PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa menurut UU Kesehatan Jiwa No. 18 tahun 2014 adalah kondisi
dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spritual, dan sosial
sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan,
dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk
komunitasnya. Seseorang dikatakan sehat jiwa jika individu tersebut memiliki kriteria
seperti mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri, tumbuh kembang dan aktualisasi
diri, integrasi, otonomi, persepsi realitas, dan kemampuan dalam beradaptasi dengan
lingkungan (Direja & Ade, 2011).
Gangguan jiwa merupakan sindrom pola perilaku seseorang yang secara khas
berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment) didalam
satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia, yaitu fungsi psikologis, perilaku,
biologis, dan gangguan itu tidak hanya terletak di dalam hubungan antara orang itu
tetapi juga dengan masyarakat (Yusuf, Fitryasari, & Nihayati, 2015). Gangguan jiwa
menyebabkan penderitanya tidak sanggup menilai dengan baik kenyataan, tidak dapat
lagi menguasai dirinya untuk mencegah menganggu orang lain atau merusak atau
menyakiti dirinya sendiri (Yosep, 2009).
World Health Organitation (WHO) tahun 2009 dalam (Yosep, 2011)
menyatakanpaling tidak 1 dari 4 orang atau sekitar 450 juta orang memiliki
gangguanmental, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan25%
penduduk diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usiatertentu selama
hidupnya. Setiap tahunnya, upaya bunuh diri yang dilakukanoleh para pasien dengan
gangguan jiwa mencapai 20 juta jiwa.Gangguan jiwa mencapai 13% dari penyakit
secara keseluruhan dankemungkinan akan berkembang menjadi 25% di tahun
2030.Penelitian yang dilakukan oleh WHO (World Health Organitation)diberbagai
negara menunjukkan bahwa sebesar 20–30% pasien yang datang kepelayanan kesehatan
menunjukkan gejala gangguan jiwa.Risiko gangguan jiwa tersebarhampir merata di
seluruh dunia, termasuk di wilayah Asia Tenggara. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas, 2013). Prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia 1,7/mil.
Prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi Di Yogyakarta dan Aceh sebesar 2,7/mil,
sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat di Riau sebesar 0,9/mil. Prevelensi paling
1
2
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum:
Mampu memberikan asuhan keperawatan dengan gangguan konsep diri: Harga diri
rendah di ruang Kampar Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau.
2. Tujuan Khusus:
a. Dapat melakukan pengkajian data pada klien dengan gangguan konsep diri: Harga
Diri Rendah.
b. Mampu mempelajari cara mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial pada
pasien Tn. I dengan Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah.
c. Dapat menyusun perencanaan keperawatan pada klien dengan Gangguan Konsep
Diri: Harga Diri Rendah.
d. Dapat melaksanakan implementasi sesuai rencana keperawatan pada Klien
denganGangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah.
e. Dapat melakukan evaluasi terhadap tindakan keperawatan pada Klien
denganGangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah.
f. Mampu mendokumentasikan Asuhan Keperawatan pada Klien.
g. Mampu mengidentifikasi hambatan atau kendala dalam memberikan Asuhan
Keperawatan pada Klien.
C. Manfaat Penulisan
1. Ilmu Keperawatan
Menjadi tambahan sumber informasi tentang perawatan pasien dengan Gangguan
Konsep Diri: Harga Diri Rendahdi bidang kesehatan serta dapat menambah
pengetahuan tentang strategi pelaksanaan pada pasien harga diri rendah.
2. Mahasiswa
Diharapkan menjadi dasar serta pengalaman belajar bagi mahasiswa untuklebih
memahami elemen dan struktur penerapan komunikasi terapeutikyang efektif untuk
mencapai tujuan yang optimal dari penerapankomunikasi terapeutik terhadap
peningkatan harga diri klien dengan harga diri rendah.
3. Rumah Sakit Jiwa
Memberikan informasi dan membantu perawat dalam memberikan asuhan layanan
keperawatan tentang Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah di Rumah Sakit
Jiwa Tampan Provinsi Riau.