Anda di halaman 1dari 208

Dibuat oleh:

Erlinda Karyadi 1415091


Arnold Nathanael 1415119
Saraya Amajida 1415072
Winanda Wisesa Moestopo 1415180
Janice Setiawan 1315095
Tan Fenny Widiyana 1415143
Hilmi Kartamidjaja 1415154
Demirel Andrea 1415032
Ruth Bethania Dayu Hutabarat 1414087
Cresentia Cyndy Kosim S 1215110
 Psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan
ketidakmampuan individu menilai kenyataan yang terjadi,
misalnya terdapat halusinasi, waham atau perilaku kacau atau
aneh.

 Gangguan Psikotik adalah semua kondisi yang menunjukkan


adanya hendaya berat dalam kemampuan daya nilai realitas,
baik dalam perilaku individu dalam suatu saat maupun
perilaku individu dalam perjalanannya mengalami hendaya
berat kemampuan daya nilai realitas.
 Sebelumnya Gangguan Psikotik dibagi
menjadi :
 Psikotik Organik : Delirium, dementia, Sindroma
amnestik, Halusinosis organik, gangguan waham
organik, gangguan kepribadian organik, gangguan
mental & perilaku akibat penggunaan zat
psikoaktif

 Psikotik Fungsional : Skizofrenia, gangguan


kepribadian paranoid, psikosis non-organik lainnya
Ggg mental Ggg organik & F0 -Ggg mental Organik F00- F03 : Demensia
organik simtomatik termasuk Ggg Mental F04-F07, F09 : Sindrom Amnesik & Ggg mental organik
Simtomatik
Ggg akibat F1- Ggg Mental & perilaku F10 :…. akibat penggunaan Alkohol
alkohol & akibat penggunaan Alkohol F11,12,14 : … akibat penggunaan Opioida/Kanabinoida/Kokain
obat/zat & Zat psikoaktif lainnya F13,15,16 : …. akibat penggunaan Sedativa atau
Hipnotika/Stimulansia lain/ Halusinogenika
F17-F19 : …. akibat penggunaan Tembakau/Pelarut yg mudah
menguap/Zat Multiple & at Psikoaktif lainnya

Ggg mental Skizofrenia & F2- Skizofrenia, Ggg F20,21,23: Skizofrenia, Ggg Skizotipal, Psikotik Akut & Sementara
Psikotik ggg yg terkait Skizotipal & Ggg Waham F22,24: ggg Waham Menetap, Ggg Waham Terinduksi
F25: Ggg Skizoafektif
F28,-29: Ggg Psikoaktif Non-organik Lainnya, atau YTT

Ggg afektif F3 - Ggg Suasana Perasaan F30-31: Episode Manik, Ggg Afektif bipolar
(Mood[Afektif]) F32-39: Episode Depresif, Ggg Depresit Berulang, Ggg Suasana
Perasaan ( Mood/Afektif)Menetap/Lainnya/YTT

Ggg neurotik & Ggg neurotik F4 – Ggg neurotik, Ggg F40-41: Ggg anxietas Fobik atau lainnya
ggg kepribadian Somatoform & Ggg terkait F42: Ggg Obsesif –Kompulsif
stres F43,45,48 Reaksi thdp Stres berat & Ggg Penyesuaian, Ggg
Somatoform, GggNeurotik lainnya
F44: Ggg Disosiatif ( Konversi)

Ggg kepribadian F5 Sindrom perilaku yg F50-55, F59: Ggg Makan, Ggg tidur, disfungsi seksual atau Ggg
& perilaku masa berhub.dgn ggg fisiologis & perilaku Lainnya
dewasa faktor fisik

F6 Ggg Kepribadian & F60-69: Ggg Kepribadian, Ggg kebiasaan & Impuls, Ggg Identitas
Perilaku Masa dewasa ata Preferensi Seksual
Ggg masa kanak, remaja & Returdasi mental F7 Retardasi Mental F70-79: Retardasi Mental
perkembangan
Ggg masa kanak, remaja & F8 Ggg Perkembangan F80-89: Ggg perkembangan
perkembangan Psikologis psikologis
F9 Ggg perilaku & emosional F90-98: Ggg hiperkinetik,
dgn Onset biasanya pd Masa Ggg Tingkah laku, ggg
Kana & Remaja Emosional atau Fungsi sosial
khas, Ggg Tic atau ggg
perilaku & emosional lainnya
Delirium, dll
Organik
Zat psikoaktif
Psikotik

Non organik/ Skizofrenia,


Fungsional dll.

Psikotik – Non Organik / Ggg. Mood,


Gangguan Non psikotik Fungsional dll.
Jiwa
Ggg.
Neurotik

Ggg.
Somatoform
Non Psikotik
Ggg. Terkait
Stress

Ggg.
Kepribadian
Demensia
 Suatu sindrom akibat penyakit/gangguan otak
bersifat kronik-progresif.
 Adanya gangguan fungsi luhur kortikal multipel
yaitu daya ingat, daya pikir, orientasi, daya
tangkap, berhitung, kemampuan belajar,
berbahasa, dan daya nilai (judgment).
 Umumnya disertai dan ada kalanya diawali
dengan kemerosotan (deterioration) dalam
pengendalian emosi, perilaku sosial atau
motivasi hidup.
- Pada populasi lanjut usia (> 65 tahun) 
3 – 30%
- demensia tipe Alzheimer  meningkat 2 kali
lipat setiap pertambahan usia 5 tahun, yaitu
bila pravalensi usia 65 thn sebesar 3%, maka
usia 70 thn menjadi sebesar 6%, dst.
- Di Indonesia, tahun 2006 diperkirakan ada
1.000.000 orang dengan demensia untuk
jumlah lanjut usia 20 juta orang.
 60% demensia bersifat irreversibel (tidak
dapat pulih ke kondisi semula)
 25% demensia dapat dikontrol
 15% demensia dapat pulih kembali
- Adanya penurunan kemampuan daya ingat
dan daya pikir yang sampai mengganggu
kegiatan harian seseorang, seperti : mandi,
berpakaian, makan, kebersihan diri, BAK, BAB.
- Tidak ada gangguan kesadaran.
- Gejala dan disabilitas sudah nyata paling
sedikit 6 bulan.
 Gangguan Depresif ( F30-F39)
 Delirium (F05), F05.1 Delirium, bertumpang
tindih dengan demensia
 Retardasi Mental Ringan & Sedang (F70-F71)
 F00 Demensia pada penyakit alzheimer (50-
60%)
 F01 Demensia vaskular (20-30%)
 F02.0 Demensia pada penyakit Pick
 F02.1 Demensia pada penyakit Creutfeld-
Jacob
 F02.2 Demensia pada penyakit Huntington
 F02.3 Demensia pada penyakit parkinson
 F02.4 Demensia pada penyakit HIV/AIDS
 Terdapat gejala demensia.
 Onset bertahap dengan detriorasi lambat.
 Tidak adanya bukti klinis/temuan dari pemeriksaan
khusus yang menyatakan bahwa kondisi mental
disebabkan oleh penyakit otak atau sistemik lain yang
dapat menimbulkan demensia (hipotiroidisme,
hiperkalsemia, defvit B12, def niasin, neurosifilis,
hidrosefalus, hematoma subdural).
 Tidak adanya serangan apoplektik mendadak atau
gejala neurologik kerusakan otak fokal (hermiparesis,
gangguan sensorik, defek lapang pandang).
 F00.0 Demensia pada Penyakit Alzheimer Onset
Dini
- Onset usia <65 tahun
- Perkembangan gejala cepat dan progresif (deteriorasi)
- Riwayat keluarga penyakit alzheimer  faktor
penyokong diagnosis tapi tidak harus terpenuhi

 F00.1 Demensia pada Penyakit Alzheimer Onset


lambat
- Onset usia >65 tahun
- Perjalan penyakit lambat
- Biasanya dengan gangguan daya ingat sebagai
gambaran utamanya
 F00.2 Demensia pada Penyakit Alzheimer,
Tipe Tak Khas atau Tipe Campuran
 Tidak cocok dengan pedoman F00.0 dan F00.1.
 Tipe Campuran adalah demntia
alzheimer+vaskular
 F00.2 Demensia pada Penyakit Alzheimer YTT
 Terdapat gejala demensia.
 Hendaya fungsi kognitif tidak merata (mungkin
terdapat hilangnya daya ingat, gang. daya pikir,
gejala neurologis fokal). Daya tilik diri (insight)
dan daya nilai (judgment) tetap baik.
 Suatu onset yang mendadak atau deteriorasi
bertahap, disertai gejala neurologis fokal 
meningkatkan kemungkinan demensia vaskular.
Pada bbrpa kasus, penetapan hanya dapat
dilakukandgn pemeriksaan CT-scan atau
pemeriksaan neuropatologis.
 F01.0 Demensia vaskular onset akut
- Terjadi secara cepat sesudah serangkaian stroke akibat
trombosis serebrovaskular, embolisme atau
perdarahan.
- Infark yang besar dapat sebagai penyebabnya (jarang).

 F01.1 Demensia multi infark


- Onset lebih lambat
- Setelah serangkaian episode iskemik minor yang
menimbulkan akumulasi dari infark pada parenkim
otak.
 F01.2 Demenisa vaskular subkortikal
- Fokus kerusakan akibat iskemia pada substansia alba di
hemisphere serebri, yang dapat diduga scr klinis dan
dibuktikan dgn CT-scan
- Cortex cerebri biasanya tetap baik, gamb. klinis masi mirip
pada penyakit alzheimer

 F01.3 Demensia vaskular campuran kortikal dan


subkortikal
 Dpt diduga dr gamb.klinis, hasil pemeriksaan (termasuk
otopsi) atau keduanya

 F01.8 Demensia vaskular lainnya


 F01.9 Demendia vaskular YTT
 Adanya gejala demensia progresif.
 Gambaran neuropatologis: atrofi selektif dari
lobus frontalis yg menonjol, disertai euforia,
emosi tumpul, dan perilaku sosial yang kasar,
disinhibisi, dan apatis atau gelisah.
 Manifestasi gangguan perilaku mendahului
gangguan daya ingat.
 Trias yang sangat mengarah pada diagnosa
penyakit ini :
 Demensia yang progresif merusak
 Penyakit piramidal dan ekstrapiramidal dengan
mioklonus
 Elektroensefalogram yang khas (trifasik)
 Ada kaitan antara gangguan gerakan koreiform,
demensia, dan riwayat keluarga dengan penyakit
Huntington.
 Gerakan koreiform yang involunter, terutama
pada wajah, tangan, dan bahu, atau cara berjalan
yang khas, merupakan manifestasi dini dari
gangguan ini.
 Gejala demensia ditandai dengan gangguan
fungsi lobus frontalis pada tahap dini, dengan
daya ingat relatif masih terpelihara, sampai saat
selanjutnya.
 Demensia yang berkembang pada seseorang
dengan penyakit Parkinson yang sudah parah,
tidak ada gambaran klinis khusus yang dapat
ditampilkan.
 Demensia yang berkembang pada seseorang
dengan penyakit HIV
 Tidak ditermukan penyakit/kondisi lain yang
bersamaan selain infeksi HIV tersebut
 Tujuan tata laksana psikososial ditujukan
untuk :
 Mempertahankan kemampuan penderita yang
masih tersisa
 Menghambat progresivitas kemunduran fungsi
kognitif
 Mengelola gangguan psikologik dan perilaku yang
timbul
 Menghambat kemunduran fungsi kognitif:
 Latihan memori sederhana
 Latihan orientasi realitas
 Senam otak
 Pemberian obat antidemensia seperti
donepezil dan rivastigmin
 Untuk mengendalikan perilaku agresif dapat
diberikan obat antipsikotik dosis rendah
 Haloperidol 0,5-1 mg/hari
 Risperidon 0,5-1 mg/hari
 Mengatasi depresi dapat diberikan
antidepresan
 Sertralin 25mg/hari
 Delirium  gangguan kesadaran disebabkan oleh disfungsi
serebral, dengan manifestasi klinik abnormalitas
neuropsikiatri yang beragam.

 Delirium bersifat sementara dan reversibel, dapat menyerang


semua usia, namun lebih sering menyerang orang tua dan
orang dengan compremised mental status.

 PPDGJ III  onset biasanya cepat, perjalanan penyakitnya


hilang timbul sepanjang hari, dan keadaan itu berlangsung
kurang dari 6 bulan.
DSM V mengklasifikasi delirium menurut etiologi sebagai berikut:
1. Delirium yang berhubungan dengan kondisi medik umum
2. Delirium intoksikasi substansi (penyalahgunaan obat)
3. Delirium penghentian substansi
4. Delirium diinduksi substansi (pengobatan atau toksin)
5. Delirium yang berhubungan dengan etiologi multipel
6. Delirium tidak terklasifikasi.
1. Gangguan kesadaran (penurunan kemampuan untuk memusatkan, fokus,
mempertahankan dan mengalihkan perhatian) dan kewaspadaan
(penurunan orientasi lingkungan)
2. Gangguan timbul pada periode waktu yang singkat (biasanya jam hingga
beberapa hari), menunjukan perubahan pada perhatian dan kewaspadaan,
dan cenderung berfluktuasi sepanjang hari
3. Gangguan tambahan pada fungsi kognitif (misal : defisit memori,
disorientasi, bahasa, kemampuan persepsi mengenai ruang, atau persepsi)
4. Gangguan pada kriteria 1 dan 3 tidak dapat dijelaskan dengan kelainan
neurokognitif lain dan tidak muncul pada penurunan tingkat rangsangan
seperti koma.
5. Terdapat bukti dari riwayat, pemeriksaan fisik, atau pemeriksaan
laboratorium bahwa gangguan tersebut merupakan konsekuensi fisiologis
langsung dari kondisi medis lain, intoksikasi substansi, atau withdrawal
(drug / medication abuse), atau terpapar racun, atau diakibatkan etiologi
yang multiple.
F.05 Pedoman diagnostik DELIRIUM (BUKAN AKIBAT
ALKOHOL/PSIKOAKTIF).
1. Gangguan kesadaran dan perhatian
- Dari taraf kesadaran berkabut sampai dengan koma
- Menurunnya kemampuan untuk mengarahkan, memusatkan,
mempertahankan, dan mengalihkan perhatian.
2. Gangguan kognitif secara umum
- Distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi; seringkali visual
- Hendaya daya pikir dan pengertian abstrak, dengan atau tanpa waham
yang bersifat sementara, tetapi sangat khas terdapat inkoherensi yang
ringan.
- Hendaya daya ingat segera dan jangka pendek, namun daya ingat
jangka panjang relatif masih utuh
- Disorentasi waktu, pada kasus yang berat, terdapat juga disorientasi
tempat dan orang.
3. Gangguan psikomotor
- Hipo- atau hiper-aktivitas dan pengalihan aktivs yang tidak terduga dari
satu ke yang lain
- Waktu bereaksi yang lebih panjang
- Arus pembicaraan yang bertambah atau berkurang
- Reaksi terperanjat meningkat
4. Gangguan siklus tidur-bangun
- Insomnia atau tidak bisa tidur sama sekali
- Terbaliknya siklus tidur bangun (mengantuk pada siang hari)
- Gejala memburuk pada malam hari
- Mimpi yang menganggu atau mimpi buruk, yang dapat berlanjut
menjadi halusinasi setelah bangun.
5. Gangguan emosional
Misalnya depresi, ansietas atau takut, lekas marah, euforia, apatis, atau
rasa kehilangan akal
 Intoksikasi zat /  Gangguan Metabolik
withdrawal  Keseimbangan asam basa
 Efek obat / interaksi obat
 Infeksi  Dehidrasi
 Trauma kepala  Malnutrisi
 Disfungsi endokrin  Ketidakseimbangan elektrolit
 Keadaan post operatif  Glukosa darah
(postcardiotomy
delirium)  Narkosis CO
 Faktor lingkungan (ICU  Ensefalopati uremic
psikosis)  Ensefalopati hepatik
 Gangguan tidur
 Obat-obatan
 Insufisiensi Cerebrovaskular
 Antikolinergik
 Hipnotik Sedatif  Congestive heart failure
 Anti – Parkinson  Hipovolemia
(Levodopa)  Aritmia
 Kortikosteroid  Anemia berat
 Transient ischemia
 Acute CVA
Untuk mencari penyebab
 Hematologi Rutin
 Urinalisis
 Tes obat dalam darah dan urin
 Elektrolit
 Glukosa
 Fungsi Hepar, Fungsi Ginjal, Fungsi Tiroid
 Serum marker for delirium  Calcium binding protein S-
100 B
 Brain Imaging
Teknik Reorientasi  contoh: menunjukkan foto keluarga
Medikamentosa:
 Neuroleptik (Haloperidol, Risperidone)  pada delirium
dengan gejala psikotik
 Hipnotik Sedatif (benzodiazepin)  pada delirium akibat
intoksikasi alkohol, kejang,
 Tiamine  pada intoksikasi alkohol
 Intoksikasi antikolinergik  pisostigmin salisilat 1-2 mg IV
atau IM dapat diulang 15-30 menit bila diperlukan.
Dua gejala utama pada delirium yang memerlukan terapi :
psikosis dan insomnia
 Psikosis
 Haloperidol 2 – 10 mg IM dapat diulang 1 jam kemudian
bila pasien masih agitasi. Tenang  PO 2dd, pagi dan
malam.
 Insomnia
 Golongan benzodiazepine, lorazepam 1 – 2 mg sebelum
saat tidur.
Bila penyebab sudah diketahui dan dapat diatasi, gejala delirium
dapat hilang 3-7 hari dan akan hilang seluruhnya dalam 2
minggu.
 Merupakan gangguan mental berupa penurunan ingatan
jangka pendek dan jangka panjang, dengan anterograde dan
terkadang retrograde amnesia, dan terjadi dalam keadaan
sadar.
 Terjadi kerusakan struktur bilateral/unilateral: hipotalamus,
lobbus temporalis (hipokampus, amigdala), lobus frontalis.
1. Defisiensi thiamin yang terkait dengan penyalahgunaan
alKohol kronis (Alcohol amnestic disorder, korsakoff’s
syndrome)

2. Hipoglikemia, hipoksia cereberal, ensefalitis, intoksikasi


karbon monoksida terutama pd lobus temporalis
hipokampus

3. Tumor, penyakit cerebrovaskuler, tindakan bedah,


multipel sklerosis terutama pd diensefalon temporalis.
 Gangguan daya ingat:
 Informasi baru (anterograd), hal-hal sebelumnya (retrograd),
 Pada sosial pekerjaan,
 disorientasi waktu dan tempat.
 Onset gejala mendadak (trauma, serebrovaskuler, zat kimia,
neurotoksin), perlahan (defisiensi gizi, tumor, Alkohol)
 Perjalanan:
o Singkat (short duration/ transien) </= 1 bln,
o Lama (long duration) > 1 bln
 Gejala lain: perubahan kepribadian samar – jelas, apatis kurang
inisiatif, agitasi, bersahabat mudah setuju, bingung, konfusi,
konfabulasi, tilikan kuarng.
F04 : Sindrom Amnestik Organik, Bukan Akibat Alkohol Dan Zat
Psikoaktif Lainnya
- Adanya gangguan daya ingat, berupa berkurangnya daya ingat
jangka pendek (lemahnya kemampuan belajar materi baru),
amnesia antegrad dan retrograd, dan menurunnya
kemampuan untuk mengingat dan mengungkapkan
pengalaman yang telah lalu dalam urutan terbalik menurut
kejadiannya.
- Riwayat atau bukti nyata adanya cedera atau penyakit pada
otak (terutama bila mengenai struktur diensephalon dan
temporal medial secara bilateral.
- Tidak berkurangnya daya ingat segera (immediate recall),
misalnya diuji untuk mengingat deret angka, tidak ada
gangguan perhatian (attention) dan kesadaran (conciousness)
dan tidak ada gangguan intelektual secara umum.
• Sindrom Organik lain dengan hendaya daya ingat yang
menonjol (F00-F03, F05)
• Amnesia disosiatif (F44.0)
• Hendaya daya ingat akibat Gangguan Depresif (F30-F39)
• Berpura-pura (malingering) dengan menampilkan keluhan
hilangnya daya ingat (Z76.5)
• Sindrom Amnestik akibat alcohol (F10.6)
• Suatu gangguan halusinasi yang disebabkan oleh
gangguan tertentu pada otak, biasanya berupa
visual/auditorik yang terjadi pada kesadaran penuh.

• Banyak ditemui pada pecandu alkohol.


F06 Gangguan Mental Lainnya Akibat Kerusakan dan Disfungsi
Otak dan Penyakit Fisik.
- Adanya penyakit, kerusakan atau disfungsi otak atau penyakit
fisik sistemik yang diketahui berhubungan dengan salah satu
sindrom mental yang tercantum.
- Adanya hubungan waktu (dalam beberapa minggu atau
bulan) antara perkembangan penyakit yang mendasari
dengan timbulnya sindrom mental
- Kesembuhan dari gangguan mental setelah perbaikan atau
dihilangkannya penyebab yang mendasarinya.
- Tidak adanya bukti yang mengarah pada penyebab alternatif
dari sindrom mental ini (seperti pengaruh yang kuat dari
riwayat keluarga atau pengaruh stres sebagai pencetus).
F06.0 Halusinosis Organik
- Kriteria umum (F06)
- Adanya halusinasi dalam segala bentuk (visual atau
asuditorik) yang menetap atau berulang
- Kesadaran yang jernih
- Tidak ada penurunan fungsi intelek yang bermakna
- Tidak ada gangguam afektif yang menonjol
- Tidak jelas adanya waham
Pedoman Diagnostik:
• Adanya penyakit, kerusakan atau disfungsi otak, atau penyakit
fisik sistemik yang diketahui berhubungan dengan salah satu
sindrom mental yang tercantum;
• Adanya hubungan waktu (dalam beberapa minggu atau bulan)
antara perkembangan penyakit yang mendasari dengan
timbulnya sindrom mental;
• Kesembuhan dari gangguan mental setelah perbaikan atau
dihilangkannya penyebab yang mendasarinya;
• Tidak adanya bukti yang mengarah pada penyebab alternatif
dari sindrom mental ini (seperti pengaruh yang kuat dari
riwayat keluarga atau pengaruh stress sebagai pencetus).
Pedoman Diagnostik:
 Kriteria umum tersebut diatas (F06)
 Disertai:
 Waham yang menetap atau berulang (waham kejar, tubuh
yang berubah, cemburu, penyakit, atau kematian dirinya
atau orang lain);
 Halusinasi, gangguan proses pikir, atau fenomena katatonik
tersendiri, mungkin ada;
 Kesadaran dan daya ingat tidak terganggu;
• Gangguan psikotik akut dan sementara (F23)
• Gangguan psikotik akibat obat (F1x.5)
• Gangguan waham yang menetap (F22.-)
• Skizofrenia (F20.-)
• Singkirkan pasien dari paparan zat yang menyebabkan
gangguan.
• Secara aktif diberikan terapi pada penyakit yang
mendasarinya.
• Intervensi psikofarmakologi untuk mengatasi gejala yang
muncul:
o Antipsikotik dengan efek samping ekstra piramidal minimal
(rissperidone, quetiapine).
o Hindari pemberian antikolinergik  menurunkan kognitif.
o Bila kesulitan oral  berikan haloperidol IM.
• Psikoterapi: suportif dan psikoedukasi.
 Riwayat yang jelas atau hasil pemeriksaan yang
mantap menunjukan adanya penyakit,
kerusakan, atau disfungsi otak;
 Disertai dua atau lebih gambaran berikut :
a) Penurunan yang konsisten dalam kemampuan
untuk mempertahankan aktivitas yg
bertujuan (goal-directed activities), terutama yg
memakan waktu lebih lama dan penundaan
kepuasan;

Sumber : Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ


III dan DSM-5
b) Perubahan perilaku emosional, ditandai oleh labilitas
emosional, kegembiraan yg dangkal dan tak beralasan
(euforia, kejenakaan yg tidak sepadan), mudah berubah
menjadi iritabilitas atau cetusan amarah dan agresi yg
sejenak; pada beberapa keadaan, apati dapat
merupakan gambaran yang menonjol;

c) Pengungkapan kebutuhan dan keinginan tanpa


mempertimbangkan konsekuensi atau kelaziman sosial
(pasien mungkin terlihat dalam tindakan dissosial, seperti
mencuri, bertindak melampaui batas kesopanan seksual,
atau makan secara lahap atau tidak sopan, kurang
memperhatikan kebersihan dirinya); Sumber : Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa
PPDGJ III dan DSM-5
d). Gangguan proses pikir, dalam bentuk curiga atau pikiran
paranoid, dan/atau preokupasi berlebihan pada satu tema
yang biasanya abstrak (seperti soal agama, “benar” dan
“salah”)

e). Kecepatan dan arus pembicaraan berubah dengan nyata,


dengan gambaran seperti berputar-putar
(circumstantialy), bicara banyak (over-inclusiveness),
alot (viscosity), dan hipergrafia;

f). Perilaku seksual yg berubah (hiposeksualitas atau


perubahan selera seksual).
Sumber : Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ
III dan DSM-5
 Perubahan kepribadian yang berlangsung lama
setelah mengalami katastrofa (F62.0)
 Akibat penyakit psikiatrik (F62.1)
 Sindrom pasca contusio (F07.2)
 Sindrom pasca ensefalitis (F07.1)
 Gangguan kepribadian khas (F60.-)

Sumber : Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ


III dan DSM-5
 Sindrom ini mencakup perubahan perilaku sisa
(residual) setelah kesembuhan dari suatu ensefalitis
virus atau bakterial;
 Gejalanya tidak khas dan berbeda dari satu orang ke
orang lain, dari satu penyebab infeksi ke penyebab
infeksi lainnya, dan yang pasti berkaitan dengan usia
pasien pada saat kena infeksi.

Sumber : Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ


III dan DSM-5
 Sindrom ini terjadi sesudah trauma kepala ( biasanya
cukup hebat sampai berakibat hilangnya kesadaran)
dan termasuk beberapa gejala yg beragam seperti
nyeri kepala, pusing (tidak seperti gambaran vertigo
yang asli), kelelahan, iritabilitas, sulit berkonsentrasi
dan melakukan suatu tugas mental, hendaya daya
ingat, insomnia, menurunnya toleransi terhadap
stres, gejolak emosional, atau terlibat alkohol.

Sumber : Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ


III dan DSM-5
 Sindrom tertentu dan terduga daru
perubahan kepribadian dan perilaku
akibat kerusakan, penyakit atau
disfungsi otak, diluar yang telah
disebutkan di atas; dan kondisi dengan
taraf hendaya fungsi kognitif ringan
yang belum sampai demensia dengan
gangguan mental progresif seperti
penyaki Alzheimer, Parkinson, dsb.

Sumber : Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ


III dan DSM-5
F10-19
 NAPZA merupakan singkatan dari narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya.
 NAPZA didefinisikan sebagai setiap bahan
kimia atau zat yang bila masuk kedalam tubuh
akan memengaruhi fungsi tubuh secara fisik
dan psikologis.
 Adiksi  ketagihan atau kecanduan
 Gangguan adiksi merupakan gangguan yg
bersifat kronis dan kemungkinan kekambuhan
sangat tinggi, yg ditandai dengan:
1. Perilaku kompulsif dalam mencari NAPZA
2. Kehilangan kontrol dalam menggunakan
NAPZA
3. Timbulnya keadaan emosi yg negatif ketika
mendapatkan NAPZA
Menurut PPDGJ-III, gangguan penggunaan NAPZA
terdiri atas 2 bentuk, yaitu:
1. penyalahgunaan, yaitu yang mempunyai harmful
effect terhadap kehidupan orang, menimbulkan
problem kerja, mengganggu hubungan dengan
orang lain, serta mempunyai aspek legal
2. Adiksi atau ketergantungan, yaitu yang
mengalami toleransi, putus zat, tidak mampu
menghentikan kebiasaan menggunakan,
menggunakan dosis NAPZA lebih dari yang
diinginkan.
 Ketergantungan NAPZA merupakan gangguan
yg menunjukan adanya perubahan dalam
proses kimiawi otak sehingga memberikan
efek ketergantungan.
 Ketergantungan zat tidak terjadi tiba-tiba.
Terjadinya gangguan adiksi melewati
beberapa tahapan yg awalnya coba-coba 
menyalahgunakan zat  hingga akhirnya
ketergantungan
 F10. - Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Alkohol
 F11. - Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Opioida
 F12. - Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Kanabionida
 F13. - Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Sedativa atau
Hipnotika
 F14. - Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Kokain
 F15. - Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Stimulansia
Lain Termasuk Kafein
 F16. - Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan
Halusinogenika
 F17. - Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Tembakau
 F18. - Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Pelarut yang
Mudah Menguap
 F19. - Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Multipel
dan Penggunaan Zat Psikoaktif Lainnya
 Suatu kondisi peralihan yang timbul akibat
penggunaan alkohol atau zat psikoaktif lain sehingga
terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi,
afek atau perilaku, atau fungsi dan respons
psikofisiologis lainnya.

 Intensitas intoksikasi berkurang dengan berlalunya


waktu dan pada akhirnya efeknya menghilang bila
tidak terjadi penggunaan zat lagi. Dengan demikian,
orang tersebut akan kembali ke kondisi semula, kecuali
jika ada jaringan yang rusak atau terjadi komplikasi
lainnya.
 F1x.00 Tanpa komplikasi
 F1x.01 Dengan trauma atau cedera tubuh lainnya
 F1x.02 Dengan komplikasi medis lainnya
 F1x.03 Dengan delirium
 F1x.04 Dengan distorsi persepsi
 F1x.05 Dengan koma
 F1x.06 Dengan konvulsi
 F1x.07 Intoksikasi patologis
- Hanya pada penggunaan alkohol.
- Onset mendadak, agresi, tindak kekerasan saat
bebas alkohol
 Konstriksi atau dilatasi pupil, dengan satu atau lebih gejala di
bawah ini:
 Mengantuk / drowsiness
 Bicara cadel
 Gangguan perhatian atau memori
o Diagnosis Banding: Intoksikasi zat psikoaktif lain atau campuran
o Komplikasi medis yang dapat terjadi:
• Trauma
• Konvulsi
• Aspirasi
• Delirium
• Koma
 Penanganan kondisi gawat darurat
Pemberian antidotum Naloxon HCl (Narcan/Nokoba)
atau Naloxone 0.8 mg IV dan tunggu selama 15
menit. Jika tidak ada respons, berikan Naloxone 1.6
mg IV dan tunggu 15 menit. Jika masih tetap tidak
ada respons, berikan Naloxone 3.2 mg IV dan curigai
penyebab lain. Jika pasien berespons teruskan
pemberian 0.4mg/jam IV.
 Memantau dan Evaluasi tanda vital
 Mengatasi penyulit
 Bila intoksikasi berat rujuk ke ICU
 Penggunaan zat psikoaktif yang merusak
kesehatan, dapat berupa fisik maupun mental
 Sering disertai konsekuensi sosial yang tidak
diinginkan
 Tidak ada sindrom ketergantungan (F1x.2),
gangguan psikotik (F1x.5), atau bentuk
spesifik lain dari gangguan yang berkaitan
dengan penggunaan obat atau alkohol
Diagnosis ketergantungan ditegakkan bila ditemukan 3
atau lebih gejala dibawah ini dialami dalam masa 1 tahun
sebelumnya:
a) Keinginan yang kuat/ dorongan yang memaksa untuk
menggunakan zat psikoaktif
b) Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat,
termasuk sejak mulainya, usaha berhenti, atau pada tingkat
sedang menggunakan
c) Keadaan putus zat secara fisiologis atau ketika penghentian
penggunaan zat atau pengurangan, terbukti dengan adanya
gejala putus zat yang khas, atau orang tersebut
menggunakan zat atau golongan zat yang sejenis dengan
tujuan untuk menghilangkan atau menghindari terjadinya
gejala putus zat
d) Terbukti adanya toleransi, berupa peningkatan
dosis zat psikoaktif yang diperlukan guna
memperoleh efek yang sama yang biasanya
diperoleh dengan dosis lebih rendah
e) Secara progresif mengabaikan menikmati
kesenangan atau minat lain disebabkan
penggunaan zat psikoaktif, meningkatnya jumlah
waktu yang diperlukan untuk mendapatkan atau
menggunakan zat atau untuk pulih dari
akibatnya
f) Tetap menggunakan zat walaupun ia menyadari
adanya akibat yang merugikan kesehatannya
 Merupakan salah satu indikator dari sindrom
ketergantungan.
 Gejala fisik bervariasi sesuai dengan zat yang
digunakan. Gangguan psikologis (anxietas,
depresi, dan gangguan tidur) merupakan
gambaran umum.
 Khas: pasien akan melaporkan bahwa gejala
putus zat akan mereda dengan meneruskan
penggunaan zat.
 Terdapat 3 atau lebih gejala yang timbul akibat
penghentian atau pengurangan penggunaan opioida
dalam waktu beberapa menit sampai beberapa hari,
yaitu:
 Mood disforik
 Mual dan muntah
 Nyeri otot
 Lakrimasi atau rinorea
 Dilatasi pupil
 Berkeringat
 Diare
 Insomnia
 Simptomatik sesuai gejala klinis
 Substitusi golongan opioid: metadon, bufrenorfin
yang diberikan secara tappering off
 Pemberian sedatif-hipnotik, antipsikotropika
dapat diberikan sesuai indikasi.
 Perawatan rumah sakit tidak menjadi keharusan.
Bila gejala sangat berat sebaiknya dirawat inap.
Gejala putus zat muncul dalam 6-12 jam setelah
dosis akhir. Untuk zat yang masa kerjanya panjang
misalnya metadon, dapat muncul setelah 2-4 hari.
Puncak gejala zat yang waktu paruhnya pendek,
misalnya heroin, adalah 1-3 hari dan secara
berangsur mereda hingga 5-7 hari.
 Suatu keadaan putus zat disertai komplikasi delirium.
 Termasuk: Delirium Tremens, merupakan akibat dari putus
alkohol pada pengguna yang ketergantungan berat dengan
riwayat penggunaan lama. Keadaan gaduh gelisah toksik yang
berlangsung singkat tapi dapat membahayakan jiwa, disertai
gangguan somatik.
 Gejala prodormal khas: insomnia, gemetar dan ketakutan.
Dapat didahului oleh kejang setelah putus zat.
 Trias yang klasik dari gejala:
 Kesadaran berkabut dan kebingungan
 Halusinasi dan ilusi
 Tremor berat
 Gangguan psikotik yang terjadi selama atau
segera sesudah penggunaan zat psikoaktif
(biasanya dalam waktu 48 jam), bukan
merupakan menifestasi dari keadaan putus
zat dengan delirium atau suatu onset lambat.
 Harus memenuhi kriteria umum untuk sindrom
amnesik organik
 Syarat utama untuk menentukan diagnosis:
 Gangguan daya ingat jangka pendek, gangguan sensasi
waktu
 Tidak ada gangguan daya ingat segera, tidak ada
gangguan kesadaran, dan tidak ada gangguan kognitif
secara umum
 Adanya riwayat atau bukti yang objektif dari
penggunaaan alkohol atau zat yang kronis (terutama
dengan dosis tinggi)
 Onset gangguan secara langsung berkaitan dengan
penggunaan alkohol atau zat psikoaktif
 Gangguan fungsi kognitif, afek, kepribadian, atau
perilaku yang disebabkan oleh alkohol atau zat
psikoaktif yang berlangsung melampaui jangka
waktu khasiat psikoaktifnya
 Harus dibedakan dari kondisi yang berhubungan
dengan peristiwa putus zat
 Skizoafektif adalah kelainan mental yang
ditandai dengan adanya kombinasi gejala
skizofrenia (gangguan berpikir, delusi, dan
halusinasi) dan gejala afektif (gejala depresif
atau manik).
 Gambaran utama gangguan skizoafektif adalah
adanya episode depresi mayor, manik, atau
campuran yang terdapat bersamaan dengan
gejala skizofrenia (memenuhi kriteria A
skizofrenia).
 Kriteria A skizofrenia  adanya waham,
halusinasi, perilaku aneh, atau gejala negatif
(berkurangnya ekspresi emosi dan fungsi mental,
misalnya afek tumpul, avolisi, alogia, anhedonia
dan defisit interaksi sosial).
 Gejala gejala ini berlangsung paling sedikit 1
bulan.
F25.0 Gangguan Skizoafektif Tipe Manik

 Kategori ini digunakan baik untuk episode skizoafektif tipe


manik yang tunggal maupun untuk gangguan berulang
dengan sebagian besar episode skizoafektif tipe manik.
 Afek harus meningkat secara menonjol atau ada
peningkatan afek yang tak begitu menonjol di kombinasi
dengan iritabilitas atau kegelisahan yang memuncak.
 Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu,
atau lebih baik lagi dua, gejala skizofrenia yang khas (yang
ditetapkan pada F20-pedoman diagnostik a sampai dengan
d (PPDGJ)).
F25.1 Gangguan Skizoafektif Tipe Depresif

 Kategori ini harus dipakai baikuntuk episode skizoafektif


tipe depresif yang tunggal, dan untuk gangguan berulang
dimana sebagian besar episode didominasi oleh
skizoafektif tipe depresif.
 Afek depresif harus menonjol, disertai oleh sedikitnya dua
gejala khas, baik depresif maupun kelainan perilaku terkait
yang tercantum pada uraian untuk episode depresif (F32).
 Dalam episode yang sama, sedikitnya harus jelas ada satu,
dan sebaiknya ada dua, gejala khas skizofrenia (F20, a
sampai dengan d).
F25.2 Gangguan Skizoafektif Tipe Campuran
 Gangguan dengan gejala skizofrenia (F20) berada secara
bersama-sama dengan gejala-gejala aktif bipolar campuran
(F31.6)

F25.8 Gangguan Skizoafektif Lainnya

F25.9 Gangguan Skizoafektif YTT


 Farmakoterapi
 gejala manik anti manik
 gejala depresif anti depresif
 gejala psikosis anti psikosis

 Bila gejala negatif > gejala positif =


antipsikosis atipikal
 Bila gejala positif > gejala negatif =
antipsikosis tipikal
 Obat antipsikotik :
- Antipsikotik Generasi 1(APG 1) : trifluoperazine,
fluphenazine, haloperidol dan pimozide
- Antipsikotik Generasi 2 (APG 2) : clozapine,
olanzapine, quetiapine dan rispendon

 Untuk tipe manik dapat diberikan Mood stabilizier : lithium


karbonat, asam valproat, karbamazepin, dan natrium
divalproat

 Untuk tipe depresif diberikan juga antidepresan golongan


SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor) : fluoxetin
 Intervensi psikososial :
1. Psikoterapi individual
2. Terapi suportif
3. Social skill training
4. Terapi okupasi
5. Terapi kognitif dan perilaku (CBT)
6. Psikoterapi kelompok
7. Psikoterapi keluarga
8. Manajemen kasus
9. Assertive Community Treatment (ACT)
 Prognosis bisa diperkirakan dengan melihat
seberapa jauh menonjolnya gejala
skizofrenianya, atau gejala gangguan
afektifnya
 Semakin menonjol dan persisten gejala
skizofrenianya maka prognosis buruk
 Semakin persisten gejala-gejala gangguan
afektifnya, prognosis semakin baik
 Ketidakpercayaan terhadap orang lain bahwa
orang lain berniat buruk kepadanya, berniat
pervasive, awitan dewasa muda, nyata dalam
berbagai konteks.
 Teori kognitif – behavioral : selalu dalam
keadaan waspada
 Yang dapat mempengaruhi pembentukan
kepribadian ini :
 Pola asuh orangtua yang salah
 Pengalaman masa kecil yang buruk
 Lingkungan
 0,5% - 2,5% dari seluruh populasi
 Insiden lebih tinggi, bila mempunyai saudara
yang mengalami skizofrenia
 Pria > wanita
 Faktor genetika
 Faktor temperamental
 Isolasi social
 Faktor biologis
 Terlihat mulai pada masa anak – anak dan
remaja, dengan sifat :
 Menyendiri, hubungan antar masyarakat yang
kurang, kecemasan social, hasil yang kurang di
sekolah, hipersensitivitas
 Punya sifat curiga yang menonjol
 Agresif
 Pemberontak dan angkuh
 Menolak untuk memaafkan, walaupun hanya
kesalahan kecil
 Pasien masih berhubungan dengan realitas tidak
mempunyai halusinasi atau delusi
 Tidak bersahabat, sehingga senang menyendiri
 Dapat bekerja dengan efisien tetapi tidak
fleksible
 Dapat memenuhi sendiri kebutuhannya
 Melemparkan kesalahan dan tanggun jawab
 Sulit bergaul
 Sikap bermusuhan dan keras kepala (sarkastik)
 Pemeriksaan psikiatri
 Lihat premorbid pasien dari mulai lahir hingga
masa dewasa max umur 18 tahun
 Pasien cenderung bertindak formal dan
membingungkan
 Ketegangan otot, ketidakmampuan bersantai
 Sikap pasien serius tanpa humor
 Kemampuan bicara (arus piker) terarah dan logis
 Isi pikiran adanya proyeksi, menuduh, ide – ide
referensi
 Sebuah ketidakpercayaan meluas dan kecurigaan
orang lain sehingga motif mereka ditafsirkan sebagai
jahat, dimulai dengan awal masa dewasa dan hadir
dalam berbagai konteks, seperti yang ditunjukkan oleh
empat (atau lebih) sebagai berikut :
 Kecurigaan, tanpa dasar yang cukup, bawah orang lain
memanfaatkan, membahayakan, atau menipu dia
 Sibuk dengan keraguan yang tidak tepat tentang loyalitas
atau kepercayaan dari teman – teman atau reka
 Enggan untuk menceritakan pada orang lain karena takut
yang tidak beralasan bahwa informasi tersebut akan
digunakan jahat terhadap dia
 Membaca arti merendahkan yang tersembunyi atau
mengancam dalam komentar atau peristiwa
 Terus – menerus dendam, menolak memaafkan
penghinaan atau masalah kecil yang menyebabkan hatinya
terluka
 Merasakan serangan pada karakter atau reputasinya yang
tidak jelas dan cepat untuk bereaksi dengan marah atau
membalas
 Memiliki kecurigaan yang berulang, tanpa pembernaran,
tentang kesetiaan pasangan atau pasangan seksual
 Tidak terjadi secara eksklusif selama skizofrenia,
gangguan mood dengan ciri psikotik, atau gangguan
psikotik lain dan bukan karena efek fisiologis langsung
dari suatu kondisi medis umum
 Kepekaan berlebihan untuk tetap menyimpng
terhadap kegagalan dan penolakan
 Kecenderungan untuk tetap menyimpan dendam,
misalnya menolak untuk memaafkan suatu
penghinaan dan luka hati atau masalah kecil
 Kecurigaan dan kecenderungan yang mendalam untuk
mendistorsikan pengalaman dengan menyalahartikan
tindakan orang lain yang netral atau bersahabat
sebagai suatu sikap permusuhan atau penghinaan
 Perasaan bermusuhan dan ngotot tentang hak pribadi
tanpa memperhatikan situasi yang ada (actual
situation)
 Kecurigaan yang berulang, tanpa dasar
(justification) tentang kesetiaan seksual dari
pasangannya
 Kecenderungan untuk merasa dirinya penting
secara berlebihan, yang bermanifestasi dalam
sikap yang selalu merujuk ke diri sendiri (self
referential attitude)
 Preokupasi dengan penjelasan – penjelasan yang
bersekongkol dan tidak substansif dari suatu
peristiwa baik yang menyangkut diri pasien
sendiri maupun dunia pada umumnya
 Tujuan terapi :
 Menghargai dan menerima perasaan mereka
sendiri
 Untuk lebih meningkatkan harga diri pasien
 Mengembangkan pandangan untuk lebih percaya
dengan orang lain
 Psikoterapi
 Para ahli terapi harus bersikap professional
 Untuk tidak melakukan kontak fisik
 Pasien paranoid tidak bekerja baik dalam
psikoterapi kelompok
 Farmakoterapi
 Diazepam, dosis 10-30 mg/hari
 Anti-psikoti
 Pada beberapa orang gangguan kepribadian
paranoid terjadi seumur hidup
 Seringkali menjadi tanda munculnya
skizofrenia.
F3 Gangguan F30 Episode Manik
suasana perasaan
(mood/afektif) F31 Gangguan Afektif Bipolar

F32 Episode Depresif

F33 Episode Depresif Berulang

F34 Gangguan Suasana Perasaan Menetap

F38 Gangguan Suasana Perasaan Lainnya


Kelainan fundamental pada blok ini :
 Perubahan mood dan afek, biasanya ke arah depresi atau
elasi.

Gangguan afektif dibedakan menurut :


• Episode tunggal atau multipel
• Tingkat keparahan gejala
• Dengan atau tanpa gejala somatik

Ciri khas gangguan jiwa dalam blok ini :


a. Perubahan suasana perasaan yang bermakna
b. Gangguan suasana perasaan ini dapat bersifat episodik
c. Baik kondisi depresi atau manik dapat disertai gejala psikotik
 Kesamaan karakteristik dalam afek yang
meningkat, disertai peningkatan dalam jumlah
dan kecepatan aktivitas fisik dan mental, dalam
berbagai derajat keparahan.
 Kategori ini hanya untuk satu episode manik
tunggal (yang pertama), termasuk gangguan
afektif bipolar, episode manik tunggal.
 Jika ada episode afektif (depresif, manik, atau
hipomanik) sebelumnya atau sesudahnya 
termasuk gangguan afektif bipolar (F31.-)
F30.0 Hipomania
 Derajat gangguan yang lebih ringan dari mania (F30.1),
afek yang meninggi atau berubah disertai peningkatan
aktivitas, menetap selama sekurang-kurangnya
beberapa hari berturut-turut, pada suatu derajat
intesitas dan yang bertahan melebihi apa yang
digambarkan bagi siklotimia (F34.0), dan tidak disertai
halusinasi atau waham.
 Pengaruh nyata atas kelancaran pekerjaan dan
aktivitas sosial memang sesuai dengan diagnosis
hipomania, akan tetapi bila kekacauan itu berat atau
menyeluruh, maka diagnosis mania (F30.1 atau F30.2)
harus ditegakkan.
F30.1 Mania tanpa Gejala Psikotik
 Episode harus berlangsung dekurang-kurangnya
1 minggu dan cukup berat sampai mengacaukan
seluruh atau hampir seluruh pekerjaan dan
aktivitas sosial yang biasa dilakukan
 Perubahan afek harus disertai dengan energi
yang bertambah sehingga terjadi aktivitas
berlebihan, percepatan dan kebanyakan bicara,
kebutuhan tidur yang berkurang, ide-ide perihal
kebesaran “grandiose idea” dan terlalu optimistik
F30.2 Mania dengan Gejala Psikotik
 Gambaran klinis merupakan bentuk mania yang
lebih berat dari F30.1
 Harga diri yang membumbung dan gagasan
kebesaran dapat berkembang menjadi waham
kebesaran (delusion of grandeur), iritabilitas dan
kecurigaan menjadi waham kejar (delusion of
persecution). Waham dan halusinasi “sesuai”
dengan keadaan afek tersebut (mood-
congruent).
F30.8 Episode Manik Lainnya

F30.9 Episode Manik YTT


 Disorders of mood are often
called affective disorders, since
affect is the external display of
mood, an emotion that is felt
internally.
 Depression and mania are often
seen as opposite ends of an
affective or mood spectrum.
 Classically, mania and depression
are “poles” apart, thus
generating the terms unipolar
depression (i.e., patients who
just experience the down or
depressed pole) and bipolar (i.e.,
patients who at different times
experience either the up [i.e.,
manic] pole or the down [i.e.,
depressed] pole).
Description
of Mood
Disorders
(Con’t..)
• Bipolar I, terjadi
saat episode
manik, atau
campuran (secara
simultan),
kemudian diikuti
dengan episode
depresi

Bipolar I
• Bipolar I (Rapid
Cycling Mania),
terjadia jika
terjadi setidaknya
4 kali episode
mania dalam 1
tahun

Bipolar I Con’t..
• Bipolar I (Rapid
Cycling Switches),
terjadi jika
setidaknya 4 kali
perubahan
episode manik-
depresi atau
sebaliknya dalam
1 tahun.

Bipolar I Con’t..
Bipolar II

Bipolar II, terjadi minimal ada 1 episode hipomanik yang mengikuti


episode depresi
• Bipolar II
(Cyclothymic
disorder),
dikatakan tersebut
jika terjadi mood
swing (Hipomanik-
dystimia) dalam
jangka waktu
tertentu tanpa ada
episode Full-manic
atau Full-
depression

Bipolar II Con’t..
Physiologic
 Bipolar ¼ (0,25)
 Bipolar ½ (0,5) and
schizoaffective disorder
 Bipolar I ½ (1,5)
 Bipolar II ½ (2,5)
 Bipolar III (3,0)
 Bipolar III ½ (3,5)
 Bipolar IV (4,0)
 Bipolar V (5,0)
 Bipolar VI (6,0)
 One mood disorder often considered to
be “not quite bipolar” and sometimes
called bipolar ¼ (or 0.25) designates an
unstable form of unipolar depression
that responds sometimes rapidly but in
an unsustained manner to
antidepressants, the latter sometimes
called antidepressant “poop-out”
 These patients have unstable mood but
not a formal bipolar disorder, yet can
benefit frommood-stabilizing
treatments added to robust
antidepressant treatments.
 Another type of mood
disorder is called different
things by different experts,
from bipolar ½ (or 0.5) to
“schizobipolar disorder” to
“schizoaffective disorder”
 Although patients with
protracted or recurrent
hypomania without
depression are not formally
diagnosed as bipolar II
disorder, they are definitely
part of the bipolar spectrum,
and may benefit from mood
stabilizers that have been
studied mostly in bipolar I
disorder
 Bipolar II½ is the designation for cyclothymic
patients who develop major depressive
episodes.
 Many patients with cyclothymia are just
considered “moody” and do not consult
professionals until experiencing full depressive
episodes.
 It is important to recognize patients in this part
of the bipolar spectrum, because treatment of
their major depressive episodes with
antidepressant monotherapy may actually cause
increased mood cycling or even induction of a
full manic episode, just as can happen in patients
with bipolar I or II depressive episodes
 Patients who develop a manic
or hypomanic episode on an
antidepressant are
sometimes called bipolar III.
 According to formal
diagnostic criteria, however,
when an antidepressant
causes mania or hypomania,
the diagnosis is not bipolar
disorder, but rather,
“substance-induced mood
disorder.”
 A variant of this bipolar III
disorder has been called bipolar
III½, to designate a type of
bipolar disorder associated with
substance abuse.
 Although some of these patients
can utilize substances of abuse
to treat depressive episodes,
others have previously
experienced natural or drug-
induced mania and take
substances of abuse to induce
mania.
 Bipolar IV disorder is the association of
depressive episodes with a pre-existing
hyperthymic temperament.
 Patients with hyperthymia are often sunny,
optimistic, high-output, successful individuals
with stable temperament for years and then
suddenly collapse into a severe depression.
 In such cases, it may be useful to be vigilant to
the need for more than antidepressant
monotherapy if the patient is unresponsive to
such treatment, or if the patient develops rapid
cycling or hypomanic or mixed states in
response to antidepressants
 Bipolar V disorder is depression
with mixed hypomania
 Formal diagnostic criteria for
mixed states require full
expression of both depression
and mania simultaneously, but
in the real world, many
depressed patients can have
additional symptoms that only
qualify as hypomania or
subsyndromal hypomania, or
even just a few manic symptoms
or only mild manic symptoms
Finally, bipolar VI disorder
represents bipolarity in the
setting of dementia, where it
can be incorrectly attributed
to the behavioral symptoms
of dementia rather than
recognized and treated as a
comorbid mood state with
mood stabilizers and even
with atypical antipsychotics.
Major
Depression
• Dystimia, lebih
ringan
dibandingkan
dengan depresi,
namun
merupakan
depresi dengan
jangka waktu
panjang

Dystimia
• Double
Depression
Episode, Terjadi
jika pasien
mengalami episode
unremmited
dystimia kemudian
anjlok menuju
episode depresi.

Double Depression
Episode
Female Gender 
Depresi, Patogenesis
Genetic  Positive Other biological history
berkaitan dengan
family history  under investigate
faktor hormonal

Penurunan kemampuan
Predisposisi keadaan depresi: Imbalance hippocampus dalam
and/or functioning DA, SE, NE, and GABA integrase neuron secara
normal

Abnormalitas circuit pada


hippocampus dan gyrus cingulum
Hippocampus shrinks in Mood
size dysregulation
Prefrontal Cortex
Maladaptif respon pada
memodulasi kelaianan pada amygdala (pusat emosi)
amigdala
Chronic activation of
Aktivasi HPA-AXIS  Aktivasi ANS  stress hormone over
Released Glukokortikoid Released NE time cause death of
neuron in hippocampus

Hormonal stress
berinteraksi dengan otak

Measurable ↓ BDNF (Brain


Derived Neurotrophic Factor)
Depresi
BDNF value correlate with the
degree of neuronal loss in
hippocampus
 Merupakan gangguan perasaan berfluktuasi
dan menetap
 Lebih ringan dari hipomania atau depresi
ringan
 Berlangsung bertahun-tahun lamanya
 Beronset dini atau lambat
 Siklotimia adalah bentuk ringan dari bipolar II
disorder dengan karakteristik episode
hipomanik dan depresi ringan
 DSM V  chronic, fluctuating mood
disturbance with many periods of hypomania
and of depression
 Perbedaan dengan bipolar II  depresi major
 3-5% dari total pasien psikiatri rawat jalan,
terutama dengan keluhan masalah
pernikahan dan interpersonal
 Female-to-male ratio = 3:2
 50-75% onset umur pada 15-25 tahun
 Seringnya, ada anggota keluarga pasien
siklotimia yang mempunyai gangguan
penyalahgunaan substansi
 Faktor biologi
 Prevalensi penderita siklotimia dengan riwayat silsilah
anggota keluarga yang mengalami gangguan bipolar I lebih
tinggi daripada penderita siklotimia dengan silsilah anggota
keluarga yang sehat secara mental
 Sepertiga pasien dengan siklotimia dapat berlanjut
mengalami gangguan mood yang mayor, dan sensitif
dengan pengobatan antidepressant-induced hypomania,
60% merespon dengan lithium
 Faktor psikososial
 Teori psikodinamik terbanyak yang digunakan sebagai dasar
adalah adanya trauma dan fiksasi pada fase oral
perkembangan bayi. Freud menghipotesiskan bahwa
keadaan siklotimia adalah usaha ego untuk mengatasi
superego yang keras dan menghukum. Penjelasan
hipomania secara psikodinamis dianggap kurangnya
mengkritik diri sendiri dan tidak ada inhibisi saat keadaan
depresi menyingkirkan beban superego yang keras.
Mekanisme perlindungan utama pada hipomanik adalah
denial dengan cara pasien menghindar dari problem
eksternal dan perasaan depresi internal
 Pasien dengan gangguan siklotimia
dikarakteristikkan dengan periode depresi
bergantian dengan periode hipomanik. Eksplorasi
psikoanalitik menjelaskan pasien melindungi diri
sendiri dari depresi yang ada didalam dirinya dengan
periode euforia ataupun hipomanik. Hipomanik
sering dipicu oleh kehilangan hubungan
interpersonal.
 Ciri esensial adalah ketidakstabilan menetap
dari afek, meliputi banyak periode
depresiringan dan hipomanioa ringan,
diantaranya tidak ada yang cukup parah atau
cukup lama untuk memenuhi kriteria gangguan
afektif bipolar (F31.-)/gangguan depresif
berulang (F33.-)
 Setiap episode mood swing tidak memenuhi
kriteria untuk kategori manapun yang disebut
dalam episode manik (F30.-) atau episode
depresif (F32.-)
 Gangguan afektif bipolar (F31.-)
 Gangguan depresif berulang (F33.-)
 Penyalahgunaan zat (kokain, amfetamin, steroid)
 Gangguan kepribadian : borderline, antisocial, histrionic,
narcisstic
 Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD)
 Terapi biologis
 DoC : mood stabilizer dan antimanik  lithium, carbamazepine,
valproate
 Penggunaan antidepresan pada episode depresi perlu
pengawasan ketat karena dapat memicu hipomanik/manik
 Terapi psikososial
 Target terapi psikososial adalah untuk meningkatkan kesadaran
pasien atas kondisinya dan menolong mereka untuk
mengembangkan cara mengatasi mood swings. Terapis
memberikan pertolongan pada pasien untuk memperbaiki
kerusakan hubungan pekerjaan maupun keluarga saat pasien
dalam episode hipomanik. Terapi kelompok dan keluarga dapat
membantu mengedukasi dan terapeutik untuk sepanjang
hidupnya.
 Gangguan distimik adalah gangguan mood yang terdepresi,
dengan karakteristik perjalanan penyakit kronik dengan
onset yang tidak tiba-tiba
 Dibedakan dengan depresi kronik, karena pada distimik
tidak pernah ditemukan episode gangguan depresi mayor
 Pada anak dan remaja, manifestasinya dalam bentuk
mudah marah
 Hampir sepangajng hari pasien selalu mengeluhkan
keadaan mood terdepresi atau pada anak dan remaja
mudah marah, keluhan sudah berlangsung selama
sedikitnya 2 tahun
 Distimik dapat terjadi sebagai komplikasi sekunder
gangguan jiwa lainnya.
 Insidensi : 6% dari keseluruhan gangguan
depresi
 Sebelum masa pubertas dan setelah masa
menopause, angka kejadian pria = wanita,
pada masa dewasa wanita : pria = 2 : 1
 Gangguan distimik memiliki onset pada usia
muda, yaitu pada masa kanak-kanak dengan
keluhan perasaan tidak bahagia yang tidak
dapat dijelaskan, dan berlanjut terus saat
memasuki masa remaja dan usia 20 tahun
 Faktor Biologi
 Beberapa penelitian menunjukkan keterkaitan
neurotransmitter serotonin dan noradrenergik terlibat
dalam gangguan distimik
 Pemeriksaan polisonogram  gangguan tidur;
memendeknya latensi REM dan meningkatnya densitas
REM sehingga terganggunya kontinuitas tidur
 Individu dengan ciri kepribadian antisosial, ambang
ketergantunganm, histrionik, depresif dan skizotipal
memiliki kecenderungan untuk mengalami gangguan
distimik
 Faktor Psikososial
 Freud  orang yang rentan terhadap depresi
adalah orang yang tergantung secara oral dan
membutuhkan pemuasan narsistik yang terus
menerus
 Apabila individu tidak mendapat kasih sayang yang
bermakna maka ia akan mengalami depresi, bila
kehilangan objek cintanya maka mekanisme
pertahanan yang digunakan adalah internalisasi
atau introjeksi objek yang hilang
 Perubahan dalam pikiran
 Sulit berkonsentrasi dan membuat keputusan,
ingatan jangka pendek, pikiran negatif, pesimistis,
rendah diri, rasa bersalah, kritik diri
 Perubahan dalam perasaan
 Merasa sedih tanpa alasan yang jelas, tidak dapat
menikmati aktivitas yang menyenangkan seperti
sebelumnya, motivasi menurun, merasa lamban
dan lelah sepanjang waktu, kadang menjadi
irritable
 Perubahan dalam perilaku
 Merasa tidak nyaman berhubungan dengan orang lain,
menimbulkan penarikan diri dari pergaulan sosial, perubahan
nafsu makan. Akibat kesedihan berjalan kronik, biasanya timbul
menangis secara berlebihan, sering marah sampai dalam
bentuk ekspresi kekerasan, dorongan seksual menurun
 Perubahan dalam kesehatan fisik
 Timbul kelelahan kronik sehingga banyak waktu yang disia-
siakan dan banyak tidur, beberapa dapat mengalami sulit tidur,
dapat terjaga setiap jam, atau tidurnya terganggu sepanjang
malam, mengeluhkan banyak sakit dan nyeri
 Tidak ditemukan adanya gejala psikotik, ditemukan gejala mirip
gangguan depresi mayor yang sifatnya subjektif
 Ciri esensial : afek depresif yang berlangsung sangat
lama yang tidak pernah atau jarang sekali cukup parah
untuk memenuhi kriteria gangguan depresif berulang
ringan atau sedang (F33.0 / F33.1)
 Biasanya mulai pada usia dini dari masa dewasa
 Berlangsung sekurangnya beberapa tahun, kadang
untuk jangka waktu tidak terbatas. Jika pada usia lebih
lanjut, sering merupakan kelanjutan episode depresif
tersendiri (F32) dan berhubungan dengan masa
berkabung atau stres lain yang tampak jelas.
• Gangguan campuran anxietas-depresi (F41.2)
• Reaksi depresi berkepanjangan (F43.21)
• Skizofrenia residual (F20.5)
• Penyalahgunaan atau ketergantungan zat psikoaktif
• Gangguan penyesuaian dan masa berkabung
 Psikoterapi adalah terapi pilihan untuk masalah ini.
 Konseling bersifat suportif untuk membantu mengatasi
nyeri atau mengatasi ketidakmampuannya
 Terapi kognitif perilaku untuk mengubah ide pesimistis,
harapan tidak realistik dan kritik diri yang menimbulkan
depresi dan penderitaannya
 Problem solving therapy untuk mengatasi depresi dengan
cara mengubah situasi kehidupan yang menimbulkan stres
yang bermakna
 Farmakoterapi
 Antidepresan (SSRI, antidepresan trisiklik, MAOI)
untuk mengatasi gangguan vegetatif yang sering
dialami oleh penderita distimik (gangguan tidur,
rasa lelah, anhedonia, rasa nyeri)
 Kategori sisa untuk gangguan afektif menetap
yang tidak cukup parah atau tidak
berlangsung cukup lama untuk memenuhi
kriteria siklotimia (34.0) atau distimia (34.1),
namun secara klinis bermakna
 Episode Akfektif campuran
 Episode aktif yang berlangsung sekurang-
kurangnya selama 2 minggu yang bersifat
campuran atau pergantian cepat (biasanya
dalam beberapa jam) antara gejala
hipomanik, manik, dan depresif
 Gangguan depresif singkat berulang
 Episode depresif singkat berulang, muncul kira-
kira sekali sebulan selama satu tahun yang
lampau
 Semua episode depresif masing-masing
berlangsung kurang dari 2 minggu (yang khas
ialah 2-3 hari, dengan pemulihan sempurna)
tetapi memenuhi kriteria simptomatik untuk
episode depresif ringan, sedang, atau berat
(F32.0, F32.1, F32.2)
 Diagnosis Banding : distimia (F34.1), episode
depresif berkaitan dengan menstruasi (38.8)
 Merupakan kategori sisa untuk gangguan
afektif yang tidak memenuhi kriteria untuk
kategori manapun dari F30-F38.1 tersebut
diatas
 Untuk dipakai hanya sebagai langkah terakhir,
jika tidak ada istilah lain yang dapat
digunakan.
 Termasuk : psikosis afektif YTT
 Lab: Radiologis (CT Scan, MRI, EEG),Skreening
obat, Darah Perifer, Tes Urine.
 Psikotest: Konsul
Elektroensefalogram (EEG) adalah salah satu tes yang dilakukan untuk mengukur aktivitas
kelistrikan dari otak untuk mendeteksi adanya kelainan dari otak. Tindakan ini
menggunakan sensor khusus yaitu elektroda yang dipasang di kepala dan dihubungkan
melalui kabel menuju komputer.
Gambar 1. Imaging f-MRI pada pasien
depresi
Terlihat bahwa gambaran pasien yang
tidak depresi lebih banyak bagian
otaknya yang aktif (bercahaya)
dibandingkan dengan pasien depresi
yang lebih banyak yang tidak aktif
(tidak bercahaya). Hal ini memang
secara teori dan klinik terbukti bahwa
pasien yang mengalami depresi
kebanyakan mengalami gangguan
dalam kognitif (fungsi pikirnya)
sehingga tampak sulit konsentrasi, sulit
berpikir, sulit memutuskan sesuatu dan
kesulitan daya kognitif yang lain
Gambar 2. Gambaran PET-Scan pada
pasien depresi
Gambar di atas adalah pasien depresi
yang telah mengalami perbaikan setelah
pengobatan. Gambaran PET-SCAN
memperlihatkan bagian-bagian otak yang
mulai aktif secara menyeluruh yang
sangat berbeda dengan gambaran
sebelumnya. bagian prefrontal cortex di
depan tampak aktif yang membuktikan
proses penyembuhan yang sukses.
Pemeriksaan inilah yang secara penelitian
membuktikan adanya perbaikan yang
nyata pada pasien depresi ataupun cemas
depresi yang diberikan pengobatan, baik
dengan obat atau psikoterapi.
 PSIKOTERAPI :
 Konseling dengan Psikiater, Psikolog, Perawat
Psikiatrik, Petugas sosial dll.
 Psikoterapi suportif, Reedukatif, Rekontruktif.
 TERAPI FISIK : E.C.T ( Electro Convulsive Therapy )
 Memberikan aitsn listrik pada orak melalui 2
elektrode yang ditempatkan pada temporal
kepala  kejang kejang
 Transcranial Magnetic Stimulation (TMS)
▪ Alat untuk menstimulasi otak dengan induksi
elektromagnetik pada bagian spesifik di otak.
 Terapi Biologik:
 Light therapy
 Sleep deprivation & alteration of sleep
schedules
 Psychosurgery
 Orthomoleculer therapy
 Subcoma Insulin therapy
 Coma therapy
 Carbon dioxide therapy
 Terapi obat-obat psikofarmaka yang meliputi obat-obat
yang memiliki efek utama terhadap proses mental di
susunan saraf pusat.(proses pikir, perasaan, fungsi
motorik/tingkah laku)

 Berdasarkan efek klinis :


 Antipsikotik
 Antidepresan
 Antiansietas
 Antimanik/mood stabilizer
 Farmakokinetik :
 Eksresi melalui urine dan feses
 Metabolisme dipengaruhi oleh :
▪ enzyme inducer (carbamazepin, phenytoin,
ethambutol, barbiturate) akan mempercepat
pemecahan antipsikotik.
▪ Clearance inhibitor (SSRI, TCA, B-bloker)
menghambat eksresi antipsikotik.
▪ Stress, Hipoalbumin e.c malnutrisi ginjal/gagal
hati memengaruhi ikatan protein.
 Farmakodinamik :
 Antagonis reseptor dopamin dan serotonin
 Nigrostriatal  Aktivitas motorik
 Mesolimbokortikal  perilaku, sensasi yang
menyenangkan, euforia.
 Mesokorteks  f(x) kognitif dan simtom (-) pada
skizofrenia
 Tuberoinfundibuler  gang. endokrin
 Prinsip pengobatan :
 Terapi inisial  dinaikkan perlahan bertahap dalam 1-3
minggu  dosis optimal
 Terapi pengawasan  8-10 minggu
 Terapi pemeliharaan  dapat turun bertahan  dosis
minimal  akut : 2 tahun, kronis 5 tahun-seumur hidup
 Efek samping :
 Neurologis : akatisia, distonia akut, parkinsonism (EPS),
Sindroma Neuroleptik Maligna, Tardif fiskinesia
 Non neurologis : fungsi hepar, ginjal, kulit, mata,
endokrin, disfungsi seksual
Golongan Nama Obat Dosis anjuran per
hari

Haloperidol 5-20 mg

Konvensional Khlorpromazin 100-400 mg


(DA/APG-I)
Trifluoperazin 15-20 mg

Risperidone 2-8mg

Olanzapine 10-20mg

Quetiapine 200-800mg
Atipikal (SDA/APG-II)
Clozapin 150-450mg

Paliperidone 6mg

Aripiprazole 10-30mg
 Indikasi : Depresi, Gangguan cemas, dll
 Cara kerja : meningkatkan jumlah serotonin di neuron pasca
sinaps.
 Gol. Trisiklik dan Tetrasiklik  serotonergik : menghambat
reuptake neurotransmitter yang dilepaskan dari neuron
prasinaps ke celah sinaps, tetapi ambilan tsb non selektif.
 SSRI  selektif hanya pada neurotransmitter serotonin (5HT2)
 MAOI  bekerja di presinaps menghambat enzim
monoaminase yang memecah atau memetabolisme serotonin
sehingga serotonin yang dilepaskan ke celah sinaps
bertambah  pasca sinaps.
 SNRI  Hambat ambilan serotonin dan hambat ambilan
neurotransmitter norepinepri.
Golongan Cara Kerja Nama obat Dosis per hari
obat
Trisiklik Menghambat ambilan kembali Imipramin 75-300mg
NT yg dilepaskan di celah sinaps Amitriptilin 50-300mg
tapi tidak selektif
Tetrasiklik Maproptilin 25-225mg
Mianserin 30-200mg
MAOI Menghambat enzim yg Moclobemide 300-600mg
memecah serotonin di presinap

SSRI Menghambat ambilan kembali Sertralin 50-200mg


NT yg dilepaskan di celah sinaps Fluoxetine 20-80mg
dengan selektif terhadap NT
serotonin Fluvoxamine 50-100mg
Paroxetine 20-50mg
Escitalopram 10-20mg
SNRI Menghambat ambilan kembali Venlafaxine 75-375mg
serotonin dan menghambat Desvenlafaxine 50mg
ambilan kembali norepinefrin
Duloxetine 20-120mg
 Efek Samping MAOI
• Hipotensi (tu usia lanjut) klasik
• Gangguan jantung
 Hipotensi & hipertensi
(kelainan EKG)
 Gangguan hepar
• Gejala gangguan saraf
otonom  Gangguan otonom
• Gejala gangguan SSP  Gangguan sistem saraf
• Alergi (parestesi, konvulsi)
• Gejala hematologi  Edema
• Gejala psikis lain (maniakal,  Gangguan hematologi
gelisah, delirium)  Gangguan psikologik
 Krisis hipertensi
 Dosis rendah + benzodiazepin 
ditingkatkan sampai dosis tarapeutik.
(minggu ke-2 / 3)  efek tarapeutik  terapi
pemeliharaan untuk mencapai remisi dan
mencegah relaps (6 bulan - 1 tahun)
 Cara Kerja :  Efek Samping:
 Reseptor GABA  Mengantuk
membiarkan ion Cl masuk  Sakit kepala
ke dalam sel   Disartri
hiperpolarisasi neuron dan
 Ataksia
menghambat pelepasan
transmisi neuronal  Nafsu makan meningkat
terutama pelepasan  Mudah terjadi toleransi
neurotransmiter dan dependensi
neuroadrenalin.  Gejala putus obat
Golongan obat Nama obat Dosis per hari

Diazepam 6-30mg

Bromazepam 6-60mg

Lorazepam 1-4mg
Benzodiazepin
Alprazolam 750mcg-4mg

Clobazam 20-60mg

Buspiron 10-60mg

Gliserol Meprobamat 1200-2400mg

Barbiturat Fenobarbital 30-400mg


 Cara Kerja :  Efek Samping :
 Lithium :  Tremor halus
▪ Inositol depletion  Diare & muntah
▪ Regulasi wnt/calcium  Rasa lelah & vertigo
Pathway dan Synthase  Ataksia & tremor kasar
Kinase 3beta  Penurunan kesadaran
 Anticonvulsan :
 Konvulsi
▪ Pembukaan kanal sodium  Oligouria bahkan dapat terjadi
anuria
 Edem
Golongan Obat Nama obat Dosis per hari
Garam Lithium Lithium carbonat 900-1200mg
Carbamazepine 100-800mg
Asam valproat 250-1250mg
Lain-lain
Natrium 750mg hingga
divalproat 60mg/kgBB

Anda mungkin juga menyukai