Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN KASUS

LIKEN SIMPLEKS KRONIKUS

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Kepaniteraan Klinik Madya

SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelainan Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura

Oleh :

Obet Nego Naa. S.Ked

01100840182

Pembimbing :

dr. Rani, Sp.KK, Mkes, FINSDV

NIP: 197608172011042001

SMF KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT UMUM JAYAPURA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH

JAYAPURA-PAPUA

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1. DEFENISI

Liken simpleks kronis adalah peradangan kulit kronis,1,2,3gatal,1,,2,3


sirkumskrip,1,2,3ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit tampak lebih menonjol
(likenifikasi) menyerupai kulit batang kayu akibat garukan atau gosokan yang
berulang- ulang,1-4 karena berbagai rangsangan pruritogenik.1-5

2. SINONIM

Nama lain liken simpleks kronis adalah neurodermatitis sirkumskripta(NS),1-6


Istilah yang pertama kali dipakai oleh Vidal,1oleh karena itu juga disebut liken
vidal.1

3. EPIDEMIOLOGI

Dikatakan bahwa 12% populasi orang dewasa dengan keluhan kulit gatal
menderita liken simpleks kronis,1,4,5. Tidak ada kematian akibat liken simpleks
kronik4. Liken simpleks kronis tidak memandang ras dalam penyebaranya4.
Dikatakan bahwa insiden lebih sering terjadi pada wanita dari pada pria,4,5,7.
Penyakit ini sering muncul pada usia dewasa, terutama usia 30 hingga 50 tahun.4
Pasien dengan koeksistensi dermatitis atopi cenderung memiliki onset umur yang
lebih muda (rata-rata 19 tahun) dibandingkan dengan pasien tanpa atopi (rata-rata
48 tahun)4

4. ETIOPATOLOGI

Pruritus memainkan peran sentral dalam timbulnya pola reaksi kulit berupa
likenifikasi dan prurigo nodularis.1-5. Hipotesis mengenai pruritus dapat oleh
karena adanya penyakit yang mendasari,1,5 misalnya gagal ginjal kronis,1,2
obstruksi saluran empedu,1,2,5 limfoma Hodgkin,1hipertiroidia,1 penyakit kulit
seperti dermatitis atopik1-6, dermatitis kontak alergi,1,2,5 gigitan serangga2,7, dan
aspek psikologi dengan tekanan emosi.1,2,5

1
Pada prurigo nodularis jumlah eosinophil meningkat.1,3,5 Eosinofil berisi
protein X dan protein kationik yang dapat menimbulkan degranulari sel mast.1,2,5
Jumlah sel Langerhans juga bertambah banyak1. Saraf yang berisi CGRP
(Calcitonin gene-related peptide) dan SP (substance P),1,2,5 bahan imunoreaktif,
jumlahnya di dermis bertambah pada prurigo nodularis,1,2,5 tetapi tidak pada
neurodermatitis sirkumskripta.1,2 SP dan CRGP melepaskan histamine dari sel
mast yang selanjutnya memicu pruritus1-6. Ekspresi faktor pertumbuhan saraf p75
pada membrane sel schwan dan sel perineum meningkat, mungkin ini
menghasilkan hiperplasi neural.1,2,3,5

5. GEJALA KLINIS

1-7
Penderita mengeluh gatal , bila timbul malam hari dapat menggangu
tidur.1,2 Rasa gatal memang tidak terus menerus,1,2,5 biasanya pada waktu tidak
sibuk.1bila muncul sulit ditahan untuk digaruk.1-5 Penderita merasa enak bila
digaruk.1,2 Setelah luka, baru hilang rasa gatalnya untuk sementara (karena diganti
dengan rasa nyeri).1,2,3,5
Lesi biasanya tunggal, pada awalnya berupa plak eritamarosa,1-3 sedikit
edematosa1-3, lambat laun edema dan eritama menghilang1,2,3,5, bagian tengah
berskuama dan meneba1,3, likenifikasi dan ekskoriasi.1,3 Sekitarnya
hiperpigmentasi,1,3,5 batas dengan kulit normal tidak jelas 1,3,5
. Gambaran klinis
dipengaruhi juga oleh lokasi dan lamanya lesi.1,2
Neurodermatitis tidak biasa terjadi pada anak,1,4,5 tetapi pada usia dewasa-
manula,1-4 puncak insiden pada usia antara 30 hingga 50 tahun.1,2,3,5 Perempuan
lebih sering menderita dari pada laik-laki,1,2,5,6 Letak lesi dapat timbul dimana
saja1, tetapi yang biasa ditemukan ialah scalp,1,3,5 tengkuk,1,2samping leher bagian
ekstensor,1,2,5 pubis,1-3 vulva,1-3 skrotum,1-3 perianal1, medial tungkai atas,1,2,5
lutut,1,2,5 lateral tungkai bawah,1 pergelangan kaki bagian depan,1 dan punggung
kaki1,2,5. Neurodermatiits di daerah tengkuk (lichen nuchae) umumnya hanya pada
perempuan,1,2,7 berupa plak kecil ditengah tengkuk, atau dapat meluas hingga ke
skalp1, Biasanya skuama menyeruapai psoriasis.1

2
Variasi klinis NS dapat berupa prurigo nodularis,1,2,5 akibat garukan atau
korekan tangan penderita yang berulang- ulang pada suatu tempat.1 Lesi berupa
nodus berbentuk kubah,1,2 permukaan mengalami erosi tertutup krusta dan
skuama,1,2,5 lambat laun menjadi keras dan berwarna lebih gelap
(hiperpigmentasi)1. Lesi biasanya multiple,1,3,5 lokalisasi tersering di ekstremitas,1-
5
berukuran mulai beberpa milimeter sampai 2 cm.1,5,7

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Histopatologi

Gambaran histopatologi neurodermatitis sirkumskripta berupa


ortokeratosis,1,2,5 hipergranulosis,1,2,5 akantosis dengan rete ridges memanjang
teratur.1 Bersebukan sel radang limfosit dan histosit di sekitar pembuluh darah
dermis bagian atas,1 fibroblast bertambah,1 kolagen menebal.1 Pada prurigo
nodularis akantosis pada bagian tengah lebih tebal1-3, menonjollebih tinggi dari
permukaan,1 sel schwan berproliferasi1, dan terlihat hiperplasi neural.1,2,5,6 Kadang
terlihat krusta yang menutup sebagian epidermis.1,5,6

7. DIAGNOSIS

Diagnosis neurodermatitis sirkumskripta didasarkan gambaran klinis,1,2,5


biasanya tidak terlalu sulit.1-3 Namun perlu diperkirakan kemungkinan penyakit
kulit lain yang memberikan gejala pruritus,1 misalnya liken planus,1,4 liken
amyloidosis,1,5psoriasis1,5, dan dermatitis atopik.1,2,5

8. PENGOBATAN

Secara umum perlu dijelaskan kepada penderita bahwa garukan akan


memperburuk keadaan penyakitnya,1,2,5 oleh karena itu harus dihindari.1,2,5Untuk
mengurangi rasa gatal dapat memberikkan antipruritus1-6, kortikosteroid topical,1-5
atau intralesi,1,2,4 produk ter.1,5

a. Antihistamin dengan efek sedative,1,2contohnya hidroksizin,1,2


difenhidramin,1,2 prometazin1,4,5. Antihistamin topikal yang dapat
diberikan yaitu krim doxepin 5% jangka pendek (maksimal 8 hari)1,2

3
b. Kortikosteroid potensi kuat,1,2,5,6 bila perlu dengan oklusi1,3,5.
Kortikosteroid memiliki efek anti inflamasi,1anti alergi,1anti pruritus,1 anti
mitotic,1 serta vasokonstriktor.1 Contoh kortikosteroid topikal super poten
(golongan I) yaitu betamethasone dipropionate 0.05% serta clobetasol
propionate 0.05%.1,5,7 Contoh kortikosteroid potensi tinggi (golongan II)
yaitu mometasone furoate 0.01%,1,3,45 desoximetasone 0.05%,1,2,4,5.
Kortikosteroid topikal dipakai 2-3 kali sehari,1,3,5 tidak lebih dari 2 minggu
untuk potensi kuat. Apabila tidak berhasil,1 diberikan secara suntikan
intralesi 1 mg,1contohnya triamsinolon asetonid.1
c. UVB (Ultraviolet B) atau PUVA (Psoralen Ultraviolet A)1,3,5

9. PROGNOSIS

Penyakit ini bersifat kronik dengan persistensi dan rekurensi lesi.1,2,5


Eksaserbasi dapat terjadi sebagai respon stres emosional1-3,. Prognosis bergantung
pada penyebab pruritus (penyakit yang mendasari) dan status psikologik
penderita.1,5,7

4
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 IDENTITAS PASIEN


a. Nama : Tn.W.R
b. Umur : 54 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Agama : Kristen Protestan
e. Suku : Biak
f. Pekerjaan : Buruh bangunan
g. Alamat : Kompleks RS dok II
h. Status : Menikah
i. Tanggal masuk : 18-04-2017

2.2 ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Bercak kehitaman yang dirasakan gatal yang pada kedua kaki dan
tungkai bawah.

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poli kulit dan kelamin dengan keluhan bercak
kehitaman yang dirasakan gatal pada kedua kaki serta tungkai bawah.
Pasien mengeluhkan kemerahan dikaki kanan yang gatal sejak tahun
lalu, kemerahan awalnya tidak disertai dengan bintik merah atau lenting.
Pada 6 bulan yang lalu pasien merasakan kulit yang kemerahan dan
semakin menebal. Keluhan meluas dan semakin gatal yang telah
dirasakan selama dua bulan terakhir. Pasien sering menggaruk kakinya
karena gatal . Pada awalnya keluhan ini dirasakan dikaki kanan yang
kemudian menyebar ke kaki kiri serta kedua tungkai bawah yang
dirasakan semakin memburuk. Pasien mengaku sudah berobat ke
Puskesmas setempat 4 minggu yang lalu. Di Puskesmas pasien mengaku
mendapat antibiotik, cetirizin dan krim mikonazole untuk mengobati

5
keluhan yang dirasakan namun pasien masih merasakan keluhan yang
sama dan semakin memburuk sehingga pasien memustuskan untuk
berobat ke RSUD Dok II untuk mendapatkan pengobatan lebih lanjut.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengaku memiliki keluhan gatal dan kemerahan pada
kulityang diderita sejak 1tahun yang lalu sehingga berobat ke RS Biak.
Riwayat penyakit diabetes (-), gagal ginjal (-), Malaria (+)

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang sama
dengan Pasien. Tidak ada riwayat alergi, asma pada keluarga pasien.

2.3 Pemeriksaan Fisik


1. Tanda Vital
- Keadaan umum : tampak sakit ringan
- Kesadaran : compos mentis
- Tekanan darah : dalam batas normal
- Nadi : dalam batas normal
- Respirasi : dalam batas normal
- Suhu : dalam batas normal
2. Status Generalis
a. Kepala : simetris (+), kelainan (-)
b. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret
(-/-), pupil isokor D=S
c. Telinga : deformitas (-), sekret (-)
d. Hidung : deviasi (-)
e. Mulut : kandidiasis oral (-), tonsil (T1=T1), lidah kotor (-)
f. Leher : trakea letak normal, pembesaran KGB (-)

6
g. Thorax
1) Pulmo
- inspeksi : simetris, ikut gerak napas, retraksi interkostalis (-)
Jejas (-)
- palpasi : vocal fremitus (D=S)
- perkusi : sonor di kedua lapang paru
- auskultasi : suara napas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

2) Cor
- inspeksi : iktus kordis tidak tampak
- palpasi : iktus kordis teraba pada ICS V garis midklavikula
sinistra
- perkusi : pekak (batas jantung dalam batas normal)
- auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-) S3 gallop (-)
3) Abdomen
- inspeksi : tampak datar, jejas (-)
- auskultasi : bising usus (+) normal 3x/15 dtik
- palpasi : nyeri tekan (-)
- perkusi : Tympani
4) Ektremitas : akral hangat, capillary refill time < 2 dtk, edema

3. Status Dermatologis
a. Distribusi : Multipel
b. Lokasi : Regio cruris,dorsum pedis,
c. Efloresensi :Likenifikasi dengan hiperpigmentasi berbentuk
ireguler, berbatas tidak tegas, berukuran milimter
sampai 2 cm, skuama hipopigentasi berbentuk
ireguler, berbatas tidak tegas.

7
2.4 Diagnosis Kerja

Liken Simpleks Kronikus

2.5 Diagnosis Banding

Dermatiits numularis kronis, Dermatitis atopik kronik,

2.6 Penatalaksanaan
1. Non- medikamentosa
a. Hindari menggaruk sebisa mungkin
b. Hindari faktor pencetus
2. Medikamentosa
a. Antihistamin :Krim doxepin 5 % jangka pendek
b. Kortikosteroid :betamethasone dipropionate 0.05%
c. Antibiotik : antibiotik topikal asam fusidat

2.7 Prognosis

Prognosis pada pasien ini adalah sebagai berikut

Ad vitam : bonam
sanationam : bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam

8
BAB III

PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis, keluhan utama pasien adalah gatal pada kedua


kaki dan tungkai yang semakin memberat sejak 6 bulan yang lalu. Pada awalnya
keluhan berupa bercak kemerahan yang gatal sejak 1 tahun yang lalu. Pasien
menggaruk sehingga terjadi penebalan kulit dan keluhan kulit yang semakin
menebal.. Pada status dermatoligikus dinyatakan bahwa pada regio cruris dan
dorsum pedisdektra dan sinistraterdapat likenifikasidengan hiperpigmentasi
berbentuk ireguler, berbatas tidak tegas,berukuran millimeter hingga sentimeter
serta skuama hipopigentasi berbentuk ireguler, berbatas tegas dengan.
Berdasarkan keluhan dan pemeriksaan status dermatologis pasien tersebut maka
dapat memperkirakan diagnosis kerja liken simpleks kronis dengan diagnosis
dermatitis numularis kronik, dermatitis atopi kronik, dermatitis kontak iritan

Diagnosis liken simpleks kronis ditegakan atas dasar pada anamnesa


terdapat peradangan kulit kronis sejak dua tahun lalu yang gatal berulang dan saat
ini lesi mengalami skuamasi. Lesi pada pasien ditemukan pada punggung kaki
hingga tungkai bawah bagian atas serta sebagian tangan yang merupakan tempat
predileksi. Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan histolpatologi karena
diagnosis telah ditegakan melalui anamesa dan gambaran klinis

Liken simpleks kronis lebih sering terjadi pada orang dewasa berumur 30-
50 tahun. Lebih sering terjadi pada perempuan dibadingkan dengan pria,
sedangkan pada kasus ini pasien merupakan pria berusia 54 tahun.

Diagnosis dermatitis atopi kronik dapat disingkirkan karena berdasarkan 5


kriteria mayor yang disusun oleh Hanifin dan Rajka hanya memenuhi 2 kriteria
yaitu pruritus dan dermatitis kronis atau residif, sedangkan tidak ada riwayat atopi
pada pasien atau keluarganya. Diagnosis dermatitis kontak iritan disingkirkan
karena sebelumnya pasien tidak memiliki riwayat terpapar bahan kimia atau
benda lainya. Pada kasus ini dermatitis numularis kronis dapat disingkarkan
berdasarkan gambaran lesi yang khas berupa liken simpleks kronikus yang
berbentuk seperti kulit batang kayu dan pada liken simpleks kronikus tidak

9
didapatkan peningkatan CGRP (Calcitonin gene-related peptide) dan SP
(substance P) pada pemeriksaan patologi.

Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini dibagi menjadi 2, yaitu non
medikamentosa dan medikamentosa. Tatalaksana medikamentosa adalah edukasi
untuk menghindari menggaruk pada bagian yang gatal untuk menghindari adanya
trauma pada kulit yang menjadi predisposisi terjadinya infeksi sekunder.
Penatalaksanaan farmakologis pada pasien ini dengan pemberian antibiotik,
antihistamin dan kortikosteroid. Pasien di berikan antibiotika sistemik oleh karena
lesi pada kulit banyak, sehingga akan lebih efektif dalam pengobatan pasien.
Antihistamin di berikan adalah krim doxepin 5 % jangka pendekuntuk mengatasi
keluhan gatal yang dialami pasien . Kortikosteroid sistemikbetamethasone
dipropionate 0.05% juga diberikan karena mempunyai efek antiinflamasi dan
imunosupresan yang bertujuan untuk mengobati peradangan .Pasien juga di
berikan antibiotik topikal asam fusidat yang bertujuan untuk mengobati infeksi
sekunder akibat garukan pada daerah yang gatal.
Umumnya pasien yang menderita liken simpleks kronikus memiliki
prognosis yang baik sehingga pada pasien ini perlu untuk diedukasi untuk
pemakain obat secara teratur dan menghindari faktor pencetus sehingga dapat
mencapai kesembuhan yang sempurna.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Sularsito, Sri Adi. Suria Djuanda. Dermatitis in Djuanda A, et al. Ilmu


Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
2013.
2. Harahap, M. Liken Simplek Kronik in Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates.
2000. Jakarta. (16-17)
3. Siregar RS. Neurodermatitis Sirkumskripta in Atlas Berwarna Saripati
Penyakit Kulit. EGC. 2005. Jakarta. (129-131)
4. Hogan DJ. Lichen Simplex Chronicus. diunduh dari
emedicine.medscape.com/article/1123423-overview#a0199
5. Wolff, Klaus. Lichen Simplek Chronic / Prurigo Nodularis in
Fitspatricks’s Dermatology In General Medicine. Edisi ke-7. Mc Graw
Hill Medical. New York.
6. Mansjoer, Arief. dkk. Neurodermatitis Sirkumskripta in Kapita Selekta
Kedokteran. Media Aesculapius. 2000. Jakarta. (3) (89)
7. Abidin Zaenal, et al.2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta. Pengurus Besar Ikatan
Dokter Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai