PENDAHULUAN
Tinnitus merupakan salah satu masalah pengobatan yang amat kompleks. Merupakan
suatu fenomena psiko/akustik murni dan karenanya tidak dapat diukur. Diperkirakan 13 juta
orang menderita gangguan ini, dan mungkin sekitar sejuta pasien mederita tinnitus berat atau
debilitasi.1
Meskipun orang normal dilahirkan dengan alat-alat yang diperlukan untuk berbicara,
mereka tidak dilahirkan dengan kemampuan untuk berbicara. Telinga dan otak memadukan
dan mengolah suara sehingga membuat anak dapat belajar menirunya. Jika suara tidak dapat
didengar ia tidak dapat ditiru. Bunyi tidak dapat menjadi kata-kata, kata tidak akan menjadi
kalimat, kalimat tidak akan menjadi pembicaraan, pembicaraan tidak akan menjadi bahasa.
Pendengaran adalah suatu proses persepsi. Penderita yang datang berobat ke bagian
THT kebanyakan mengeluh ada gangguan pada pendengarannya atau keluhan pada telinga
mereka. Beberapa keluhan mengenai penyakit telinga yang penting antara lain adalah nyeri
telinga, kurang pendengaran, otorea, vertigo dan tinnitus. Dalam makalah ini akan dibahas
mengenai tinnitus, karena dari beberapa keluhan diatas tinnituslah yang paling banyak
terjadi.
Telinga berdenging sebenarnya bukanlah penyakit, melainkan gejala awal yang dapat
menyebabkan sejumlah kondisi medis. Seperti berkurangnya atau hilangnya
pendengaran karena terjadinya kerusakan pada mata, atau indikasi dari penyakit sistem
sirkulasi pada tubuh. Meski tak sampai menganggu penampilan, namun bisa dipastikan
menimbulkan ketidaknyamanan serta menghilangkan kosentrasi saat melakukan segala
macam aktivitas.2
BAB II
ISI
Getaran suara yang diterima oleh gendang telinga akan disampaikan ke tulang
pendengaran. Masing-masing tulang pendengaran akan menyampaikan getaran ke
tulang berikutnya. Tulang stapes merupakan tulang terkecil di tubuh meneruskan
getaran ke koklea.
Telinga tengah dan saluran pendengaran akan terisi udara dalam keadaan
normal. Tidak seperti pada bagian luar, udara pada telinga tengah tidak berhubungan
dengan udara di luar tubuh. Saluran eustachius menghubungkan ruangan telinga
tengah ke belakang faring. Dalam keadaan biasa, hubungan saluran eustachii dan
telinga tengah tertutup dan terbuka pada saat mengunyah dan menguap.
2.1.3 Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea yang berbentuk dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Puncak koklea disebut
helikotrema yang menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.
Pada irisan melintang koklea, tampak skala vestibuli sebelah atas, skala
timpani sebelah bawah, dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala
vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa sedangkan skala media berisi endolimfa.
Dasar skala vestibuli disebut Reisnners membrane dan dasar skala media disebut
membran basalis. Pada membran ini terdapat organ corti.
Gambar 2. 3 Vestibulokoklea3
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria dan pada membran basalis melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut
dalam, sel rambut luar, dan kanalis corti yang membentuk organ corti.
Selain bagian pendengaran, bagian telinga dalam terdapat indera
keseimbangan. Bagian ini secara struktural terdapat di belakang labirin yang
membentuk struktur utrikulus dan sakulus serta tiga saluran setengah lingkaran dan
kanalis semisirkularis. Kelima bagian ini berfungsi mengatur keseimbangan tubuh
dan memiliki sel rambut yang akan dihubungkan dengan bagian keseimbangan dari
N. Vestibulokoklearis.
2.3 Tinitus
2.3.1 Definisi
Tinnitus adalah suatu gangguan pendengaran dengan keluhan perasaan
mendengar bunyi tanpa rangsangan bunyi dari luar. Keluhannya bisa berupa bunyi
mendenging, menderu, mendesis atau berbagai macam bunyi yang lain. Gejalanya bisa
terus menerus atau hilang timbul.2
2.3.2 Klasifikasi
1. Tinnitus objektif
Tinitus objektif bersifat vibratorik, yaitu bila suara dapat didengar juga oleh
pemeriksa atau dengan auskultasi disekitar telinga. Berasal dari badan penderita,
misalnya suara aliran darah dari suatu aneurisma, suara jantung, suara nafas, atau
suara dari kontraksi otot-otot disekitar telinga. Biasanya tidak hanya si penderita saja
yang bisa mendengarnya tapi juga si pemeriksa dengan auskultasi disekitar telinga.
2. Tinnitus subjektif
Tinnitus subjektif bersifat nonvibratorik, yaitu bila suara hanya bisa didengar oleh
pasien sendiri. Disebabkan oleh proses iritatif atau perubahan degeneratif traktus
audiotorius mulai dari sel-sel rambut getar koklea sampai pusat saraf pendengaran.
Berdasarkan kualitas suara yang didengar pasien ataupun pemeriksa, tinitus dapat dibagi
menjadi tinitus pulsatil dan tinitus nonpulsatil. Selain itu Tinnitus juga dapat dibagi
menjadi:3,4,5
1. Tinitus Nonpulsatil
Tinnitus nonpulsatil didefinisikan sebagai bising menetap atau tidak
terputuskan, dan telah digambarkan sebagai bunyi berdenging, mendenging, berdesis.
Kadang-kadang pasien menggambarkannya sebagai bunyi bergemuruh di dalam
telinganya, yang lazim pada hidrops endolimfatik telinga dalam akibat bermacam-
macam kelainan. Gejala-gejala ini dapat berlangsung selama beberapa periode waktu
yang bervariasi. Tinnitus lebih didengar pada ruangan yang sunyi dan biasanya
paling menganggu di malam hari, efek penutup kebisingan lingkungan dan aktivitas
kerja sehari-hari dapat menyebabkan pasien tidak menyadari suara tersebut.
a. Tinitus Nonpulsatil dengan Ketulian
Tinnitus jenis ini lebih sering timbul bersama tuli sensorineural dibandingkan
tuli konduktif dan sangat jarang suatu tuli sensorineural tidak disertai tinnitus.
Terkadang tinnitus merupakan petunjuk awal timbulnya tuli sensoneural nada
tinggi. Tetapi tes audimetri akan menunjukkan tuli pada frekuensi di atas batas
frekuensi pendengaran.
Tinitus paling banyak disebabkan karena adanya kerusakan dari telinga dalam,
terutama kerusakan dari koklea. Secara garis besar, penyebab tinitus dapat berupa
kelainan yang bersifat somatik, kerusakan N,vestibulokoklearis, kelainan vaskuler, tinitus
karena obat-obatan, dan tinitus yang disebabkan oleh hal lainnya. Beberapa penyebab
tinitus :4,5
1. Tinitus karena kelainan somatik daerah leher dan rahang
a. Trauma kepala leher
Pasien dengan cedera yang keras pada kepala atau leher mungkin akan mengalami
tinitus yang sangat mengganggu. Tinitus karena cedera leher adalah tinitus
somatik yang paling umum terjadi. Trauma ini dapat berupa fraktur tengkorak,
whisplash injury.
b. Artritis pada sendi temporomandibular (TMJ)
Berdasarkan hasil penelitian, 25% dari penderita tinitus di Amerika berasal dari
artritis sendi temporomandibular. Biasanya orang dengan artritis TMJ akan
mengalami tinitus yang berat. Hampir semua pasien artritis TMJ mengakui bunyi
yang didengar adalah bunyi menciut. Tidak diketahui secara pasti hubungan
antara artritis TMJ dengan terjadinya tinitus.
2. Tinitus akibat kerusakan N.Vestibulokoklearis
Tinitus juga dapat muncul dari kerusakan yang terjadi di saraf yang
menghubungkan antara telinga dalam dengan korteks serebri bagian pusat
pendengaran. Terdapat beberapa kondisi yang dapat menyebabkan kerusakan dari
N.vestibulokoklearis, diantaranya infeksi virus pada N.VIII, tumor yang mengenai
N.VIII, dan mikrovaskular compression syndrome (MCV). MCV dikenal juga dengan
vestibular paroxysmal. MCV menyebabkan kerusakan N.VIII karena adanya
kompresi dari pembuluh darah, tapi hali ini jarang terjadi.
3. Tinitus karena kelainan vaskuler
Tinitus yang di dengar biasanya bersifat tinitus yang pulsatil. Akan di dengar
bunyi yang simetris dengan denyut nadi dan detak jantung. Kelainan vaskular yang
dapat menyebabkan tinitus diantaranya.
a. Atherosklerosis
Dengan bertambahnya usia, penumpukan kolestrol dan bentuk-bentuk
deposit lemak lainnya, pembuluh darah mayor ke telinga kehilangan sebagian
elastisitasnya. Hal ini mengakibatkan aliran darah menjadi semakin sulit dan
kadang-kadang mengalami turbulensi sehingga memudahkan telinga untuk
mendeteksi iramanya.
b. Hipertensi
c. Malformasi kapiler
Tumor pembuluh darah yang berada di daerah leher dan kepala juga dapat
menyebabkan tinitus. Misalnya adalah tumor karotis dan tumor glomus jugulare
dengan ciri khasnya yaitu tinitus dengan nada rendah yang berpulsasi tanpa
adanya gangguan pendengaran. Ini merupakan gejala yang penting pada tumor
glomus jugulare.
Yang paling umum terjadi adalah akibat multiple sclerosis. Multiple sclerosis
adalah proses inflamasi kronik dan demyelinisasi yang mempengaruhi sistem saraf
pusat. Multiple sklerosis dapat menimbulkan berbagai macam gejala, diantaranya
kelemahan otot, indera penglihatan yang terganggu, perubahan pada sensasi, kesulitan
koordinasi dan bicara, depresi, gangguan kognitif, gangguan keseimbangan dan nyeri,
dan pada telinga akan menimbulkan gejala tinitus.
Gangguan konduksi suara seperti infeksi telinga luar (sekret dan oedem),
serumen impaksi, efusi telinga tengah dan otosklerosis juga dapat menyebabkan
tinitus. Biasanya suara tinitusnya bersifat suara dengan nada rendah.
Disebabkan terpajan oleh bising yang cukup keras dan dalam jangka
waktu yang cukup lama. Biasanya diakibatkan oleh bising lingkunga kerja.
Umumnya terjadi pada kedua telinga. Terutama bila intensitas bising melebihi 85
dB, dapat mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran korti di telinga
dalam. Yang sering mengalami kerusakan adalah alat korti untuk reseptor bunyi
yang berfrekuensi 3000Hz sampai dengan 6000Hz. Yang terberat kerusakan alat
korti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000Hz.
b. Presbikusis
c. Sindrom Meniere
Penyakit ini gejalanya terdiri dari tinitus, vertigo, dan tuli sensorineural.
Etiologi dari penyakit ini adalah hidrops endolimfa, yaitu penambahan volume
endolimfa karena gangguan biokimia cairan endolimfa dan gangguan klinik pada
membrane labirin.
2.3.4 Patofisiologi2
Pada tinitus terjadi aktifitas elektrik pada area auditorius yang menimbulkan
perasaan adanya bunyi, namun implus yang ada bukan berasal dari bunyi eksternal yang
ditransformasikan, melainkan berasal dari sumber implus abnormal di dalam tubuh pasien
sendiri.
Implus abnormal itu dapat ditimbulkan oleh berbagai kelainan telinga. Tinitus
dapat terjadi dalam berbagai intensitas. Tinitus dengan nada rendah, seperti bergemuruh
atau nada tinggi, seperti berdengung. Tinitus dapat terus menerus atau hilang timbul
terdengar.
Tinitus biasanya dihubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga terjadi
karena gangguan konduksi. Tinitus yang disebabkan oleh gangguan konduksi, biasanya
berupa bunyi dengan nada rendah. Jika disertai dengan inflamasi, bunyi dengung ini
terasa berdenyut (tinitus pulsasi).
Tinitus dengan nada rendah dan terdapat gangguan konduksi, biasanya terjadi
pada sumbatan liang telinga karena serumen atau tumor, tuba katar, otitis media,
otosklerosis, dan lain-lain.
Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius, serta otot-otot
palatum dapat menimbulkan tinitus objektif
Bila ada gangguan vaskuler di telinga tengah, seperti tumor karotis (carotid-body
tumour), maka suara aliran darah akan mengakibatkan tinitus juga.
Pada tuli sensorineural, biasanya timbul tinitus subjektif nada tinggi (sekitar
4000Hz).
Pada hipertensi endolimfatik seperti penyakit meniere dapat terjadi tinitus pada
nada rendah dan tinggi, sehingga terdengar bergemuruh atau berdengung. Ganguan ini
disertai dengan tuli sensorineural dan vertigo.
Gangguan vaskuler koklea terminalis yang terjadi pada pasien yang stres akibat
gangguan keseimbangan endokrin, seperti menjelang menstruasi, hipometabolisme atau
saat hamil dapat juga timbul tinitus atau gangguan tersebut akan hilang bila keadaannya
sudah kembali normal.
2.3.5 Diagnosis2
1. Anamnesis
d. Apakah bunyi yang di dengar semakin mengganggu di siang atau malam hari
e. Gejala-gejala lain yan menyertai seperti vertigo dan gangguan pendengaran serta
gangguan neurologik lainnya
f. Lama serangan tinitus berlangsung, bila berlangsung hanya dalam satu menit
dan setelah itu hilang, maka itu bukan keadaan patologik, tetapi jika tinitus
berlangsung selama lima menit, serangan ini bisa dianggap patologik
Kelainan patologis pada putaran basal koklea, saraf pendengar perifer dan
sentral pada umumnya bernada tinggi (mendenging). Tinitus yang bernada rendah
seperti gemuruh ombak adalah ciri khas penyakit telinga koklear (hidrop
endolimfatikus). (1,2)
Pada tinitus subjektif, yang mana suara tinitus tidak dapat didengar oleh
pemeriksa saat auskultasi, maka pemeriksa harus melakukan pemeriksaan
audiometri. Hasilnya dapat beragam diantaranya :
Jika tidak ada kesimpulan dari rentetan pemeriksaan fisik dan penunjang di
atas, maka perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa CT scan ataupun MRI.
Dengan pemeriksaan tersebut, pemeriksa dapat menilai ada tidaknya kelainan pada
saraf pusat. Kelainannya dapat berupa multiple sklerosis, infark dan tumor.
2.3.6 Tatalaksana2
Penatalaksanaan tinitus merupakan masalah yang kompleks dan merupakan
fenomena psikoakustik murni, sehingga tidak dapat diukur.
Perlu diketahuinya penyebab tinitus agar dapat diobati sesuai penyebabnya.
Kadang-kadang penyebab ini sukar diketahui.
Penatalaksanaan bertujuan untuk menghilangkan penyebab tinitus dan atau
mengurangi keparahan akibat tinitus. Pada tinitus yang jelas diketahui penyebabnya baik
lokal maupun sistemik, biasanya tinitus dapat dihilangkan bila kelainan penyebabnya
dapat diobati. Pada tinitus yang penyebabnya tidak diketahui pasti penatalaksanaannya
lebih sulit dilakukan.
Penatalaksanaan terkini yang dikemukakan oleh Jastreboff, berdasar pada model
neurofisiologinya adalah kombinasi konseling terpimpin, terapi akustik, dan
medikamentosa bila diperlukan. Metode ini yang disebut sebagai Tinnitus Retraining
Therapy (TRT). Tujuan dari Tinnitus Retraining Therapy (TRT) adalah memicu dan
menjaga reaksi habitualis dan persepsi tinitus dan atau suara lingkungan yang
mengganggu. Habitualis diperoleh sebagai hasil modifikasi hubungan sistem auditorik ke
sistem limbik dan sistem saraf otonom. TRT walau tidak dapat menghilangkan tinitus
dengan sempurna, tetapi dapat memberikan perbaikan yang bermakna berupa penurunan
toleransi terhadap suara.
TRT dimulai dengan anamnesis awal untuk mengidentifikasi masalah dan keluhan
pasien, menentukan pengaruh tinitus dan penurunan toleransi terhadap suara disekitarnya,
mengevaluasi kondisi emosional dan derajat stres pasien, mendapatkan informasi untuk
memberikan konseling yang tepat dan membuat data dasar yang akan digunakan untuk
evaluasi terapi.
Pada umumnya pengobatan gejala tinitus dibagi dalam 4 cara, yaitu :2
3.1 Kesimpulan
Tinitus merupakan salah satu gejala dari suatu penyakit. Keluhan ini sering
dialami oleh hampir seluruh populasi di dunia, terlebih pada usia lanjut. Sebagian besar
kasus, keluhan ini tidak mengganggu, namun tidak jarang keluhan ini menurunkan
kualitas hidup pasien hingga membuat pasien depresi.
Berdasarkan objek yang mendengar, tinitus dibagi menjadi tinitus subjektif dan
tinitus objektif. Tinitus subjektif sering dikeluhkan oleh pasien. Berdasarkan kualitas
suara yang didengar pasien maupun pemeriksa, tinitus dibagi menjadi tinitus pulsatil
dan tinitus nonpulsatil. Dan berdasarkan frekuensinya, tinitus dibagi menjadi tinitus
nada tinggi dan tinitus nada rendah.
Penyebab dari tinitus dapat disebabkan karena kelainan pada telinga (mekanik
maupun non mekanik), kelainan saraf, kelainan metabolik, kelainan pembuluh darah,
psikogenik, obat ototoksik, dan lain-lain.
1. Adams GI, Boies LR, Higler PA. BOIES: Buku Ajar Penyakit THT. Ed 6. Wijaya C, alih
bahasa. Jakarta: EGC, 2013. Hal 330-335
2. Soepardi, Arsyad E, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
Leher. Edisi ketujuh. Jakarta: FKUI, 2014.
3. American Tinnitus Association. About Tiniitus [article]. [cited January 2nd 2017].
Available from: http://www.ata.org/for-patients/about-tinnitus
4. British Tinnitus Association. What is Tinnitus [article]. [cited January 2nd 2017].
Available from : https://www.tinnitus.org.uk/what-is-tinnitus
5. Cunha, John P. Tinnitus Ringing in The Ear and Other Ear Noise. [article]. [cited January
2nd 2017]. Available from : http:www.medicinenet.com/tinnitus/article.htm