Hari : Selasa
Tanggal : 29 Oktober 2019
Jam : 13.00
A. Keluhan Utama
Lemas seluruh badan
B. Diagnosa Medis serosis hepatis
C. Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d kurang pengetahuan
tentang proses penyakit.
D. Data yang mendukung dignosa keperawatan
DS : klien mengeluh badan lemas
DO : oedema pada ekstremitas, CRT >3 detik, konjungtiva tampak
anemis, HB 10,1.
E. Dasar pemikiran
Sirosis hati merupakan tahap ahir proses difus fibrosis hati progresif
yang di tandai oleh distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul
regeneratif. Gambaran morfologi dari SH meliputi fibrosis difus, nodul
regeneratif, perubahan arsitektur lobular dan pembentukan hubungan
vaskular intrahepatik antara pembuluh darah hati aferen (vena porta
dan arteri hepatika) dan eferen (vena hepatika). Secara klinis atau
fungsional SH di bagi atas : Sirosis hati kompensata dan Sirosis hati
dekompensata, di sertai dengan tanda-tanda kegagalan hepatoseluler
dan hipertensi portal. (Siti Nurdjanah, 2014).
Akibat dari hipertensi portal adalah distensi pembuluh darah abdomen
dan distensi pembuluh darah di seluruh saluran gastrointestinal.
Esofagus, lambung, dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang
sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral. Hal inilah
yang mengakibatkan terjadinya varises esofagus dan hemoroid, apabila
terjadi ruptur pasien akan mengalami hematemesis ataupun melena dan
terjadi penuruna HB serta ketidakefektifan perfusi jaringan. Penyebab
lain dari perdarahan tersebut adalah karena gagalnya hati melakukan
mekanisme pembekuan darah (masa trombin yang memanjang dan
trombositopenia).
.
F. Prinsip tindakan keperawatan
1. Prinsip tindakan
a. Prinsip tindakan bersih
b. Tindakan dilakukan secara tepat dan benar
c. Tindakan dilakukan sesuai dengan indikasi/advis dokter
d. Prosedur pemberian O2 melalui nasal kanul 4 liter /menit
2. Persiapan alat:
a. Selang oksigen (nassal kanul)
b. Humidifier dan air aquadest
Berikut ini adalah standar operasional prosedur untuk pemberian
terapi oksigenasi :
a. Fase orientasi
Memberi salam atau menyapa pasien
Memperkenalkan diri
Menjelaskan maksud dan tujuan
Menjelaskan langkah prosedur
Menanyakan kesiapan pasien
b. Fase kerja
Mencuci tangan dengan benar
Menjaga privasi pasien (menutup tirai/jendela/pintu)
Menyiapkan tabung oksigen dengan manometernya
Mengisi aquabidest pada tabung humidifier sesuai batas
Mengatur posisi semifowler
Pasangkan selang oksigen ke saluran humidifier
Membuka flowmeter, atur tekanan O2 yang akan diberikan
yaitu 4 liter/menit
Memastikan ada aliran udara dengan punggung tangan
Memasang kanul pada hidung pasien dengan benar
Melakukan fiksasi selang kanul dengan benar
Merapikan dan membereskan alat
Mencuci tangan
c. Fase terminasi
Melakukan evaluasi tindakan
Menyampaikan rencana tindak lanjut
Berpamitan
Dokumentasi
G. Analisa tindakan
Oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital
dalam proses metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan
hidup seluruh sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan
cara menghirup udara ruangan dalam setiap kali bernapas.
Penyampaian oksigen ke seluruh jaringa tubuh ditentukan oleh
interaksi system respirasi, kardiovaskuler, dan keadaan hematologis.
Adanya kekurangan oksigen ditandai dengan keadaan hipoksia yang
dalam proses lanjut dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan
dapat mengancam kehidupan (Anggraini & Hafifah, 2014).
Nasal prong adalah salah satu jenis alat yang digunakan dalam
pemberian oksigen.alat ini ada 2 lubang pring pendek yang
menghantar oksigen langsung kedalam lubang hidung . manfaatnya
menghantar oksigen yang nyaman dan gampang dengan konsentrasi
hingga 44%. Alat ini lebih murah dan praktis untuk pemakaian jangka
lama (terry & weaver, 2013).
H. Bahaya dilakukannya tindakan
Bahaya yang dapat terjadi untuk pemberian O2 yang berlebihan
adalah timbulnya kondisi Hipokapneu karena konsentrasi O2 dalam
darah yang terlalu tinggi. Sedangkan untuk prosedur yang tidak sesuai
dengan teori diantaranya adalah untuk tindakan tidak mencuci tangan
dapat memperbesar penularan penyakit, penggunaan nasal kanul yang
tidak steril juga memperbesar penularan penyakit melalui secret dari
satu pasien ke pasien lain. Penggunaan cairan humidifier yang tidak
steril meningkatkan kemungkinan kuman-kuman yang terkandung
dalam air akan terhirup oleh pasien.
Menurut Htun (2016) menjelaskan ada toksisitas pernafasan dan
non-pernafasan karena efek terapi oksigen. Itu tergantung pada
kerentanan klien, FiO2 dan durasi terapi.
Adapan bahaya dari pemberian terapi oksigen meliputi:
1. Bahaya kebakaran : Oksigen mendukung pembakaran bahan
bakar lainnya.
2. Atelektasis penyerapan : Konsentrasi oksigen yang tinggi dapat
menyebabkan atelektasis terutama di daerah-daerah yang
bergantung pada paru-paru. Ketika oksigen merupakan satu-
satunyagas yang diberikan, itu dengan cepat dan sepenuhnya
diserap dari alveoli dan menghasilkan keruntuhan atelectasis.
3. Retinopati prematuritas (ROP) : Ini adalah gangguan retina
neovascular dan sebelumnya disebut retrolental fibroplasia. Ini
disebabkan oleh proliferasi pembuluh darahdiikuti oleh fibrosis
dan pelepasan retina mengarah pada kebutaan. Pada bayi berat
badan lebih rendah, bayi sangat premature beresiko, terdapat
80% kasus tanpa kehilangan penglihatan. PaO2 50-80 mmHg
direkomendasikan pada bayi prematur yang menerima oksigen.
4. Toksisitas pulmonal : Pasien yang terpapar kadar oksigen tinggi
untuk jangka waktu lama mengalami kerusakan paru-paru. Itu
tergantung pada FiO2 dan durasi eksposur. Ini karena generasi
intraseluler dari metabolit O2 reaktif (radikal bebas) seperti
superoksida dan diaktifkanion hidroksil, singlet O2 dan
hidrogen peroksida, yang dapat merusak membrane alveolue-
kapiler. Kapiler Pulmonal permeabilitas meningkat dan
menyebabkan edema, membran menebal dan akhirnya menjadi
fibrosis paru. Fibrosis parudapat terjadi setelah terpapar
konsentrasi oksigen yang tinggi selama seminggu
5. Depresi ventilasi : Hal ini terlihat pada pasien PPOK dengan
retensi CO2 kronis yang memiliki dorongan pernapasan
hipoksia untuk bernapas. Peningkatan arteri. Ketegangan normal
dapat kehilangan rangsangan hiperkapneik untuk
mempertahankan ventilasi sehingga terjadi hipoventilasi pada
klien.
6. Keracunan oksigen hiperbarik :
Paparan yang lama dari terapi O2 hiperbarik dapat
menyebabkan toksisitas sistem saraf paru, optic dan pusat.
Gejala toksisitas paru termasuk terbakar retrosternal, batuk dan
sesak dada. Ini dapat menyebabkan penyempitan bidang visual
dan miopia pada orang dewasa.
L. Daftar Pustaka
Anggraini & Hafifah. (2014). Hubungan Antara Oksigenasi Dan
Tingkat Kesadaran Pada Pasien Cedera Kepala Non Trauma Di
ICU RSU Ulin Banjarmasin. Semarang: Program Studi Ilmu
Keperawata.
Bulecheck, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C.,
2013, Nursing interventions classification (NIC), sxth edition,
Missouri: Elsevier Mosby
Nanda. (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2018-
2020 Edisi11 editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru.
Jakarta: EGC
Takatelide. W. F. (20017). Pengaruh terapi oksigenasi nasal prong
terhadap perubahan ssturasi oksigen pasien cedera kepala di
Instalasi Gawat darurat RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU
MANADO. e-Jurnal Keperawatan (e-Kp) Volume 5 Nomor 1,
Februari 2017.
Terry & Weaver. (2013). Keperawatan Kritis Demystified.
Yogyakarta: Rapha Publishin