Anda di halaman 1dari 30

PENGARUH TERAPI MENGGAMBAR TERHADAP TINGKAT

KECEMASAN PADA SKIZOFRENIA


DI RSJD Dr. RM SOEDJARWADI
PROVINSI JAWA TENGAH

KARYA ILMIAH AKHIR NERS


Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan
Program Pendidikan Profesi Ners

Disusun oleh :
1. Auliaur Rokhim (SN181023) 6. Suci Mulyati (SN181165)
2. Ana Nurul Q (SN181011) 7. Sylvia Rosalina (SN181170)
3. Fitri Firmandha (SN181066) 8. Vidia Putpita S (SN181176)
4. Frida Amelia E (SN181068) 9. Yogi Utomo (SN181185)
5. Sari Istiqomah (SN181153) 10. Yuni Mustika (SN181191)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN
2

1.1 LATAR BELAKANG


Pesatnya kemajuan teknologi informasi memberikan dampak
terhadap nilai-nilai sosial dan budaya pada masyarakat. Disisi lain, tidak
semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk menyesuaikan
dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan stres tersebut
(Zelika dan Dermawan, 2015). Kehidupan yang semakin sulit dan komplek
dan bertambahnya stresor psikososial akibat budaya masyarakat modern
menyebabkan manusia tidak bisa mneghindari tekanan-tekanan yang
mereka alami sehingga menyebabkan gangguan jiwa.
Penderita gangguan jiwa di dunia diperkirakan akan semakin
meningkat seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Hampir 400
juta penduduk dunia menderita masalah gangguan jiwa. Satu dari empat
anggota keluarga mengalami gangguan jiwa dan sering kali tidak
terdiagnosis secara tepat sehingga tidak memperoleh perawatan dan
pengobatan dengan tepat. Sementara hasil analisis terbaru yang dilakukan
oleh WHO (2013) mnunjukan sekitar 450 juta orang menderita gangguan
neuro psikiatri, hampir 1% penduduk dunia mengalami skizofrenia dalam
hidup mereka. Ditemukan terbanyak usia 15-35 tahun, dan dari seribu orang
dewasa 7 diantaranya mengalami skizofrenia.
Pada pasien skizofrenia akan mengalami gangguan alam perasaan
yang ditandai ketakutan yang mendalam dan berkelanjutan, sehingga dapat
terjadi gangguan dalam menilai kenyataan, kepribadian penuh, perilaku
dapat terganggu namun masih dalam batas normal, ini menandakan bahwa
mereka mengalami gelaja cemas. Pada masyarakat yang pernah mengalami
gangguan jiwa sekitar 2% - 4 % mengalami kecemasan (Hawari, 2007).
Ansietas (kecemasan) merupakan satu keadaan yang ditandai oleh
rasa khawatir disertai dengan gejala somatic yang menandakan suatu
kegiatan berlebihan dari susunan saraf automatic (SSA) (Ashadi, 2008).
Kecemasan juga dapat diartikan suatu kebingungan atau kekhawatiran pada
1
sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan
3

dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya (Hawari,


2008).
Terdapat berbagai macam terapi yang dapat dilakukan untuk
kesembuhan pasien skizofrenia dapat dilaukan dengan kombinasi
psikofarmakologis, terapi keluarga, dan terapi okupasi yang menampakkan
hasil yang lbih baik (Tirta dan Putra, 2008). Tindakan keperawatan pada
pasien dengan skizofrenia difokuskan pada aspek fisik, intelektual,
emosional, dan sosio spiritual. Satu diantaranya adalah penanganan pasien
skizofrenia salah satunya dengan terapi menggambar (Anoviyanti, 2008).
Menggambar merupakan salah satu kegiatan yang dapat
merangsang psikomotorik pasien skizofrenia. Psikomotorik pasien jiwa
berupa perilaku, pikiran dan aktivitas.Pemberian terapi psikomotrik terhdap
pengaruh aspek kognitif telah menunjukkan keefektifan penanganan dalam
kecemasan (Anoviyanti, 2008).
Menurut penelitian Yuniartika, 2018, ada pengaruh signifikan
sebelum dan sesudah pemberian terai psikomotorik menggambar terhadap
tingkat kecemasan pada pasien skizofrenia di ruang Sena dan Nakula
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, dengan nilai p-value 0,00 (p=<0,05).
Tingkat kecemasan pada pasie skizofrenia dilakukan terapi psikomotorik
menggambar dihasilkan dari 30 responden nilai rata-rata pre test lebih tinggi
dibandingkan nilai dari post test dari hasil tersebut nilai rata-rata mengaami
penurunan, yang artinya bahwa tingkat kecemasan sesudah diberikan terapi
psikomotorik menggambar mengalami pengurangan.
Berdasarkan sudi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 27
Februari 2019 diruang Helikonia RSJD DR. RM Soedjarwadi Provinsi Jawa
Tengah dari 19 pasien di dapatkan 15 diantaranya dengan diagnosa medis
skizofrenia, dari diagnosa medis tersebut 10 pasien mengalami kecemasan.
Melihat fenomena ini peneliti akan meneliti tentang pengaruh terapi
menggambar terhadap kecemasan pasien skizofrenia di ruang Helikonia
RSJD DR. RM Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.\

1.2 RUMUSAN MASALAH


4

Berdasakan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah


“Adakah pengaruh terapi menggambar terhadap kecemasan pada pasien
skizofrenia di ruang Helikonia RSJD Dr. Soedjarwadi provisi Jawa
Tengah?”
1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah
pengaruh terapi menggambar terhadap kecemasan pasien Skizofrenia.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.3.2.1 Untuk mengetahui karakteristik responden
1.3.2.2 Untuk mengetahui nilai pre test tingkat kecemasan pada pasien skizofrenia
1.3.2.3 Untuk mengetahui nilai post test tingkat kecemasan pada pasien
skizofrenia
1.3.2.4 Untuk menganalisa pengaruh terapi menggambar terhadap penurunan
kecemasan pada pasien Skizofrenia di ruang Helikonia RSJD Dr. RM
Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.

1.4 MANFAAT
1.4.1 Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitan ini diharapkan dapat menjadi referensi yang aplikatif bagi
RSJD Dr.RM Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah dalam intervensi yang
digunakan untuk pasien dengan skizofrenia.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Menambah literatur ilmu keperawatan dibidang kuratif dan rehabilitative
untuk pengobatan pasien dengan skizofrenia.
1.3.3. Bagi Peneliti Lain
Peneliti lain dapat menambah pengetahuan tentang intervensi keperawatan
yang dapat digunakan untuk pasien dengan skizofrenia.
1.4.3 Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan peneliti dan dapat
diaplikasikan dilahan kerja, mengenai intervensi keperawatan yang dapat
digunakan untuk pasien dengan skizofrenia.
5
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Skizofrenia
2.1.1 Pengertian skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan
gangguan utama dalam pikiran, emosi, dan perilaku, pikiran yang
terganggu, dimana berbagai pemikiran tidak salaing berhubungan secara
logis, persepsi dan perhatian yang keliru afek yang datar atau tidak sesuai,
dan berbagai gangguan aktifitas motorik yang bizzare (perilaku aneh),
pasien skizofrenia menarik diri dari orang lain dan kenyataan, sering kali
masuk ke dalam kehidupan fantasi yang penuh delusi dan halusinasi. Orang-
orang yang menderita skozofrenia umunya mengalami beberapa episode
akut simtom–simtom, diantara setiap episode mereka sering mengalami
simtom–simtom yang tidak terlalu parah namun tetap sangat menggagu
keberfungsian mereka. Komorbiditas dengan penyalahguanaan zat
merupakan masalah utama bagi para pasien skizofrenia, terjadi pada sekitar
50 persennya. (Konsten & Ziedonis. 1997, dalam Davison 2010).
Skizofrenia adalah jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau
disharmoni antara proses berpikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler (dalam
Maramis, 2009) membagi gejala – gejala skizofrenia menjadi 2 kelompok
yaitu :
1) Gejala – gejala primer:
a. Gangguan proses berpikir
b. Gangguan emosi,
c. Gangguan kemauan,
d. Autisme
2) Gejala – gejala sekunder
a. Waham
b. Halusinasi
c. Gejala katatonik atau gangguan psikomotor yang lain
5
7

2.1.2 Jenis-jenis skizofrenia


Maramis (2009) membagi skizofrenia menjadi beberapa jenis.
Penderita digolongkan ke dalam salah satu jenis menurut gejala utama yang
terdapat padanya. Akan tetapi batas-batas golongan-golongan ini tidak jelas,
gejala-gejala dapat berganti-ganti atau mungkin seorang penderita tidak
dapat digolongkan ke dalam satu jenis. Pembagiannya adalah sebagai
berikut:
a. Skizofrenia paranoid
Jenis skizofrenia ini sering mulai sesudah mulai 30
tahun.Permulaanya mungkin subakut, tetapi mungkin juga akut.
Kepribadian penderita sebelum sakit sering dapat digolongkan schizoid.
Mereka mudah tersinggung, suka menyendiri, agak congkak dan kurang
percaya pada orang lain.
b. Skizofrenia hebefrenik
Permulaanya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada
masa remaja atau antara 15 – 25 tahun. Gejala yang mencolok adalah
gangguan proses berpikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi
atau double personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism,
neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada
skizofrenia heberfrenik, waham dan halusinasinya banyak sekali.
c. Skizofrenia katatonik
Timbulnya pertama kali antara usia 15 sampai 30 tahun, dan
biasanya akut serta sering didahului oleh stres emosional. Mungkin
terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.
d. Skizofrenia simplex
Sering timbul pertama kali pada masa pubertas.Gejala utama pada
jenis simplex adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.
Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan
halusinasi jarang sekali ditemukan.
e. Skizofrenia residual
8

Jenis ini adalah keadaan kronis dari skizofrenia dengan riwayat


sedikitnya satu episode psikotik yang jelas dan gejala-gejala berkembang
kea rah gejala negative yang lebih menonjol. Gejala negative terdiri dari
kelambatan psikomotor, penurunan aktivitas, penumpukan afek, pasif dan
tidak ada inisiatif, kemiskinan pembicaraan, ekspresi nonverbal yang
menurun, serta buruknya perawatan diri dan fungsi sosial.

2.1.3 Simtom klinis skizofrenia.


Simtom-simtom yang dialami pasien skizofrenia mencakup
gangguan dalam beberapa hal penting pikiran, persepsi, dan perhatian.
Perilaku motorik , afek, atau emosi, dan keberfungsian hidup. Rentang
masalah orang-orang yang didiagnosis menderita skizofrenia sangat luas,
meskipun dalam satu waktu pasien umumnya mengalami hanya beberapa
dari masalah tersebut. Dalam hal ini akan diuraikan beberapa simtom-
simtom utama skizofrenia dalam tiga kategori. Simtom positif, simtom
negatif, dan simtom disorganisasi. (Davison, 2010).
1. Simtom positif.
Mencakup hal–hal yag berlebihan dan distorsi, seperti halusinasi dan
waham, simtom–simtom ini, sebagian terbesarnya, menjadi ciri episode
akut skizofrenia.
2. Simtom negatif.
Simtom–simtom negatif skizofrenia mencakup berbagai devisit
behavioral, seperti avolition, alogia, anhedonia, afek datar dan
asosiolitas. Simtom–simtom ini ini cenderung bertahan melampaui suatu
episode akut dan memiliki afek parah terhadap kehidupan para pasien
skizofrenia.
3. Simtom disorganisasi.
Simtom–simtom disorganisasi mencakup disorganisasi pembicaraan dan
perilaku aneh (bizarre). Disorganisasi pembicaraan juga dikenal sebagai
gangguan berfikir formal, disorganisasi pembicaraan merujuk pada
masalah dalam mengorganisasi berbagai pemikiran dan dalam berbicara
9

sehingga pendengar dapat memahaminya. Perilaku aneh terwujud dalam


banyak bentuk, pasien dapat meledak dalam kemarahan atau konfrontasi
singkat yang tidak dapat dimengerti, memakai pakaian yang tidak biasa,
bertingkah seperti anak–anak, atau dengan gaya yang konyol,
menyimpan makanan, mengumpulkan sampah atau melakukan perilaku
seksual yang tidak pantas.

2.2 Kecemasan
2.2.1 Pengertian kecemasan
Kecemasan atau dalam bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari
Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti
mencekik. Ansietas (kecemasan) merupakan satu keadaan yang ditandai
oleh rasa khawatir disertai dengan gejala somatic yang menandakan suatu
kegiatan berlebihan dari susunan saraf automatic (SSA) (Ashadi, 2008).
Kecemasan juga dapat diartikan suatu kebingungan atau kekhawatiran pada
sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan
dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya (Hawari,
2008). Kecemasan (ansietas) adalah perasaan takut yang tidak jelas dan
tidak didukung oleh situasi. Tidak ada objek yang dapat diidentifiksi sebagai
stimulus ansietas (Videbeck, 2008).

2.2.2 Manifestasi Klinik


Menurut Stuart (2007) dalam Kritiana (2016), respon fisiologis
terhadap kecemasan antara lain :
1. Gastrointestinal ditandai dengan kehilangan nafsu makan, menolak
makan, rasa tidak nyaman pada abdomen, nyeri abdomen, mual, nyeri
ulu hati, diare.
2. Saluran perkemihan ditandai dengan tidak dapat menahan kencing, sering
berkemih.
3. Kulit ditandai dengan wajah kemerahan, berkeringat setempat (telapak
tangan), gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat, berkeringat
seluruh tubuh.
10

4. Kardiovaskuler ditandai palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah


meningkat, rasa ingin pingsan, tekanan darah menurun, denyut nadi
menurun.
5. Pernafasan ditandai dengan nafas cepat, sesak nafas, tekanan pada dada,
nafas dangkal, pembengkakan pada tenggorokan, sensasi tercekik,
terengah-engah.
6. Neuromuskuler reflex meningkat, reaksi terkejut, mata berkedip-kedip,
insomnia, tremor, rigiditasi, gelisah, mondar-mandir, wajah tegang,
kelemahan umum, tungkai lemah, gerakan yang janggal.
Menurut Rochman (2010), kecemasan berasal dari perasaan tidak sadar
yang berada didalam kepribadian sendiri, dan tidak berhubungan dengan
objek yang nyata atau keadaan yang benar-benar ada. Beberapa gejala-
gejala dari kecemasan antara lain :
a. Ada saja hal-hal yang sangat mencemaskan hati, hampir setiap kejadian
menimbulkan rasa takut dan cemas. Kecemasan tersebut merupakan
bentuk ketidakberanian terhadap hal-hal yang tidak jelas.
b. Adanya emosi-emosi yang kuat dan sangat tidak stabil. Suka marah dan
sering dalam keadaan exited (heboh) yang memuncak, sangat irritable,
akan tetapi sering juga dihinggapi depresi.
c. Diikuti oleh bermacam-macam fantasi, delusi, ilusi, dan dwlusion of
persecution (delusi yang dikejar-kejar).
d. Sering merasa mual dan muntah-muntah, badan terasa sangat lelah,
banyak berkeringat, gemetar, dan seringkali menderita diare.
e. Muncul ketegangan dan ketakutan yang kronis yang menyebabkan
tekanan jantung menjadi sangat cepat atau tekanan darah tinggi.

2.2.3 Bentuk-bentuk Kecemasan


Wardani (2016) membagi bentuk-bentuk dari kecemasan menjadi :
1) Tingkat psikologis
Kecemasan yang berwujud sebagai gejala-gejala kejiwaan, seperti
tegang, bingung, khawatir, sukar berkonsentrasi, perasaan tidak
menentu dan sebagainya.
2) Tingkat fisiologis
11

Kecemasan yang sudah mempengaruhi atau terwujud pada gejala-


gejala fisik, terutama pada fungsi system syaraf, misalnya tidak dapat
tidur, jantung berdebar-debar, gemetar, perut mual, dan sebagainya.

2.2.4 Tingkat Kecemasan


Menurut Videbeck (2008) ada empat tingkat kecemasan yaitu ringan,
sedang, berat dan panik. Pada masing-masing tahap, individu
memperlihatkan perubahan perilaku, kemampuan kognitif, dan respons
emosional ketika berupaya menghadapi ansietas. Pada ansietas ringan dan
sedang, individu dapat memproses informasi, belajar, dan menyelesaikan
masalah. Pada kenyatannya, tingkat ansietas ini memotivasi pembelajaran
dan perubahan perilaku. Keterampilan kognitif mendominasi tingkat
ansietas ini. Ketika individu mengalami ansietas berat dan panik,
keterampilan bertahan yang lebih sederhana mengambil alih, respons
defensive terjadi, dan keterampilan kognitif menurun secara signifikan.
Individu yang mengalami ansietas berat sulit berfikir dan melakukan
pertimbangan, otot-ototnya menjadi tegang, tanda-tanda vital meningkat,
dan ia mondar-mandir, memperlihatkan kegelisahan, iritabilitas, dan
keramahan, atau menggunakan cara psikomotor-emosional yang sama
lainnya untuk melepas ketegangan.
Menurut stuart dan Sudden (2009) tingkat kecemasan adalah :
a. Kecemasan Ringan
Kecemasan ini berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-
hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada serta meningkatkan
lahan persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar yang menghasilkan
pertumbuhan serta kretaivitas. Kecemasan ini normal dalam kehidupan
karena meningkatkan motivasi dan membuat individu siap bertindak.
b. Kecemasan Sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal
yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif namun dapant melakukan sesuatu yang
lebih terarah. Cemas sedang ditandai dengan lapang persepsi mulai
12

menyempit. Dalam kondisi ini, seseorang masih bisa belajar dari arahan
orang lain.
c. Kecemasan Berat
Kecemasan berat sangat mempengaruhi lahan persepsi orang yang
cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik serta
tidak dapat berfikir tentang hal lain. Seseorang memerlukan banyak
pengarahan untuk mengurangi ketegangan. Seseorang memerlukan banyak
pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain .
d. Panik
Pada tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan terpengaruh,
ketakutan dan teror. Karena mengalami kehilangan kendali, orang yang
mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan
pengarahan. Panik menyebabkan peningkaatan aktivitas motorik,
menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi
yang menyimpang, dan kehilangan pikiran yang rasional.
2.2.5 Faktor Penyebab Kecemasan
Beberapa faktor penyebab kecemasan menurut Daradjad (2010) yaitu:
1. Rasa cemas yang timbul akibat melihat adanya bahaya yang mengancam
dirinya. Kecemasan ini lebih dekat dengan rasa takut, karena sumbernya
terlihat jelas didalam pikiran.
2. Cemas karena merasa berdosa atau bersalah, karena melakukan hal-hal
yang berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani. Kecemasan ini
sering pula menyertai gejala-gejala gangguan mental, yang kadang-
kadang terlihat dalam bentuk yang umum.
3. Kecemasan yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk.
Kecemasan ini disebabkan oleh hal yang tidak jelas dan tidak
berhubungan dengan apapun yang terkadang disertai dengan perasaan
takut yang mempengaruhi keseluruhan kepribadian penderitanya.

2.2.6 Managemen Kecemasan


Berikut adalah beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi dan
mencegah kecemasan:
1. Lakukan latihan atau olahraga. Latihan adalah peredam stress yang kuat,
yang dapat meningkatkan mood anda dan menjaga anda tetap sehat.
13

Lebih baik jika anda mengembangkannya sebagai rutinitas dan


melakukannya juga 5 hari seminggunya. Mulailah perlahan-lahan dan
secara bertahap meningkatkan jumlah dan intensitas latihan yang anda
lakukan.
2. Makan dengan baik, hindari lemak dan makanan manis, sertakan
makanan yang kaya akan asam lemak omega-3 dan vitamin B.
3. Hindari minuman beralkohol dan obat penenang lain, ini dapat
memperburuk kecemasan.
4. Gunakan teknik relaksasi, teknik visualisasi, meditasi dan yoga adalah
contoh dari teknik relaksasi yang dapat meringankan kecemasan.
5. Jadikan tidur sebagai prioritas, lakukan apa yang bisa anda lakukan untuk
memastikan anda mendapatkan kualitas tidur yang cukup.
6. Libatkan orang tua, seperti penyakit apapun, meminta orang tua atau
anggota keluarga untuk membantu adalah bagia penting dari cara
mengatasi kecemasan.
7. Bersosialisasi, jangan biarkan kekhawatiran mengisolasi anda dari orang
yang di cintai atau kegiatan. Interaksi sosial dan hubungan yang penuh
perhatian dapat mengurangi kekhawatiran anda (Tirtojiwo, 2012).

2.3 Terapi Menggambar


Menggambar merupakan salah satu kegiatan yang dapat merangsang
psikomotorik pasien skizofrenia. Psikomotorik pasien jiwa berupa perilaku,
pikiran dan aktivitas.Pemberian terapi psikomotrik terhdap pengaruh aspek
kognitif telah menunjukkan keefektifan penanganan dalam kecemasan
(Anoviyanti, 2008).
Dalam kegiatan menggambar, baik menggambar ekspresi,
menggambar ilustrasi maupun menggambar dekorasi dituntut penguasaan
keterampilan. Hakikat menggambar adalah penyajian ilusi optik atau
manipulasi ruang dalam bidang datar dan dua dimensi, menggambar
merupakan kegiatan yang menyenangkan untuk mengekspresikan perasaan
dan fikiran ke dalam bentuk simbol. Menggambar tidak hanya digunakan
untuk mengasah keterampilan motorik halus mengembangkan imajinasi dan
14

kreatifitas, namun dapat juga digunakan sebagai bentuk terapi.


(Muthmainnah, 2015).
Terapi menggambar berkembang untuk membantu individu yang tidak
dapat mengekspresikan pikiran dan perasaan melalui kata-kata. Gambar dapat
memberikan makna jika dihubungkan dengan luka, mengasingkan diri,
kecewa, dan tidk dapat mengungkapkan pikiran dan perasaan terhadap orang
lain. Terapi menggambar mengajak individu mengenali kejadian atau hal
yang selama ini disukai atau tidak disukai. Melalui terapi menggambar, hal-
hal yang ditekan dalam alam bawah sadar dapat diangkat ke alam sadar.
(Muthmainnah, 2015).
15

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metodologi
1. Jenis dan Rancangan penelitian
Metode penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain
quasy experiment study one group pre test and post test (Nursalam,
2010).
2. Waktu dan tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 28 Februari – 2 Maret 2019 diruang
Helikonia, RSJD Dr.RM Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.
3. Populasi dan sampel
Pengambilan subjek penelitian menggunakan metode nonprobabiity
sampling dengan cara sampling jenuh yaitu teknik penentuan sampel bila
semua jumlah populasi digunakan sebagai sampel, hal ini sering
dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang atau
penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat
kecil (Sujarwani, 2012).
Kriteria inklusi subyek penelitian sebagai berikut:
a. Pasien skizofrenia yang mengalami tingkat kecemasan ringan hingga
berat.
b. Pasien bersedia menjadi responden penelitian.
c. Tidak mengalami gangguan komunikasi.
Kriteria eksklusi subyek penelitian sebagai berikut:
a. Pasien kondisi akut dan menjalani terapi medis pada waktu penelitian.
Dari kriteria inklusi dan eksklusi diatas didapatkan sampel sebesar 10
orang.
4. Cara pengumpulan data
Satu hari sebelum melakukan kegiatan menggambar, pasien
dilakukan pre-test terlebih dahulu untuk mengetahui tingkat kecemasan
pasien sebelum intervensi. Setelah dilakukan pre test, pasien diberikan
intervensi menggambar sebanyak 1 kali sehari selama 30 menit dalam 3
hari. Setelah 3 hari pasien diberi post-test untuk mengetahui tingkat
kecemasan pada pasien setelah dilakukan intervensi.
Menurut Muthmainnah (2015), langkah-langkah dalam penerapan
terapi menggambar adalah sebagai berikut:
16

1. Mengembangkan hubungan
Menjalin hubungan merupakan langkah awal untuk menumbuhkan
kepercayaan dan kenyamanan klien pada peneliti. Apabila klien sudah
merasa nyaman dan dapat mempercayai peneliti, maka kecenderungan
klien akan lebih terbuka untuk mengungkapkan apa yang dialami.
2. Memberikan kesempatan kllien untuk menggambar
Peneliti dapat memulai dengan warna karena warna memiliki simbol
yang kuat. Salurkan perasaan lewat warna, pilih bentuk atau objek
dalam pikiran, teruslah menggambar hingga klien mampu
mengungkapakan perasaannya lewat menggambar.
3. klien diminta utuk mencerikan gambar
Setelah menggambar, klien dapat diminta untuk menceritakan gambar.
Namun jika klien enggan maka peneliti yang lebih aktif untuk
bertanya kepada klien tentang gambar yang telah dibuat.
4. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk mengenali lebih dalam tentang apa yang
dirasakan dan dipikirkan klien.
5. Observasi
Observasi atau pengamatan dilakukan dengan mencermati perilaku
klien.
Alat ukur kecemasan menggunakan HARS ( Hamilton Rating Scale
for Anxiety ). HARS terdapat pertanyaan yang diikutsertakan jawaban
yang diisi oleh klien terkait dengan kondisi klien tertentu. Jawaban yang
diberikan klien merupakan skala ( angka ) 1,2,3 atau 4 yang menunjukkan
tingkat/jumlah gangguan ada klien tersebut. Pertanyaan dalam bentuk
kuesioner akan diberikan kepada klien yang memenuhi kriteria, dan
pasien diminta oleh peneliti untuk mengisi lembar kuesioner tersebut
dengan memberi tanda (√) pada jawaban yang telah disediakan dan sesuai
dengan kondisinya. Pengukuran pada jawaban yang teah disediakan dan
sesuai dengan kondisinya. Pengukuran tingkat kecemasan pada klien
dengan skizofrenia menggunakan kuesioner HARS, adapun gejala gejala
yang terdapat didalam kuesioner peneitian ini ada 14 gejala antara lain :
gejala perasaan cemas, gejala ketegangan, gejala ketakutan, gangguan
tidur, gangguan kecerdasan, perasaan depresi (murung), gejala somatik/
17

fisik (otot), gejala sensorik, gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh


darah), gejala pernafasan, gejala gastrointestinal (pencernaan), gejala
urogenital, gejala autonom, tingkah laku/ sikap pada saat wawancara. Dari
hasil pengukuran perasaan cemas akan diperoleh skor dan kriteria
penelitian sebagai berikut :
a. Kurang dari 14 = kecemasan ringan (tingkat kelelahan, lapang
persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar dan
tingkah laku sesuai situasi).
b. 15-27 = kecemasan sedang (kelelahan meningkat, kecepatan denyut
jantung dan pernafasan meningkat, kecepatan otot meningkat, bicara
cepat dan volume meningkat, lahan persepsi sempit, mampu untuk
belajar namun tidak optimal, kamampuan konsentrasi turun,
perhatikan selektif dan berfokus pada rangsangan yang tidak
menambah kecemsan, mudah tersinggung, mudah lupa, marah dan
menangis ).
c. 28-41 = kecemasan berat ( mengeluh pingsan, sakit kepala, neusea,
insomnia, sering kencing, diare, palpitasi, lapang persepsi menyempit,
tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada diri sendiri, perasaan
tidak berdaya, bingung dan disorientasi ).
d. >42 = panik (susah berbafas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat,
diaporosis, pembicaraan inkhoheren, tidak dapat berespon terhadap
perintah yang sederhana, berteriak, mengalami halusinasi, delusi).

5. Teknik pengolahan data


a. Editing
Data diambil dari tingkat kecemasan (pre-post test). Editing data
dilakukan dengan pengelompokan data dari sampel yang sudah ada.
b. Coding
Data yang sudah melalui proses editing diberikan kode data. Kode
data untuk kelompok pre-test sebelum diberikan terapi menggambar
dengan kode (X1) dan kelompok post-test setelah diberikan terapi
menggambar dengan kode (X2).
c. Entri Data
18

Data yang sudah diberi kode dimasukkan dalam program aplikasi


microsoft excel untuk mempermudah dalam memasukkan sistem
analisa SPSS.
d. Tabulating
Data yang sudah dimasukkan ke program aplikasi microsoft excel
dikumpulkan menjadi satu sehingga ada 2 kelompok data pre-test dan
post-test.

6. Analisis data
a. Analisis univariat
Analisis univariat digunakan untuk menganalisis data demografi
skizofrenia dengan tingkat kecemasan meliputi nama/inisial, usia,
pendidikan dan pre-test dan pos-test intervensi dalam bentuk distribusi
frekuensi dan prosentase dengan bantuan SPSS. Tujuan dari analisis
univariat adalah untuk menjelaskan karakteristik masing-masing
variabel yang diteliti (Dahlan, 2008). Analisa univariat dalam pnlitian
ini adalah karakteristik responden, kecemasan sebelum dan sesudah di
berikan terapi menggambar yang akan dimasukkan ke dalam bentuk
tabulasi minimum, maksimum, mean, median, stanndar deviasi unruk
menarik sebuah kesimpulan.

b. Analisis bivariate
Dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh terapi
menggambar terhadap penurunan kecemasan pada pasien skizofrenia.
Dalam penelitian ini digunakan uji statistic wilcoxon yang digunakan
untuk mengukur tingkat kecemasan pada pasien skizofrenia. Dengan
tingkat kepercayaan 95%/α = 5% dengan ketentuan sebagai berikut:
Jika data P value > α (0,05) maka H0 di terima dan Hₐ ditolak yang
artinya tidak ada pengaruh terapi menggambar terhadap kecemasan
pasien skizofrenia di RSJD DR. RM Soedjarwadi Provinsi Jawa
Tengah dan Jika data P value < α (0,05) maka H0 di terima dan Hₐ
ditolak yang artinya ada pengaruh terapi menggambar terhadap
19

penurunan kecemasan pasien skizofrenia di RSJD DR. RM


Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah
20

BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1. ANALISA UNIVARIAT


4.1. Karakteristik responden pasien skizofrenia di RSJD Dr. RM
Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah
a. Berdasarkan Usia
Berdasarkan usia pada pasien skizofrenia di ruang helikonia
RSJD Dr. RM Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah adalah
sebagai berikut :

Tabel 4.1 Usia pasien (n=10)


Variabel Min Maks. Mean Std. Deviasi
Usia 21 60 40.10 14.753

Berdasarkan tabel 4.1. diatas didapat bahwa mean (rata-rata)


usia pasien skizofrenia di ruang Helikonia RSJD DR. RM
Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah adalah 40 tahun dan usia
yang sering muncul adalah 21 tahun dengan nilai minimal 21
tahun dan nilai maksimal 60 tahun.

b. Berdasarkan Status Perkawinan


Berdasarkan status perkawinan pada pasien skizofrenia di ruang
helikonia RSJD Dr. RM Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah
adalah sebagai berikut :

Tabel 4.2 Status Perkawinan (n=10)


Frekuensi Presentase
Belum Menikah 3 30.0%
Menikah 7 70.0%

Berdasarkan tabel 4.2. menunjukkan responden yang belum


menikah sebanyak 3 responden (30.0%) dan responden yang
menikah sebanyak 7 responden (70.0%).
19
21

c. Tingkat kecemasan pasien skizofrenia sebelum diberikan


terapi menggambar
Tingkat kecemasan pasien skizofrenia di ruang helikonia RSJD
Dr. RM Soedjarwadi sebelum diberikan terapi menggambar
adalah sebagai berikut :

Tabel 4.3 Tingkat kecemasan pasien skizofrenia sebelum


diberikan terapi menggambar (n=10)
Frekuensi Persentase
Kecemasan Ringan 1 10.0%
Kecemasan Sedang 4 40.0%
Kecemasan Berat 4 40.0%
Panik 1 10.0%
Total 10 100%

Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan responden yang mengalami


kecemasan ringan 1 responden (10.0%), kecemasan sedang 4
responden (40.0%), kecemasan berat 4 responden (40.0%) dan
panik 1 responden (10.0%).

d. Tingkat kecemasan pasien skizofrenia sesudah diberikan


terapi menggambar
Tingkat kecemasan pasien skizofrenia di ruang helikonia RSJD
Dr. RM Soedjarwadi sebelum diberikan terapi menggambar
adalah sebagai berikut :

Tabel 4.4 Tingkat kecemasan pasien skizofrenia sesudah diberikan


terapi menggambar (n=10)

Frekuensi Persentase
Kecemasan Ringan 2 20.0%
Kecemasan Sedang 6 60.0%
Kecemasan Berat 2 20.0%
Panik 0 0%
Total 10 100%
22

Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan responden yang mengalami


kecemasan ringan 2 responden (20.0%), kecemasan sedang 6
responden (60.0%) dan kecemasan berat 2 responden (20.0%).

4.2. ANALISA BIVARIAT


Analisa tingkat kecemasan sebelum dan sesudah diberikan terapi
menggambar pada pasien skizofrenia di Ruang Helikonia RSJD Dr. RM
Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah adalah sebagai berikut :

Tabel 4.5 Tingkat kecemasan sebelum dan sesudah diberikan terapi


menggambar (n=10)
Post Kecemasan- Pre
Kecemasan
Z -2.236b
Asymp. Sig. (2-tailed) ,025

Berdasarkan tabel 4.5 Uji Wilcoxon menunjukan bahwa p value 0.025 <
0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa terapi menggambar dapat
mempengaruhi kecemasan pasien di ruang Helikonia di RSJD DR. RM
Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.
23

BAB V
PEMBAHASAN

Bab ini akan membahas hasil penelitian dengan lengkap dari tingkat
kecemasan pada pasien skizofrenia sebelum dan setelah diberikan terapi
menggambar, serta peneliti akan menguraikan sesuai dengan tujuan penelitian
ini yaitu untuk mengetahui apakah ada pengaruh terapi menggambar terhadap
tingkat kecemasan pada pasien skizofrenia di ruang Helikonia RSJD DR. RM
Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.
5.1. Analisa Univariat
5.1.1. Berdasarkan usia
Hasil karakteristik responden berdasarkan usia, rata-rata
responden skizofrenia yang mengalami kecemasan adalah usia
40.10 tahun dengan nilai minimum 21 tahun dan nilai
maksimum 60 tahun.
Menurut Depkes RI (2009) : balita (0-5 tahun), anak-anak
(5-11 tahun), remaja awal (12-16 tahun), remaja akhir (17-25
tahun), dewasa awal (26-35 tahun), dewasa akhir (36-45 tahun),
lansia awal (46-55 tahun), lansia akhir (56-65 tahun), manula
(>65 tahun). Tingkat kecemasan responden paling sering muncul
adalah 21 tahun. Usia sangat berpengaruh terhadap tingkat
kecemasan pasien, hal ini dikarenakan usia berhubungan dengan
pengalaman dan pandang terhadap sesuatu. Hal ini sesuai
dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Lukman (2009)
yang menyatakan bahwa kematangan dalam proses berfikir pada
individu yang berusia dewasa lebih memungkinkannya untuk
menggunakan mekanisme koping yang baik dibandingkan
kelompok usia anak-anak. Mekanisme koping merupakan
bentuk pengendalian diri individu terhadap perubahan yang
dihadapi atau diterima oleh tubuh.

5.1.2. Berdasarkan status pernikahan


22
24

Hasil status pernikahan responden yang belum menikah


sebanyak 3 responden (30.0%) dan responden yang menikah
sebanyak 7 responden (70.0%).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Basofi
(2016), menunjukkan bahwa seseorang yang tidak memiliki
pasangan memiliki risiko untuk mengalami gangguan
kecemasan sebesar 1 kali jika kita bandingkan dengan
seseorang yang memiliki pasangan. Penelitian Scott, et al
(2010), bahwa terdapat tingkat kecemasan terhadap status
pernikahan dan status pernikahan adalah onset pertama untuk
kebanyakan tingkat kecemasaan pada kedua jenis kelamin baik
pria maupun wanita.
5.1.3. Tingkat kecemasan pasien skizofrenia sebelum diberikan terapi
menggambar
Hasil tingkat kecemasan responden yang mengalami
kecemasan ringan 1 responden (10.0%), kecemasan sedang 4
responden (40.0%), kecemasan berat 4 responden (40.0%) dan
panik 1 responden (10.0%).
Skizofrenia pada umumnya ditandai dengan penyimpangan
yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi,
serta efek yang tidak wajar atau tumpul. Skizofrenia memiliki
gejala primer antara lain gangguan proses pikir, gangguan afek
dan emosi, gangguan kemauan, gangguan psikomotor dan gejala
sekunder berupa waham, halusinasi (Maramis, 2009). Secara
umum gangguan tersebut dapat mengakibatkan kekacauan
berupa kecemasan.
Berdasarkan hasil analisis data didapatkan bahwa
kebanyakan pasien skizofrenia dari 10 orang mengalami
kecemasan sebelum diberikan terapi menggambar terhadap
tingkat kecemasan dengan rata-rata cukup tinggi sebagian besar
cemas sedang dan ringan. Pengaruh proses fikir, emosi, perilaku
dan kemunduran dibidang sosial dapat mempengaruhi
25

kecemasan pasien skizofrenia sebelum diberikan terapi


menggambar (Videbeck, 2008). Terlihat dari hasil pre test
menunjukan sebagian besar pasien skizofrenia dari 10 orang
mengalami tingkat kecemasan dengan rata-rata 2.50 (kecemasan
sedang). Selain pemberian terapi menggambar dan lingkungan
sekitar terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan
seseorang yaitu usia, lamanya dirawat. Sedangakan berdasarkan
karakteristik umur responden sebagian besar umur 21 tahun.
Penelitian Putri (2016) nilai rata-rata (mean) tingkat kecemasan
pada pasien skizofrenia sebelum dilakukan terapi menggambar
terhadap kognitif lebih tinggi dibanding sesudah dilakukan
terapi menggambar. Hal ini berarti bahwa gangguan jiwa
dipengaruhi dengan usia, pada dewasa muda seseorang akan
mudah mengalami skizofrenia (Prabowo, 2014).
5.1.4. Tingkat kecemasan pasien skizofrenia sesudah diberikan terapi
menggambar
Hasil tingkat kecemasan responden yang mengalami
kecemasan ringan 2 responden (20.0%), kecemasan sedang 6
responden (60.0%) dan kecemasan berat 2 responden (20.0%).
Secara teori pasien dengan skizofreni mengalami
kecemasan sebagai dampak perubahan yang terjadi dalam tubuh.
Kecemasan dapat berkurang dengan obat-obat psikoterapi,
farmakologi dan rileksasi (Acin, 2010). Berdasarkan analisa data
sesudah diberikan terapi selama 3 hari diketahui bahwa tingkat
kecemasan pasien skizofrenia dari 10 orang dengan rata-rata
lebih rendah dibandingkan sebelum diberikan terapi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Santi (2018),
disimpulkan terdapat penurunan nilai rata-rata (mean) sebelum
(pre test) dan sebelum (post test) pemberian terapi
psikomotorik menggambar cukup banyak, semakin kecil
hasil sesudah (post test) dibanding hasil sebelum (pre test)
26

terapi psikomotorik menggambar maka kecemasan semakin


berkurang.
Art drawing therapy lebih efektif dalam penurunan skor
keparahan pada skizofrenia karena dengan aktivitas
menggambar responden dapat bercerita, mengeluarkan pikiran,
perasaan dan emosi yang biasanya sulit untuk diungkapkan,
sehingga dengan aktivitas menggambar dapat memberi
motivasi, hiburan serta kegembiraan yang dapat menurunkan
perasaan cemas, marah atau emosi, dan memperbaiki pikiran
yang biasanya kacau serta meningkatkan aktivitas motoric
(Sari, 2018).

5.2. Analisa Bivariat


Hasil uji statistic SPSS Wilcoxon diperoleh hasil dengan tingkat
signifikasi 0.025 < 0,05 yang berarti ada pengaruh antara sebelum dan
sesudah pemberian terapi menggambar dalam menurunkan tingkat
kecemasan pada pasien skizofrenia di ruang Helikonia RSJD DR. RM
Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Santi (2018), menunjukkan
hasil nilai rata-rata tingkat kecemasan sebelum mendapatkan terapi
psikomotorik menggambar dengan nilai pre test lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai post test artinya bahwa tingkat kecemasan 2
kali tatap muka dengan 3 sesi dilakukan terapi psikomotorik
menggambar dengan mendengarakn penjelasan, bagaimana
mengubah pikiran negatif menjadi positif dan melakukan
psikomotorik dengan melatih kogniitif seperti menggambar lebih
tinggi dan lebih baik dibandingkan dengan tingkat kecemasan sebelum
dilakukan terapi psikomotorik menggambar pada pasien skizofrenia.
Salah satu faktor yang dapat menurunkan kecemasan dengan
melakukan terapi modalitas (Caturini, 2014). Hasil dilakukan terapi
menggambar pada beberapa responden menyatakan pre test tingkat
kecemasan ringan dan pada post test tidak ada kecemasan didapatkan
27

bahwa mereka mendengarkan dan melakukan kegiatan kognitif


seperti menggambar sesuai apa yang di inginkan, mereka sering
mendapatkan terapi untuk menurunkan kecemasan tetapi dengan
berbagai cara seperti terapi lingkungan, terapi thought stopping,
terapi supportif dan terapi perilaku. Hal tersebut berarti terdapat
faktor-faktor yang dapat memepengaruhi hasil penelitian ini yaitu
lingkungan, interpersonal, perilaku ansietas, kajian keluarga dan
kajian biologis juga dapat mempengaruhi perubahan tingkat
kecemasan terhadap pasien skizofrenia.
28

BAB VI
PENUTUP

6.2. Kesimpulan
6.1.3. Karakteristik responden pada distribusi usia responden
menunjukkan bahwa rata-rata usia responden antara 21 tahun
sampai 60 tahun.
6.1.2. Dilihat dari tingkat kecemasan pasien skizofrenia sebelum
diberikan terapi menggambar memiliki rata-rata 2,50
(Kecemasan berat).
6.1.3. Dilihat dari tingkat kecemasan pasien skizofrenia sesudah
diberikan terapi menggambar memiliki rata-rata 2,00
(Kecemasan sedang).
6.1.4. Dilihat dari pengaruh signifikan sebelum dan sesudah pemberian
terapi menggambar terhadap tingkat kecemasan pada pasien
skizofrenia dengan hasil p value 0,025, yang artinya bahwa
tingkat kecemasan sesudah diberikan terapi menggambar
berpengaruh terhadap tingakt kecemasan pada pasien
skizofrenia.

6.2. Saran
Saran yang dapat diberikan terkait dengan hasil penelitian ini
antara lain sebagai berikut :
6.2.1. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan pertimbangan dalam membuat perencanaan
untuk mengembangkan terapi modalitas khususnya terapi
menggambar terhadap tingkat kecemasan pasien skizofrenia.
6.1.2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat lebih meningkatan wawasan pengetahuan
untuk pengelolaan terhadap tingkat kecemasan pasien
skizofrenia dengan terapi menggambar.
6.1.3. Bagi Peneliti Lain
Diharapkan pada penelitian - penelitian berikutnya dapat
27
mengaplikasikan terapi modalitas yang lebih komplek terhadap
tingkat kecemasan pada pasien skizofrenia.
29

DAFTAR PUSTAKA

Anoviyanti, Sarie Rahma, (2008). Terapi Melukis pada Pasien Skizofrenia


dan Ketergantungan Narkoba.Skripsi Dipublikasi. Institusi
Teknologi Bandung.

Ashadi, (2008), Gangguan Campuran Anxiety dan Depresi, Medical


Referat. Available from http://www.emedicine.com/emerg/topic
532.htm

Basofi, Dede Achmad. (2016). Hubungan Jenis Kelamin, Pekerjaan Dan


Status Pernikahan Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Operasi
Katarak Di Rumah Sakit Yarsi Pontianak. Naskah Publikasi.
Universitas Tanjungpura : Pontianak.

Dahlan S. 2008. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta:


Salemba Medika

Daradjad,Zakiah.(2010). Ilmu Jiwa Agama.Jakarta:Bulan Bintang

Fatihuddin. 2010. Tentramkan Hati Dengan Dzikir. Delta Prima Press.

Hawari, Dadang.(2008). Psikiatri Manajemen, Stress, Cemas dan Depresi.


Jakarta:Balai Penerbit Kedokteran Universitas Indonesia

Caturini, Endang S. (2014). Pengaruh Cognitive Behavioral


Therapy(CBT) Terhadap Perubahan Kecemasaan, Mekanisme
Koping, Harga Diri Pada Pasien Gangguan Jiwa Dengan
Skizofrenia Di Rsjd Surakarta. Jurnal terpadu ilmu kesehatan.
Politeknik Kesehatan Surakarta.

Maramis, W. 2009. Ilmu kedokteran jiwa. Surabaya: Airlangga.

Muthmainnah (2015). Peranan Terapi Menggambar Sebagai Katarsis Emosi


Anak.PAUD FIB Universitas Negeri Yogyakarta Prabowo, Eko.
2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Rochman, F.,(2010). Strategi Coping Perawat Rumah Sakit Jiwa Daerah


Surakarta. Surakarta. Diakses : 10 Januari 2017, dari
http:www//etd.prints.ums.ac.id
30

Scott et al. (2010). Gender and the relationship between marital status
and first onset of mood, anxiety and substance use disorders.

Santi, Catur Novita. (2018). Pengaruh Psikomotorik Menggambar Terhadap


Tingkat Kecemasan Pada Pasien Skizofrenia Dirumah Sakit Jiwa.
Skripsi. Universitas Muhamadiyah Surakarta.

Sari, Febriana Sartika. (2018). Art Drawing Therapy Efektif Menurunkan


Gejala Negatif Dan Positif Pasien Skizofrenia. Jurnal Kesehatan
Kusuma Husada.

Sujarweni, V Wiratna. 2012 Statistika Untuk Penelitian. Yogyakarta : Graha


Ilmu

Sulahyuningsih, E. 2016.Pengalaman PerawatDalam Mengimplementasikan


StrategiPelaksanaan Tindakan Keperawatan PadaPasien Halusinasi
Di Rumah Sakit JiwaDaerah Surakarta.Jurnal KeperawatanJiwa.
Http.eprints.ums.ac.id/40858.

Tirta I Gusti Rai & Putra Risdianto Eka. 2008.Terapi Okupasi pada Pasien
Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali.

Tirtojiwo.(2012). Anxiety(kecemasan). Kuliah anxiety, diunduh pada 27


Februari 2019 ,<tirtojiwo.org>

Videbeck, S. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Wong, D, dkk.2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Volume 1. Penerbit.


Buku Kedokteran EGC :Jakarta.

Yosep, I. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: PTRefika Aditama.

Zelika, A.A dan Dermawan, D. 2015.KajianAsuhan Keperawatan Jiwa


HalusinasiPendengaran Pada Sdr.R di RuangNakula Rsjd
Surakarta.Jurnal Keperawatan Jiwa. 12 (2).8-
15.www.ejournal.stikespku.ac.id.

Anda mungkin juga menyukai