Anda di halaman 1dari 9

PENGARUH TERAPI MUSIK KLASIK MOZART

TERHADAP PENGURANGAN GEJALA


SKIZOFRENIA POSITIF DI RUMAH SAKIT JIWA
PROVINSI JAWA BARAT

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh:
SUSILO TEGUH FIRMANTO
NPM.213217016

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S.1)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2019

BAB I

1
2

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat

berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu

tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat

bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk

komunitasnya. Kesehatan jiwa merupakan bagian integral dari kesehatan

dan merupakan kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, mental,

dan sosial individu secara optimal dan selaras dengan perkembangan orang

lain (Efendi & Makhfudli, 2009).

Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan

yang signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data World Health

Organization (WHO) Tahun 2016, terdapat sekitar 35 juta orang terkena

depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5

juta terkena dimensia. Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis,

psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk; maka jumlah

kasus gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan

beban negara dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang.

Kesehatan jiwa merupakan bagian penting terhadap terciptanya sumber

daya manusia Indonesia yang produktif dan sekaligus merupakan aset

bangsa yang berharga (Kemenkes RI, 2016).

Permasalahan kesehatan jiwa sangat besar dan menimbulkan beban

kesehatan yang signifkan. Data Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

Tahun 2018, prevalensi gangguan mental emosional (gejala-gejala depresi


3

dan ansietas), sebesar 9,8% untuk usia 15 tahun ke atas. Hal ini berarti

terjadi peningkatan penderita gangguan mental emosional di Indonesia dari

sebelumnya 6% pada tahun 2013. Sedangkan untuk gangguan jiwa

skizofrenia/psikosis, prevalensinya adalah 7 per 1000 penduduk. Ini berarti

terjadi peningkatan penderita gangguan jiwa skizofrenia/psikosis dari

sebelumnya 1,7 per 1000 pada tahun 2013.

Sedangkan data yang didapat dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat pada tahun 2016 adalah bahwa pasien gangguan jiwa menurut kasus

penemuan baru dilihat dari jenis diagnosa adalah jumlah psikosis/skizofrenia

13.799 orang, neurosa 101.777 orang, napza 1.206 orang, retardasi mental

1.264 orang, epilepsi 9.872 orang, dan gangguan jiwa lainnya 31.310 orang.

Secara umum klasifikasi gangguan jiwa menurut Riskesdas tahun

2013 dibagi menjadi dua bagian, yaitu (1) gangguan jiwa berat/kelompok

psikosis dan (2) gangguan jiwa ringan meliputi semua gangguan mental

emosional yang berupa kecemasan, panik, gangguan alam perasaan, dan

sebagainya. Skizofrenia termasuk ke dalam kelompok gangguan jiwa berat.

Menurut Lisa & Sutrisna (2013), kata skizofrenia terdiri dari dua kata, yaitu

skhizein = spilit = pecah dan pherenia = mind = pikiran. Jadi skizofrenia

adalah gangguan psikotik yang sifatnya merusak, melibatkan gangguan

berfikir, persepsi, pembicaraan, emosional, dan gangguan perilaku.

Gangguan jiwa sangat berbahaya walaupun tidak langsung

menyebabkan kematian, namun akan menimbulkan penderitaan yang

mendalam bagi individu dan beban yang berat bagi keluarga. Sebanyak 50%

penderita skizofrenia cenderung mempunyai ide bunuh diri, dan 10%

diantaranya berhasil melakukan bunuh diri. Dampak gangguan jiwa ini


4

sangat luas antara lain, rumah tangga kacau, hampir 100% bercerai, di

lingkungan kerja sering menimbulkan masalah, perilaku di masyarakat yang

sering menimbulkan konflik. Beberapa pasien skizofrenia yang dirawat

mempunyai masalah antara lain, kekerasan dalam rumah tangga, merusak

fasilitas umum, dikeroyok massa, melawan atasan, membunuh istri,

percobaan bunuh diri, mangkir/desersi (Thong, 2011).

Riskesdas tahun 2013 menyatakan bahwa skizofrenia termasuk

masalah kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian karena dampak dari

skizofrenia bukan hanya dirasakan oleh penderita dan keluarga tetapi juga

masyakarakat serta pemerintah. Beban finansial yang ditimbulkan oleh

skizofrenia, dapat berpengaruh pada individu yang menderita skizofrenia,

keluarga maupun masyarakat, karena masih sering terdapatnya pandangan

negatif (stigma). Akibatnya pasien dan keluarganya sering mendapat

penolakan sosial dari masyarakat akibat ketidaktahuan masyarakat terhadap

jenis gangguan jiwa (Hawari dalam Handayani, 2016).

Gejala skizofrenia terdiri dari 6 kelompok, yaitu gejala positif (waham

dan halusinasi), gejala negatif (afek tumpul, avolisi, asosial), gejala defisit

kognitif (gangguan pada fungsi eksekutif, working memory, dan perhatian),

gejala disorganisasi (perilaku dan pikiran kacau), gejala afektif depresi,

termasuk juga cemas), dan gejala agresif (kekerasan secara fisik maupun

verbal) (Yudhantara & Istiqomah, 2018).

Gejala positif merupakan gejala yang paling jelas dan dramatik bagi

penderita, masyarakat, maupun klinisi yang kadang dipandang sebagai

suatu hal yang mengerikan dari skizofrenia. Gejala positif adalah gejala yang

paling terlihat baik pada saat pasien kambuh dan juga paling terlihat jika
5

menghilang setelah pasien diberikan obat-obatan antipsikosis. Gejala positif

seringkali menggambarkan adanya peningkatan fungsi di atas ambang

normal yang disebabkan oleh waham atau halusinasi (Yudhantara &

Istiqomah, 2018).

Menurut Stuart (2013), gejala positif adalah perilaku normal yang

berlebihan. Gejala positif skizofrenia adalah waham, halusinasi, gangguan

pemikiran, bicara kacau, perilaku aneh, dan afek yang tidak tepat. Waham

meliputi waham paranoid, somatik, kebesaran, agama, nihilistik, atau

persekutori, siar pikir, sisip pikir, atau kontrol pikir. Halusinasi meliputi

halusinasi pendengaran, penglihatan, sentuhan, pengecapan, penciuman.

Gangguan berpikir positif formal meliputi inkoheren, word salad, derailment,

tidak logis, loose association, distractible speech, atau miskin bicara).

Perilaku aneh meliputi katatonia, gangguan gerak, kerusakan perilaku sosial.

Halusinasi adalah bentuk dari gejala positif yang dapat terjadi pada

semua modalitas sensori, yaitu auditori, visual, olfaktori, gustatori, dan taktil.

Halusinasi auditori merupakan jenis halusinasi terbanyak pada skizofrenia,

yaitu dialami oleh lebih dari 70% pasien skizofrenia di seluruh dunia. Isi

halusinasi seringkali merupakan hinaan dan cemoohan yang kemudian

menyebabkan pasien sering menjadi takut, marah, sedih, dan merasa

bersalah. Adanya stressor sosial, penyakit fisik, dan nyeri kronis dapat

meningkatkan frekuensi dari halusinasi yang dialami oleh pasien. Setengah

dari pasien skizofrenia yang mengalami halusinasi auditori juga mengalami

halusinasi visual (Yudhantara & Istiqomah, 2018).

Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien halusinasi ada 2

yaitu farmakoterapi dan non farmakoterapi. Obat yang lazim digunakan pada
6

gejala halusinasi pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada klien

skizofrenia adalah obat antipsikosis, diantaranya Fenotiazin Asetofenazin,

Klorpromazin, Butirofenon Haloperidol, dan lain-lain (Muhith, 2015).

Sedangkan tindakan nonfarmakoterapi diantaranya terapi kejang liskrik,

terapi aktivitas kelompok, dan terapi musik. Terapi yang akan digunakan

dalam penelitian ini adalah terapi musik. Musik memiliki pengaruh terhadap

perubahan pada memori sensorik, memori aktif serta memori jangka panjang

pada pasien yang mengalami skizofrenia (Pasha, Akhavan, & Gorjian, 2012)

Salah satu terapi musik yang efektif digunakan dalam bidang

kesehatan yaitu musik klasik Mozart. Musik klasik memiliki kejernihan dan

kebeningan yang terkandung didalam musik sehingga mampu memperbaiki

konsentrasi dan persepsi parsial. Musik klasik Mozart juga bisa mengurangi

perilaku agresif, anti sosial, mengatur hormon yang berkaitan dengan stres,

mengubah persepsi dan mempengaruhi untuk mengenal ruang sekitar,

menimbulkan rasa aman, relaksasi, mengurangi kecemasan, serta

mengatasi depresi. Musik Mozart juga dapat memodifikasi gelombang otak

dari gelombang beta yang dicirikan dengan kesadaran biasa atau pada

saat seseorang mengalami perasaan negatif menjadi kisaran gelombang

theta yang mengakibatkan berubahnya keadaan sadar bahkan

menghilangkan persepsi-persepsi tentang dimensi lain (Campbell, 2002).

Kekuatan musik Mozart menjadi perhatian masyarakat setelah

Universitas California pada tahun 1990-an melakukan penelitian terhadap

mahasiswa dan didapatkan hasil penelitian yaitu responden mendapatkan

nilai delapan hingga sembilan poin lebih tinggi pada tes IQ spasial setelah

mendengarkan “Sonata for Two Pianos in D Major” (K.448) karya Mozart


7

selama sepuluh menit. Terdapat hubungan antara musik dengan penalaran

ruang (spasial) yang sedemikian kuat sehingga mampu membuat

perbedaan. Musik Mozart bisa menghangatkan otak. Musik yang rumit

memperlancar pola-pola saraf kompleks tertentu yang terlibat dalam

kegiatan otak yang tinggi (Campbell, 2002).

Penelitian yang mendukung teori pengaruh terapi musik klasik Mozart

terhadap penurunan skor halusinasi pendengaran adalah penelitian yang

dilakukan oleh Rosiana (2018) dengan metode eksperimen. Tema dari

penelitian tersebut adalah efektivitas terapi musik klasik Mozart terhadap

penurunan skor halusinasi pendengaran pada pasien skizofrenia. Hasil yang

didapatkan dari penelitian tersebut bahwa ada pengaruh terapi musik klasik

Mozart terhadap penurunan skor halusinasi pendengaran pada pasien

skizofrenia, dengan median skor halusinasi sebelum diberikan terapi musik

klasik Mozart pada kelompok eksperimen yaitu sebesar 27,00 setelah

diberikan terapi musik klasik Mozart sebesar 13,86 artinya terjadi penurunan

nilai median sebesar 13,00 dan diperoleh p value 0,001 < α (0,05). Dapat

ditarik kesimpulan bahwa terapi musik klasik Mozart efektif untuk

mengurangi halusinasi pendengaran pada pasien skizofrenia.

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang ”Pengaruh Terapi Musik Klasik Mozart Terhadap Pengurangan

Gejala positif skizofrenia”.

B. Rumusan Masalah
8

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti merumuskan

masalah sebagai berikut : ”Apakah ada pengaruh terapi musik klasik Mozart

terhadap pengurangan gejala positif skizofrenia?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh terapi musik klasik Mozart terhadap

pengurangan gejala positif skizofrenia.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran gejala positif skizofrenia sebelum dan sesudah

diberikan intervensi terapi musik Mozart.

b. Mengetahui pengaruh terapi musik klasik Mozart terhadap

pengurangan gejala positif skizofrenia.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritik

a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data dasar dalam

penelitian selanjutnya mengenai masalah yang berkaitan dengan

terapi musik klasik Mozart terhadap pengurangan gejala positif

skizofrenia.
b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi dan informasi di bidang

ilmu keperawatan jiwa.

2. Manfaat Praktis
9

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber terbaru untuk

perawatan dalam membantu melaksanakan treatment terhadap pasien

skizofrenia dengan memberikan intervensi terapi musik klasik Mozart.

Hasil penelitian ini juga dapat meningkatkan pengetahuan serta

pemahaman masyarakat tentang pentingnya terapi musik klasik Mozart

untuk mengurangi gejala positif skizofrenia.

Anda mungkin juga menyukai