Anda di halaman 1dari 18

GAMBARAN FAKTOR SOSIO BUDAYA PADA PASIEN GANGGUAN

JIWA SKIZOFRENIA DI POLI RUMAH SAKIT JIWA PROF.DR.


MUHAMMAD ILDREM MEDAN TAHUN 2019

Afniwati, S.Kep, Ns, M.Kes 1


Ira Cindy Widyana Siahaan 2

Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan Jurusan Keperawatan

ABSTRAK
Tingginya angka kejadian gangguan jiwa tahun 2019 di Rumah Sakit Jiwa Prof.
Dr. Muhammad Ildrem Medan sebanyak 1.567 orang gangguan jiwa disebabkan
oleh banyak faktor diantaranya faktor sosio budaya. Penelitian ini merupakan
deskriptif dengan desain cross sectional. Yang bertujuan penelitian ini adalah
Untuk mengetahui gambaran faktor sosio budaya pada pasien gangguan jiwa
skizofrenia dirumah sakit jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Medan Tahun 2019.
Populasi dan sampel adalah pasien gangguan jiwa yang datang ke poli Rumah
Sakit Jiwa Medan berjumlah 43 orang, yang ditetapkan dengan cara Purposive
sampling. Hasil penelitian diperoleh bahwa karakteristik umur 26-35 Tahun
sebanyak 20 orang (45,5%), jenis kelamin laki – laki sebanyak 25 orang (56,8%),
pendidikan menengah sebanyak 36 orang (81,8%), tingkat ekonomi <1.800.000
sebanyak 38 orang (86,4%), suku jawa dan batak sebanyak 17 orang (38,6%),
kestabilan keluarga tidak baik sebanyak 34 orang (77,3%), pola mengasuh anak
demokratis sebanyak 42 orang (95,5%). Sehingga perlu disarankan agar
keluarga lebih mengetahui faktor sosio budaya pada pasien gangguan jiwa
skizofrenia dirumah sakit jiwa Medan Tahun 2019.

Kata Kunci : Faktor Sosio Budaya Pada Pasien Gangguan Jiwa Skizofrenia
Daftar Pustaka : 25 Bacaan (2004-2019)
ABSTRACT
The high incidence of mental disorders in 2019 in mental hospitals Prof. Dr.
Muhammad ildrem Medan as many as 1567 people with mental disorders caused
by by many factors including socio-cultural factors. This research was descriptive
with cross sectional design. The general objective of this research is to find out
an overview of socio-cultural factors in schizophrenic psychiatric patients in Prof.
Dr. Muhammad Ildrem Medan hospital in 2019. Population and samples were
mental patients who came to the field psychiatric hospital poly totaled 43 people,
determined by purposive sampling. The results of the study showed that the
characteristics of the age of 26-35 years were 20 people (45.5%), male sex as
many as 25 people (56,8%), secondary education as many as 36 people
(81,8%), economic level <1.800.000 as many as 38 people (86,4%), the javanese
and batak tribes were 17 people (38,6%), the stability of the family was not as
good as 34 people (77,3%), the pattern of caring for democratic children was 42
people (95,5%).
So it should be suggested that families know more about socio-cultural
factors in schizophrenic psychiatric patients in terrestrial psychiatric hospitals in
2019.

Key words : Socio-Cultural Factors In Psychiatric Schizophrenic Patients


Bibliography : 25 Readings ( 2004- 2019)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN Afniwati & Ira, 2019


Pendahuluan (2008), Secara spesifik Skizofrenia
adalah orang yang mengalami
Menurut data WHO (2016),
gangguan emosi, pikiran, dan
kesehatan jiwa masih menjadi satu
perilaku (Eko Prabowo, Juli 2017).
permasalahan kesehatan yang
Di Indonesia, pravalensi
signifikan di dunia, termasuk di
penderita skizofrenia mencapai 0,3
Indonesia. Terdapat sekitar 35 juta
orang terkena depresi, 60 juta orang sampai 1% dan biasanya mulai

terkena bipolar, 21 juta terkena tampak pada usia sekitar 18 sampai


45 tahun, namun ada pula yang
skizofrenia, serta 47,5 juta terkena
dimensia. Di Indonesia, dengan mulai menunjukan skizofrenia pada
usia 11 sampai 12 tahun. Sehingga
berbagai faktor biologis, psikologi
dapat diasumsikan, jika penduduk
dan sosial dengan keanekaragaman
Indonesia sekitar 200 juta jiwa, maka
penduduk; maka jumlah kasus
diperkirakan sekitar 2 juta jiwa
gangguan jiwa terus bertambah
menderita skizofrenia. Data di atas
yang berdampak pada penambahan
menunjukkan bahwa penderita
beban negara dan penurunan
skizofrenia di dunia, bahkan di
produktivitas manusia untuk jangka
panjang (www.depkes.go.id). Indonesia tidak menunjukkan angka

Gangguan jiwa atau skizofrenia yang sedikit.


Faktor yang mempengaruhi
adalah gangguan otak yang ditandai
terjadinya gangguan jiwa skizofrenia
oleh terganggunya emosi, proses
yaitu: Faktor sosio-budaya
berpikir, perilaku, dan persepsi
(sosiogenik) atau sosiokultural :
(penangkapan panca indera).
Gangguan jiwa ini menimbulkan kestabilan keluarga, pola mengasuh

stress dan penderitaan bagi anak, tingkat ekonomi, perumahan

penderita (dan keluarganya) (Stuart, (perkotaan lawan pendesaan),

2016). masalah kelompok yang meliputi

Penyakit Skizofrenia artinya prasangka dan fasilitas kesehatan,


pendidikan, dan kesejahteraan yang
kepribadian yang terpecah antara
tidak memadai, pengaruh rasial dan
pikiran, perasaan, dan perilaku,
keagamaan dan nilai-nilai (Yosep,
dalam artian apa yang dilakukan
2010).
tidak sesuai dengan pikiran dan
perasaan nya. Menurut Faisal Gangguan jiwa erat kaitannya
dengan kondisi ekonomi, kemiskinan
merupakan mata rantai yang saling pasien skizofrenia yang terbanyak,
berhubungan agar mata rantai hampir 10% dari pasien skizofrenia
tersebut terputus sehingga masalah yang melakukan bunuh diri (Kazasi,
dapat teratasi. 2008).
Skizofrenia merupakan bentuk Hasil Penelitian (2016)
gangguan psikotik (penyakit mental menunjukkan bahwa data
berat) yang relatif sering. prevalensi skizofrenia disebabkan oleh usia
seumur hidup hampir mencapai 1%, dewasa (95%), laki-laki (65%),
insidens setiap tahun nya sekitar 10- pendidikan SMA (42,5%), pekerjaan
15 per 100.000, dan perawatan rata- (62,5%) sebagai karakteristik
rata di dokter umum adalah 10-20 demografi.
pasien skizofrenik, bergantung pada Hasil penelitian (2014)
lokasi dan lingkungan sosial tempat menunjukkan bahwa pasien pria
praktik (Teifion Davies, 2017). (62,05%) dan pasien wanita
Data RISKESDAS 2013 (37,95%), yang disebabkan oleh
menunjukkan prevalensi gangguan rentang usia produktif (96,97%) dan
mental emosional yang ditunjukan tidak memiliki pekerjaan (76,51%).
dengan gejala-gejala depresi dan Penyebab skizofrenia (19,28%)
kecemasan untuk usia 15 tahun ke genetik dan (80,72%) non genetik.
atas mencapai sekitar 14 juta orang Hasil survey pendahuluan pada
atau 6% dari jumlah penduduk tanggal 17 Januari 2019 terhadap
Indonesia. Sedangkan prevalensi 1.567 orang yang penderita
gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia, dimana karakteristiknya
skizofrenia mencapai sekitar berdasarkan jenis kelamin laki-laki
400.000 orang atau sebanyak 1,7 yang lebih besar 1.188 pasien
per 1.000 penduduk. (80%); usia paling banyak antara 44-
Penyalahgunaan zat, terutama 64 tahun 337 pasien (21,5%); suku
adalah ketergantungan nikotin, 1472 pasien (96%); agama 1555
merupakan faktor resiko terjadinya pasien (98%); pendidikan 1565
gangguan jiwa. Hampir 90% pasien pasien (94%). Berdasarkan
mengalami ketergantungan Pasien karakteristik demografi pasien
skizofrenia beresiko untuk bunuh diri skizofrenia Sementara faktor
dan perilaku menyerang. Bunuh diri penyebab skizofrenia antara lain :
merupakan penyebab kematian genetik dan penyebab non genetik.
Atas dasar Latar belakang diatas 2019 di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.
peneliti tertarik untuk meneliti Muhammad Ildrem Provinsi
tentang Gambaran Faktor Resiko Sumatera Utara Tahun 2019.
Pada Pasien Gangguan Jiwa a) Populasi
Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Populasi adalah keseluruhan subjek
Prof. Dr. Mumammad Ildrem Medan. penelitian atau objek yang diteliti
Skizofrenia (schizophernia) adalah (Notoadmojo, 2017). Adapun
gangguan yang terjadi pada fungsi populasi pada penelitian ini adalah
otak. Menurut Nancy Andreas pasien dengan penderita skizofrenia
(2008), bahwa bukti-bukti terkini di ruang Poli Rumah Sakit Jiwa
tentang serangan skizofrenia Prof. Dr. Muhammad Ildrem Medan
merupakan suatu hal yang berjumlah 43 orang.
melibatkan banyak sekali faktor- b). lokasi dan waktu penelitian
faktor itu meliputi perubahan struktur Penelitian ini dilakukan di
fisik oak, perubahan struktur kimia Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.
otak, dan faktor genetik (Yosep, Muhammad Ildrem Provinsi
2010). Sumatera Utara Tahun 2019.
Penelitian direncanakan mulai
Metode Penelitian bulan November 2018 s/d Maret
Lokasi, Populasi Dan Sampel tahun 2019 di Rumah Sakit Jiwa

Penelitian ini menggunakan Prof. Dr. Muhammad Ildrem

jenis penelitian deksriptif yaitu suatu Provinsi Sumatera Utara Tahun

metode penelitian yang dilakukan 2019.

dengan tujuan utama untuk


membuat gambaran atau deksripsi Hasil Penelitian

tentang suatu keadaan secara Dari hasil penelitian ini diketahui

objektif dengan desain cross menggambarkan faktor sosio

sectional. Penelitian ini dilakukan di budaya pada pasien gangguan jiwa

Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. skizofrenia. Dari data yang

Muhammad Ildrem Provinsi dikumpulkan melalui lembaran

Sumatera Utara Tahun 2019. kuesioner dan dapat dilihat pada

Penelitian direncanakan mulai bulan tabel yang menggambarkan faktor

November 2018 s/d Maret tahun sosio budaya pada pasien gangguan
jiwa skizofenia berdasarkan :
kestabilan keluarga, pola asuh anak,
tingkat ekonomi, dan pendidikan.
Adapun hasil penelitian dapat dilihat Berdasarkan tabel diatas,
pada tabel berikut. dapat dilihat bahwa mayoritas Umur
Tabel 4.1 26-35 Tahun sebanyak 20
Distribusi Frekuensi Karakteristik responden (45,5%), mayoritas Jenis
Responden Di Rumah Sakit Jiwa Kelamin Laki-Laki sebanyak 25
Prof. DR. Muhammad Ildrem responden (56,8%), mayoritas
Medan Provinsi Sumatera Utara Pendidikan Menegah Atas (SMP –
Variabel Frekuensi % SMA) sebanyak 36 responden
Umur (81,8%), mayoritas Tingkat Ekonomi
17-25 11 20,5
<1.800.000 sebanyak 38 responden
Tahun
26-35 20 45,5 (86,4%), dan mayoritas suku Jawa
Tahun dan suku Batak sebanyak 17
36-45 12 27,3
Tahun responden (38,6%).
Total 43 97,7
Jenis
Kelamin Tabel 4.2
Laki-Laki 25 56,8 Distribusi Frekuensi Responden
Perempuan 18 40,9 Tentang Kestabilan Keluarga Di
Total 43 97,7 Rumah Sakit Jiwa Prof. DR.
Pendidikan Muhammad Ildrem Medan
SD 1 2,3 Provinsi Sumatera Utara
SMP-SMA 36 81,8
D3-S1 6 13,6 Kestabilan keluarga Frekuensi %
Total 43 97,7
Tingkat Baik 9 20,4
Ekonomi Tidak Baik 34 77,3
<1.800.000 38 86,4
>1.800.000 5 11,4 Total 43 97,7
Total 43 97,7
Suku Berdasarkan tabel diatas,
Jawa 17 38,6
Batak 17 38,6 dapat dilihat bahwa mayoritas
Karo 1 2,3 kestabilan keluarga tidak baik di
Simalungun 5 11,4
Nias 3 6,8 Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.
Total 43 97,7 Muhammad Ildrem Medan sebanyak
34 responden (77,3%) dan minoritas
baik sebanyak 9 responden (20,5%).
1. Kestabilan Keluarga
Tabel 4.3 Berdasarkan hasil penelitian
Distribusi Frekuensi Responden
Tentang Pola Mengasuh Anak Di dari 43 responden sosio budaya di
Rumah Sakit Jiwa Prof. DR.
Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.
Muhammad Ildrem Medan
Provinsi Sumatera Utara Muhammad Ildrem Medan dapat
diketahui bahwa mayoritas
Pola asuh anak Frekuensi %
Otoriter 1 2,2 kestabilan keluarga tidak baik 34
Demokratis 42 95,5 orang (77,3%).
Total 43 97,7 Asumsi peneliti kestabilan
keluarga yang tidak banyak
Berdasarkan tabel diatas, dilihat
ditemukan pada pasien dengan latar
bahwa mayoritas pola mengasuh
belakang etnis Batak, Jawa, karo,
anak demokratis di Rumah Sakit
Simalungun, dan Nias dimana
Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem
kebiasaan komunikasi keras, begitu
Medan sebanyak 42 responden
juga terjadi konflik suami / istri anak
(95,5%) dan minoritas otoriter
terkadang mendengar perselisihan
sebanyak 1 responden (2,3%).
sehingga psikologisnya terganggu
dan hal ini akan menjadi faktor
Pembahasan
pencetus terjadinya gangguan jiwa.
Pada pembahasan ini akan
Ada beberapa faktor sosio
dibahas mengenai variabel-variabel
budaya yang mempengaruhi
diantarannya faktor sosio budaya
gangguan jiwa skizofrenia, yaitu
pada pasien gangguan jiwa
kestabilan keluarga, konflik keluarga
skizofrenia Dirumah Sakit Jiwa Prof.
sangat mempengaruhi
Dr. Muhammad Ildrem Medan tahun
perkembangan psikopatologis anak.
2019.
Konflik dalam skizofrenia karena
faktor somatik beresiko 6 kali
terkena skizofrenia dari pada yang
bukan karena faktor somatik
(Tunjung Laksono Utomo, 2013).
Hasil penelitian yang
dilakukan Eglima (2010)
menunjukkan bahwa peran orangtua
dan keluarga sangat dibutuhkan
dalam proses penyembuhan pasien. mendidik dan membimbing pasien
Dengan adanya peran tersebut, dengan baik dan penuh perhatian.
pasien akan merasa dirinya Komunikasi keluarga dalam
diperhatikan, disayang, dan pasien menghadapi pasien skizofrenia pada
tidak merasa dibuang atau tidak suku Batak Simalungun adalah baik,
dibutuhkan oleh keluarga dan orang karena keluarga mampu merawat
tua. Dengan demikian, peran orang dan mengawasi pasien dengan baik
tua dan keluarga menjadi hal yang dan perhatian.
sangat bermanfaat dan dibutuhkan Komunikasi keluarga dalam
oleh pasien agar dirinya merasa menghadapi pasien skizofrenia pada
masih dibutuhkan dan berguna suku Nias adalah baik, karena
dalam kehidupannya. keluarga mampu mengawasi dan
Komunikasi keluarga dalam mendidik pasien agar menjadi lebih
menghadapi pasien skizofrenia pada baik.
suku Jawa adalah baik, karena Dukungan keluarga adalah
keluarga bisa menyelesaikan sikap, tindakan, dan penerimaan
komunikasi baik dan membimbing keluarga terhadap penderita yang
pasien dengan baik dan penuh sakit. Anggota keluarga memandang
kesabaran. bahwa orang yang bersifat
Komunikasi keluarga dalam mendukung selalu siap dan
menghadapi pasien skizofrenia pada memberikan pertolongan atau
suku Batak Toba adalah baik, bantuan jika diperlukan (Nadeak,
karena keluarga bisa menyeleaikan 2010).
komunikasi dengan baik, walaupun Menurut Nurdiana, (2010)
pada suku Batak komuniasi nya menyatakan bahwa ada hubungan
keras, tetapi bisa menyelesaikan antara peran serta keluarga
dengan baik pada si pasien. terhadap tingkat kekambuhan klien
Komunikasi keluarga dalam skizofrenia. Berdasarkan penjelasan
menghadapi pasien skizofrenia pada disimpulkan bahwa peran serta
suku Batak Karo adalah baik karena keluarga yang tinggi akan
keluarga bisa menyelesaikan konflik memperkecil tingkat kekambuhan
komunikasian dengan baik klien skizofrenia.
walaupun dalam suku Batak Karo
komunikasi keras tetapi bisa
2. Pola Mengasuh Anak ini akan membuat anak lebih rentang
Berdasarkan table 4.2 hasil mengalami gangguan jiwa.Pada
penelitian dari 43 responden sosio pola asuh demokratis sangat sedikit
budaya di Rumah Sakit Jiwa Prof. responden yang mengalami
Dr. Muhammad Ildrem Medan dapat gangguan jiwa, hal ini dikarenakan
diketahui bahwa mayoritas pola pola asuh demokratis akan membuat
mengasuh anak demokratis 42 anak menjadi pribadi yang bisa
orang (95,5%). bertanggung jawab sehingga lebih
Hasil penelitian Pebrianti mampu menghadapi stres dalam
(2008), menunjukkan bahwa pola kehidupan yang dialami (
asuh yang salah akan membuat Dariyo,2004).
anak mengalami gangguan jiwa, hal Hasil penelitian berbanding
ini dibuktikan oleh hasil penelitian ini terbalik dengan penelitian Dariyo,
yaitu sebagian besar responden (2004) bahwa pola asuh umumnya
mengalami pola asuh otoriter dan demokratis.
pola asuh permisif. Walaupun pola asuh
Kedua pola asuh tersebut demokratis tetapi kestabilan
merupakan tipe pola asuh yang keluarga tidak stabil seperti adanya
salah karena anak yang di asuh konflik antara orang tua, orang tua
dengan pola asuh otoriter dan dengan anak, anak dengan anak.
permisif akan membentuk anak tidak Jika individu tidak mempunyai
mampu mengendalikan diri, kurang koping mekanisme yang adaptif
dapat berfikir, kurang percaya diri, akan mempengaruhi terjadi
tidak bisa mandiri, kurang kreatif, gangguan jiwa anak.
kurang dewasa dalam Hal ini sejalan dengan Vanda
perkembangan moral,dan rasa ingin (2007), dari hasil penelitiannya
tahunya rendah. Dan juga akan menemukan bahwa teknik – teknik
membentuk kepribadian anak yang asuhan orang tua yang demokratis
hanya memikirkan dirinya sendiri, akan menumbuhkan keyakinan dan
kurang bertanggung jawab, kepercayaan diri dan munculnya
cenderung menolak peraturan, lekas tingkah laku mandiri yang
berkecil hati, tidak tahan bertanggung jawab. Pola asuh
kekecewaan, ingin menarik demokratis akan menghasilkan
perhatian kepada dirinya sendiri, hal karkteristik anak yang mandiri, dapat
mengontrol diri, mampu menghadapi mendalam pada diri anak (Hawari,
stress, koperatif terhadap orang lain, 2001).
dan akan mengalami kondisi mental
yang lebih baik dari pada anak 3. Tingkat Ekonomi

dengan pola asuh otoriter maupun Berdasarkan hasil penelitian

permisif. dari 43 responden sosio budaya di

Faktor psikososial meliputi Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.

interaksi pasien dengan keluarga Muhammad Ildrem Medan dapat

dan masyarakat. Timbulnya tekanan diketahui bahwa mayoritas tingkat

dalam interaksi pasien dengan enkonomi <1.800.000 38 orang

keluarga misalnya pola asuh orang (86,4%).

tua yang terlalu menekan pasien, Tingkat ekonomi merupakan

kurangnya dukungan terhadap gambaran tentang keadaan atau

pemecahan masalah yang dihadapai kondisi individu, keluarga dan suatu

pasien, pasien kurang diperhatikan masyarakat yang dilihat dari segi

oleh keluarga ditambah dengan tingkat pendidikan, pekerjaan,

pasien tidak mampu berinteraksi penghasilan dan pengeluaran

dengan baik dimasyarakat menjadi dimana tempat komponen tersebut

faktor stressor yang menekan dapat menjadi tolak ukur suatu

kehidupan pasien. individu, keluara atau masyarakat

Ketika tekanan tersebut dikatakan tinggi atau rendah.

berlangsung dalam waktu yang lama Umumnya tingkat ekonomi

sehingga mencapai tingkat tertentu, keluarga dengan gangguan jiwa

keluarga juga akan mempengaruhi adalah rendah, dengan kondisi ini

sikap atau didikan orang tua mereka punya keterbatasan waktu

terhadap anak, dan sikap orang tua dalam merawat pasien karena masih

sangat berpengaruh perkembangan fokus dalam bekerja untuk

perilaku sosial anak. Terjadinya memenuhi kebutuhan keluarga

psikosis atau skizofrenia sehingga beresiko terjadinya

kemungkinan disebabkan pada kambuh kembali. pada sehingga

masa kanak-kanaknya mendapatkan beresiko terjadinya kambuh kembali.

perlakuan kekerasan, sehingga Tingkat ekonomi rendah

menimbulkan trauma yang sangat mempengaruhi kehidupan


seseorang. Himpitan ekonomi
memicu orang menjadi rentan menyadari bahwa masalah
terhadap gangguan mental. kekambuhan merupakan sesuatu
Kemiskinan menimbulkan berbagai yang serius dikarenakan
msasalah yang menyulitkan pengetahuan responden mengenai
kehidupan. Kemiskinan menigkatkan kekambuhan masih belum cukup.
rasa frustasi seseorang sehingga Hasil penelitian ini bisa
pasien skizofrenia pada keluarga terjadi dikarenakan faktor dari
miskin cenderung sering mengalami kekambuhan dipengaruhi oleh
kekambuhan (Iswanti, 2012). Tingkat beberapa faktor diantaranya yaitu
ekonomi yang rendah menjadi salah tingkat ekonomi (Friedman, Bowden,
satu dari faktor prognosis buruk & Jones, 2010).
yang dapat memicu terjadinya Chandra (2004),
kekambuhan pada pasien mengemukakan bahwa
skizofrenia (Katona, Cooper, & permasalahan selanjutnya ketidak
Robertson, 2012). tersediaan biaya pengobaatan
Tingkat ekonomi keluarga karena kemampuan ekonomi
dapat menjadi faktor yang sangat keluarga pasien tergolong rendah.
penting dibandingkan faktor lainnya Demikian pula yang diungkapkan
dikarenakan kebanyakan dari oleh kemampuan finansial keluarga
responden penelitian yang pasien dengan gangguan jiwa tidak
ditemukan dalam penelitian ini memungkinkan untuk membiayai
mengatakan memiliki banyak penyembuhan penyakit yang
kesulitan terutama masalah yang cenderung berjalan kronis sehingga
terkait dengan ekonomi pasien, tidak kejadian seperti memicu tindakan
memiliki jaminan kesehatan untuk dan sikap keluarga terhadap
berobat dengan alasan tidak ada penolakan pasien gangguan jiwa.
uang untuk membuat jaminan Menurut Sariah, dkk (2014)
kesehatan, selain itu responden menyatakan bahwa keluarga pasien
mengatakan bahwa pekerjaannya dengan tingkat ekonomi rendah
hanyalah wiraswasta sehingga sering kali mengalami kesulitan
hanya sedikit uang yang didapatkan dalam pengobatan pasien
dalam sebulan, tidak cukup dikarenakan tidak mampu untuk
digunakan untuk pengobatan, ada membeli obat, sehingga beresiko
juga responden yang tidak terjadinya kambuh.
pemahaman yang benar. Senada
4. Pendidikan dengan paparan yang disampaikan
Berdasarkan hasil penelitian oleh Hasbullah (2009) bahwa
dari 43 responden sosio budaya di pendidikan merupakan usaha
Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. manusia untuk membina
Muhammad Ildrem Medan dapat kepribadiannya sesuai dengan nilai -
diketahui bahwa mayoritas nilai di dalam masyarakat dan
pendidikan menengah 36 orang kebudayaan.
(81,8%). Semakin tinggi pendidikan
Tingkat pendidikan maka akan semakin mudah dalam
seseorang akan memberikan menerima informasi yang kemudian
pengaruh terhadap pengetahuan akan membuat pengetahuan
seseorang. Seperti yang dipaparkan individu menjadi mengerti. Peneliti
oleh Wawan dan Dewi ( 2011), menemukan ketika wawancara
faktor – faktor yang mempengaruhi dengan responden mengetahui.
tingkat pengetahuan adalah Bahwa pada masa pendidikan
pendidikan, pekerjaan, umur, responden mengalami kegagalan
lingkungan dan sosial budaya. dikarenakan sering tidak masuk
Sedangkan menurut Adnani (2011) sekolah, cabut, bolos dan tidak
pendidikan adalah segala upaya mengikuti peraturan sekolah.
yang direncanakan untuk 5. Umur
mempengaruhi orang lain baik
Berdasarkan hasil penelitian
individu, kelompok, atau masyarakat
43 responden sosio budaya di
sehingga mereka melakukan apa
Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.
yang diharapkan oleh pelaku
Muhammad Ildrem Medan dapat
pendidikan.
diketahui bahwa mayoritas Umur 26-
Dari paparan tersebut dapat
35 Tahun sebanyak 20 responden
dipahami bahwa melalui pendidikan
(45,5%).
seseorang akan dipengaruhi untuk
Riendravi (2013) menyatakan
bisa melakukan atau menguasai
generativity versus stagnation
sesuatu. Melalui pendidikan
merupakan tahap perkembangan
seseorang akan mempelajari banyak
Erikson yang ketujuh, individu
hal, menyerap banyak informasi,
memberikan suatu kepada dunia
mengubah persepsi dan membentuk
sebagai balasan dari apa yang telah
dunia berikan untuk dirinya, juga mencapai puncak dari
yang melakukan sesuatu yang dapat perkembangan segala
memastikan kelangsungan generasi kemampuannya. Berbeda dengan
penerus dimasa depan. tahap-tahap lain seperti tahap
Ketidakmampuan untuk memiliki dewasa awal 20-30 tahun, pada
pandangan generatifakan tersebut seseorang membina
menciptakan perasaan bahwa hidup hubungan yang intim hanya dengan
ini tidak berharga dan orang-orang tertentu yang sepaham.
membosankan. Bila individu berhasil Begitu juga pada tahap usia >60
mengatasi krisis pada masa ini maka tahun, pada tahap tersebut
keterampilan ego yang dimiliki dorongan untuk terus berpartisipasi
adalah perhatian. masih ada tetapi pengikisan
Sunaryo (2006) menyatakan kemampuan karena usia seringkali
pada fase dewsa, tugas yang harus mematahkan dorongan tersebut,
dilakukan adalah belajar saling sehingga keputusan capkali
ketergantungan dan tanggung jawab menghantuinya.
terhadap orang lain. Teori tersebut 6. Jenis Kelamin
sesuai penelitian yang dilakukan Berdasarkan hasil penelitian
oleh Fitrikasari (2013) bahwa 43 responden sosio budaya di
karakteristik caregiver yang paling Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.
banyak berada pada usia 41-60 Muhammad Ildrem Medan dapat
Tahun sebanyak 62 responden. diketahui bahwa mayoritas Jenis
Menurut analisis peneliti lebih kelamin laki-laki sebanyak 25
lanjut pada tahap dewasa tengah, responden (56,8%).dan minoitas
seseorang sudah memasuki masa permpuan sebanyak 18 responden
dimana terjadinya kemampuan fisik (40,9%).

dan peningkatan tanggung jawab, Hal pertama yang menjadi

yang dimana telah ada keinginan sorotan dalam pembentukan

untuk merawat, menjaga, persepsi perempuan yang

membimbing orang lain atau cenderung berada di kategori baik

anggota keluarga yang menderita berhubungan dengan fenomena

gangguan jiwa dirumah. Sesuai Gender Stereotyping. Travis (2014)

dengan namanya masa dewasa, mengungkapkan bahwa Gender

pada tahap ini individu telah Stereotyping tampak bukan lagi


menjadi akar dalam pembentukan baik oleh orang lain, maka orang
persepsi dan panutan laki-laki dalam tersebut harus harus memiliki
berperilaku. Gender Stereotyping pandangan yang baik juga terhadap
yang awalnya hanyalah sebuah orang lain tanpa terkecuali orang
julukan atau anggapan tentang dengan gangguan jiwa.
bagaimana seharusnya pria Kemudian, pembentukan
bertindak dan berpikir, sekarang persepsi yang baik tidak lepas dari
tampak menjadi sesuatu yang harus dukungan orang tua dalam
dilakukan oleh laki-laki seperti, pembentukan sikap di masa tumbuh
memiliki penerimaan yang baik, kembang. Anak laki-laki
persepsi yang luas, kelembutan hati, menunjukkan angka pertentangan
dan anggapan bahwa laki-laki kuat. dengan orang tua yang lebih rendah
Kemudian, sikap dan perilaku dibandingkan dengan anak
yang hanya anggapan tersebut telah perempuan. Hal tersebut akhirnya
menjadi panutan sikap laki-laki serta membantu anak laki-laki memiliki
memicu pembentukan persepsi dan waktu yang lebih baik dengan orang
penerimaan dengan baik. Hal tua dalam mempelajari pengertian
tersebut didukung oleh Wolf (1991) dan penerimaan tentang orang lain
yang mengatakan bahwa persepsi sehingga dalam mempersepsikan
manusia dapat terbentuk oleh suatu orang lainpun cenderung lebih baik
anggapan terhadap dirinya yang (Smith, Elsey, & Tomphson, 2013).
kemudian dapat menjadi sikap atau Hal tersebut tampak menjadi latar
perilaku jika diterapkan. belakang kenapa laki-laki memiliki
Selain itu, Wolf (1991) dalam persepsi yang baik tentang orang
bukunya menjelaskan,banyak lain termasuk orang dengan
perempuan ingin mencapai gangguan jiwa.
kecantikan tertinggi. Mencapai 7.Suku
ketampanan tertinggi juga harus Berdasarkan hasil penelitian
melalui pandangan dan persepsi 43 responden sosio budaya di
orang lain sehingga, laki-laki harus Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.
mewujudkan persepsi yang baik dari Muhammad Ildrem Medan dapat
dirinya bahkan kepada orang diketahui bahwa mayoritas Suku
dengan masalah kesehatan mental. Jawa dan Batak sebanyak 17
Ketika seseorang ingin dianggap
responden (38,6%). Dan minoritas karo mencapai angka 20.000-30.000
sebanyak 1 responden (2,3%). kejadian (Aji, 2016).
Hasil yang didapatkan pada Kemudian, walaupun
penelitian ini bertentang pada fakta responden pada penelitian ini
bahwa,Indonesia masih didominasi oleh suku jawa, faktor
menunjukkan tingginya fenomena latar belakang pendidikan masih
pemasungan anggota keluarga tampak berperan dalam
dengan gangguan jiwa yang diawali pembentukan persepsi mahasiswa
dengan adanya persesi negatifatau terhadap orang dengan gangguan
stigna yang beredar dimasyarakat jiwa. Hasil penelitian yang dilakukan
Indonesia (Mmnuah, Nurjanah, oleh Syarniah,
Prabandari, dan Marchira, 2016). Kesimpulan
Persepsi negatif yang muncul Berdasarkan hasil penelitian
dapat berupa anggapan bahwa mengenai Faktor Sosio Budaya
gangguan jiwa merupakan penyakit pada pasien gangguan jiwa
yang memalukan,aib, bagi keluarga skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa
bahkan ada yang berpendapat Prof. DR . Muhammad Ildrem Medan
sebagai sampah sosial ( Rahman Tahun 2019 dengan tekhik
dan Krishendrijant,2014). pengambilam sample secara “Cross
Badan Penelitian dan Sectional” dan jumlah sample 43
Pengembangan Kesehatan sample, maka dapat disimpulkan:
Kementrian Kesehatan Republik 1. Mayoritas kestabilan keluarga
Indonesia (2013) memang tidak baik sebanya 36 responden
melaporkan bahwa provinsi Daerah (81,8%).
Istimewa Yogyakarta dan Jawa 2. Mayoritas pola asuh demokratis
Tengah menunjukkan prevalensi sebanyak 42 responden (95,5%).
gangguan jiwa berat terbanyak pada 3. Mayoritas tingkat ekonomi
penduduk Indonesia 1,7 per mil. <1.800.000 sebanyak 34 responden
Fakta tingginya masalah gangguan (77,3%).
jiwa di dua provinsi suku jawa 4. Mayoritas pendidikan menengah
terbanyak tersebut kembali sebanyak 36 responden (81,8%).
menunjukkan tingginya angka
pemasungan yang diperkirakan
SARAN 4. Bagi Peneliti
1. Bagi petugas kesehatan Hasil peneliti dapat dijadikan
Perawat hendak nya senantiasa sebagai landasan dalam upaya
memotivasi orang tua atau keluarga menindaklanjut hasil penelitian yang
untuk terus mendukung proses ada kearah peneliti yang lebih luas
perawatan pasien di rumah, yaitu antara lain dengan melakukan
dengan meningkatkan kepedulian penelitian kualitatif sehingga dapat
keluarga, misal nya dengan aktif mengkaji dan mendapatkan hasil
mengawasi perkembangan yang lebih dalam.
kesehatan pasien, dan mengawasi
konsumsi obat oleh pasien.
2. bagi keluarga
Keluarga hendaknya selalu
meningkatkan dukungannya kepada
pasien, dengan memperhatikan
perkembangan kesehatan pasien,
meningkatkan komunikasi keluarga
dengan pasien, dan berusaha
memenuhi segala kebutuhan yang
diperlukann pasien dalam
pengobatannya.
3. Bagi Masyarakat
Masyarakat hendaknya
menghilangkan asumsi bahwa orang
yang mengalami gangguan jiwa
khusus nya skizofrenia tidak dapat
sembuh, sehingga masyarakat dapat
membantu keluarga pasien dengan
memberikan bantuan tinggi motivasi
maupun finansial sehingga proses
pengobatan pasien dapat dilakukan
keluarga secara maksimal.
Prabowo, E.2017. Konsep dan
DAFTAR PUSTAKA Asuhan Keperawatan Jiwa. Cetakan
Aziz Alimun Hidayat, Kedua. Yogyakarta:Nuha Medika.
2013.Metodologi Penelitian Yosep, Iyus S.Kp., M.Si., 2009.
Keperawatan Teknik Analisa Data.
Keperawatan Jiwa
Jakarta. Salemba. Medika
Rumus slovin ,
Diana Arianti, dkk. 2017. Hubungan http://www.statistiakian.com, 4
Pola Asuh Keluarga Dengan januari 2019
Kekambuhan Pasien Skizofreniadi
RSJ. HB,SA’Anin Padang tahun Riskesdas, 2013. Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan
2017. Skripsi S1 Keperawatan
Kementrian Kesehatan RI
Amanah Padang
Riyanto Agus, 2010. Pengolahan
Deden,dkk, 2013. Konsep dan
Kerangka Kerja Asuhan dan Analisis Data Kesehatan.
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Jakarta: Gosyen Publishing
Nuha Medika
Hendra, dr, 2015. Buku Ajar
Psikiatri. Jakarta:FKUI Wahyu & Ina, 2017 Asuhan

Husni, dr. Muttaqin, 2017. Buku Keperawatan Jiwa, Yogyakarta:


ABC Kesehatan Mental Nuha Medika.

Jaya, K., 2018. Keperawatan Jiwa. Pebrianti, S. 2008. Hubungan Tipe


Tangerang Selatan:Binarupa Pola Asuh Keluarga dengan
Aksara.
Kejadian Skizofrenia
Medika Nuha, 2017. Buku Ajar http://download.portalgaruda.org
Keperawatan Jiwa
Vanda. 2007, Model pola asuh pada
Nisa Aulia, dkk, 2014. Karakteristik
penderita skizofrenia
Pasien Dan Pengobatan
Penderita Skizofrenia diRSJD http://www.panmedika.com
Atma Husada
Dariyo, A. 2004. Psikologi
MahakamSamarinda. J.Trop.
Pharm. Chem.Vol 2. No.5 Perkembangan Remaja.

Novita Sri, 2016. Karakteristik Jakarta: Ghalia Indonesia


Pasien Skizofrenia Dengan Iswanti DI., (2012). Pengaruh Terapi
Riwayat Rehospitalisasi.
Jurnal Ideal Nursing, Vol. VII Perilaku Modeling Partisipan
No.2 terhadap Kepatuhan Minum
Notoatmodjo, 2012, Metodologi Obat pada Klien.
Keperawatan Kesehatan, Jakarta: Katona, Corneius., Cooper, Claudia.,
Salemba
Medika. & Robertson, Mary., (2012). At a
Glance Psikiatrik edisi keempat,
Salemba Humanika, Jakarta
Friedman, Marilyn M., Bowden,
Vicky R & Jones, Elaine G.,
(2010). Buku Ajar Keperawatan
Keluarga: Riset, Teori, &
Praktik, ECG, Jakarta
https://www.ncbi.nlm.nih.gov
Indrawati, Endang Sri., (2015).
Status Sosial Ekonomi dan
Intensitas Komunikasi Keluarga
Pada Ibu Rumah Tangga di
panggung Kidul Semarang
Utara. Jurnal Psikologi Undip,
Vol.14 No.1.
https://ejournal.undip.ac.id.
Nurdiana. 2010. Korelasi Peran
Serta Keluarga Terhadap
Tingkat Kekambuhan Klien
Skizofrenia.
http://digilib.stikesmuhgombong.
ac.id
Nadeak, R.J (2010). Hubungan
dukungan keluarga dengan
tingkat kecemasan pasien.
http//respository.usu.ac.id

Anda mungkin juga menyukai