Anda di halaman 1dari 33

Pembimbing:

dr. Taufik R. Sudjanadiwirja, Sp.A, D.FM


Disusun oleh :
Anisa Devianda F
201720401011163

BAG/SMF ILMU KEDOKTERAN ANAK


RS BHAYANGKARA KEDIRI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAL ANG

2019
Asetaminofen adalah obat antipiretik dan
analgetik yang paling banyak digunakan
pada anak-anak.

Tujuan : Untuk mengetahui adakah hubungan


antara pemberian asetaminofen dengan kejadian
asma eksaserbasi pada anak-anak?

Beberapa pengamatan epidemiologis


menunjukkan bahwa penggunaan
asetaminofen dapat menjadi faktor risiko
perkembangan asma, serta eksaserbasi
asma.
 Asetaminofen adalah analgesik yang lebih lemah
dari obat – obatan antiinflamasi nonsteroid.

 Sering disukai karena toleransi yang lebih baik


dan profil keamanan yang lebih baik (tidak ada
efek buruk seperti perdarahan yang berhubungan
dengan aktivitas antiplatelet dan gastrointestinal.
Menghambat aktivitas
siklooksigenase, dengan
dominan penghambatan
cyclooxygenase

Mengurangi konsentrasi
prostaglandin E2, yang
menurunkan titik set hipotalamus
untuk mengurangi demam dan
menghambat jalur serotonik
untuk menghasilkan efek
analgesia
Metabolit asetaminofen menghabiskan
tingkat glutathione di saluran
pernapasan

Proses ini dapat menyebabkan peradangan


jalan nafas, bronkokonstriksi, dan gejala asma
selanjutnya

Dengan demikian mengarah pada


kerentanan terhadap stres oksidatif
• Uji cross-sectional, kohort, dan studi kasus-kontrol

• Dari tinjauan sistematis dan metaanalisis mengandung 13 studi


cross-sectional, 4 kohort studi, dan 2 studi kasus-kontrol

• Sebagian besar studi retrospektif menunjukkan beberapa


hubungan antara penggunaan acetaminophen di awal
kehidupan dan dapat mengembangkan asma di kemudian hari.
• Multicentre randomized controlled trial

• Kriteria inklusi300 anak berusia 12 hingga 59 bulan


dengan asma ringan yang persisten

• Diresepkan asetaminofen atau ibuprofen


untuk manajemen demam atau nyeri
kelompok A (diberi acetaminofen)

kelompok B (diberi ibuprofen)


Respirasi terdiri dari dua mekanisme, yaitu
inspirasi dan ekspirasi.
 Respirasimelibatkan otot-otot regular dan otot
bantu.Otot reguler bekerja dalam pernapasan normal,
sedang otot bantu atau auxiliar bekerja saat
pernapasan sesak.
 Secara histologis, saluran napas tersusun dari epitel,
sel goblet, kelanjar, kartilago, otot polos, dan elastin.
Epitel dari fossa nasalis sampai bronchus adalah
bertingkat toraks bersilia, sedang setelahnya adalah
selapis kubis bersilia.
 Sel goblet banyak terdapat di fossa nasalis sampai
bronchus besar, sedang setelahnya sedikit sampai
tidak ada.
 Alergen
 Infeksi
 Cuaca
 Iritan
 Kegiatan Jasmani
 ISPA
 Refluks gastroesofagitis
 Psikis
 Jenis Kelamin
 Usia
 Riwayat Atopi
 Lingkungan
 Ras
 Asap Rokok
 Outdoor air pollution,
 Infeksi respiratorik.
 Secara mikroskopik :
1. hiperplasia dari kelenjar mucus,
2. bertambah tebalnya otot polos bronkus dan
3. hipertofi serta hiperplasia dari sel gobletmukosa
4. Pertambahan jumlah limfosit peradangan, terutama
eosinofil terdapat pada mukosa yang edema.
Asma terjadi akibat :
1. Adanya obstruksi Saluran respiratorik
2. Hiperreaktivitas saluran respiratorik
Reaksi antigen antibodi Sel-sel inflamasi (sel
Pencetus serangan mast,makrofag,eosinofil,limfosit
(Hiperreaktivitas saluran napas) T, basofil)

Kontraksi otot polos bronkus


Melepaskan mediator
Obstruksi saluran napas Edema mukosa
(Histamin,prostaglandin,,dll)
Sekresi mukus meningkat

Serangan ASMA
Konsensus Pediatri Internasional III tahun 1998 :
1) Asma episodik jarang ( Asma ringan)
2) Asma episodik sering ( Asma sedang)
3) Asma kronik atau persisten (Asma berat)
Asma episodik jarang (Asma ringan)
1. 70–75% dari populasi asma anak.
2. Biasanya terdapat pada anak umur 3–6 tahun.
3. Serangan umumnya dicetuskan oleh infeksi virus
saluran napas atas.
4. Banyaknya serangan 3–4 kali dalam satu tahun.
5. Lamanya serangan paling lama hanya beberapa hari
saja
Asma episodik sering (Asma sedang)
1. Golongan ini merupakan 28% dari populasi asma
anak.
2. Pada dua pertiga golongan ini serangan pertama
terjadi pada umur sebelum 3 tahun.
3. Frekuensi serangan paling banyak pada umur 8−13
tahun.
4. Umumnya gejala paling buruk terjadi pada malam
hari dengan batuk dan mengi yang dapat
mengganggu tidur.
Asma kronik atau persisten (Asma berat)
1. Pada 25% anak serangan pertama terjadi sebelum
umur 6 bulan, 75% sebelum umur 3 tahun.
2. sering memerlukan perawatan di rumah sakit.
 Asma intermitten
 Asma persisten ringan
 Asma persisten sedang
 Asma persisten berat
Trias Asma
1. Mengi
2. Dipsneu
3. Batuk
 Anamnesis yang baik cukup untuk menegakan
diagnosis.
 Ditambah dengan pemeriksaan fisik dan,
 Pemeriksaan penunjang.
Gejala Gejala berupa batuk
timbul/memburuk berdahak, sesak
terutama napas, rasa berat di
malam/dini hari dada

Tidak dapat diobati


Faktor pencetus
dengan obat batuk
serangan
biasa

ASMA
inspeksi perkusi
Pernapasan
cepat dan Hipersonor
sukar

Batuk-batuk
paroksimal

Pigeon chest

Ekspirasi
memanjang
Auskultasi

wheezing

Dapat terdengar
rhonki kering dan
rhonki basah
 Berdasarkan kuesioner, cross-sectional, kohort, dan studi
kasus-kontrol (penelitian sebelumnya) ada beberapa
hubungan antara penggunaan asetaminofen dan
perkembangan asma pada anak-anak.
 Namun, dengan keterbatasan dalam metodologi, orang tua
tidak perlu takut untuk menggunakan asetaminofen pada
anak-anak yang membutuhkan efek analgetik dan
antipiretik hingga uji coba terkontrol besar sudah berhasil
dilakukan untuk membuktikan efek ini.
 Oleh karena itu, dosis tunggal asetaminofen pada anak-
anak dengan riwayat asma yang mendasari tidak signifikan
memicu serangan.
 Penggunaan asetaminofen jangka panjang sama sejauh
ibuprofen pada eksaserbasi asma.
 Menurut penelitian terbaru ini, penggunaan
asetaminofen tidak mempercepat eksaserbasi asma.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai