Anda di halaman 1dari 6

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN

SKIZOFRENIA DI PUSKESMAS PURWAHARJA 2


Disusun Oleh:
M. Firsan Ilyas,S.Ked

26.40 1087 2012

Isnati Rahayu,S.Ked

26.40 1086 2012

Nur Fatia R,S.Ked

26.40 1085 2012

Siti Halimah,S.Ked

26.30 1060 2012

Nurul Rafah,S.Ked

26.30 1062 2012

Cahya Alfariza,S.Ked

26.02 991 2012

Agus Jamjam M,S.Ked

26.02 992 2011

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya
kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu
menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungan.
Pengertian seseorang tentang penyakit gangguan jiwa berasal dari apa yang diyakini
sebagai faktor penyebabnya yang berhubungan dengan biopsikososial (Stuart &
Sundeen, 1998).
Skizofrenia merupakan gangguan yang terjadi dalam durasi paling sedikit
selama 6 bulan, dengan 1 bulan fase aktif gejala (atau lebih) yang diikuti munculnya
delusi, halusinasi, pembicaraan yang tidak terorganisir, dan adanya perilaku yang
katatonik serta adanya gejala negatif (Association, 2000)
Fenomena gangguan jiwa pada saat ini mengalami peningkatan yang sangat
signifikan, dan setiap tahun di berbagai belahan dunia jumlah penderita gangguan
jiwa bertambah. Berdasarkan data dari World Health Organisasi (WHO) ada sekitar
450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan jiwa. WHO menyatakan
setidaknya ada satu dari empat orang didunia mengalami masalah mental, dan
masalah gangguan kesehatan jiwa yang ada di seluruh dunia sudah menjadi masalah
yang sangat serius.
Berdasarkan Laporan World Health Organization (WHO) tahun 2007,
prevalensi penderita tekanan psikologis ringan adalah 20-40%, dan mereka tidak
membutuhkan pertolongan spesifik. Prevalensi penderita tekanan psikologis sedang
sampai berat yaitu 30-50%, membutuhkan intervensi sosial dan dukungan psikologis
dasar, sedangkan gangguan jiwa ringan sampai sedang (depresi, dan gangguan
kecemasan) yaitu 20%, dan gangguan jiwa berat (depresi berat, gangguan
psikotik/skizofrenia) yaitu 3-4% memerlukan penanganan kesehatan jiwa yang dapat
diakses melalui pelayanan kesehatan umum dan pelayanan kesehatan jiwa komunitas
(Kaplan, 2002).

Berdasarkan World Health Organization (WHO) dilaporkan bahwa lebih dari


21 juta penderita skizofrenia di seluruh dunia. Satu dari dua orang yang hidup dengan
skizofrenia tidak menerima perawatan untuk kondisi tersebut. (World Health
Organization)
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan bahwa
prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi
dan kecemasan adalah sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta
orang. Sedangkan, prevalensi gangguan jiwa berat, seperti schizophrenia adalah 1,7
per 1000 penduduk atau sekitar 400.000 orang (DEPKES, 2014). Dari jumlah tersebut
sebagian besar belum mendapat pengobatan yang tepat, sehingga mengakibatkan
kondisi ODS masih sulit diterima kembali di masyarakat. (Idaiani, Yunita, Prihatini, &
Lely, 2013)
Angka prevalensi seumur hidup skizofrenia di dunia bervariasi berkisar 4
permil sampai dengan 1,4 persen (Lewis, Thomas, Cannon, & Jones, 2001). Beberapa
kepustakaan menyebutkan secara umum prevalensi skizofrenia sebesar 1 persen
penduduk.
Faktor penyebab terjadinya skizofrenia bervariasi antara lain faktor biologi,
faktor biokimia, genetik, faktor keluarga, model diathesis stress. (Sadock & Sadock,
2004)
Penanganan gangguan jiwa harus dilakukan secara komprehensif melalui
multi-pendekatan, khususnya pendekatan keluarga dan pendekatan petugas kesehatan
secara langsung dengan penderita, seperti bina suasana, pemberdayaan penderita
gangguan jiwa dan pendampingan penderita gangguan jiwa agar mendapatkan
pelayanan kesehatan yang terus-menerus. Penanggulangan masalah gangguan jiwa
terkendala karena adanya kesulitan dalam mendiagnosis gangguan jiwa. Hal ini
berpengaruh dalam sistem pencatatan dan pelaporan, padahal informasi seperti ini
sangat penting untuk mengetahui keparahan kasus gangguan jiwa (Friedman,1998).
Berdasarkan laporan kesehatan jiwa di DINKES Kota Banjar (2015),
diketahui masyarakat yang terindikasi gangguan jiwa sebanyak 128.634 jiwa, terdiri
dari 406 jiwa kategori Psikosis termasuk skizofrenia, 551 jiwa mengalami gangguan
neurosa, 8 jiwa mengalami penyalahgunaan obat/NAPZA, 5 jiwa mengalami retardasi
mental, 76 jiwa mengalami epilepsi, dan 283 mengalami gangguan jiwa lainnya.
(Hamdan, 2015)

Berdasarkan laporan kesehatan jiwa di Puskesmas Purwaharja 2 (2015),


diketahui masyarakat yang terdiagnosis skizofrenia ada sebanyak 18 jiwa. (Puskesmas
Purwaharja 2, 2015)
Upaya yang telah dilakukan di puskesmas untuk mendeteksi gangguan
jiwa adalah dengan metode 2 menit, sedangkan untuk skizofrenia diketahui
berdasarkan hasil rujukan atau diagnosis dari RSUD Kota Banjar.
Penderita gangguan jiwa sering mendapat stigma dan diskriminasi yang lebih
besar dari masyarakat di sekitarnya bahkan dalam beberapa kasus oleh keluarganya
sendiri. Mereka sering mendapat perlakuan yang tidak manusiawi seperti perlakuan
keras. Perlakuan ini disebabkan ketidaktahuan atau pengertian yang salah dari
keluarga atau anggota masyarakat. Hal inilah yang biasanya menyebabkan penderita
gangguan jiwa untuk sulit sembuh dan sering kambuh kembali (Stuart dan Laraia,
2001).
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik melakukan
penelitian tentang Faktor faktor yang mempengaruhi tingginya angka kejadian
skizofrenia di Puskesmas Purwaharja 2 tahun 2015.

B. Rumusan Masalah
Apa faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian skizofrenia di Puskesmas
Purwaharja 2.

C. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian skizofrenia di
Puskesmas Purwaharja 2.

2. Tujuan Khusus
a.
b.
c.
d.

Diketahuinya gambaran status ekonomi keluarga pasien skizofrenia.


Diketahuinya gambaran faktor biologis pada pasien skizofrenia.
Diketahuinya gambaran psikososial dan lingkungan pasien skizofrenia.
Diketahuinya gambaran pengetahuan keluarga tentang penyakit pasien

D. Manfaat penelitian

1. Bagi Peneliti
Untuk menambah wawasan, menambah khasanah ilmu kesehatan jiwa, dan
dapat menemukan dan memecahkan permasalahan yang ada.

2. Bagi Keluarga
Untuk Membantu proses penyembuhan dan untuk memberikan dukungan
yang tepat.

3. Bagi Institusi Pendidikan


Untuk menambah literatur tentang penderita gangguan jiwa, dan hasil
penelitian dapat digunakan sebagai sumber dalam pengembangan ilmu pengetahuan
penelitian selanjutnya

4. Bagi Puskesmas
Untuk meningkatkan peran keluarga dalam penanggulangan masalah dan
pengobatan gangguan jiwa di Kota banjar.

5. Bagi Masyarakat
Sebagai masukan dan evaluasi untuk meningkatkan dan menjaga kesehatan
terutama kesehatan jiwa.

BAB II

Anda mungkin juga menyukai