Anda di halaman 1dari 9

Studi Kasus.

JIM Fkep Volume 1 Nomor 1 Tahun 2022

PENERAPAN TERAPI MEMAAFKAN PADA PASIEN RISIKO


PERILAKU KEKERASAN: SUATU STUDI KASUS

Application of Forgiveness Therapy in Patients at Risk for Violent Behavior: A Case Study

Ayu Lestari1, Syarifah Rauzatul Jannah2, Farah Dineva R2


1
Program Studi Profesi Ners, Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala
2
Bagian Keilmuan Keperawatan Jiwa, Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala
Email: ayulestari01.mz@gmail.com

ABSTRAK
Perilaku kekerasan merupakan respons emosi yang muncul sebagai bentuk reaksi terhadap meningkatnya
kecemasan, dirasakan sebagai suatu ancaman (diejek/dihina) dan ungkapan perasaan terhadap situasi yang tidak
menyenangkan (keinginan tidak tercapai, rasa kecewa serta tidak puas). Perasaan terancam ini dapat berasal dari
pengaruh lingkungan luar (penyerangan fisik, kehilangan orang terdekat dan masukan dari orang lain) dan
pengaruh lingkungan dalam (kegagalan di dunia kerja, perasaan tidak mendapatkan perhatian dan ketakutan
terhadap penyakit fisik). Studi kasus ini bertujuan untuk mampu melakukan asuhan keperawatan secara holistik
dengan pendekatan proses keperawatan pada pasien dengan risiko perilaku kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Aceh.
Metode yang digunakan adalah melakukan studi kasus selama 6 hari dengan memberikan asuhan keperawatan
jiwa terdiri dari pengkajian, penentuan diagnosa, penyusunan intervensi, pelaksanaan implementasi dan evaluasi.
Hasil studi kasus yang didapatkan adalah pasien mampu memahami Strategi Pelaksanaan (SP) dan terapi
memaafkan yang telah diajarkan serta mampu diaplikasikan selama dirawat di Rumah Sakit Jiwa Aceh. Berdasarkan
hasil studi kasus direkomendasikan agar lebih memperhatikan dan lebih memperkuat peran perawat melalui
pemberian terapi sebagai aktivitas yang dapat diterapkan pada pasien dengan masalah kesehatan jiwa, khususnya
pasien dengan risiko perilaku kekerasan.

Kata Kunci: Risiko Perilaku Kekerasan, Strategi Pelaksanaan, Terapi Memaafkan

ABSTRACT
Violent behavior is often associated with the emotional response that arises as a reaction to increased anxiety,
which is felt as a threat (being bullied/being insulted) and the expression of feelings towards an unpleasant situation
(disappointed, unfulfilled desire, dissatisfied). This feeling of threat may come from the external environment
(physical assaults, loss of significant people, or criticism from others) or the internal environment (feelings of failure
at work, feelings of not being loved, and fear of physical illness). This study aims to provide holistic nursing care
with a nursing process approach to patients at risk of violent behavior at the Aceh Pyschithirc Hospital.
This present case study was conducted for 6 days by providing mental nursing care consisting of assessment,
determination of diagnosis, preparation of interventions, implementation, and evaluation. The results showed
that the patients understood the Implementation Strategy (SP) and forgiveness therapy that has been taught and
could be applied while being treated at the Aceh Psyicathric Hospital. Based on the case study results, the relevant
parties are urged to pay more attention to and strengthen the role of nurses through the provision of therapy as an
activity that can be applied to patients with mental health problems, especially patients at risk of violent behavior.

Keywords: Risk of Violent Behavior, Implementation Strategy, Forgiveness Therapy

128
128
Studi Kasus. JIM Fkep Volume 1 Nomor 1 Tahun 2022
PENDAHULUAN Asuhan keperawatan jiwa sangat
Kesehatan jiwa menurut WHO (World dibutuhkan oleh individu dengan risiko
Health Organization) adalah ketika seseorang perilaku kekerasan untuk mengatasi masalah
tersebut merasa sehat serta bahagia secara fisik keperawatan yang dialaminya. Penanganan
dan psikologis, mampu mengatasi tantangan yang dapat dilakukan untuk mengatasi gejala
hidup yang dihadapi, dapat menerima orang perilaku kekerasan yaitu dengan memberikan
lain sebagaimana sewajarnya serta memiliki tindakan asuhan keperawatan melalui
sikap positif terhadap diri sendiri dan orang manajemen perilaku kekerasan, yang bertujuan
lain. Menurut data WHO (2019), terdapat membantu pasien dalam mengontrol rasa
penderita depresi sebanyak 246 juta orang, marah dan mendorong pasien agar mampu
penderita gangguan bipolar sebanyak 45 juta mengungkapkan rasa marah kepada orang lain
orang, penderita demensia sebanyak 50 juta tanpa menggunakan kekerasan.
orang dan penderita skizofrenia sebanyak 20 Selain itu, perawat juga dapat
juta orang. Berdasarkan data Riskesdas (2018), melakukan modifikasi dengan terapi
sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta memaafkan. Penelitian Suhron, Yusuf,
orang mengalami bipolar, 21 juta mengalami Subarniati, Amir & Zainiyah (2020)
skizofrenia serta sekitar 47,5 juta mengalami mengungkapkan bahwa terapi memaafkan
demensia. Prevalensi gangguan jiwa berat berhasil meningkatkan kebahagiaan dan
(skizofrenia) tertinggi di Indonesia terdapat di pengalaman hidup, khususnya pada pasien
Bali (11%) sementara Aceh menduduki dengan masalah risiko perilaku kekerasan.
peringkat keempat tertinggi (9%) (Riskesdas, Berdasarkan data pasien yang
2018). didapatkan melalui rekam medik ruangan
Skizofrenia merupakan gangguan Balee Tanjung Rumah Sakit Jiwa Aceh, pasien
psikologis yang ditandai dengan adanya berjumlah 63 orang yang terdiri dari pasien
penyimpangan yang bersifat realistis, dengan perilaku kekerasan sejumlah 59 orang,
penarikan diri dari lingkungan sosial, serta pasien dengan gangguan persepsi sensori:
disorganisasi persepsi, pikiran, perasaan, halusinasi sejumlah 49 orang, pasien dengan
kognitif dan perilaku (Stuart, 2016). Perilaku risiko bunuh diri sejumlah 6 orang, pasien
yang ditunjukkan oleh penderita skizofrenia dengan defisit perawatan diri sejumlah 1 orang,
yang paling umum adalah perilaku kekerasan. dan pasien dengan isolasi sosial sejumlah 1
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk sikap orang. Salah satu kasus yang menarik di Balee
mengancam yang bertujuan untuk melukai Tanjung yaitu seorang pasien berinisial Tn. I
orang lain secara fisik maupun psikologis dengan masalah risiko perilaku kekerasan yang
(Keliat, 2019). memiliki riwayat dirawat di rumah sakit jiwa
Risiko perilaku kekerasan merupakan sebanyak dua kali dengan jarak waktu yang
kondisi ketika individu akan membahayakan cukup jauh. Pasien pertama kali dirawat di RSJ
keselamatan diri sendiri, orang lain, keluarga, selama 5 hari rawatan pada 7 tahun yang lalu.
komunitas, akibat dari perilaku agresif yang Pasien belum pernah mendapatkan asuhan
dimilikinya. Agresif adalah perilaku destruktif keperawatan jiwa, baik itu terkait strategi
yang memberikan dampak yang cukup besar pelaksanaan (SP) atau pun terapi lainnya.
bagi individu, keluarga dan komunitas. Berdasarkan uraian di atas, penulis
Perilaku kekerasan bisa muncul akibat tertarik untuk melakukan asuhan keperawatan
terganggunya struktur dan fungsi otak pada pasien dengan risiko perilaku kekerasan
(Fanning, Coleman, Lee & Coccaro, 2019). di Rumah Sakit Jiwa Aceh. Tujuan penulisan

129
129
Studi Kasus. JIM Fkep Volume 1 Nomor 1 Tahun 2022
studi kasus ini adalah menjelaskan asuhan perilaku kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Aceh.
keperawatan pada pasien dengan risiko Studi kasus ini mulai dilakukan pada tanggal
perilaku kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Aceh. 27 Desember 2021 dengan melakukan asuhan
keperawatan dari pengkajian, analisa data,
GAMBARAN KASUS penegakan diagnosa keperawatan, penyusunan
Berdasarkan data yang didapatkan dari intervensi, pelaksanaan implementasi, dan
hasil pengkajianpada 27 dan 28 Desember evaluasi keperawatan.
2021, pasien berinisial Tn. I berusia 37 tahun,
jenis kelamin laki-laki, pasien dirawat sejak HASIL
tanggal 11 Desember 2021 dan sebelumnya Perilaku kekerasan merupakan bentuk
sudah pernah dirawat satu kali di Rumah Sakit pemicu respon marah yang berbahaya serta
Jiwa (RSJ) Aceh dengan kisaran waktu 5 hari ketakutan sebagai respon terhadap perasaan
rawatan. Pasien dibawa oleh keluarga ke RSJ terancam, baik berupa ancaman yang dapat
dengan keluhan mengamuk dan marah-marah. berasal dari pengaruh lingkungan luar
Selain itu, pasien juga mengatakan bahwa (penyerangan fisik, kehilangan orang terdekat
sudah lama tidak meminum obat tanpa alasan dan masukan dari orang lain) dan pengaruh
yang jelas. Pasien memiliki riwayat trauma lingkungan dalam (kegagalan di dunia kerja,
kepala berat saat usia 20 tahun karena terkena perasaan tidak mendapatkan perhatian dan
lemparan balok kayu oleh adik kandungnya ketakutan terhadap penyakit fisik) (Stuart,
dan mengenai kepala. Ini dibuktikan dengan 2016). Implementasi yang diberikan pada
adanya bekas luka jahitan. Pasien juga pernah pasien dengan risiko perilaku kekerasan yaitu
mengalami kecelakaan motor saat usia 23 penerapan Strategi Pelaksanaan (SP) risiko
tahun yang juga menyebabkan cedera kepala. perilaku kekerasan yang terdiri dari SP 1:
Hasil observasi didapatkan pandangan mengidentifikasi tanda dan gejala risiko
pasien tajam/mata melotot, muka tegang dan perilaku kekerasan, penyebab dan akibatnya,
merah, sesekali mengepalkan tangan, mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan
mengatupkan rahang dengan kuat, cara berdiri fisik 1: pukul kasur/bantal, SP 2: mengontrol
mengancam, nada suara tinggi dan keras, mulut perilaku kekerasan dengan patuh minum obat,
komat kamit, serta sesekali terlihat pasien SP 3: mengontrol perilaku kekerasan secara
melempar/memukul benda yang ada di asertif, dan SP 4: mengontrol perilaku
sekitarnya. Pasien tampak tegang seperti kekerasan secara spiritual. Selain itu, pasien
menahan marah dan bicara sendiri dan tampak juga diberikan intervensi berupa terapi
memisahkan diri dengan teman yang lain. memaafkan.
Pasien mendapatkan terapi obat-obatan berupa Hasil evaluasi yang didapatkan setelah
Risperidone 2 mg (2x1), Clozapine 25 mg empat hari diberikan asuhan keperawatan
(1x1) dan THF (Trihexypyphenidyl) 2 mg adalah pasien sudah tidak sering marah dan
(2x1). Pada saat pertama masuk RSJ, pasien kesal, sudah mampu mengendalikan emosinya,
mendapatkan injeksi Lodomer 1 Amp/im. tampak masih mengingat dan mampu
Berdasarkan data-data yang diperoleh dari hasil mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku
pengkajian dapat ditegakkan diagnosa kekerasan sesuai urutan strategi pelaksanaan
keperawatan jiwa: Risiko Perilaku Kekerasan. (SP) yang telah diajarkan sebelumnya. Pasien
Studi kasus ini merupakan studi yang juga terlihat menyukai terapi memaafkan yang
bermaksud untuk menggambarkan masalah diajarkan karena menurutnya terapi tersebut
asuhan keperawatan pada pasien dengan risiko bisa membuat dirinya merasa baik dan tenang.

130
130
Studi Kasus. JIM Fkep Volume 1 Nomor 1 Tahun 2022
Hasil observasi didapatkan frekuensi pasien Data demografi yang berpengaruh
berbicara kasar dengan nada tinggi tampak terhadap perilaku kekerasan lainnya adalah
berkurang, sudah tidak mengepalkan tangan, tingkat pendidikan. Pendidikan rendah dapat
pandangan baik/tidak melotot dan pasien menjadi penyebab terjadinya masalah
tampak tidak berbicara sendiri lagi. Namun psikologis (Livana & Suerni, 2019). Pada
pasien masih terlihat seperti meredam marah, kasus ini ditemukan bahwa status pendidikan
mata memerah dan berdiri tegap. Masalah pasien berpendidikan menengah (SMA). Hal
risiko perilaku kekerasan teratasi sebagian. ini sesuai dengan Stuart (2016) yang
menjelaskan bahwa fungsi kognitif sangat
PEMBAHASAN berpengaruh terhadap strategi koping. Tingkat
Perilaku kekerasan dipengaruhi oleh pendidikan sangat berpengaruh terhadap
berbagai faktor, salah satunya adalah faktor kemampuan seseorang dalam memiliki
jenis kelamin. Gangguan jiwa sangat rentan pemahaman yang bersifat realistis, berfikir
terjadi pada laki-laki. Tingginya tingkat kritis dan produktif dalam menyelesaikan
emosional merupakan salah satu penyebab masalah yang dialaminya. Adanya pendidikan
dasar dari munculnya perilaku kekerasan. tinggi akan mudah bagi individu dalam
Laki-laki berisiko dua kali lebih rentan menyalurkan pemahaman dan informasi
dibanding perempuan. Hal ini dikaitkan juga terkait dengan penyelesaian masalah
dengan kurangnya kemampuan verbal dan kesehatan yang dihadapi oleh pasien.
bahasa yang dimiliki laki-laki dibandingkan Pekerjaan juga merupakan salah satu
perempuan (Livana & Suerni, 2019). Teori ini data demografi yang berpengaruh pada
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh perilaku kekerasan. Pasien mengatakan
Kaplan, Saddock dan Grebb (2010) yang kehilangan pekerjaannya karena dianggap
menunjukkan bahwa kemungkinan tidak layak untuk bekerja. Hal ini sejalan
perempuan lebih jarang muncul gejala negatif dengan penelitian yang dilakukan oleh
dibandingkan laki-laki karena wanita Aroviani dan Niman (2021) yang menyatakan
cenderung lebih memiliki fungsi sosial yang bahwa pasien dengan gangguan jiwa
lebih baik dari laki-laki. mengalami berbagai dampak negatif akibat
Data demografi selanjutnya yang dari gejala skizofrenia yang dimilikinya
berhubungan dengan perilaku kekerasan seperti hilangnya pekerjaan, gangguan konsep
adalah usia. Berdasarkan hasil pengkajian, diri dan kualitas hidup (hidup terasa tak berarti).
diketahui pasien berusia 37 tahun. Usia Pasien mengatakan alasan kembali
perilaku kekerasan paling sering berusia di masuk ke rumah sakit jiwa adalah karena putus
bawah 40 tahun dan hal ini dihubungkan obat. Akibat dari putus obat tersebut, pasien
dengan ketidakmampuan dalam memenuhi kembali merasa gelisah dan sangat mudah
tugas perkembangan serta adanya tuntutan marah. Hal ini sejalan dengan penelitian
lingkungan (Livana & Suerni, 2019). Pasien Afconneri, Lim dan Erwina (2020) yang
usia muda atau usia produktif lebih cenderung menyatakan bahwa faktor yang paling
melakukan perilaku kekerasan dibandingkan mempengaruhi kekambuhan pada pasien
pasien dengan usia lanjut, hal ini juga sesuai skizofrenia adalah tidak patuh obat. Artinya,
dengan penelitian yang dilakukan Pasaribu, semakin pasien tidak patuh dalam minum obat
Hamid dan Mustikasari (2013) bahwa risiko maka semakin berisiko pula terjadi
perilaku kekerasan terjadi pada usia produktif kekambuhan pada pasien.
yaitu 20-42 tahun.

131
131
Studi Kasus. JIM Fkep Volume 1 Nomor 1 Tahun 2022
Pasien juga diberikan injeksi Lodomer dan kasar, menjerit atau berteriak, melempar
saat pertama kali masuk RSJ. Perawat atau memukul benda/orang lain,mengancam
memberikan injeksi intramuskular Lodomer secara verbal atau fisik, merusak lingkungan,
berisikan haloperidol 1 amp 5mg/ml tidak mampu mencegah atau mengendalikan
berdasarkan instruksi dokter. Menurut perasaan marah dan merasa dikucilkan.
Howland (2011), obat-obatan tipikal termasuk Gejala yang dialami oleh pasien sesuai
Haloperidol digunakan untuk pengobatan dengan beberapa kriteria berdasarkan ICD-11
gejala suasana hati, sikap bermusuhan, perilaku dan DSM-5. Gejala yang didapatkan pada
kekerasan, perilaku bunuh diri, kesulitan individu skizofrenia berdasarkan ICD-11
bersosialisasi, dan kerusakan kognitif seperti (International Classification of disorders)
yang terlihat pada pasien skizofrenia. adalah adanya berbagai gejala positif, gejala
Haloperidol bekerja untuk menurunkan negatif, gangguan mood (perubahan perasaan
neurotransmitter dopamine di otak sehingga secara tiba-tiba), psikomotor dan kognitif.
mengurangi gejala hiperaktivitas di otak yang Sedangkan berdasarkan DSM-5 (Diagnostic
menyebabkan perilaku kekerasan (Stuart, and Statistical Manual for mental Disorders)
2016). adalah adanya gejala yang mungkin muncul
Selain itu, pasien juga pernah menjadi berupa halusinasi, delusi, disorganized speech,
korban kekerasan yang dilakukan oleh adik disorganized behavior, penyimpangan
kandungnya, yaitu dilempar dengan balok kayu perilaku, gejala negatif, gangguan kognitif,
hingga mengenai kepala pasien dan mengalami perasaan tidak puas, depresi serta maniak
trauma. Pernyataan ini sesuai dengan penelitian (Gaebel & Zielasek, 2015).
Regil, Castillo dan Cauich (2019) yang Intervensi keperawatan yang dapat
menyatakan bahwa individu yang mengalami diberikan pada pasien dengan risiko perilaku
gangguan fungsi kognitif sering dikaitkan kekerasan adalah dengan melakukan penerapan
dengan adanya riwayat trauma atau brain standar asuhan keperawatan mencakup
injury di masa lalu. Gangguan yang mungkin penerapan strategi pelaksanaan risiko perilaku
muncul misalnya, defisit perhatian, gangguan kekerasan.
memori, gejala perilaku mengancam seperti SP 1 yaitu mengidentifikasi tanda dan
agresif, kontrol impuls yang buruk, iritabilitas gejala pada pasien risiko perilaku kekerasan,
serta dapat terjadi munculnya gangguan serta penyebab dan akibatnya. Pasien mampu
psikiatri atau memburuknya gejala psikiatri mendemonstrasikan teknik memukul bantal
yang sudah menetap sebelumnya pada secara mandiri ketika kemarahan mulai muncul
individu. Gangguan perilaku mungkin muncul serta mengungkapkan merasa lebih baik setelah
setelah individu mengalami trauma atau brain melakukan teknik pukul bantal. Pukul bantal
injury. Gangguan perilaku yang terjadi seperti efektif untuk melampiaskan emosinya sebab
sering marah, mudah tersinggung, agresif, tidak merugikan diri sendiri, orang lain,
impulsif dan melakukan tindakan ekstrim baik lingkungan serta tidak merusak barang atau
secara verbal, fisik atau psikologis (Luaute & benda (Arditia, 2019). Mengontrol marah dengan
Plantier 2016). cara melatih pasien untuk memukul bantal
Tanda gejala yang didapatkan melalui bertujuan agar pasien mampu menyalurkan
hasil pengkajian adalah muka tegang dan emosinya dengan mengalihkan objek pada
merah, pandangan tajam, mengepalkan tangan, sebuah barang atau benda, serta mengurangi
mengatupkan rahang dengan kuat, mulut risiko melukai diri sendiri atau
komat-kamit, nada suara tinggi, bicara keras

132
132
Studi Kasus. JIM Fkep Volume 1 Nomor 1 Tahun 2022
orang lain dikarenakan status emosi yang medis mengutamakan pemberian antipsikotik
dimiliki pasien (Keliat, 2019). untuk menurunkan gejala positif dan negatif
Intervensi berikutnya yang diberikan yang muncul pada penderita skizofrenia serta
adalah SP 2 risiko perilaku kekerasan yaitu memiliki sedikit efek samping kepada pasien.
mengendalikan perilaku kekerasan dengan Tim medis juga mengutamakan pencegahan
minum obat teratur. Pasien mengungkapkan munculnya EPS yang merupakan efek samping
selalu rutin minum obat dan tidak pernah dari golongan obat antipsikotik dengan
membuang obat selama dirawat di rumah sakit. pemberian Trihexyphenidyl.
Pasien mendapatkan terapi obat antipsikotik Intervensi berikutnya yang diberikan
berupa Clozapine 1x1 25 mg dan Risperidone adalah SP 3 yaitu mengontrol perilaku
2x2 2 mg yang merupakan obat golongan kekerasan secara asertif. Townsend dan
kedua (atipikal). Hal ini sesuai dengan Morgan (2018) menyatakan bahwa perilaku
penelitian Maylani, Fadraersada dan Ramadhan asertif membantu pasien merasa lebih baik
(2018), yaitu obat antipsikotik kombinasi dengan mendorong mereka dalam
Risperidone dan Clozapine sangat berpengaruh mempertahankan hak asasi mereka. Perilaku
jika diberikan pada pasien skizofrenia asertif mampu meningkatkan harga diri dan
paranoid. Hal ini dikarenakan pengaruh dari kemampuan untuk memperluas hubungan
kombinasi antipsikotik generasi kedua dapat interpersonal yang memuaskan. Pernyataan ini
memperbaiki gejala positif dan gejala negatif didukung oleh Stuart (2016) yang menyatakan
yang dialami pasien skizofrenia dan biasanya bahwa sikap asertif adalah sikap yang bersifat
cenderung efektif untuk mengobati pasien yang mutlak dan berada tepat di pertengahan pada
resisten. rentang antara perilaku pasif dan perilaku
Selain obat antipsikotik, pasien agresif.
mendapatkan obat Trihexyphenidyl 2x2 2 mg. Selanjutnya memberikan intervensi SP
Sesuai dengan penelitian yang dilakukan di 4 yaitu melatih untuk mengontrol perilaku
RSJD Sungai Bangkok Pontianak yaitu obat kekerasan secara spiritual. Pasien
Trihexyphenidyl dikombinasikan bersama mengungkapkan bahwa ia paling menyukai
dengan obat antipsikotik sejak awal perawatan cara tersebut. Pasien tampak lebih baik setelah
atau sebelum timbulnya Ekstra Piramidal melakukan dzikir dan shalat. Selain
Syndrome (EPS). Pemberian obat ini bertujuan menggunakan terapi farmakologis, pasien
untuk meningkatkan efek kepatenan fungsi skizofrenia juga dapat diajarkan terkait jenis
obat pasien karena beberapa obat antipsikotik terapi lainnya seperti kegiatan ibadah atau
menimbulkan EPS yang tidak nyaman serta spiritual. Spiritual merupakan keyakinan dalam
mengakibatkan pasien menolak melanjutkan diri individu terhadap hubungan dengan Yang
pengobatannya (Musdalifah, Susanto & Maha Kuasa serta besarnya kekuatan hidup
Robiyanto, 2019). yang bermanfaat bagi komunitas dan
Penelitian yang dilakukan oleh lingkungan tanpa kehilangan identitas dan
Novitayani (2018) menyebutkan bahwa kepercayaan diri. Terapi spiritual dapat
pengobatan kombinasi psikofarmaka juga dilakukan kepada pasien skizofrenia dengan
didapatkan oleh pasien skizofrenia rawat jalan memberikan intervensi seperti memenuhi
di Rumah Sakit Jiwa Aceh. Banyaknya pasien kebutuhan spiritual dengan dzikir, do’a, sholat,
yang diberikan atipikal antipsikotik membaca Al-Quran, terapi murrotal, ruqyah
(Risperidon dan/atau Clozapin/Clozarin) dan perhatian terhadap terapi religious dengan
cenderung menunjukkan bahwa perawatan

133
133
Studi Kasus. JIM Fkep Volume 1 Nomor 1 Tahun 2022
pendekatan spiritual. (Hardianto, Azizah, KESIMPULAN
Jatimi, Munir & Rahman, 2020). Kesimpulan yang dapat diambil dari
Hal ini hampir serupa dengan hasil studi kasus ini adalah strategi pelaksanaan
penelitian yang dilakukan oleh Massuhartono risiko perilaku kekerasan dan terapi
dan Mulyanti (2018) bahwa kegiatan spiritual memaafkan dapat membantu mengontrol
melalui terapi dzikir mampu membawa kita perilaku kekerasan yang dirasakan pasien.
pada bentuk pengetahuan terhadap ilmu baru Berdasarkan hasil tersebut diharapkan
bahwa penyembuhan terhadap penyakit juga pihak rumah sakit jiwa agar terus
disertai dengan adanya keyakinan tentang meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
pertolongan Tuhan. Hardianto, Azizah, Jatimi, dalam mencari informasi terkait asuhan
Munir dan Rahman (2020) memaparkan hasil keperawatan pada pasien dengan risiko
penelitiannya setelah dilakukan intervensi perilaku kekerasan.
spiritual care dimana terapi ini mempengaruhi
tingkat kemarahan pasien menjadi lebih UCAPAN TERIMA KASIH
rendah, sehingga perilaku kekerasan tidak Ucapan terimakasih penulis tujukan
terjadi. kepada perawat Rumah Sakit Jiwa Aceh yang
Selain pemberian strategi pelaksanaan, telah membantu selama proses studi kasus ini.
pasien juga dapat diberikan intervensi lain
berupa terapi memaafkan. Memaafkan DAFTAR PUSTAKA
merupakan salah satu pilihan terapi yang dapat Afconneri, Y., Lim, K., & Erwina I. (2020).
menyembuhkan konflik, baik pribadi maupun Faktor-faktor kekambuhan pada pasien
kelompok. Terapi memaafkan dapat skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit
mengurangi nyeri hati karena terapi Jiwa Prof Dr. Hb Sa’anin Padang. Jurnal
memaafkan mampu mengurangi efek negatif, Endurance: Kajian Ilmiah Problema
serta mampu membuat sakit hati sembuh Kesehatan, 5(2), 321-330.
dengan stimulasi yang dapat meningkatkan
Arditia, S. F. (2019). Penanggulangan gejala
kondisi positif pasien (Suhron, Yusuf,
pada pasien dengan risiko perilaku
Subarniati, Amir & Zainiyah, 2020).
kekerasan. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Terapi memaafkan yang diajarkan
Jiwa, 3(1),69-78.
kepada pasien terdiri dari empat fase,
diantaranya mengajarkan fase untuk
Aroviani, M. R. N., & Niman, S. (2021). The risk
mengungkapkan kemarahan, fase mengambil
of violent behavior: a case study. Jurnal
keputusan untuk memaafkan, fase memaafkan
Sahabat Keperawatan, 3(2), 1-7.
dan fase melepas kemarahan atau emosi.
Terapi memaafkan dapat mendukung individu Fanning, J. R., Coleman, M., Lee, R., & Coccaro,
untuk mengubah hubungan negatif menjadi E. F. (2019). Subtypes of aggression in
positif. Individu yang memiliki sifat pemaaf intermitted explosive disorder. Journal
juga dapat mengubah pikiran negatif menjadi of Psychiatric Research, 1(9), 164-172..
pikiran yang lebih baik seperti menjalin
hubungan baik dengan orang lain karena orang Gaebal, W., & Zielasek, J. (2015). Focus on
tersebut telah terluka atau tersakiti baik secara psychosis. Dialogues in Clinical
fisik atau verbal (Suhron, Yusuf, Subarniati, Neuroscience, 17(1), 9-18.
Amir & Zainiyah, 2020).

134
134
Studi Kasus. JIM Fkep Volume 1 Nomor 1 Tahun 2022
Hardianto, M. R. B., Azizah, M. J., Jatimi, A., Musdalifah, W., Susanti., & Robiyanto. (2019).
Munir, Z., & Rahman, H. F. (2020). Evaluasi penggunaan obat triheksifenidil
Spiritual care dalam mengurangi tingkat sebagai terapi adjuvant pada pasien
kemarahan pasien skizofrenia. Jurnal skizofrenia di Instalasi Rawat Inap
Penelitian Kesehatan Suara Forikes, Rumah Sakit Jiwa Daerah Sungai
1(1), 18-26. Bangkong Pontianak. Universitas
Tanjung Pura.
Howland, R. H. (2011). Penatalaksanaan pada
pasien dengan gangguan jiwa. Jurnal Novitayani, S. (2018). Terapi psikofarmaka
Keperawatan Psikososial dan Pelayanan pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit
Kesehatan Jiwa, 53(11), 21-34. Jiwa Aceh. Idea Nursing Journal, 9(1),
16-21.
Kaplan., Saddock., & Grebb. (2010). Sinopsis
psikiatri ilmu pengettahuan perilaku Pasaribu F., Hamid & Mustikasari, N. (2013).
psikiatri klinis, Edisi 7, Jilid I. Pengaruh usia produktif pada pasien
skizofrenia dengan perilaku kekerasan di
Keliat, B. A. (2019). Asuhan keperawatan Rumah Sakit Umum Daerah Bogor. FIK
jiwa. Jakarta: EGC UI: Depok.

Livana, P. H., & Suerni, T. (2019). Faktor Ramadhan, R., Junuda, R. A., Ihsan, S., Tien.,
predisposisi pasien dengan risiko & Kusnan. A. (2020). The effect of
perilaku kekerasan. Jurnal Ilmiah listening to the murottal qur'an against
Kesehatan Jiwa, 1(1), 27-38. schizophrenia in inpatients at the Mental
Hospital of Southeast Sulawesi
Luaute, J., & Plantier, D. (2016). Care Province. Research Gate, 3(2), 121-132.
management of the agitation or
aggressiveness crisis in patients with tbi. Regil, G. D. L., Castillo, E. D. F., & Cauich, V.
systematic review of the literature and J. (2019). Psychological intervention in
practice recommendations. Annals of traumatic brain injury patients.
Physical and Rehabillitation Medicine, Behavioural Neurology, 2(3), 11-26.
5(9), 58-67.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2018).
Massuhartono & Mulyanti. (2018). Terapi Badan penelitian dan pengembangan
religi melalui dzikir pada penderita kesehatan kementerian RI Tahun 2018.
gangguan jiwa. Journal of Islamic
Guidance and Counseling, 2(2), 201- Stuart, G. W. (2016). Prinsip dan praktik
214. keperawatan kesehatan jiwa. Editor
Keliat, B. A., Pasaribu, J. Singapore:
Maylani, R. Y., Fadraersada, J., & Ramadhan, A. Elsevier.
M. (2018). Studi pemberian antipsikotik
terhadap beberapa jenis skizofrenia di Stuart, H. (2016). Reducing the stigma of
RSJD Atma Husada Mahakam mental illness. Global Mental Health.
Samarinda. Mulawarman Pharmaceutical 3(17), 1-14.
Conference, 2(1), 54-65.

135
135
Studi Kasus. JIM Fkep Volume 1 Nomor 1 Tahun 2022

Stuart, G. W. & Sundeen, S. (2016). Buku saku


keperawatan. Cetakan pertama, Jakarta:
EGC.

Suhron, M., Yusuf, A. H., Subarniati, R., Amir,


F & Zainiya, Z. (2020). How does
forgiveness therapy versus emotion-
focused therapy reduce violent behavior
schizophrenia post restrain at East Java.
International Journal of Public Health
Science (IJPHS), 9(14), 214-219.

Townsend, M. & Morgan, K. (2018).


Psychiatric mental health nursing:
concept of care in evidence-based
practice, Edisi 9. P h i l a d e l p h i a : F . A.
Davis Company.

WHO (2019), Schizophrenia. Diakses pada 30


Desember 2021. https://www.who.
int/news- room/ fact-sheets/detail/
schizophrenia

136
136

Anda mungkin juga menyukai