JAKARTA
AFTER CARE PATIENT
Abses Paru
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Diajukan Kepada:
Pembimbing:
dr. Bartholomeus Susanto Permadi, Sp.PD
Disusun oleh:
Silmi Kaaffah ( 1320221116 )
Abses Paru
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Disusun oleh:
Silmi Kaaffah1320221116
Tanda tangan
..
Tanggal
..
Mengesahkan:
Koordinator Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan
BAB I
STATUS PASIEN
I.1. IDENTITAS PASIEN
Nama
Usia
Alamat
: Ny. T
: 42 tahun
: Ds. Delik 1/6 Candigaronn, Sumowono Kab.
No. CM
Status pernikahan
Pekerjaan
Agama
Kelompok pasien
Bangsal/kelas
Tanggal masuk
Semarang
: 077861-2015
: Menikah
: Ibu rumah tangga
: Islam
: BPJS PBI
: Teratai/ kelas III
: 11 April 2015
: Disangkal
: Disangkal
: ya, sejak 10 tahun. Tidak terkontrol.
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
Riwayat hipertensi
: Disangkal
: Disangkal
: Ya, ibu menderita penyakit kencing manis.
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
Riwayat Pengobatan
Karena batuk darah, os berobat ke puskesmas Sumowono dan oleh puskesmas
tersebut os dirujuk ke RSUD Ambarawa (os belum mendapatkan terapi
apapun).
Riwayat Kebiasaan
-
: Disangkal
: Os mengaku menyikat gigi 2x
: Disangkal
: Disangkal
: baik
Kesadaran
: composmentis
Tanda Vital
RR
: 18x/menit
Suhu
: 35,8 C ( axilla )
Kepala
: mesosefal
Mata
Hidung
Telinga
: discharge (-/-)
Mulut
Tenggorokan
Leher
Thorax
Cor
Inspeksi
Palpasi
midclavicularis sinistra.
Perkusi : Batas jantung
kiri bawah : ICS V, 2 cm ke medial linea midclavicularis
sinistra
kiri atas
: ICS II linea sternalis sinistra
kanan atas : ICS II linea sternalis dextra
pinggang
: SIC III linea parasternalis sinistra
Kesan
: konfigurasi jantung normal
Auskultasi : BJ I-II reguler, bising (-), gallop(-)
Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Ekstremitas
Superior
Inferior
Akral dingin
-/-
-/-
Sianosis
-/-
-/-
Edema
-/-
-/-
Sensibilitas
+/+
+/+
Motorik:
Gerak
+/+
+/+
Kekuatan
5/5
5/5
Tonus
N/N
N/N
Reflek fisiologis
+/+
+/+
Reflek patologis
-/-
-/-
X-ray Thorax
Cor
: Apeks bergeser ke laterokaudal. CTR > 50 %
Pulmo : Terdapat lusensi bulat dengan opasitas di daerah distal membentuk
gambaran air-fluid level pada lapangan tengah paru kanan. Tampak
infiltrat disekitarnya
Bercak lapangan paru kanan atas
Kedua sudut lancip
Kesan:
Susp. Kardiomegali
Gambaran abses paru kanan
: negatif
Pagi
: negatif
Sewaktu
: negative
1.2.4. DIAGNOSIS
DM tipe II
1.2.5. TERAPI
Non Farmakologis:
Pengaturan posisi tidur, yaitu dengan memposisikan pasien untuk lebih
sering berbaring miring ke arah kiri karena letak abses berada di lapang
7
paru sebelah kanan. Hal ini bertujuan untuk terjadinya drainase abses
Farmakologis:
Infus Ringer Laktat 20 tpm
Inj. Cefotaxim 2x1
Inj. As. Traneksamat 3x1
Codein 3x1
Glimepiride
Metformin 3x1
Injeksi Cefoperazone 2x1
1.2.6. FOLLOW UP
11 April 2015
S:
Batuk lama 1 bln, berdahak, batuk darah (+) 5 hari SMRS, dahak (-) demam (-) mual
(-) muntah (-) BAB cair 1 hari SMRS 5 x sehari, ampas (+) lendir (-) darah (-) nyeri
perut (-) sesak (-) lemas (+)
O:
KU/kes : TSS/CM
TD :100/70 N:88 RR:20 S:36
Kepala : CA-/- SI -/Thorax : S1-S2, reg, SDV +/+ melemah di basal paru kanan, rh+/+, wh -/Abd : datar, super, BU (+) NT(-)
Eks: akral hangat, CRT < 2det
A:
Obs hemoptoe
GEA
DM tipe II
P:
Inf RL 20 tpm
Codein 3x1
Glimepiride
Metformin 3x1
12 April 2015
S:
Batuk (+) BAB cair (-) nyeri kepala (+) lemas (+)
O:
KU/kes : TSS/CM
TD :100/75 N:80 RR:20 S:35,8
Kepala : CA-/- SI -/Thorax : S1-S2, reg, SDV +/+ melemah di basal paru kanan, rh+/+, wh -/Abd : datar, super, BU (+) NT(-)
Eks: akral hangat, CRT < 2det
A:
Obs hemoptoe
GEA
DM tipe II
Inf RL 20 tpm
Codein 3x1
Glimepiride
P:
Metformin 3x1
13 April 2015
S:
Batuk (+) darah (-) nyeri kepala (+) lemas (+) BAB dan BAK dbn
O:
KU/kes : TSS/CM
TD :90/60 N:70 RR:18 S:35,7
Kepala : CA-/- SI -/Thorax : S1-S2, reg, SDV +/+ melemah di basal paru kanan, rh+/+, wh -/Abd : datar, super, BU (+) dbn NT(-)
Eks: akral hangat, CRT < 2det
A:
Obs hemoptoe
DM tipe II
Inf RL 20 tpm
Codein 3x1
Glimepiride
Metformin 3x1
P:
14 April 2015
S:
Batuk sudah berkurang, nyeri kepala (-) sesak (-) demam (-) BAB & BAK dbn
O:
10
KU/kes : TSS/CM
TD :100/60 N:84 RR:18 S:36,3
Kepala : CA-/- SI -/Thorax : S1-S2, reg, SDV +/+ melemah di basal paru kanan, rh+/+, wh -/Abd : datar, super, BU (+) dbn NT(-)
Eks: akral hangat, CRT < 2det
A:
DM tipe II
Inf RL 20 tpm
Codein 3x1
Glimepiride
Metformin 3x1
P:
15 April 2105
S:
Batuk sudah berkurang, nyeri kepala (-) sesak (-) demam (-) BAB & BAK dbn
O:
KU/kes : TSS/CM
TD :100/60 N:84 RR:18 S:36,3
Kepala : CA-/- SI -/Thorax : S1-S2, reg, SDV +/+ melemah di basal paru kanan, rh+/+, wh -/Abd : datar, super, BU (+) dbn NT(-)
Eks: akral hangat, CRT < 2det
A:
11
DM tipe II
Inf RL 20 tpm
Codein 3x1
Glimepiride
Metformin 3x1
P:
16 April 2015
S:
Batuk sudah berkurang, nyeri kepala (-) sesak (-) demam (-) BAB & BAK dbn
O:
KU/kes : TSS/CM
TD :100/60 N:84 RR:18 S:36,3
Kepala : CA-/- SI -/Thorax : S1-S2, reg, SDV +/+ melemah di basal paru kanan, rh-/-, wh -/Abd : datar, super, BU (+) dbn NT(-)
Eks: akral hangat, CRT < 2det
A:
DM tipe II
P: Os diizinkan pulang
12
BAB II
LATAR BELAKANG
II.1. Latar Belakang
Penyakit infeksi paru masih merupakan penyebab kematian yang sangat
penting di Indonesia. Baik yang mengenai cabang-cabang pembuluh paru (bronkus,
bronkiolus) atau yang mengenai jaringan paru-paru. Abses paru merupakan salah satu
penyakit infeksi paru yang didefinisikan sebagai kematian jaringan paru-paru dan
pembentukan rongga yang berisi sel-sel mati atau cairan akibat infeksi destruktif
berupa lesi nekrotik pada jaringan paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas
yang berisi nanah (pus) dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih. Walaupun
insidens penyakit abses paru berkurang setelah adanya antibiotik, namun beberapa
faktor risiko terjadinya abses perlu seharusnya tidak luput dari perhatian, misalahnya
kondisi yang memudahkan aspirasi, penyakit periodontal, kebersihan gigi dan mulut
yang kurang baik, pencabutan gigi, immunocompromised, Ca paru dan lain
sebagainya.
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1. DEFINISI
Penyakit infeksi paru masih merupakan penyebab kematian yang sangat
penting di Indonesia. Baik yang mengenai cabang-cabang pembuluh paru
(bronkus, bronkiolus) atau yang mengenai jaringan paru-paru.
Abses paru merupakan salah satu penyakit infeksi paru yang didefinisikan
sebagai kematian jaringan paru-paru dan pembentukan rongga yang berisi selsel mati atau cairan akibat infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan
paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus)
dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih.1
Abses paru dapat diklasifikasikan berdasarkan perlangsungan dan
penyebabnya. Berdasarkan perlangsungannya abses paru diklasifikasikan
menjadi akut dan kronik. Disebut akut
dalam waktu
terjadi dalam waktu > 4-6 minggu. Sedangkan menurut penyebabnya abses
paru dibagi menjadi abses primer dan sekunder. Abses primer muncul karena
nekrosis jaringan paru (akibat pnumonitis, infeksi dan neoplasma) ataupun
pneumonia pada orang normal. Disebut abses sekunder apabila disebabkan
kondisi sebelumnya seperti septik emboli (misalnya endokarditis sisi kanan),
14
lobus atas
16
fisura
horisontalis
lobus tengah
fisura
horisontali
lobus bawah
s
Gambar 2. Lobus
Dikutip dari
Bronki dan
paru
mendapat
lobus atas
fisura
horisontalis
lobus bawah
paru dilihat dari depan
kepustakaan 12
jaringan parenkim parupasokan
darah
dari
17
Streptococcus micraerophilic
Streptococcus pyogenes
Streptococcus pneumoniae1,2,3,5
Gram negatif : biasanya merupakan sebab nosokomial
Klebsiella pneumoniae
Pseudomonas aeroginosa
Escherichia coli
Actinomyces species
Nocardia species
Gram negatif bacilli
c. Kelompok jamur (mucoraceae, aspergillus species), parasit, amuba,
mikobakterium1,2,3,5
Prevalensi tertinggi berasal dari infeksi saluran pernapasan dengan
mikroorganisme penyebab umumnya berupa campuran dari bermacam-macam
kuman yang berasal dari flora mulut, hidung, dan tenggorokan.
Faktor predisposisi terjadinya abses paru seorang pasien:
1. Ada sumber infeksi saluran pernafasan.
Infeksi mulut, tumor laring yang terinfeksi, bronkitis, bronkiektasis dan
kanker paru yang terinfeksi.
2. Daya tahan saluran pernafasan yang terganggu
Pada paralisa laring, aspirasi cairan lambung karena tidak sadar, kanker
esofagus, gangguan ekspektorasi, dan gangguan gerakan sillia.
3. Obstruksi mekanik saluran pernafasan karena aspirasi bekuan darah, pus,
bagian gigi yang menyumbat, makanan dan tumor bronkus. Lokalisasi
abses tergantung pada posisi tegak, bahan aspirasi akan mengalir menuju
lobus medius atau segmen posterior lobus inferior paru kanan, tetapi
dalam keadaan berbaring aspirat akan menuju ke segmen apikal lobus
superior atau segmen superior lobus interior paru kanan, hanya kadangkadang aspirasi dapat mengalir ke paru kiri.4
III.5. PATOFISIOLOGI
Terjadinya abses paru biasanya melalui dua cara, yaitu aspirasi dan
hematogen.
bronkogenik yang termasuk akibat aspirasi, stasis sekresi, benda asing, tumor,
dan struktur bronkial. Keadaan ini menyebabkan obstruksi bronkus dan
terbawanya organisme virulen yang akan menyebabkan infeksi pada daerah
distal obstruksi tersebut. Dalam keadaan tegak, bahan aspirasi akan mengalir
menuju ke lobus medius atau segmen posterior lobus inferior paru kanan, tetapi
18
dalam keadaan berbaring aspirat akan menuju ke segmen apikal lobus superior
atau segmen superior lobus inferior paru kanan, hanya kadang-kadang saja
aspirat dapat mengalir ke paru kiri.1,4
Kebanyakan abses paru muncul sebagai komplikasi dari pneumonia
aspirasi akibat bakteri anaerob di mulut. Penderita abses paru biasanya memiliki
masalah periodontal (jaringan di sekitar gigi). Sejumlah bakteri yang berasal
dari celah gigi yang sampai ke saluran pernapasan bawah akan menimbulkan
infeksi. Tubuh memiliki sistem pertahanan terhadap infeksi semacam ini,
sehingga infeksi hanya terjadi jika sistem pertahanan tubuh sedang menurun,
seperti yang ditemukan pada seseorang yang tidak sadar atau sangat mengantuk
karena pengaruh obat penenang, obat bius, atau penyalahgunaan alkohol. Selain
itu dapat pula terjadi pada penderita gangguan sistem saraf.1,2,3
Jika bateri tersebut tidak dapat dimusnahkan oleh mekanisme pertahanan
tubuh, maka akan terjadi pneumonia aspirasi dan dalam waktu 7-14 hari
kemudian akan berkembang menjadi nekrosis yang berakhir dengan
pembentukan abses.2,3
Secara hematogen yang paling banyak terjadi adalah akibat septikemi atau
sebagai fenomena septik emboli, sekunder dari fokus infeksi pada bagian lain
tubuhnya seperti tricuspid valve endocarditis. Penyebaran hematogen ini
umumnya akan berbentuk abses multipel dan biasanya disebabkan oleh
stafilokokus.
Abses hepar bakterial atau amubik bisa mengalami ruptur dan menembus
diafragma yang akan menyebabkan abses paru pada lobus bawah paru kanan
dan rongga pleura.1
Disebut abses primer bila infeksi diakibatkan aspirasi atau pneumonia
yang terjadi pada orang normal, sedangkan abses sekunder bila infeksi terjadi
pada orang yang sebelumnya sudah mempunyai kondisi seperti obstruksi,
bronkiektasis dan gangguan imunitas.1
Diameter abses bervariasi dari beberapa milimeter sampai kavitas besar
dengan ukuran 5-6 cm. Lokalisasi dan jumlah abses bergantung pada bentuk
perkembangannya. Abses paru yang diakibatkan oleh aspirasi lebih banyak
terjadi pada paru kanan (lebih vertikal) daripada paru kiri, serta lebih banyak
berupa kavitas tunggal. Abses yang terjadi bersamaan dengan adanya
pneumonia atau bronkiektasis umumnya bersifat multipel, terletak di basal dan
tersebar luas. Septik emboli dan abses yang diakibatkan oleh penyebaran
19
Peningkatan
jumlah
leukosit
yang
20
21
Gambar 4. Foto X-Ray ini ditemukan kavitas pada hilum kanan. Foto Xray posisi lateral memperlihatkan kavitas memiliki dinding yang tipis dan
terletak pada segmen apikal dari lobus paru kanan bawah.
Dikutip dari kepustakaan 13
Ukuran dari abses bervariasi namun secara umum memiliki bentuk
yang bulat. Dinding abses umumnya tebal dan permukaan dalamnya
irreguler. Pembuluh darah bronkus dan bronkus sendiri dapat menjadi
dinding dari abses.5,6
Abses dapat berisi cairan saja maupun cairan yang bercampur
dengan udara sehingga memberikan gambaran air-fluid level. Bila abses
mengalami ruptur akan terjadi drainase abses yang tidak sempurna ke
dalam bronkus, yang akan memberikan gambaran kavitas dengan batas
udara dan cairan di dalamnya (air fluid level). Secara umum terdapat
perselubungan di sekitar kavitas, meskipun begitu pada terapi kavitas akan
menetap lebih lama dibanding perselubungan di sekitarnya. 1,6,14,15,16
Gambar 5. Abses Paru posisi AP dan lateral. Kavitas dengan air fluid
level pada lapangan paru kiri atas.
Dikutip dari kepustakaan 16
b. CT-Scan
22
23
terdapat pada lapangan paru atas. Gejala klinisnya hampir sama atau lebih
menahun daripada abses paru. Pada tuberkulosis didapatkan BTA.18
24
Gambar 9. Karsinoma sel skuamosa lobus paru kanan bawah dengan kavitas.
Dikutip dari kepustakaan 3
Bayangan nodul pada paru berukuran beberapa milimeter sampai 4 cm
atau lebih dan tidak mengandung kalsifikasi harus diutamakan pada kecurigaan
sebagai karsinoma bronkogen terutama usia diatas 40 tahun. Karsinoma bronkus
primer merupakan penyebab yang paling sering berupa kavitas soliter yang
merupakan deposit sekunder. Kavitas yang jinak berlokasi di sentral dan
memiliki dinding yang regular. Sedangkan kavitas soliter yang ganas memiliki
kavitas eksentrik dengan dinding irreguler.16,19
c. Empiema
Empiema yang terlokalisir dan disertai dengan fistula bronkopleura akan
sulit dibedakan dengan abses paru. Gambaran empiema karakteristik, yaitu
tampak pemisahan pleura viseral dan parietal (pleura split) dan kompresi paru.
CT scan dapat menunjukkan lokasi abses berada dalam parenkim paru yang
membedakannya dengan empiema.1,17
Gambar 10. Potongan coronal dada pada gambar CT menunjukkan adanya lesi
pada lobus atas kanan dengan internal air-filled cavity, dinding tebal tidak
beraturan (panah warna hijau) dan lesi lain di sebelah bawah paru kiri dengan
internal fluid, dinding tipis (panah warna kuning) kompresi pada lapangan paru
25
(panah kuning dan kotak). Lesi pada bagian atas paru kanan adalah abses paru
dan pada bagian bawah paru kiri adalah empiema.
Dikutip dari kepustakaan 3
III.11. GAMBARAN HISTOPATOLOGIS
Abses paru bermula sebagai nekrosis dari bagian kecil yang terus berkembang
di dalam segmen yang terkonsolidasi pada pneumonia. Area ini dapat begabung
membentuk area supuratif yang singel maupun multipel yang mewakili abses paru.
Ketika inflamasi berlanjut mencapai bronkus, isi dari abses dikeluarkan sebagai
sputum yang berbau, kemudian, terbentuklah fibrosis yang menyebabkan bekas
luka padat yang memisahkan abses.2
III.12. PENATALAKSANAAN
a. Terapi antibiotik
Penisilin merupakan pilihan dengan dosis satu juta unit, 2-3 kali sehari
intramuskular. Bila diperkirakan terdapat kuman gram negatif dapat
ditambahkan kloramfenikol 500 mg empat kali sehari. Respons terapi yang
baik akan terjadi dalam 2-4 minggu, dan selanjutnya bisa dilanjutkan dengan
terapi antibiotik peroral. Pada terapi peroral diberikan:
Penisilin oral 750 mg empat kali sehari.
Apabila hasil terapi kurang memuaskan, terapi dapat dirubah dengan:
Klindamisin 600 mg tiap 8 jam,
Metronidazol 4x500 mg, atau
Gentamisin 5 mg/kg BB dibagi dalam 3 dosis tiap hari.4
b. Drainase postural
Selalu dilakukan bersama dengan pemberian terapi antibiotik. Tubuh
diposisikan sedemikian rupa sehingga drainase pun menjadi lancar. Pada
kebanyakan pasien, drainase spontan terjadi melalui cabang bronkus, dengan
produksi sputum purulen.4
26
c. Bronkoskopi
Penting untuk membersihkan jalan napas sehingga drainase pun menjadi
lancar.3,4 Di samping itu, dengan bronkoskopi dapat dilakukan aspirasi dan
pengosongan abses yang tidak mengalam drainase yang adekuat, serta dapat
diberikannya larutan antibiotik melewati bronkus langsung ke lokasi abses.1
d. Bedah
Pembedahan dilakukan bila terapi antibiotik gagal, yaitu bila :
- Abses menjadi menahun
- Kavitas, produksi dahak, dan gejala klinik masih tetap ada setelah
-
27
oleh abses paru terjadi penurunan dari 30 40 % pada era preantibiotika dan
sampai 15 20 % pada era sekarang.4,20
Pada penderita dengan beberapa faktor predisposisi mempunyai prognosis
yang lebih jelek dibandingkan dengan penderita dengan satu faktor predisposisi.
Beberapa faktor yang memperbesar angka mortalitas pada Abses paru sebagai
berikut :
1. Anemia dan Hipoalbuminemia
2. Abses yang besar ( > 5-6 cm)
3. Lesi obstruksi
4. Bakteri aerob
5. Immunocompromised
6. Usia tua
7. Gangguan intelegensia
8. Perawatan yang terlambat20
28
BAB IV
AFTER CARE PATIENT
29
30
di
sembarang
tempat
dan
menumpuk
sehingga
Saluran air dialirkan ke got depan rumah yang mengalir, air dan
kotoran dari jamban ditampung di septic tank.
IV.3.5. Diagnosis Fungsi-Fungsi Keluarga
a.
Fungsi Biologis
Pasien perempuan usia 42 tahun menderita abses paru dengan
hari.
e.
secara musyawarah.
f.
Faktor perilaku
Pasien memiliki kebiasaan makan cukup baik, pasien tidak
Faktor nonperilaku
Sarana pelayanan kesehatan cukup mudah dijangkau oleh pasien.
dan
Kesehatan
Abses paru dengan DM tipe II
Sasaran
untuk
selalu
32
dan
IV.3.7. Pembinaan
Tanggal
17 April 2015
Kegiatan
Hasil Kegiatan
Edukasi dan konseling mengenai Pengetahuan tentang
penyakit pasien dan
melakukan
pengobatan,
abses
abses
paru
bahwa
menjaga
penting adanya.
33