Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH AIK V

“Transplantasi, Inseminasi dan Bayi Tabung dilihat dari sudut pandang Islam”

DISUSUN OLEH :

SRI FIFI SAFITRI

105111101719

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini. Di makalah ini memaparkan beberapa
hal terkait “Transplantasi, Inseminasi dan Bayi Tabung dilihat dari sudut pandang
Islam”. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak
telah memberikan motivasi baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini ke depannya.

Makassar, Desember 2021

Sri Fifi Safitri


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum transplantasi organ tubuh dapat ditempuh melalui pertimbangan sesuai
aspek syar'i. Terkait dengan hal ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah
mengeluarkan fatwanya sejak tahun 2019 lalu. Sebelum fatwa tentang transplantasi
organ ini dikeluarkan, MUI juga telah mengeluarkan beberapa fatwa lain, beberapa di
antaranya adalah:
1. Fatwa MUI nomor 11 Tahun 2007 tentang Pengawetan Jenazah untuk
Kepentingan Penelitian
2. Fatwa MUI Nomor 12 Tahun 2007 tentang Penggunaan Jenazah untuk
Kepentingan Penelitian
3. Fatwa MUI Nomor 6 Tahun 2009 tentang Otopsi Jenazah
4. Fatwa MUI 13 Juni 1979 tentang wasiat menghibahkan kornea mata
5. Fatwa MUI nomor 30 tahun 2013 tentang Obat dan Pengobatan
-dan sebagainya.

Inseminasi buatan ditinjau dari perspektif Hukum Islam. Hasil penelitian


tentang Inseminasi buatan pada manusia adalah Menurut Hukum Islam Inseminasi
buatan pada manusia diperbolehkan, apabila sperma dan ovum dari pasangan suami-
istri. Namun, jika menggunakan sperma atau ovum donor atau orang lain, maka
Hukum Islam mengharamkan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya menyatakan bahwa bayi
tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami-istri yang sah hukumnya mubah
(boleh). Sebab, ini termasuk ikhtiar yang berdasarkan kaidah-kaidah agama. Namun,
para ulama melarang penggunaan teknologi bayi tabung dari pasangan suami-istri
yang dititipkan di rahim perempuan lain. "Itu hukumnya haram," papar MUI dalam
fatwanya. Apa pasal? Para ulama menegaskan, di kemudian hari hal itu akan
menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan warisan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, saya dapat merumuskan masalah antara lain
sebagai berikut :
1. Bagaimana transplantasi dipandang dari segi hukum islam?
2. Apa saja inseminasi buatan dalam hukum islam?
3. Bagaimana bayi tabung ditinjau dari segi hukum islam?

C. Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, saya dapat menentukan
tujuan antara lain sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui Transplantasi dipandang dari segi hukum islam
2. Dapat mengetahui Inseminasi buatan dalam hukum islam
3. Dapat mengetahui Bayi tabung ditinjau dari segi hukum islam
BAB II

PEMBAHASAN

A. Transplantasi dipandang dari Segi Hukum Islam


Salah satu dari berbagai macam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
tersebut adalah “Donor Anggota Tubuh” yang dikenal dalam dunia kedokteran
adalah transplantasi. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menjawab permasalahan-
permasalahan terkait kedudukan hukum transplantasi dalam Hukum Islam, perbuatan
ini termasuk kategori muamalah. Berdasarkan dalil-dalil Al-Quran, Hadis, Kaidah
Fiqhiah, Kaidah Ushuliah maupun pendapat Ulama Hukum Islam, bahwahukum
transplantasi terbagi menjadi dua : boleh dan tidak boleh. Boleh jika ada kemaslahatan
yang dapat diperoleh dari transplantasi tersebut.
Adapun alasan kebolehannya adalah apabila organ tubuh itu miliknya sendiri,
karena meskipun tubuh merupakan titipan dari Allah, manusia diberi wewenang untuk
memanfaatkannya dengan mempergunakanya, sebagai harta. Namun kebolehan
mendonorkan sebagian organ tubuh tidak bersifat mutlak, tetapi muqayyad. Artinya,
kebolehan itu dengan beberapa persyaratan, diantaranya adalah jika dilakukan oleh
orang yang telah dewasa dan berakal sehat. Sedangkan anak kecil tidak dibolehkan
mendonorkan organ tubuhnya karena ia tidak tahu persis kepentingan dirinya.
Begitu pula, seorang wali tidak boleh mendonorkan organ tubuh anak kecil dan
orang gila yang di bawah perwaliannya, disebabkan keduanya tidak mengerti. Namun
tidak boleh melakukan trasplantasi jika transplantasi tersebut dilakukan hanya
sebagian organ tubuh yang justru akan menimbulkan dharar (bahaya) dan
kesengsaraan bagi dirinya atau bagi seseorang yang mempunyai hak tetap atas dirinya.
Tidak diperkenankan juga seseorang mendonorkan organ tubuh yang hanya satu-
satunya dalam tubuhnya, misalnya hati atau jantung, karena tidak mungkin dapat
hidup tanpa adanya organ tubuh tersebut dan tidak diperkenankan
menghilangkan dharar dari orang lain dengan menimbulkan dharar pada dirinya.
B. Inseminasi Buatan dalam Hukum Islam
Pada era modern ini, ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai bidang
telah mengalami perkembangan yang begitu pesat. Dan teknologi yang ada pun
menjadi sangat canggih, bahkan dalam era modern kini, hal yang tak mungkin dapat
menjadi mungkin. Contohnya adalah membuat bayi tanpa melakukan senggama, yaitu
dengan melalui inseminasi atau bayi tabung.
Inseminasi adalah sebuah teknik medis dalam membantu proses reproduksi
dengan memasukan sperma keddalam rahim dengan cara menggunakan kateter atau
disuntikan kerahim. Proses inseminasi ini biasanya dilakukan oleh dokter yang ahli
pada bidang tersebut. Inseminasi dan bayi ttabung merupakan dua hal yang berbeda.
Namun hukum inseminasi dalam Islam sama dengan hukum bayi tabung menurut
Islam. Diperbolehkan apabila dikarenakan keadaan darurat seperti tidak dapat
memiliki keturunan dan pembuahan tersebut berasal dari sel telur dan sperma
pasangan suami istri yang sah. Tidak diperbolehkan apabila kondisinya tidak
mendesak dan masih bisa memiliki keturunan dengan cara bersenggama. Dan juga
tidak diperbolehkan apabila yang melakukan adalah pasangan yang tidak sah, karena
jatuhnya zina dalam Islam.
Inseminasi Menurut Pandangan Islam Memiliki keturunan merupakan salah
satu tujuan pernikahan dalam Islam, namun tidak semua orang bisa mencapai tujuan
tersebut, hingga akhirnya hal tersebutlah yang mendorong manusia untuk mencari dan
menemukan solusi dari persoalan tersebut. Di dalam sumber syariat Islam (Al-Qur’an
dan hadits) memang dijelaskan bahwasanya proses penciptaan manusia yaitu dengan
pembuahan antara sel telur dan sperma melalui senggama. Namun, manusia pun telah
menemukan beberapa cara dan jalan keluar bagi pasangan suami istri yang tidak dapat
memiliki keturunan karena suatu masalah, maka hal tersebut telah teratasi pada era
modern ini. Yaitu dengan cara inseminasi dan bayi tabung. Dan berikut adalah
beberapa pandangan Islam terhadap inseminasi :
1. Dalam hukum Islam, Inseminasi diperbolehkan
Inseminasi diperbolehkan dalam Islam, apabila karena keadaan darurat dan
pembuahan tersebut berasal dari sel telur dan sperma pasangan suami istri yang
sah.
2. Dalam Islam tidak memperbolehkan Inseminasi
Ada sebagian para ulama yang tidak memperbolehkan inseminasi, karena mereka
mengangap hal tersebut menyalahi kodrat sebagai manusia dan mereka yang tidak
memperbolehkan berkiblat kepada beberapa dalil berikut ini :
(QS. Al-Isra’ ayat 70) : “Sungguh, Kami telah memuliakan anak-cucu Adam, dan
Kami angkut mereka di darat maupun laut, dan Kami lebihkan mereka di atas
banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.”
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwasannya Allah lah yang menciptakan manusia
dengan kelebihan dan kesempurnaan.
(QS. At-Tin ayat 4), Allah SWT. berfirman : “Sungguh, Kami telah menciptakan
manusia dalam bentuk sebaik-baiknya.”
Dalam hadits tersebut pun firman Allah menjelaskan bahwasannya Allah lah yang
telah menciptakan manusia dengan rupa dan bentuk yang sebaik-baiknya.
3. Inseminasi bertentangan dengan ajaran Islam
Dalam Islam diajarkan dan dikatakan, bahwa Allah lah Sang Maha Pencipta dan
Maha Kuasa, lalu jika manusia dapat menciptakan keturunan dengan teknologi
temuannya dan dengan tangannya, apakah hal tersebut tidak bertentangan dengan
apa yang diajarkan oleh Islam? Hal tersebut bertentangan dengan ajaran Islam
mengenai bahwa Allah adalah Maha Pencipta.
4. Inseminasi dapat membuat manusia mengingkari keberadaa dan kuasa Allah
Dengan adanya inseminasi, manusia dapat campur tangan dalam pembuatan
keturunan, hal tersebut dapat saja membuat manusia mengingkari keberadaan dan
kuasa Allah SWT.
5. Inseminasi dapat merendahkan harkat martabat manusia
Manuia diciptakan Allah sebagai makhluk mulia. Allah SWT. telah berkenan
memuliakan manusia, maka sudah seharusnya manusia menghormati dan
menghargai martabatnya sebai manusia. Dalam hal ini, donor sperma atau sel telur
pada inseminasi pada hakikatnya akan merendahkan harkat martabat manusia.
6. Menimbulkan dosa besar
Inseminasi dengan cara menyemprotkan sperma pria lain kepada sel telur pasangan
yang bukan muhrimnya atau sebaliknya dianggap zina dalam Islam, dan dapat
menimbulkan dosa besar.
7. Sebagai jalan keluar medis
Ketika manusia sudah berusaha untuk memiliki keturunan dengan cara yang alami
yaitu melalui hubungan seksual namun tetap tidak bisa mendapatkan keturunan
dikarenakan duatu masalah, maka inseminasi menjadi salah satu jalan keluar atau
upaya medis yang diperbolehkan, namun dengan syarat dan ketentuan dalam
Islam.
8. Memiliki kebaikan dan keburukan
Inseminasi memiliki kebaikan atau manfaat jika dilihat dari sudut untuk membantu
pasangan suami istri yang sah untuk memiliki keturunan, mengandung keburukan
apabila dalam pelaksanaannya terdapat hal-hal yang melanggar larangan Allah dan
keluar dari ketentuan dan syarat dalam Islam.

Perkara inseminasi memang tidak dibahas dan dijelaskan secara gamblang


dalam Al-Qur’an maupun hadits, namun para ulama telah melakukan kajian guna
memecahkan masalah terkait hal inseminasi tersebut agar umat Islam tidak mengalami
kebimbangan dan terjerumus dalam dosa ketika dihadapkan pada perkara tersebut.

C. Bayi Tabung Ditinjau dari Segi Hukum Islam

Teknologi kedokteran modern semakin canggih. Salah satu tren yang


berkembang saat ini adalah fenomena bayi tabung. Sejatinya, teknologi ini telah
dirintis oleh PC Steptoe dan RG Edwards pada 1977. Hingga kini, banyak pasangan
yang kesulitan memperoleh anak, mencoba menggunakan teknologi bayi tabung.
Bayi tabung dikenal dengan istilah pembuahan in vitro atau dalam bahasa
Inggris dikenal sebagai in vitro fertilisation. Ini adalah sebuah teknik pembuahan sel
telur (ovum) di luar tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode untuk
mengatasi masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil. Prosesnya terdiri
dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan sel telur dari
ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair. Lalu
bagaimanakah hukum bayi tabung dalam pandangan Islam? Dua tahun sejak
ditemukannya teknologi ini, para ulama di Tanah Air telah menetapkan fatwa tentang
bayi tabung/inseminasi buatan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya menyatakan bahwa bayi
tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami-istri yang sah hukumnya mubah
(boleh). Sebab, ini termasuk ikhtiar yang berdasarkan kaidah-kaidah agama. Namun,
para ulama melarang penggunaan teknologi bayi tabung dari pasangan suami-istri
yang dititipkan di rahim perempuan lain. "Itu hukumnya haram," papar MUI dalam
fatwanya. Apa pasal? Para ulama menegaskan, di kemudian hari hal itu akan
menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan warisan.
Para ulama MUI dalam fatwanya juga memutuskan, bayi tabung dari sperma
yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram. "Sebab, hal
ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan
nasab maupun dalam hal kewarisan," tulis fatwa itu. Lalu bagaimana dengan proses
bayi tabung yang sperma dan ovumnya tak berasal dari pasangan suami-istri yang
sah? MUI dalam fatwanya secara tegas menyatakan hal tersebut hukumnya haram.
Alasannya, statusnya sama dengan hubungan kelamin antarlawan jenis di luar
penikahan yang sah alias zina.
Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait masalah ini dalam
forum Munas Alim Ulama di Kaliurang, Yogyakarta pada 1981. Ada tiga keputusan
yang ditetapkan ulama NU terkait masalah bayi tabung: Pertama, apabila mani yang
ditabung dan dimasukan ke dalam rahim wanita tersebut ternyata bukan mani suami-
istri yang sah, maka bayi tabung hukumnya haram. Hal itu didasarkan pada sebuah
hadis yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada dosa
yang lebih besar setelah syirik dalam pandangan Allah SWT, dibandingkan perbuatan
seorang lelaki yang meletakkan spermanya (berzina) di dalam rahim perempuan yang
tidak halal baginya."Kedua, apabila sperma yang ditabung tersebut milik suami-istri,
tetapi cara mengeluarkannya tidak muhtaram, maka hukumnya juga haram. "Mani
muhtaram adalah mani yang keluar/dikeluarkan dengan cara yang tidak dilarang oleh
syara'," papar ulama NU dalam fatwa itu. Terkait mani yang dikeluarkan secara
muhtaram, para ulama NU mengutip dasar hukum dari Kifayatul Akhyar II/113.
"Seandainya seorang lelaki berusaha mengeluarkan spermanya (dengan beronani)
dengan tangan istrinya, maka hal tersebut diperbolehkan, karena istri memang tempat
atau wahana yang diperbolehkan untuk bersenang-senang." Ketiga, apabila mani yang
ditabung itu mani suami-istri dan cara mengeluarkannya termasuk muhtaram, serta
dimasukan ke dalam rahim istri sendiri, maka hukum bayi tabung menjadi mubah
(boleh).
Meski tak secara khusus membahas bayi tabung, Majelis Tarjih dan Tajdid PP
Muhammadiyah juga telah menetapkan fatwa terkait boleh tidak nya menitipkan
sperma suami-istri di rahim istri kedua. Dalam fatwanya, Majelis Tarjih dan Tajdid
mengung kapkan, berdasarkan ijitihad jama'i yang dilakukan para ahli fikih dari
berbagai pelosok dunia Islam, termasuk dari Indonesia yang diwakili Mu
hammadiyah, hukum inseminasi buat an seperti itu termasuk yang dilarang.
"Hal itu disebut dalam ketetapan yang keempat dari sidang periode ke tiga dari
Majmaul Fiqhil Islamy dengan judul Athfaalul Anaabib (Bayi Tabung)," papar fatwa
Majelis Tarjih PP Muhammadiyah. Rumusannya, "cara kelima inseminasi itu
dilakukan di luar kandungan antara dua biji suami-istri, kemudian ditanamkan pada
rahim istri yang lain (dari suami itu) ... hal itu dilarang menurut hukum Syara'."
Sebagai ajaran yang sempurna, Islam selalu mampu menjawab berbagai masalah yang
terjadi di dunia modern saat ini.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Salah satu dari berbagai macam perkembangan ilmu pengetahuan dan


teknologi tersebut adalah “Donor Anggota Tubuh” yang dikenal dalam dunia
kedokteran adalah transplantasi.
Hasil penelitian tentang Inseminasi buatan pada manusia adalah Menurut
Hukum Islam Inseminasi buatan pada manusia diperbolehkan, apabila sperma dan
ovum dari pasangan suami-istri. Namun, jika menggunakan sperma atau ovum donor
atau orang lain, maka Hukum Islam mengharamkan.
Bayi tabung dikenal dengan istilah pembuahan in vitro atau dalam bahasa
Inggris dikenal sebagai in vitro fertilisation. Ini adalah sebuah teknik pembuahan sel
telur (ovum) di luar tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode untuk
mengatasi masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil. Prosesnya terdiri
dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan sel telur dari
ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair.

B. Saran
Adapun saran makalah ini adalah kiranya pembaca dapat
mengimplementasikan dilingkungan sekitar mengenai transportasi, inseminasi
buatan, dan bayi tabung dari segi hukum islam, serta kritik dan saran sangat
dibutuhkan dalam pembuatan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/delegalata/article/view/3449

https://dalamislam.com/info-islami/8-pandangan-islam-terntang-inseminasi

https://republika.co.id/berita/114856/apa-hukum-bayi-tabung-menurut-
islam#:~:text=Majelis%20Ulama%20Indonesia%20(MUI)%20dalam,sah
%20hukumnya%20mubah%20(boleh).&text=Para%20ulama%20MUI
%20dalam%20fatwanya,telah%20meninggal%20dunia%20hukumnya
%20haram

https://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/7099

https://republika.co.id/berita/114856/apa-hukum-bayi-tabung-menurut-
islam

Anda mungkin juga menyukai