Anda di halaman 1dari 48

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Negara Indonesia merupakan negara berkembang menuju era industrialisasi,
tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat. Mobilitas masyarakat
yang meningkat otomatisasi terjadi peningkatan penggunaan alat-alat transportasi
/kendaraan bermotor khususnya bagi masyarakat yang tinggal diperkotaan. Sehingga
menambah “kesemrawutan” arus lalu lintas. Arus lalu lintas yang tidak teratur dapat
meningkatkan kecenderungan terjadinya kecelakaan kendaraan bermotor. Kecelakaan
tersebut sering kali menyebabkan cidera tulang atau disebut fraktur.
Penanganan segera pada klien yang dicurigai terjadinya fraktur adalah dengan
mengimobilisasi bagian fraktur adalah salah satu metode mobilisasi fraktur adalah fiksasi
Interna melalui operasi Orif (Smeltzer, 2001). Penanganan tersebut dilakukan untuk
mencegah terjadinya komplikasi diantaranya syok neurogenik, kerusakan organ syaraf,
kerusakan arteri, infeksi, sindrom kompartemen,syok hipovolemik. Komplikasi umumnya
oleh akibat tiga fraktur utama yaitu penekanan lokal, traksi yang berlebihan dan infeksi
(Rasjad, 1998).
Peran perawat pada kasus fraktur meliputi sebagai pemberi asuhan keperawatan
langsung kepada klien yang mengalami fraktur, sebagai pendidik memberikan pendidikan
kesehatan untuk mencegah komplikasi, serta sebagai peneliti yaitu dimana perawat
berupaya meneliti asuhan keperawatan kepada klien fraktur melalui metode ilmiah. Selain
itu penulis selama melaksanakan praktek klinik keperawatan Medikal Bedah klien dengan
Fraktur kasusnya selalu ditemukan di Ruang Sakura RS Pertamina CIrebon.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut
bagaimana asuhan keperawatan fraktur humerus di ruang Ruang Sakura RS Pertamina
Cirebon.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Diketahuinya asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system
musculosceletal yaitu kasus klien yang mengalami fraktur humerus dextra 1/3 distal
terbuka dengan menggunakan lima tahap proses keperawatan dan
mendokumentasikannya dengan bentuk laporan studi kasus.
2

1.2.2 Tujuan Khusus


1.2.2.1 Dapat diketahuinya pelaksanaan pengkajian kebutuhan klien dengan fraktur
Humerus dextra 1/3 distal terbuka.
1.2.2.2 Diketahuinya analisa data, menegakkan diagnosa dan prioritas masalah pada
klien dengan fraktur humerus
1.2.2.3 Diketahuinya pelaksanaan rencana keperawatan pada klien fraktur humerus
1.2.2.4 Diketahuinya tindakan keperawatan pada klien fraktur humerus
1.2.2.5 Diketahuinya evaluasi asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan pada klien
fraktur humerus
1.2.2.6 Diketahuinya pendokumentasian asuhan keperawatan pada klien fraktur
humerus.

1.3 Manfaat Penulisan


1.3.1 Rumah sakit
Sebagai bahan masukan tentang pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap klien
fraktur
1.3.2 Fakultas Ilmu Kesehatan UMC
Diharapkan dapat berguna bagi Fakultas Ilmu Kesehatan UMC terutama bagi
perpustakaan sebagai referensi tambahan.
1.3.3 Bagi Penulis
Mengetahui lebih jauh lagi tentang Fraktur serta pengalaman mengaplikasikan
dengan teori yang didapat tentang Asuhan Keperawatan pada kasus kasus fraktur
3

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Anatomi dan Fisiologi


2.1.1 Struktur Tulang
Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi mereka
masih punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut Periosteum dimana
terdapat pembuluh darah dan saraf. Lapisan dibawah periosteum mengikat tulang dengan
benang kolagen disebut benang sharpey, yang masuk ke tulang disebut korteks. Karena itu
korteks sifatnya keras dan tebal sehingga disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid
dan sangat kuat yang disusun dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian. Tiap
sistem terdiri atas kanal utama yang disebut Kanal Haversian.Lapisan melingkar dari
matriks tulang disebut Lamellae, ruangan sempit antara lamellae disebut Lakunae
(didalamnya terdapat osteosit) dan Kanalikuli.Tiap sistem kelihatan seperti lingkaran yang
menyatu. Kanal Haversian terdapat sepanjang tulang panjang dan di dalamnya terdapat
pembuluh darah dan saraf yang masuk ke tulang melalui Kanal Volkman.Pembuluh darah
inilah yang mengangkut nutrisi untuk tulang dan membuang sisa metabolisme keluar
tulang. Lapisan tengah tulang merupakan akhir dari sistem Haversian, yang didalamnya
terdapat Trabekulae (batang) dari tulang.Trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat
sehingga disebut Tulang Spon yang didalam nya terdapat bone marrow yang membentuk
sel-sel darah merah. Bone Marrow ini terdiri atas dua macam yaitu bone marrow merah
yang memproduksi sel darah merah melalui proses hematopoiesis dan bone marrow
kuning yang terdiri atas sel-sel lemak dimana jika dalam proses fraktur bisa menyebabkan
Fat Embolism Syndrom (FES).
Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast
merupakan sel pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru. Osteosit adalah
osteoblast yang ada pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah sel penghancur tulang
dengan menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat
oleh elemen-elemen ekstra seluler yang disebut matriks. Matriks ini dibentuk oleh benang
kolagen, protein, karbohidrat, mineral, dan substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai
media dalam difusi nutrisi, oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang dengan
pembuluh darah. Selain itu, didalamnya terkandung garam kalsium organik (kalsium dan
fosfat) yang menyebabkan tulang keras.sedangkan aliran darah dalam tulang antara 200 –
400 ml/ menit melalui proses vaskularisasi tulang (Black,J.M,et al,1993 dan Ignatavicius,
Donna. D,1995).
4

2.1.2 Tulang Humerus


Tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu kaput (ujung atas), korpus, dan
ujung bawah.
a. Kaput
Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala, yang membuat sendi
dengan rongga glenoid dari skapla dan merupakan bagian dari banguan sendi
bahu.Dibawahnya terdapat bagian yang lebih ramping disebut leher anatomik.
Disebelah luar ujung atas dibawah leher anatomik terdapat sebuah benjolan, yaitu
Tuberositas Mayor dan disebelah depan terdapat sebuah benjolan lebih kecil yaitu
Tuberositas Minor. Diantara tuberositas terdapat celah bisipital (sulkus
intertuberkularis) yang membuat tendon dari otot bisep.Dibawah tuberositas terdapat
leher chirurgis yang mudah terjadi fraktur.
b. Korpus
Sebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah semakin pipih.Disebelah lateral
batang, tepat diatas pertengahan disebut tuberositas deltoideus (karena menerima insersi
otot deltoid). Sebuah celah benjolan oblik melintasi sebelah belakang, batang, dari
sebelah medial ke sebelah lateral dan memberi jalan kepada saraf radialis atau saraf
muskulo-spiralis sehingga disebut celah spiralis atau radialis.
c. Ujung Bawah
Berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi dibentuk bersama
tulang lengan bawah. Trokhlea yang terletak di sisi sebelah dalam berbentuk gelendong-
benang tempat persendian dengan ulna dan disebelah luar terdapat kapitulum yang
bersendi dengan radius. Pada kedua sisi persendian ujung bawah humerus terdapat
epikondil yaitu epikondil lateral dan medial. (Pearce, Evelyn C, 1997)

2.1.3 Fungsi Tulang


a. Memberi kekuatan pada kerangka tubuh.
b. Tempat melekatnya otot.
c. Melindungi organ penting.
d. Tempat pembuatan sel darah.
e. Tempat penyimpanan garam mineral.
(Ignatavicius, Donna D, 1993)
5

2.2 Jenis-jenis Fraktur


Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi
menjadi beberapa kelompok, yaitu:
a. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi.
2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
b. Berdasarkan komplit atau ketidakkomplitan fraktur.
1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2). Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang
c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme
trauma.
1) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasijuga.
3) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang.
d. Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulangyang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
6

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu


dan overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
f. Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
1. 1/3 proksimal
2. 1/3 medial
3. 1/3 distal
g. Fraktur Patologis
fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang, biasanya karena
osteoporosis, tumor, TB tulang.

2.3 ETIOLOGI
2.3.1 Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan.Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
2.3.2 Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan.Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
2.3.3 Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan (Oswari E, 1993)

2.4 Patofisiologi
Apabila tulang hidup normal mendapat tekanan yang berlebihan, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan tersebut
mengakibatkan jaringan tidak mampu menahan kekuatan yang mengenainya. Maka
tulang menjadi patah sehingga tulang yang mengalami fraktur akan terjadi perubahan
posisi tulang, kerusakan hebat pada struktur jaringan lunak dan jaringan disekitarnya
yaitu ligament, otot, tendon, pembuluh darah dan persyarafan yang mengelilinginya
(Long, B.C, 1996). Periosteum akan terkelupas dari tulang dan robek dari sisi yang
berlawanan pada tempat terjadinya trauma. Ruptur pembuluh darah didalam fraktur,
7

maka akan timbul nyeri. Tulang pada permukaan fraktur yang tidak mendapat
persediaan darah akan mati sepanjang satu atau dua millimeter.
Setelah fraktur lengkap, fragmen-fragmen biasanya akan bergeser, sebagian oleh
karena kekuatan cidera dan bias juga gaya berat dan tarikan otot yang melekat. Fraktur
dapat tertarik dan terpisah atau dapat tumpang tindih akibat spasme otot, sehingga
terjadi pemendekkan tulang dan akan menimbulkan derik atau krepitasi karena adanya
gesekan antara fragmen tulang yang patah (Long, B.C, 1996).
8

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

FRAKTUR HUMERUS

Pergeseran fragmen tulang Krisis situasi Trauma jaringan tubuh

Rangsangan mengeluarkan zat-zat Gangguan psikologis Terputusnya kontinuitas Kerusakan


Bradikinin, histamin, prostaglandin, dan Jaringan vaskuler
serotonin Kurang informasi

Menstimulasi saraf bebas Hubungan dengan dunia


Kurang pengetahuan Penurunan aliran
Luar
darah
Di transmisi ke spinal cord Luka
Buffer Pertahanan
tubuh inadekuat Resiko
Thalamus disfungsi
neurovaskuler

Korteks serebri Resiko tinggi infeksi

Nyeri dipersepsikan

Nyeri
9

2.5 Manifestasi Klinik


1. Deformitas

2. Bengkak/edema

3. Echimosis (Memar)

4. Spasme otot

5. Nyeri

6. Kurang/hilang sensasi

7. Krepitasi

8. Pergerakan abnormal

9. Rontgen abnormal

2.6 Komplikasi
Menurut Long (2000), komplikasi fraktur dibagi menjadi :
2.6.1 Immediate complication yaitu komplikasi awal dengan gejala
Syok neurogenik
Kerusakan organ syaraf
2.6.2 Early complication
Kerusakan arteri
Infeksi
Sindrom kompartemen
Nekrosa vaskuler
Syok hipovolemik
2.6.3 Late complication
a. Mal union adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak seharusnya, membentuk sudut atau miring.
Komplikasi dapat dicegah dengan melakukan analisa yang cermat sewaktu
10

melakukan reduksi dan mempertahankan reduksi dengan baik dan benar,


terutama pada masa awal penyembuhan.
b. Non uniondari tulang yang patah dapat menjadi komplikasi yang
membahayakan bagi penderita. Banyak keadaan yang merupakan
predisposisi dari non union diantaranya adalah reduksi yang tidak benar
akan menyebabkan bagian-bagian tulang yang patah tetapi tidak menyatu,
imobilisasi yang kurang tepat, baik dengan cara terbuka maupun tertutup,
adanya interposisi jaringan yang sangat berat, infeksi, pola spesifik
peredaran darah dimana tulang yang patah tersebut dapat merusak suplai
darah ke satu atau lebih fragmen tulang
c. Delayed union, Sambungan tulang yang terlambat dan tulang patah yang
tidak menyambung kembali. Delayed union adalah proses penyembuhan
terus berjalan tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan
normal.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


2.7.1 Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray).Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi
keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu
AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi
tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari
karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas
dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai
dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
1) Bayangan jaringan lunak.
2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi.
3) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
11

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya
seperti:
1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang
lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan
kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja
tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan
akibat trauma.
3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena
ruda paksa.
4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang
rusak.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase
(LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang
meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c. Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas:
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama
dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi
infeksi.
3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
12

4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek


karena trauma yang berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi
pada tulang.
6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
(Ignatavicius, Donna D, 1995)

2.8 Pengkajian
Pengkajian adalah pemeriksaan dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi,
mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan keperawatan klien baik fisik,
mental, social, dan lingkungan (Effendy, 1995).
1. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register,
tanggal MRS, diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien.Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan
yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
b. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
13

klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.


c. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun
kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).
6. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peranklien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
7. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketakutan akan terjadinya kecacatan pada
dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan
14

hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu


metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu
keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau
tidak.(Ignatavicius, Donna D,1995).
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi
klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama
kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan
faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia.Selain
itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
c. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau
feces pada pola eliminasi alvi.Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji
frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini
juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
d. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ni
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos.
Marilynn E, 2002).
e. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh
orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien
terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko
15

untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius,


Donna D, 1995).
d. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Karena klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D, 1995).
e. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D, 1995).
f. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga
pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa
nyeri akibat fraktur (Ignatavicius, Donna D, 1995).
g. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta
rasa nyeri yang dialami klien.Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
h. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
i. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan
karena nyeri dan keterbatasan gerak klien
16

8. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini
perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam.
a. Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatatadalah tanda-
tanda, seperti:
a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang,
berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik
fungsi maupun bentuk.
b. Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
1) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
2) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
3) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
4) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak
terjadi perdarahan)
17

5) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi
atau nyeri tekan.
6) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
7) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
8) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
9) Paru
a) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
b) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
c) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan lainnya.
d) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi.
10) Jantung
a) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
b) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
c) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
18

11) Abdomen
a) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
b) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
c) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
d) Auskultasi
Peristaltik usus normal  20 kali/menit.
12) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan
BAB..
c. Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler  5 P yaitu
Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem
muskuloskeletal adalah:
1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan
seperti bekas operasi).
b) Fistulae.
c) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hyperpigmentasi.
d) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal
yang tidak biasa (abnormal).
e) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki
mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini
19

merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik


pemeriksa maupun klien.Yang perlu dicatat adalah:
a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban
kulit. Capillary refill time Normal 3 – 5 “
b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama disekitar persendian.
c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan
ukurannya.
3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri
pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi
dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik.Pemeriksaan ini
menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak.
Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.

9. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur
adalah sebagai berikut:
a. Gangguan rasa nyaman : Nyeri b/d terputusnya kontinuitas jaringan
tulang
20

b. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan


pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi,
keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada
c. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera
vaskuler, edema, pembentukan trombus)
d. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan buffer pertahanan tubuh (kerusakan
kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)

10. Nursing care planing


a. Gangguan rasa nyaman : Nyeri b/d terputusnya kontinuitas jaringan
tulang
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 X
24 jam nyeri berkurang dengan kriteria: skala nyeri 2, klien tidak
mengeluh nyeri, klien tampak rileks.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Ukur Tanda-tanda vital Pada klien dengan fraktur dapat terjadi kerusakan
vaskuler, perdarahan. Penurunan TD tanda dari
pre syok, peningkatan PR, terjadi kerusakan
jaringan/cidera sel, nyeri yang hebat dapat
menyebabkan syok neuogenic

2. Kaji tingkat nyeri Pada klien fraktur terjadi kerusakan


jaringan/cidera sel, nyeri yang hebat dapat
menyebabkan syok neuogenic, membantu
menentukan intervensi, memberikan dasar atau
perbandingan evaluasi terhadap terafi.

3. Pertahankan imobilasasi bagian Perubahan posisi fraktur predisposisi terjadinya


yang sakit dengan tirah baring, nyeri, mengurangi malformasi
gips, bebat dan atau traksi

4. Tinggikan posisi ekstremitas Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi


yang terkena. edema/nyeri.
21

5. Lakukan dan awasi latihan gerak Mempertahankan kekuatan otot dan


pasif/aktif. mempertahankan sirkulasi vaskuler.

6. Lakukan tindakan untuk Meningkatkan sirkulasi umum, menurunakan area


meningkatkan kenyamanan tekanan lokal dan kelelahan otot.
(masase, perubahan posisi)

7. Ajarkan penggunaan teknik Mengalihkan perhatian terhadap nyeri,


manajemen nyeri (latihan napas meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang mungkin
dalam, imajinasi visual,) berlangsung lama.

8. Lakukan kompres dingin selama Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri.
fase akut (24-48 jam pertama)
sesuai keperluan.

9. Kolaborasi pemberian analgetik Menurunkan nyeri melalui mekanisme


sesuai indikasi. penghambatan rangsang nyeri baik secara sentral
maupun perifer.

b. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d


kurang terpajan terhadap informasi, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada
Tujuan : Setelah dilakukan tindakkan asuhan keperawatan selama 1 X 24 jam
klien memahami tentang proses penyakit dan tindakan yang akan
dilakukan dengan kriteria: klien dapat mengulang materi yang telah
dibahas, lebih kooferatif terhadap tindakan yang akan dilakukan
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Kaji ulang pengetahuan klien Memberikan dasar pengetahuan, dimana klien


dapat membuat pilihan untuk intervensi
selanjutnya

2. Kaji kesiapan klien mengikuti Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi


22

program pembelajaran. oleh kesiapan fisik dan mental klien untuk


mengikuti program pembelajaran.

3. Diskusikan metode mobilitas dan Meningkatkan partisipasi dan kemandirian


ambulasi sesuai program terapi fisik. klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik.

4. Ajarkan tanda/gejala klinis yang Meningkatkan kewaspadaan klien untuk


memerlukan evaluasi medik (nyeri mengenali tanda/gejala dini yang memerlukan
berat, demam, perubahan sensasi intervensi lebih lanjut.
kulit distal cedera).
5. Ajarkan klien tentang persiapan Pada pasca operasi resiko terjadi seperti
pasca operasi (nafas dalam, ambulasi pneumonia hipostatik, nyeri. meningkatkan
dini). pemahaman sehingga resiko komplikasi pasca
dapat berkurang
6. Persiapkan klien untuk mengikuti Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk
terapi pembedahan bila diperlukan. mengatasi masalah sesuai kondisi klien.

c. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera vaskuler,
edema, pembentukan trombus)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 X 24 jam
disfungsi neurovaskuler perifer tidak terjadi dengan kriteria: klien tidak
mengeluh kesemutan, CRT kurang dari 2 detik.klien dapat melakukan
ROM

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pantau kualitas nadi perifer, aliran Mengevaluasi perkembangan masalah klien


kapiler, warna kulit dan kehangatan dan perlunya intervensi sesuai keadaan klien.
kulit distal cedera, bandingkan
23

dengan sisi yang normal.


2. Motivasi klien untuk secara rutin Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah
melakukan latihan menggerakkan kekakuan sendi.
jari/sendi distal cedera.

3. Hindarkan restriksi sirkulasi akibat Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk
tekanan bebat/spalk yang terlalu perlunya penyesuaian keketatan bebat/spalk.
ketat.

4. Pertahankan letak tinggi ekstremitas Meningkatkan drainase vena dan menurunkan


yang cedera kecuali ada edema kecuali pada adanya keadaan
kontraindikasi adanya sindroma hambatan aliran arteri yang menyebabkan
kompartemen. penurunan perfusi.

5. Kolaborasi berikan obat antikoagulan Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik


(warfarin) bila diperlukan. untuk menurunkan trombus vena.

d. Risiko infeksi b/d ketidak adekuatan buffer pertahanan tubuh (kerusakan kulit,
taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakkan asuhan keperawatan selama 5 X 24 jam
infeksi tidak terjadi dengan kriteria; Suhu 36 -37 ° C, tidak adanya pus
pada luka, leukosit 6.000 – 10.000 mm3
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Kaji tanda-tanda vital Peningkatan suhu tubuh, HR, menunjukan
tanda infeksi
2. Lakukan perawatan luka sesuai Luka merupakan port the entry, Mencegah
protocol infeksi sekunder dan mempercepat
penyembuhan luka.
3. Kolaborasi pemberian antibiotika Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat
digunakan secara profilaksis, mencegah atau
mengatasi infeksi.

4. Anjurkan klien untuk makan TKTP Konsumsi protein bahan dasar pembentukan
antibodi serta mempercepat penyembuhan
luka
24

5. Analisa hasil pemeriksaan Leukositosis biasanya terjadi pada proses


laboratorium (Hitung darah lengkap, infeksi, anemia dan peningkatan LED dapat
LED, Kultur dan sensitivitas terjadi pada osteomielitis. Kultur untuk
luka/serum/tulang) mengidentifikasi organisme penyebab infeksi.
25

BAB III
TINJAUAN KASUS

1. Biodata
a. Identitas Klien
Nama : Tn. A
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMU
Pekerjaan : Anggota TNI
Status Marital : Kawin
Agama : Islam
Tanggal masuk : 05 Oktober 2016
Tanggal Pengkajian : 06 Oktober 2016
Ruang : Sakura
Diagnosa medis : Fraktur Humerus dextra 1/3 distal terbuka.

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny. N
Umur : 39 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Kodim 0614, kecamatan Kesambi, Kota Cirebon
Hubungan dengan Klien : Istri

2. Keluhan Utama:
Klien mengeluh nyeri di daerah lengan kanan atas
26

3. Riwayat kesehatan Sekarang:


Pada saat dilakukan pengkajianklien mengatakan, setelah mengalami kecelakaan
pada tanggal 5 Oktober 2016 jam 23.00 WIB nyeri daerah lengan atas tangan
kanan terus-menerus, rasa nyeri seperti ditusuk-tusuk benda tajam, bertambah nyeri
pada saat tangan digerakan, nyeri terasa hanya di sekitar luka dengan skala nyeri 8
(skala 0 – 10), Pasien masih berunding dengan keluarga terkait rencana tindakan
operasi.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan belum pernah mengalami sakit seperti sekarang
5. Riwayat Keshatan Keluarga
Klien mengatakan dalam keluarga klien tidak ada yang menderita penyakit
keturunan seperti DM. Hypertensi, dan riwayat penyakit menular seperti TBC
6. Kebutuhan Dasar
a. Rasa nyaman dan Kebersihan
DS : Klien mengeluh nyeri pada daerah lengan atas tangan kanan, klien bisa
melakukan personal hygine walaupun dibantu
DO: Klien tampak kesakitan dengan memegang darah yang sakit, dan personal
hygine cukup.
b. Oksigenisasi
DS: Klien tidak mengeluh sesak napas, tidak ada nyeri dada, tidak ada
sumbatan jalan napas.
DO: RR 16 X/menit, Tidak ada otot-otot napas tambahan
c. Cairan dan Nutrisi
DS: Klien tidak mengeluh mual ataupun muntah,
DO: Makan 3/4 porsi habis, turgor kulit baik
d. Aktivitas dan Istirahat
No Aktivitas Di rumah/ sebelum sakit Di rumah sakit/ sesudah sakit
1. Pola Nutrisi:  Pagi jam 08.00 WIB: bubur,  Klien makan 3x/ hari : bubur,
1. Pola makan daging I porsi ayam, sayur habis
27

 Siang jam 14.00 WIB: Nasi,


lauk pauk, sayur-sayuran
 Malam jam 19.30 WIB:
Nasi, lauk pauk:1/2-1 piring

2. Pola  5-6 gelas @ 250 ml. 1000-  4 gelas @ 250 ml. 800-1000
minum 1500 cc/ hari cc
 Pantang minum kopi

2. Pola
Eliminasi
1. BAB  Frekuensi 1x/ hari,  Frekuensi 1x/ hari,
konsistensi lembek, tidak konsistensi lembek, tidak
nyeri saat BAB nyeri saat BAB

2. BAK  Frekuensi 5-6 x/ hari warna  Frekuensi 5-6 x/ hari warna


kuning dan tidak ada kuning dan tidak ada keluhan
keluhan BAK BAK

3. Pola Istirahat  Siang ± 2 jam  Siang ± 5 jam


dan tidur. 
 Malam 5-6 jam, tidur Malam ± 3 jam, tidur sering
nyenyak dan tidak ada terbangun karena nyeri
gangguan tidur daerah lengan kanan atas

4. Personal 
 Mandi 2x/ har pakai sabun Mandi di lap 1x/hari pakai
Hygiene
 Gosok gigi 2x/ hari pakai sabun

pasta gigi dapat dilakukan  Gosok gigi dibantu oleh


sendiri keluarga.
28

e. Keselamatan dan Keamanan


Data subjektif: klien mengeluh cemas akan penyakitnya bertambah parah.
Data objektif: Klien tampak cemas dan bingung, serta selalu bertanya tentang
penyakitnya.
f. Peran seksual
Klien sudah menikah dan mempunyai dua anak perempuan, berperan sebagai
keluarga.
g. Psikososial
Dalam keluarga klien mampu mengungkapkan atau mengekspresikan perasaan
diantara anggota keluarga dan apabila ada waktu luang atau acara tertentu
mereka selalu berkumpul. Selalu berhubungan baik atau bergaul dengan
tetangga.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Penampilan umum:
Klien tampak lemah dan kesadaran composmentis. GCS: E = 4 M = 5 V = 5.

TD: 130/90 mmHG

R: 16x/ menit

S: 36,8ºC

N: 80x/menit

BB: 50 Kg

TB 160 Kg

b. Kepala dan leher


Kepala ukuran proporsional konsistensi keras, distribusi rambut merata bersih
tida ada alopesia warna hitam dan beruban.

Leher: Tidak ada pembesaran KGB dan peningkatan vena jugularis.


29

c. Mata
Posisi simetris, sudut mata sejajar dengan spina, konjungtiva bulbar bening dan
bersih, konjungtiva palpebra ananemis, sclera anicterik, lensa mata bening.
Fungsi penglihatan baik (bisa membaca koran).

d. Telinga
Eksterna: ukuran dan bentuk simetris tidak ada nodul dan tidak ada nyeri
palpasi.

Interna: Mukosa warna pink, ada serumen warna coklat konsistensi coklat.

Fungsi pendengaran baik dibuktikan dengan tes bisik, mampu menjawab sesuai
dengan pertanyaan yang diajukan.

e. Hidung
Eksterna: ukuran dan bentuk simetris, kokoh, tidak ada massa dan tidak ada
nyeri palpasi.

Interna: Mukosa hidung warna pink, lembab, tidak ada secret tidak ada nodul
dan tidak ada massa.

Fungsi penciuman baik dibuktikan dengan mampu membedakan antara bau


kopi dan alcohol dengan mata ditutup.

f. Mulut dan Kerongkongan


Bibir warna tidak pucat, mukosa lembab, jumlah gigi 30 buah ada caries, warna
gigi kuning gading dan bersih.Gusi warna pink, batas jelas, lembab dan
konsistensi lunak.Tidak ada sakit menelan.

g. Dada
Dada simetris, tidak ada retraksi interkosta dada, tidak ada lesi, respirasi tidak
menggunakan otot-otot asesoris pernafasan. Taktil premitus kanan dan kiri
teraba sama, tidak ada lesi.
30

h. Jantung dan Paru-paru:


Jantung; bunyi S1: S2: murni , regular, HR : 80 x/menit
Bunyi nafas pada trachea tidak terdengar ronchi, cabang bronchus tidak
terdengar ronchi dan di paru-paru terdengar bunyi nafas vesikuler. RR : 16
x/menit.
i. Abdomen
Bentuk simetris, Bising usus 5x/menit pada setiap kuadran, tidak ada asites,
tidak ada pembesaran hati.Tidak ada nyeri tekan, tidak ada defense muskular
perkusi timpani.

j. Ginjal
Tidak ada nyeri ketok, tidak ada pembesaran ginjal dan BAK tidak ada
kelainan.
k. Ekstremitas

Atas: Tangan kiri : bahu bisa elevasi, depresi, siku bisa fleksi dan ekstensi
lengan bawah bisa supinasi dan pronasi, pergelangan tangan bisa ekstensi,
fleksi, hiperekstensi, radial fleksi, ulnar fleksi, jari bisa fleksi dan
ekstensi, kekuatan tonus otot +5, tidak nyeri akral hangat, caffilery reffil
< 2 detik, tidak tampak sianosis, tidak ada oedema pada lengan kiri,
turgor kulit baik(< 2 detik).

Tangan kanan : bahu tidak bisa elevasi, depresi, siku tidak bisa fleksi dan
ekstensi, lengan bawah tidak bisa supinasi dan pronasi, pergelangan
tangan bisa ekstensi, fleksi, hiperekstensi, radial fleksi, ulnar fleksi, jari
bisa fleksi dan ekstensi, kekuatan otot +2, akral hangat, caffilery reffil < 2
detik, tidak tampak sianosis, oedema pada lengan kanan atas, turgor kulit
baik(< 2 detik).

Bawah: Pangkal paha bisa abduksi, adduksi, rotasi dalam dan luar, lutut bisa
fleksi dan ekstensi, kekuatan otot +5, tidak ada nyeri akral hangat, tidak
31

tampak sianosis, caffilery reffil < 2 detik, tidak tampak oedema, turgor
kulit baik (< 2 detik).

l. Punggung
Bentuk simetris, tidak ada dekubitus, tidak ada kelainan tulang belakang, dan
tidak ada nyeri tekan.
m. Genitalia
Tidak ada nyeri tekan pada blass, pola berkemih teratur, kebersihan genetalia
cukup.

8. Rektum
Tidak ada hemoroid, tidak ada masa, tidak ada nyeri saat BAB.
10. Pemeriksaan Penunjang
NO. TANGGAL JENIS HASIL NILAI NORMAL
PEMERIKSAAN
1. 05-10-2016 Laboratorium :
Hb 14,1 % 14-18 gr %
Leukosit 8000 /mm3 4000-10000/mm3
Hematokrit 43 % 40-48 %
Trombosit 254000 150.000-390.000/mm3
2. 05-10-2016 Radiologi :
Fraktur communitive inter condelais os. Humerus dextra.

11. Penatalaksanaan
a. Cefotaxim 2 x 1 gram
b. Ketorolac 2 x 1 amp
c. Ranitidin 1 x 1 amp
32

12. Analisa Data


NO. DATA ETIOLOGI MASALAH
1. DS : Klien mengeluh Terputusnya kontinuitas Gangguan rasa nyaman ;
jaringan tulang
nyeri pada lengan nyeri
kanan atas dengan skala Stimulasi pengeluaran mediator
kimia : bradikinin, serotonin,
8
prostaglandin, histamin
DO : Klien tampak
Spinal cord
meringis kesakitan,
lengan kanan atas Hipotalamus
tampak bengkak,
Cortex cerebri
TD: 130/90 mmHG
Persepsi nyeri
R: 16x/ menit
S: 36,8ºC Nyeri
N: 80x/menit
2. DS : Klien mengatakan Patah tulang humerus Kurangnaya Pengetahuan
cemas akan penyakitnya
Informasi tidak adekuat
bertambah parah
Kurang pengetahuan tentang
DO: klien tampak cemas
penyakitnya
Klien selalu bertanya
tentang penyakitny
3. DS: Klien mengatakan Kecelakaan Resiko tinggi terhadap
setelah kecelakaan infeksi
Patah tulang terbuka
adanya patah tulang dan
Luka
luka
DO: adanya patah tulang Buffer pertahanan tubuh
inadequat
terbuka, luka di area
patah dengan luas ±3cm Resiko tinggi infeksi
33

13. Diagnosa Keperawatan


a. Gangguan rasa nyaman : Nyeri b/d terputusnya kontinuitas jaringan tulang
b. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan
kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada
c. Risiko infeksi b/d ketidak adekuatan buffer pertahanan tubuh (kerusakan
kulit, trauma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
34

14. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Perencanaan
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1 Gangguan rasa Setelah dilakukan tindakan 1.Kaji ulang tanda-tanda Pada klien dengan fraktur dapat terjadi
nyaman ; nyeri b/d asuhan keperawatan selama 3 vital kerusakan vaskuler, perdarahan.
terputusnya X 24 jam nyeri berkurang Penurunan TD tanda dari pre syok,
kontinuitas jaringan dengan kriteria: skala nyeri 2, peningkatan PR, terjadi kerusakan
tulang Ditandai klien tidak mengeluh nyeri, jaringan/cidera sel, nyeri yang hebat
dengan: klien tampak rileks. dapat menyebabkan syok neuogenic,
DS : Klien mengeluh TD: 110/70 mmHG data dasar pemberian intervensi
nyeri pada lengan R: 16x/ menit
kanan atas dengan S: 36-37ºC 2.Kaji tingkat nyeri Pada klien fraktur terjadi kerusakan
skala 8. N: 80x/menit jaringan/cidera sel, nyeri yang hebat
DO : Klien tampak dapat menyebabkan syok neurogenic,
meringis kesakitan, membantu menentukan intervensi,
lengan kanan atas memberikan dasar atau perbandingan
tampak bengkak, evaluasi terhadap terafi.
TD: 130/90 mmHG 3.Pertahankan imobilasasi Mengurangi nyeri dan mencegah
R: 16x/ menit bagian yang sakit dengan malformasi.
S: 36,8ºC tirah baring, gips, bebat
N: 80x/menit dan atau traksi
35

4.Lakukan dan awasi latihan Mempertahankan kekuatan otot dan


gerak pasif/aktif. meningkatkan sirkulasi vaskuler.

5.Lakukan tindakan untuk


Meningkatkan sirkulasi umum,
meningkatkan
menurunakan area tekanan lokal dan
kenyamanan (masase,
kelelahan otot.
perubahan posisi)
6.Ajarkan penggunaan
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri,
teknik manajemen nyeri
meningkatkan kontrol terhadap nyeri
(latihan napas dalam,
yang mungkin berlangsung lama.
imajinasi visual,)
7.Lakukan kompres dingin
Menurunkan edema dan mengurangi
selama fase akut (24-48
rasa nyeri.
jam pertama) sesuai
keperluan.
8.Kolaborasi pemberian
Menurunkan nyeri melalui mekanisme
analgetik sesuai indikasi.
penghambatan rangsang nyeri baik
secara sentral maupun perifer.
2. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan tindakkan 1. Kaji ulang pengetahuan Memberikan dasar pengetahuan,
tentang kondisi, asuhan keperawatan selama 1 X klien dimana klien dapat membuat pilihan
prognosis dan 24 jam klien memahami tentang untuk intervensi selanjutnya
36

kebutuhan pengobatan proses penyakit dan tindakan 2. Kaji kesiapan klien Efektivitas proses pembelajaran
b/d kurang terpajan yang akan dilakukan dengan mengikuti program dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan
atau salah interpretasi kriteria: klien dapat mengulang pembelajaran. mental klien untuk mengikuti program
terhadap informasi, materi yang telah dibahas, lebih pembelajaran.
keterbatasan kognitif, kooferatif terhadap tindakan
kurang yang akan dilakukan 3. Diskusikan metode Meningkatkan partisipasi dan
akurat/lengkapnya mobilitas dan ambulasi kemandirian klien dalam perencanaan
informasi yang ada sesuai program terapi dan pelaksanaan program terapi fisik.
ditandai dengan fisik.
DS : Klien 4. Ajarkan tanda/gejala Meningkatkan kewaspadaan klien
mengatakan cemas klinis yang memerlukan untuk mengenali tanda/gejala dini yang
akan penyakitnya evaluasi medik (nyeri memerulukan intervensi lebih lanjut.
bertambah parah berat, demam, perubahan
DO: klien tampak sensasi kulit distal
cemas cedera)
Klien selalu bertanya 5. Persiapkan klien untuk Upaya pembedahan mungkin
diperlukan untuk mengatasi masalah
tentang penyakitnya mengikuti terapi
sesuai kondisi klien.
pembedahan bila
diperlukan
37

3. Resiko tinggi Setelah dilakukan tindakkan 1. Kaji tanda-tanda vital Peningkatan suhu tubuh, HR,
terhadap infeksi asuhan keperawatan selama 5 menunjukan tanda infeksi
berhubungan dengan X 24 jam infeksi tidak terjadi 2. Lakukan perawatan luka Luka merupakan port the entry,
ketidak adekuatan dengan kriteria; Suhu 36 -37 ° sesuai protocol Mencegah infeksi sekunderdan
buffer pertahanan C, tidak adanya pus pada luka, mempercepat penyembuhan luka.
tubuh (kerusakan leukosit 6.000 – 10.000 mm3
kulit, trauma jaringan 3. Anjurkan makan TKTP Konsumsi protein bahan dasar
lunak, prosedur sesuai kebutuhan pembentukan antibodi serta
invasif/traksi tulang) mempercepat penyembuhan luka
ditandai dengan:
DS: Klien 4. Kolaborasi pemberian Antibiotika spektrum luas atau spesifik
mengatakan setelah antibiotika dapat digunakan secara profilaksis,
kecelakaan adanya mencegah atau mengatasi infeksi.
patah tulang dan luka 5. Analisa hasil pemeriksaan Leukositosis biasanya terjadi pada
DO: adanya patah laboratorium (Hitung proses infeksi, anemia dan peningkatan
tulang terbuka darah lengkap, LED, LED dapat terjadi pada osteomielitis.
Kultur dan sensitivitas Kultur untuk mengidentifikasi
luka/serum/tulang) organisme penyebab infeksi
38

15. Implementasi
No Tanggal DP Implementasi Paraf

1. 06-10-2016 DX 1 T : Mengkaji tingkat nyeri pada klien


Jam 14.00 R : Klien mengatakan masih ada nyeri
WIB dengan skala 8

Jam 14.30 DX 1 dan 2 T : Mengkaji dan mengukur tanda-tanda vital


WIB R: TD: 130/90 mmHG N: 80x/menit
R: 20x/ menit S: 37ºC

Jam 15.00 DX 1 T : Imobilisasi posisi ekstremitas


WIB yang terkena
R : Klien mau melakukan

Jam 15.20 DX 1 T: Melakukan tindakan untuk meningkatkan


WIB kenyamanan (masase ringan, perubahan posisi)
R : Klien mau dilakukan tindakan tersebut
39

Jam 14.00 DX 2 T : Kolaborasi pemberian antibiotika Cefotaxim 1


WIB gram per IV dan Ketorolac (30 mg) 1 amp per IV
R : Klien mempersilakan, setelah 30 menit nyeri
Berkurang dan tidak reaksi alergi
2. 07-10-2016 DX 2 T : Melakukan kompres dingin
jam 16.00 R : Klien mempersilakan, setelah 30 menit nyeri
WIB berkurang

jam 10.00 DX 3 T : Mendiskusikan metode mobilitas dan ambulasi


WIB sesuai program terapi fisik
R : Klien mau berdiskusi dan melakukan program
tersebut
jam 11.00 DX 1 T : Melakukan dan mengawasi latihan gerak pasif
WIB R : Klien mau melakukan latihan
gerak pasif
jam 14.00 DX 1 T : Mengajarkan tanda/gejala klinis yang memerluka
WIB evaluasi medik (nyeri berat, demam, perubahan
sensasi kulit distal cedera)
R : Klien mengerti dan memahami tanda/gejala
tersebut
40

3. 07-10-2016 DX 1 T : Mengajarkan penggunaan teknik manajemen


jam 14.30 nyeri (latihan napas dalam),
WIB R : Klien mau melakukan teknik
manajemen nyeri seperti latihan
napas dalam
jam 10.00 T : Mengkaji tingkat nyeri pada klien
WIB R : Klien mengatakan masih ada nyeri
dengan skala 2
T : Kolaborasi pemberian analgetik Ketorolac 1
jam 11.00 amp dan Ranitidin 1 amp sesuai indikasi
WIB R : Klien mempersilakan, setelah 10 menit nyeri
Berkurang
41

16. CATATAN PERKEMBANGAN


NAMA PASIEN : Tn. A
DIAGNOSA MEDIS : Fraktur Humerus dextra 1/3 distal terbuka
RUANGAN : SAKURA
NO. TANGGAL DIAGNOSA CATATAN PERKEMBANGAN PARAF
KEPERAWATAN
1. 07-10-2016 DX 1 S : Klien mengatakan masih ada
nyeri dengan skala 8
O : Klien terlihat meringis
kesakitan
A : Masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi

DX 2 S : Klien mengatakan mengerti dan memahami


gejala dan tanda klinis tersebut
O : Klien terlihat mampu memahami tersebut
A : Masalah teratasi
P : Lanjutkan dengan masalah keperawatan lain
42

DX 3 S: Klien mengatakan terdapat luka di area fraktur


O:Luka tidak ada PUS, SH:37
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan Intervensi

2. 07-10-2016 DX 1 S : Klien mengatakan rasa nyeri berkurang dengan


skala 6
O : Klien terlihat lebih tenang dan nyaman
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi

DX 3 S: Klien mengatakan terdapat luka di area fraktur


O:Luka tidak ada PUS, SH:37
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan Intervensi

2.
43
44

BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien Tn A dengan Fraktur 1/3


humerus dekstra, yang dimulai dari tahap pengkajian sampai evaluasi terdapat beberapa hal
kesenjangan antara teori dengan kondisi nyata pada klien tersebut diantaranya:
5.1 Pengkajian
Pada tahap ini penulis melakukan pengkajian mulai dari keluhan utama ditemukan
nyeri pada daerah fraktur, riwayat penyakit sekarang, serta pemeriksaan fisik sesuai
dengan teori yang ada serta se lama pelaksanaan pengkajian tersebut tak ada
hambatan perawat ruangan sangat membantu dan keluarga kooperatif.
5.2 Diagnosa Keperawatan
Setelah melakukan pengkajian pada Tn A ditemukan masalah keperawatan
diantaranya :
a. Gangguan rasa nyaman : Nyeri b/d terputusnya kontinuitas jaringan tulang
d. Risiko infeksi b/d ketidak adekuatan buffer pertahanan tubuh (kerusakan
kulit, trauma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan
kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada
Sedangkan menurut teori terdapat empat diagnosa keperawatan selain tiga yang
diatas terdapat diagnosa keperawatan yaitudisfungsi neurovaskuler perifer b/d
penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan trombus). Hal ini
disebabkan pada klien tidak terjadi kondisi tersebut.
5.3 Perencanaan
Pada tahap perencanaan asuhan keperawatan Tn A, penulis tidak menemukan
hambatan dan kesulitan yang berarti, hal ini karena adanya kerja sama yang baik
antara klien dengan penulis, serta didukung dengan leteratur yang tersedia di
perpustakaan.
45

5.4 Implementasi
Pada tahap ini semua tindakan yang dilaksanakan sesuai dengan perencanaan yang
ada serta penulis tidak menemukan hambatan.
5.5 Evaluasi
Pada tahap ini masalah keperawatan belum tercapai disebabkan klien dirujuk ke
RSPAD Gatot Subroto Jakarta pada hari senin tanggal tanggal 08 Oktober 2016,
dengan alasan dekat dengan keluuarganya.
46

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
5.1.1 Pada tahap pengkajian pelaksanaannya sebagian besar didapatkan data
sesuai dengan teori.
5.1.2 Setelah dilakukan pengkajian, didapatkan analisa data terdiri dari tiga
komponen yaitu : problem, etiologi dan symptom, dengan diagnosa
keperawatan yaitu : Gangguan rasa nyaman : Nyeri b/d terputusnya
kontinuitas jaringan tulang, Risiko infeksi b/d ketidak adekuatan buffer
pertahanan tubuh (kerusakan kulit, trauma jaringan lunak, prosedur
invasif/traksi tulang), Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap
informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang
ada.
5.1.3 Pelaksanaan rencana keperawatan sesuai dengan teori yang ada.
5.1.4 Pada tahap evaluasi masalah keperawatan belum tercapai disebabkan klien
dirujuk ke RSPAD Gatot Subroto Jakarta pada hari senin tanggal tanggal 08
Oktober 2016, dengan alasan dekat dengan keluuarganya.
5.2 Saran
5.2.1 Rumah sakit
Selama pelaksanaan Asuhan keperawatn pada klien Tn.A untuk instrument
perawatan luka telah memenuhi standar minimal tetapi diharapkan ada
penambahan.
5.2.2 Fakultas Ilmu Kesehatan UMC
Diharapkan lebih melengkapi referensi perpustakaan sebagai penunjang
proses belajar mengajar bagi mahasiswa.
47

DAFTAR PUSTAKA

Doenges M, 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan


Pemdokumentasian Perawatan pasien. Edisi III. EGC:Jakarta

Long, B.C, 2000. Perawatan Medikal Bedah. Edisi VII. Yayasan Alumni Pendidikan
Keperawatan Pajajaran. Bandung

McCloskey, Joanne & Gloria M Bulechek, 2000, Nursing Outcome Classificatian (NOC),
Second Ed, New York, Mosby.

_________, 2005, Nursing Intervention Classificatian (NIC), Second Ed, New York,
Mosby.

Apley, A. Graham ,Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya Medika, Jakarta,
1995.

Black, J.M, et al, Luckman and Sorensen’s Medikal Nursing : A Nursing ProcessApproach,
4 th Edition, W.B. Saunder Company, 1995.

Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta,
1999.

Dudley, Hugh AF, Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi II, FKUGM, 1986.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta, 1991.

Henderson, M.A, Ilmu Bedah untuk Perawat, Yayasan Essentia Medika, Yogyakarta, 1992.

Hudak and Gallo, Keperawatan Kritis, Volume I EGC, Jakarta, 1994.

Ignatavicius, Donna D, Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach, W.B.


Saunder Company, 1995.
48

Mansjoer, Arif, et al, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Medika Aesculapius FKUI,
Jakarta, 2000.

Oswari, E, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993.

Tucker, Susan Martin, Standar Perawatan Pasien, EGC, Jakarta, 1998.

Price Sylvia, A (1994), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-ProsesPenyakit. Jilid 2 .Edisi


4.Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai