Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan peningkatan tekanan

darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolic lebih dari 90

mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam

keadaan cukup istirahat atau tenang. Peningkatan tekanan darah yang

berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan

kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan

otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat

pengobatan yang memadai. Banyak pasien hipertensi dengan tekanan darah

tidak terkontrol dan jumlahnya terus meningkat (Kemenkes RI, 2014).

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) (2015),

penyakit hipertensi telah membunuh penduduk dunia 9,4 juta setiap tahun.

Tahun 2025 mendatang, diproyeksikan sekitar 29% penduduk di dunia

menderita hipertensi. Terdapat 24,7% penduduk Asia Tenggara menderita

hipertensi. (Riskesdas) tahun 2018 prevalensi hipertensi pada penduduk umur

18 tahun ke atas di Indonesia adalah sebesar 34,1%, Menurut profil dinas

kesehatan provinsi Jawa Tengah tahun 2015 ditemukan angka kejadian pada

penderita hipertensi primer (esensial) dengan prevalensi sekitar 90% dari total

kejadian hipertensi, dengan angka kejadian mencapai 281.581 kasus, lalu


tahun 2016 meningkat sebanyak 473.603 kasus, dan prevalensi penderita

hipertensi di Surakarta tahun 2017 sebanyak 28.919 orang dengan rincian di

Kecamatan Laweyan sebanyak 4.997 orang, Kecamatan Serengan sebanyak

5.147 orang, Kecamatan Pasar kliwon sebanyak 2.715 orang, Kecamatan

Jebres sebanyak 6.227 orang, Kecamatan Banjarsari sebanyak 9.813 orang

(Dinas Kesehatan kota Surakarta, 2017).

Penanganan terhadap penderita hipertensi meliputi farmakologi dan non

farmakologi. Secara farmakologis, Obat-obat kimia banyak digunakan untuk

mengatasi hipertensi, antara lain golongan diuretic,beta blocker, calcium

channel blockers, ACE-inhibitor dan lain sebagainya untuk menurunkan

hipertensi (Yulianti dan Sitanggang, 2009). Obat dikosumsi agar memberikan

efek pada organ spesifik tertentu atau fungsi tertentu dalam tubuh. Setelah

obat terdistribusi keseluruh tubuh terdapat efek tambahan yang tidak

diinginkan pada bagian tubuh lain. Efek tambahan inilah yang disebut efek

samping yang dapat berbeda-beda untuk setiap obat (Palmer & Williams,

2008). Banyaknya efek samping yang ditimbulkan dari pengobatan

farmakologis menyebabkan pasien berhenti mengkonsumsi obat sehingga

terapi tidak efektif. Salah satu contoh efek samping yang umum terjadi

adalah mual, muntah, kelelahan serta kehilangan energi, disfungsi seksual

bahkan meningkatnya kadar gula dan kolesterol darah (Smeltzer & Bare,

2011).
Penanganan non farmakologis yang bisa digunakan sebagai terapi salah

satunya pada buah belimbing manis (Averrhoa carambola) karena

kandungannya yang tinggi kalium dan serat serta rendah natrium. Buah

belimbing manis kaya serat yang akan mengikat lemak dan berdampak pada

tidak bertambahnya berat badan,salah satu faktor risiko hipertensi.Belimbing

manis juga mengandung fosfor dan vitamin C yang dapat menurunkan

ketegangan atau stress yang merupakan faktor risiko penyebab hipertensi

(Murphy,2009).

Terapi non farmakologis selain menggunakan tanaman juga dalam bentuk

aromaterapi salah satunya lemon untuk menurunkan tekanan darah.

Menghirup minyak aromaterapi dianggap sebagai cara penyembuhan yang

paling langsung dan cepat. Hal ini dikarenakan molekul-molekul minyak

esensial yang mudah menguap bereaksi langsung pada organ penciuman dan

langsung dipersepsikan oleh otak (Sutrani,2008). Beberapa penelitian

menyoroti lemon sebagai buah yang mempromosikan kesehatan penting yang

kaya akan senyawa fenolik serta vitamin, mineral, serat makanan, minyak

esensial, dan karotenoid. Efek dari lemon dan kandungan flavonoid didalam

buah lemon bisa menekan terjadinya hipertensi secara spontan (Kato , 2014).

Berdasarkan pemaparan di atas tentang belimbing dan lemon untuk

penurunan tekanan darah dan dari penelitian-penelitian yang mendukung,

hipertensi merupakan penyakit yang banyak dikeluhkan masyarakat. Terapi

yang digunakan adalah dengan mengkonsumsi obat farmakologi, masyarakat


tidak mengetahui dengan jelas tentang pengobatan non farmakologi yaitu

dengan memanfaatkan buah dan sayuran yang salah satunya yaitu dengan

belimbing dan lemon, masyarakat hanya mengetahui sayur tersebut untuk

pelengkap masakan saja.

Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 9 November 2018 di

Puskesmas Sibela diperoleh data hipertensi 757 kasus dalam 3 bulan terakhir

antara bulan Agustus 2018 sampai bulan Oktober 2018. Berdasarkan

wawancara dengan perawat, penanganan pada pasien hipertensi di Puskesmas

Sibela dengan terapi farmakologis yaitu pemberian Amlodipin dan Captopril.

Berdasarkan wawancara dengan pasien, untuk menangani penyakit hipertensi,

pasien mengonsumsi obat yang didapatkan dari puskesmas ketika berobat.

Untuk penanganan hipertensi dengan terapi non farmakologis baik dari

Puskesmas Sibela maupun dari pasien masih kurang informasi, sehingga dari

Puskesmas Sibela maupun dari pasien hanya mengandalkan terapi

farmakologis.

1.2 Rumusan Masalah

Tekanan darah tinggi dianggap sebagai resiko utama bagi berkembangnya

penyakit jantung dan berbagai penyakit vaskuler. Penanganan masalah

hipertensi dapat dilakukan menggunakan metode farmakologis (menggunakan

obat) dan non farmakologis (tanpa obat). Belimbing dan Lemon merupakan

salah satu metode pengobatan non farmakologi karena dapat menurunkan

tekanan darah.
Berdasarkan latar belakang penelitian, dirumuskan masalah penelitian,

yaitu “Bagaimanakah pengaruh Jus Belimbing dan Aroma Terapi Lemon

terhadap tekanan darah Pada Penderita Hipertensi di Puskesmas Sibela

Surakarta ?”

1.3 Tujuan

1.3.1 Umum

Untuk mengetahui adanya pengaruh Jus Belimbing dan Aroma terapi

lemon terhadap tekanan darah pada penderita hipertensi di Puskesmas

Sibela Surakarta.

1.3.2 Khusus

a. Mengetahui karakteristik setiap responden berdasarkan umur, jenis

kelamin dan pekerjaan.

b. Mengetahui tekanan darah penderita hipertensi sebelum dan

sesudah diberikan jus belimbing dan aroma terapi lemon

c. Menganalisis pengaruh jus belimbing dan aroma terapi lemon

terhadap tekanan darah di Puskesmas Sibela Surakarta.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi responden

Menambah informasi responden, sehingga hasil penelitian ini

menjadi bahan pertimbangan untuk memilih pengobatan alternatif


yang praktis dan tepat yaitu dengan memanfaatkan jus belimbing

dan aroma terapi lemon sebagai terapi non farmakologi untuk

mengontrol tekanan darah.

1.4.2 Bagi perawat

Diharapkan hasil penelitian dapat digunakan sebagai acuan perawat

dalam memberikan informasi tentang keefektifan terapi non

farmakologi terhadap penurunan tekanan darah pada penderita

hipertensi.

1.4.3 Bagi institusi pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan literatur mengenai

keefektifan terapi non farmakologi pada pasien hipertensi dalam

menurunkan tekanan darah tinggi.

1.4.4 Bagi tempat penelitian

Sebagai bahan masukan tentang penanganan hipertensi dengan terapi

non farmakologi sehingga masyarakat/lansia mempunyai pengetahuan

pengobatan selain terapi farmakologis.

1.4.5 Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini berguna dalam menambah pengalaman peneliti

dan dapat dijadikan sumber atau acuan informasi bagi peneliti

selanjutnya untuk membandingkan keefektifan terapi-terapi lain

dalam menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami

peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan

peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian/

mortalitas. Tekanan darah 140/90 mmHg didasarkan pada dua fase

dalam setiap denyut jantung yaitu fase sistolik 140 menunjukkan fase

darah yang sedang dipompa oleh jantung dan fase diastolik 90

menunjukkan fase darah yang kembali ke jantung (Triyanto, 2014).

Hipertensi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami

peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka

systole (bagian atas) dan angka bawah (diastole) pada pemeriksaan

tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang

berupa cuff air raksa ataupun alat digital lainnya. (Rudianto ,2013).
2.1.2 Klasifikasi Hipertensi

Angka pengukuran tekanan darah hanya menunjukkan

besarnya tekanan arah pada saat diulakukan pengukuran (Djunaedi,

dkk, 2013). Kategori hipertensi dapat dibagi seperti tampak pada tabel

berikut :

Tabel 2.1. Kategori Hipertensi

Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah Diastolik

Sistolik

Normal ≤ 120 mmHg ≤ 80 mmHg

Pre Hipertensi 120-139 mmHg 80-89 mmHg

Hipertensi tahap 140-159 mmHg 90-99 mmHg

Hipertensi tahap ≥ 160 mmHg ≥ 100 mmHg

Sumber: WHO-JNC (2005) dalam Triyanto (2014).

2.1.3 Etiologi
Lewa, dkk (2010) menjelaskan, faktor penyebab yang

mempengaruhi hipertensi ada 2 yaitu tidak dapat dikontrol dan dapat

dikontrol.

a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol

1. Jenis kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada laki-laki sama dengan

perempuan. Namun perempuan terlindung dari penyakit

kardiovaskuler sebelum menopause. Perempuan yang belum

menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan

dalam meningkatkan kadar HDL (High Density Lipoprotein).

Kadar kolesterol yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam

mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Hipertensi lebih

banyak terjadi pada laki-laki bila terjadi pada usia dewasa muda.

2. Usia

Insiden peningkatan tekanan darah meningkat seiring dengan

pertambahan usia. Semakin tinggi umur seseorang semakin

tinggi tekanan darahnya, jadi jika orang lebih tua cenderung

mempunyai tekanan darah tinggi dari orang yang berusia lebih

muda. Pada orang lanjut usia (usia >60 tahun) terkadang

mengalami peningkatan tekanan nadi karena arteri lebih kaku

akibat terjadinya arterioklerosis sehingga menjadi tidak lentur.


3. Keturunan (Genetik)

Faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan

keluarga itu mempunyai resiko menderita hipertensi juga,

karena hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium

intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap

sodium individu. Seseorang dengan riwayat keluraga hipertensi

mempunyai resiko dua kali lebih besar untuk menderita

hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga

dengan riwayat hipertensi. Jadi seseorang akan memiliki

kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika

orang tuanya adalah penderita hipertensi.

b. Faktor resiko yang dapat dikontrol

1. Rokok

Meskipun efek jangka panjang merokok terhadap tekanan darah

masih belum jelas, namun efek sinergis merokok dengan

tekanan darah yang tinggi terhadap risiko kardiovaskuler telah

didokumentasikan secara nyata. Merokok menyebabkan

peningkatan tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan

dengan peningkatan insiden hipertensi maligna.

2. Alkohol
Penggunaan alkohol secara berlebihan juga dapat meningkatkan

tekanan darah, mungkin dengan cara meningkatkan katekolamin

plasma. Kebiasaan minum alkohol berlebihan termasuk salah

satu faktor resiko hipertensi.

3. Kurang Aktivitas Olahraga

Kurang aktifitas fisik dapat mengakibatkan berbagai macam

keluhan. Salah satunya pada sistem kardiovaskular yaitu

ditandai dengan menurunnya denyut nadi maksimal serta

menurunnya jumlah darah yang dipompa dalam tiap denyutan.

Kurang aktifitas fisik juga dapat meningkatkan tekanan darah,

dengan latihan olahraga yang rutin diharapkan akan menurunkan

tekanan darah dengan sendirinya.

4. Obesitas

Faktor yang diketahui dengan baik adalah obesitas, dimana

berhubungan dengan peningkatan volume intravaskuler dan

curah jantung. Pengurangan berat badan sedikit saja sudah

menurunkan tekanan darah. Obesitas dapat memperburuk

kondisi lansia. Kelompok lansia dapat memicu timbulnya

berbagai macam penyakit seperti atritis, jantung, dan hipertensi.

5. Stress
Hubungan antara stres dengan hipertensi, diduga terjadi melalui

aktivasi saraf simpatis (saraf yang bekerja saat beraktifitas).

Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan

tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Apabila stress

berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah tinggi.

2.1.4 Patofisiologi Hipertensi

Pembuluh darah arteri bekerja tanpa henti, tugasnya

memompakan darah ke seluruh tubuh. Jika tak ada gangguan maka

porsi tekanan yang dibutuhkan oleh tubuh dengan sendirinya akan

sesuai dengan mekanisme tubuh. Namun perlu diingat, tekanan akan

meningkat dengan sendirinya bila dirasa ada hambatan. Inilah yang

menyebabkan tekanan darah menjadi tinggi. Semakin besar hambatan,

semakin tinggi tekanan darah (Dewi, 2010 dalam Margowati, dkk,

2016).

Pengaturan tekanan darah arteri meliputi kontrol sistem saraf

yang kompleks dan hormonal yang saling berhubungan satu sama lain

dalam mempengaruhi curah jantung dan tahanan vaskular perifer. Hal

lain yang ikut dalam pengaturan tekanan darah adalah refleks


baroreseptor. Curah jantung ditentukan oleh volume sekuncup dan

frekuensi jantung. Tahanan perifer ditentukan oleh diameter arteriol.

Bila diameternya menurun (vasokonstriksi), tahanan perifer meningkat,

bila diameternya meningkat (vasodilatsi), tahanan perifer akan menurun

(Muttaqin, 2012).

2.1.5 Manifestasi Klinis

Menurut Wahdah (2011), manifestasi klinis dari hipertensi

pada masing-masing individu hampir sama gejalanya antara lain sakit

kepala, kelelahan, sesak nafas, gelisah, pandangan menjadi kabur

karena adanya kerusakan pada otak.

Menurut Padila (2013), bahwa tanda dan gejala pada hipertensi

dibedakan menjadi:

a. Tidak ada gejala : tidak ada gejala yang spesifik yang dapat

dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan

tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi

arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak

terukur.
b. Gejala yang lazim : sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang

menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam

kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang dikeluhkan

kebanyakan pasien hipertensi.

2.1.6 Komplikasi hipertensi

Menurut Julianti (2009) tekanan darah yang menetap pada

kisaran angka tinggi membawa resiko berbahaya. Biasanya, muncul

berbagai komplikasi. Berikut ini komplikasi hipertensi yang dapat

terjadi :

a. Kerusakan dan gangguan pada otak

Tekanan yang tinggi pada pembuluh darah otak mengakibatkan

pembuluh darah sulit meregang sehingga aliran darah ke otak

berkurang dan menyebabkan otak kekurangan oksigen. Pembuluh

darah di otak sangat sensitif sehingga apabila terjadi kerusakan atau

gangguan di otak akan menimbulkan perdarahan yang dikarenakan

oleh pecahnya pembuluh darah.

b. Gangguan dan kerusakan mata


Tekanan darah tinggi melemahkan bahkan merusak pembuluh darah

di belakang mata. Gejalanya yaitu pandangan kabur dan berbayang.

c. Gangguan dan kerusakan jantung

Akibat tekanan darah yang tinggi, jantung harus memompa darah

dengan tenaga yang ekstra keras. Otot jantung semakin menebal dan

lemah sehingga kehabisan energi untuk memompa lagi. Gejalanya

yaitu pembengkakan pada pergelangan kaki, peningkatan berat

badan, dan napas yang tersengal-sengal.

d. Gangguan dan kerusakan ginjal

Ginjal berfungsi untuk menyaring darah serta mengeluarkan air dan

zat sisa yang tidak diperlukan tubuh. Ketika tekanan darah terlalu

tinggi, pembuluh darah di ginjal akan rusak dan ginjal tidak mampu

lagi untuk menyaring darah dan mengeluarkan zat sisa. Umumnya,

gejala kerusakan ginjal tidak tampak. Namun, jika dibiarkan terus

menerus akan menimbulkan komplikasi yang lebih serius.

2.1.7 Penatalaksanaan Hipertensi

Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk

mengendalikan angka kesakitan, komplikasi dan kematian akibat

penyakit hipertensi. Menurut KEMENKES RI, 2013 penatalaksanaan

hipertensi dibagi menjadi 2 yaitu farmakologis dan non farmakologis.

a. Terapi Farmakologis
Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal , masa

kerja yang panjang, sekali sehari dan dosis dititrasi. Obat berikutnya

mungkin dapat ditambahkan selama beberapa bulan pertama

perjalanan terapi. Pemilihan obat atau kombinasi yang cocok

bergantung pada keparahan penyakit dan respon penderita terhadap

obat anti hipertensi. Beberapa prinsip pemberian obat anti hipertensi

sebagai berikut :

1) Pengobatan hipertensi sekunder adalah menghilangkan

penyebab hipertensi.

2) Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan

tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur dan

mengurangi timbulnya komplikasi.

3) Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan

obat anti hipertensi.

4) Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang,

bahkan pengobatan seumur hidup.

5) Jenis-jenis Obat Anti Hipertensi (OAH) :

a) Diuretik

Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan mengeluarkan

cairan tubuh (Iewat kencing), sehingga volume cairan tubuh

berkurang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih


ringan dan berefek turunnya tekanan darah. Digunakan

sebagai obat pilihan pertama pada hipertensi tanpa adanya

penyakit lainnya.

b) Penghambat Simpatis

Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktifitas

syaraf simpatis. Contoh obat yang termasuk dalam golongan

penghambat simpatis adalah metildopa, klonodin dan

reserpin. Efek samping yang dijumpai adalah: anemia

hemolitik, gangguan fungsi hati dan kadang-kadang dapat

menyebabkan penyakit hati kronis. Saat ini golongan ini

jarang digunakan.

c) Betabloker

Mekanisme kerja obat antihipertensi ini adalah melalui

penurunan daya pompa jantung. Jenis obat ini tidak

dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap

gangguan pernafasan seperti asma bronkhial. Contoh obat

golongan betabloker adalah metoprolol, propanolol, atenolol

dan bisoprolol. Pemberian obat betabloker harus hati-hati

pada penderita diabetes karena dapat menutupi gejala

hipoglikemia.

d) Vasodilatator
Obat ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan

relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Contoh obat

dalam golongan ini adalah prazosin dan hidralazin. Efek

samping yang sering terjadi pada pemberian obat ini adalah

pusing dan sakit kepala.

e) Penghambat enzim konversi angiotensin

Kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat

angiotensin II. Contoh obat yang termasuk golongan ini

adalah kaptopril. Efek samping yang sering timbul adalah

batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.

f) Antagonis kalsium

Golongan obat ini bekerja menurunkan daya pompa jantung

dengan menghambat kontraksi otot jantung. Contoh golongan

obat ini adalah : nifedipin, diltizem dan verapamil. Efek

samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing,

sakit kepala dan muntah.

g) Penghambat reseptor angiotensin II

Kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat

angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan

ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk


golongan ini adalah valsartan. Efek samping yang mungkin

timbul adalah sakit kepala, pusing, lemas dan mual.

b. Terapi Non Farmakologis

Pada hipertensi esensial ringan, penggunaan asupan garam

dan upaya penurunan berat badan dapat digunakan sebagai langkah

awal pengobatan hipertensi. Anjuran pengurangan asupan garam

sebanyak 60 mmol/hari, berarti tidak ada penambahan asupan garam

waktu makan, memasak tanpa garam, menghindari penggunaan

makanan yang sudah diasinkan, menggunakan mentega yang bebas

garam, merupakan pengurangan garam dengan ketat dan akan

mempengaruhi kebiasaan makan penderita secara drastis, sehingga

hal ini akan sulit dilaksanakan (Djunaedi, dkk, 2013).

Pengobatan non farmakologis yang lain, yaitu

menghindarkan factor risiko seperti merokok, minum alkohol,

hiperlipidemia, dan stres. Merokok dapat meningkatkan tekanan

darah, walaupun pada beberapa survei didapat pada kelompok

perokok, tekanan darahnya lebih rendah daripada kelompok yang

tidak merokok. Alkohol diketahui dapat meningkatkan tekanan

darah, sehingga menghindari alkohol berarti menghindari

kemungkinan hipertensi. Olahraga yang teratur dibuktikan dapat

menurunkan tekanan perifer, sehingga dapat menurunkan tekanan

darah. Dengan olahraga, akan timbul perasaan santai, dapat


menurunkan berat badan, sehingga dapat menurunkan tekanan darah

(Rudianto, 2013).

Terapi non farmakologis harus selalu digunakan pada

pasien dengan hipertensi perbatasan dan tanpa kerusakan organ,

terutama pada orang yang kegemukan (obesitas). Terapi non

farmakologis mencakup penurunan berat badan, pembatasan garam,

latihan fisik, dan pengubahan pola hidup mengurangi asupan lemak,

menghentikan kebasaan merokok, dan tidak mengkonsumsi alkohol

(Nugroho, 2008).

Mekanisme obesitas dapat dilakukan dengan: penurunan

berat badan akan menurunkan tekanan darah melalui penurunan

tonus simpatis. Modifikasi gaya hidup dapat mempunyai pengaruh

yang mendasar terhadap morbiditas dan mortalitas. Diet yang kaya

buah- buahan, sayuran dan rendah lemak serta rendah lemak jenuh

dapat menurunkan tekanan darah. Terapi tambahan dapat mencegah

atau mengurangi hipertensi akibat kardiovaskuler.

Penggunaan herbal dan bahan alami sudah banyak

dilakukan oleh masyarakat dunia untuk mengontrol dan mengobati

penyakit, salah satunya pada penyakit hipertensi. Banyak tanaman

obat atau herbal yang berpotensi dimanfaatkan sebagai obat

antihipertensi. Beberapa tanaman baik secara tradisional ataupun

yang telah didukung dengan pembuktian secara preklinis (pengujian


terhadap hewan coba) maupun secara klinis (pengujian terhadap

manusia) dapat mengontrol atau mengendalikan tekanan darah

(Djunaedi, dkk, 2013).

Mekanisme secara umum tanaman obat dalam mengontrol

tekanan darah, antara lain memberikan efek dilatasi pada pembuluh

darah dan menghambat efek dilatasi pada pembuluh darah dan

menghambat angiotensin converting enzyme (ACE). Selain itu,

sediaan herbal dapat pula berupa kombinasi antara efek diuretik,

efek penenang atau obat tidur, dan efek terapi yang lebih baik

(Munim dan Hanani, 2011).

Pengurangan volume cairan dalam darah dengan diuretik,

dapat menstimulasi penurunan jumlah natrium pada ginjal sehingga

tekanan darah menurun. Ginjal dapat menurunkan tekanan darah

melalui sistem renin-angiotensin. Ginjal akan mengekskresikan renin

dalam responnya untuk menurunkan natrium atau sinyal dari

susunan saraf simpatik. Penghambatan sistem renin-angiotensin

memungkinkan dapat menurunkan kemampuan ginjal dalam

meningkatkan tekanan darah (Munim dan Hanani, 2011). Beberapa

tanaman yang dapat dijadikan pengobatan secara herbal meliputi

daun salam, daun alpukat, seledri, wortel, mentimun, semangka, dan

belimbing.

Anda mungkin juga menyukai