksi/ pertemuan dengan pasien)

Hari Rabu, Tanggal 08-11-2017

C. PROSES KEPERAWATAN

5) Kondisi Pasien :

Pasien berdiri sendiri di dalam ruangan, tidak berinteraksi dengan teman

lainnya.

6) Diagnosa Keperawatan :Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

7) Tujuan Khusus (TUK) :

d) Klien dapat mengidentifikasi aspek positif dan kemampuan yang

dimiliki.

e) Klien dapat menilai kemampuan yang dimiliki untuk dilaksanakan.

f) Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang

dimiliki.

8) Tindakan Keperawatan

i) Mendiskusikan dengan klien tentang:

(3) Aspek positif yang dimiliki klien, keluarga, lingkungan

(4) Kemampuan yang dimiliki klien

j) Bersama klien buat daftar tentang:

(3) Aspek positif klien, keluarga, lingkungan.

(4) Kemampuan yang dimiliki klien

k) Memberi pujian yang realistis, hindarkan memberi penilaian negatif

l) Mendiskusikan dengan klien kemampuan yang dapat dilaksanakan

m) Mendiskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan pelaksanaannya


119

n) Merencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap

hari sesuai kemampuan klien:

(3) Kegiatan mandiri

(4) Kegiatan dengan bantuan

o) Meningkatkan kegiatan sesuai kondisi klien

p) Memberi contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan

D. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN

KEPERAWATAN

4) FASE ORIENTASI

d) Salam Terapeutik

“Selamat siang Ny. M, masih ingat dengan saya? Nama saya Chasania

Anjarwati, Ny. M bisa panggil saya Nia”.

e) Evaluasi/validasi

“Bagaimana keadaan dan perasaan Ny. M siang hari ini?”.

f) Kontrak

(4) Topik : “Kemarin kita sudah janji akan berbincang-bincang dan

melatih kegiatan yang Ny. M lakukan di ruangan, apakah Ny. M

masih ingat yang kita bicarakan kemarin?”.

(5) Waktu : “Bagaimana kalau 20 menit?”

(6) Tempat : “Bagaimana kalau kita berbincang-bincang sambil melatih

kegiatan Ny. M di ruangan tempat tidur?”.


120

5) FASE KERJA

“Bagaimana perasaan Ny. M saat ini? Apakah tadi malam Ny. M bisa tidur

nyenyak? Bagaimana, kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan

kegiatan yang pernah Ny. Mlakukan? Setelah itu kita akan nilai kegiatan

mana yang masih dapat Ny. M lakukan di rumah sakit. Setelah kita nilai,

kita akan pilih satu kegiatan untuk kita latih”.

“Ny. M, apa saja kemampuan yang bapak miliki? Bagus, apa lagi? Saya

buat daftarnya ya, Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa Ny.

Mlakukan? Bagaimana dengan merapihkan kamar? Menyapu? Mencuci

piring”. Wah, bagus sekali ada tiga kemampuan dan kegiatan yang Ny.

Mmiliki”.

“Ny. M, dari tiga kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapat

dikerjakan di rumah sakit? Bagus sekali ada 2 kegiatan yang masih bisa

dikerjakan di rumah sakit ini”.

”Sekarang, coba Ny. Mpilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di

rumah sakit ini”. ”Oh, yang nomor satu, merapihkan tempat tidur? Kalau

begitu, bagaimana kalau sekarang kita latihan merapihkan tempat tidur Ny.

M. Mari kita lihat tempat tidurNy. M. Coba lihat, sudah rapihkah tempat

tidurnya?”.

“Nah kalau kita mau merapihkan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu

bantal dan selimutnya. Bagus, sekarang kita angkat spreinya, dan kasurnya

kita balik. “Nah, sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai dari arah

atas, ya bagus, sekarang sebelah kaki, tarik dan masukkan, lalu sebelah

pinggir masukkan. Sekarang ambil bantal, rapihkan, dan letakkan di sebelah


121

atas/kepala. Mari kita lipat selimut, nah letakkan sebelah bawah/kaki.

Bagus!”

“Ny. Msudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba

perhatikan bedakan dengan sebelum dirapikan? Bagus. Coba Ny. M lakukan

sendiri ya”.

6) FASE TERMINASI

d) Evaluasi respon pasien terhadap tindakan keperawata

(3) Evaluasi Subyektif (Pasien) :

“Bagaimana perasaan Ny. Msetelah kita bercakap-cakap dan latihan

merapihkan tempat tidur? Ya, Ny. Mternyata banyak memiliki

kemampuan yang dapat dilakukan di rumah sakit ini. Salah satunya,

merapihkan tempat tidur, yang sudah di praktekkan dengan baik

sekali. Nah kemampuan ini dapat dilakukan juga di rumah setelah

pulang. Sekarang, mari kita masukkan pada jadwal harianNy. M.

Mau berapa kali sehari merapihkan tempat tidur. Bagus, dua kali

yaitu pagi-pagi jam berapa? Lalu sehabis istirahat, jam 16.00”.

(Klien mengatakan “Iya mbak, saya sudah bisa merapikan tempat

tidur saya sendiri”).

(4) Evaluasi Obyektif (Perawat)

 Klien kooperatif

 Wajah datar

 Kontak mata (+)

 Klien mempraktekkan cara membereskan tempat tidur, tetapi

masih dibantu dengan teman dan perawat di ruangan.


122

e) Rencana Tindak Lanjut

“Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. Ny. Mmasih

ingat kegiatan apa lagi yang mampu dilakukan di rumah sakit selain

merapihkan tempat tidur? Ya bagus, mencuci piring, kalau begitu kita

akan latihan mencuci piring”.

f) Kontrak yang akan datang

(4) Topik : “Bagaimana kalau besok kita latihan lagi kemampuan

yang kedua yaitu mencuci piring?”.

(5) Waktu : “Bagaimana kalau besok jam 08.00 WIB, 20 menit saja

setelah sarapan?”.

(6) Tempat : “Bagaiamana kalau besok kita latihan mencuci piring di

dapur ruangan?”.
123

STATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

(dibuat setiap kali sebelum interakksi/ pertemuan dengan pasien)

Hari Kamis, Tanggal 09-11-2017

C. PROSES KEPERAWATAN

5) Kondisi Pasien :

Klien tampak ceria, bersemangat dan mulai berbincang-bincang dengan

teman lainnya

6) Diagnosa Keperawatan :Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

7) Tujuan Khusus (TUK) :

Klien dapat melakukan kegiatan sesuai rencana yang dibuat

8) Tindakan Keperawatan

d) Menganjurkan klien untuk melaksanakan kegiatan yang telah

direncanakan

e) Memantau kegiatan yang dilaksanakan klien

f) Memberi pujian atas usaha yang dilakukan klien

D. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN

KEPERAWATAN

4) FASE ORIENTASI

d) Salam Terapeutik :

“Assalammualaikum, bagaimana perasaan Ny. Mpagi ini ? Wah,

tampak cerah”.
124

e) Evaluasi/validasi :

“BagaimanaNy. M, sudah dicoba merapikan tempat tidur sore kemarin/

tadi pagi? Bagus kalau sudah dilakukan”.

f) Kontrak

(4) Topik : “Sekarang kita akan latihan kemampuan kedua. Masih

ingat apa kegiatan ituNy. M? Ya benar, kita akan latihan mencuci

piring”.

(5) Waktu : “Bagaimana kalau 15 menit sesuai perjajanjian kita

kemarin?”.

(6) Tempat :“Bagaimana kalau di dapur ruangan ini?”.

5) FASE KERJA

“Ny. M, sebelum kita mencuci piring kita perlu mempersiapkan dulu

perlengkapannya, yaitu sabut/tapes untuk membersihkan piring, sabun

khusus untuk mencuci piring, dan air untuk membilas, Ny. Mbisa

menggunakan air yang mengalir dari kran ini. Oh ya jangan lupa sediakan

tempat sampah untuk membuang sisa-makanan.Sekarang saya perlihatkan

dulu ya caranya”. Setelah semuanya perlengkapan tersedia, Ny. Mambil

satu piring kotor, lalu buang dulu sisa kotoran yang ada di piring tersebut

ke tempat sampah. Kemudian Ny. Mbersihkan piring tersebut dengan

menggunakan sabut/tapes yang sudah diberikan sabun pencuci piring.

Setelah selesai disabuni, bilas dengan air bersih sampai tidak ada busa

sabun sedikitpun di piring tersebut. Setelah itu Ny. Mbisa mengeringkan

piring yang sudah bersih tadi di rak yang sudah tersedia di dapur. Nah
125

sudah slesai. Sekarang coba T yang melakukan”. Bagus sekali, T dapat

mempraktekkan cuci pring dengan baik. Sekarang dilap tangannya”.

6) FASE TERMINASI

d) Evaluasi respon pasien terhadap tindakan keperawatan

(3) Evaluasi Subyektif (Pasien)

”Bagaimana perasaan Ny. Msetelah latihan cuci piring?”.

“Bagaimana jika kegiatan cuci piring ini dimasukkan menjadi

kegiatan sehari-hari?”.

“Ny. Mmau berapa kali mencuci piring? Bagus sekali Ny.

Mmencuci piring tiga kali setelah makan.”

(Klien mengatakan “Saya sudah bisa mencuci piring sendiri dengan

benar dan bersih”).

(4) Evaluasi Obyektif (Perawat)

 Klien kooperatif, kontak mata (+)

 Klien tampak bersemangat melakukan kegiatan harian di

ruangan

e) Rencana Tindak Lanjut

“Kita sudah 3 hari berlatih kemampuan kegiatan yang bisa Ny.

Mlakukan diruangan, apakah Ny. Mbersedia untuk memasukkan

kegiatan tersebut kedalam jadwal kegiatan sehari-hari?”.

f) Kontrak yang akan datang

(4) Topik : -

(5) Waktu : -

(6) Tempat : -
126

DAFTAR PUSTAKA

Ali. 2007. Prinsip Dasar Keperawatan Jiwa. Malang: Salemba Medika

Buchanan. 2007. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC

Departemen Kesehatan RI.2009. Angka Kejadian Harga Diri Rendah di


Indonesia. www//http.surkesnas.ac.id. dikses tanggal 30 september 2015.

Dimaiyanti 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Dalami,et.al. (2009). Asuhan Keperawatan klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta:


Trans info Media.

Durand. 2007. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Fitria Nita. Dkk. 2009.Prinsip Dasar dan aplikasi Laporan pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika

Iyus, Yosep. 2009. Buku Ajar Keperawatan Jiwa Advance & Mental Health
Nursing. Bandung: PT. Refika Aditama

Kazadi. 2008. Aplikasi Proses Keperawatan Jiwa. Mocomedia: Yogjakarta

Keliat (2005). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.

Keliat, Budi Anna. 2011. Keperawatan Jiwa : Terapi Aktifitas Kelompok. Jakarta:
EGC

Kusumawati, Farida. Yudi Hartono. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Salemba
Medika: Jakarta

Maramis, FW. 2008. Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 7. Surabaya: Airlangga


University Press

NANDA. 2015. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.


Jakarta: EGC

Nurafif, Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta: Mediaction

Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
127

Nursalam. 2014. Manajemen Keperawatan dan Aplikasi. Jakarta: Salemba


Medika

Sadock. 2008. Panduan Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri.


Jakarta: EGC

Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

Stuart, G.W & Sundeen, S.J, 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan).
Edisi 5, EGC, Jakarta

Townsend, M.C, 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan


Psikitari (terjemahan), Edisi 5, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai