Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Epilepsi adalah suatu kondisi neurologik yang mempengaruhi system saraf. Epilepsy

juga dikenal sebagai penyakit kejang. Epilepsi dapat didiagnosis paling tidak setelah

mengalami dua kali kejang yang tidak disebabkan oleh kondisi medis seperti kecanduan

alkhohol atau kadar gula yang sangat rendah (hipoglikemi). Terkadang menurut International

League Against Epilepsy, epilepsy dapat didiagnosis setelah mengalami satu kali kejang, jika

seseorang berada dalam kondisi dimana mereka memiliki risiko tinggi untuk menderita

kejang lagi. Kejang pada epilepsy mungkin berhubungan dengan trauma otak atau

kecenderungan keluarga tetapi kebanyakan penyebab epilepsy tidak diketahui.1

Lebih dari 5% populasi didunia mungkin mengalami satu kali kejang dalam hidup

mereka. Kurang lebih sebanyak 60 juta orang didunia menderita epilepsy. Anak-anak dan

remaja lebih cenderung menderita epilepsy dengan sebab yang tidak diketahui atau murni

genetic dari pada orang dewasa. Epilepsy dapat mulai terjadi pada semua usia. Pada

penelitian terbaru memperlihatkan bahwa 70% kejang yang terjadi pada anak-anak dan

dewasa yang baru terdiagnosis epilepsy dapat dikontrol dengan baik oleh pengobatan. Dan

30% orang yang mengalami kejang tidak memberikan respon yang baik dengan pengobatan

yang tersedia.2

1
BAB II

Tinjauan Pustaka

2. 1 Defenisi Epilepsi Psikogenik

Serangan kejang bukan epilepsi (SKBE) merupakan suatu kejang atau kejadian yang

mirip epilepsi, tetapi tidak disertai dengan letupan muatan listrik abnormal. Kejang

nonepilepsi psikogenik tergolong dalam SKBE. Aicardi membagi SKBE menjadi tujuh

kategori, yakni: kejang anoksik, episode apneu dan/atau bradikardi pada bayi muda (Near-

Miss Sudden Death Syndrome), vertigo paroksismal, manifestasi psikiatri akut, migrain dan

sindrom periodik, tic dan gerakan/kebiasaan yang abnormal, gangguan paroksismal yang

terjadi pada waktu tidur. Gestaut dan Brouhton mengklasifikasikan SKBE menjadi empat

kategori besar: anoksik, toksik, psikik, dan hipnik atau ‘sleep related’. Porter (1991) membagi

SKBE berdasarkan penyebabnya menjadi dua bagian besar, yakni psikogenik dan fiisiologik4.

Kejang nonepilepsi psikogenik atau pseudoseizure merupakan episode paroksismal

yang menyerupai dan sering terjadi kesalahan diagnosis sebagai kejang epilepsi;

bagaimanapun, kejang nonepilepsi psikogenik berasal dari bagian psikologi (seperti

emosional, stress). Episode nonepilepsi paroksismal dapat disebabkan oleh faktor organik

atau psikogenik. Sinkop, migrain, transient ischemic attacks (TIAs) merupakan contoh gejala

kejang paroksismal nonepileptik organik3.

Kejang nonepilepsi psikogenik sering dikategori epilepsi, yang mana 20-30% pasien

tergolong kejang kambuhan. Prevalensi kejang nonepilepsi psikogenik sekitar 2-33 kasus per

100.000 populasi3.

2
2.2 EPIDEMIOLOGI

Kejang nonepilepsi psikogenik biasanya terdiagnosis epilepsi, sekitar 20-30% dari

seluruh epilepsi. Sekitar 50-70% pasien didiagnosis epilepsi tidak mengalami kejang, dan

hanya sekitar 15% saja yang benar-benar epilepsi. Kebanyakan kejang psikogenik merupakan

bentuk konversi dan gangguan somatoform.

Kejang nonepilepsi psikogenik terjadi lebih sering pada wanita-wanita dibandingkan

laki-laki, yakni sekitar 70% dari semua kasus. Kejang nonepilepsi psikogenik berkaitan

dengan gangguan konversi, yang secara khas muncul pada dewasa muda. Kejang psikogenik

bisa terjadi pada remaja, anak-anak dan orang tua. Harus diperhatikan dalam mendiagnosis

kejang psikogenik terutama jika terjadi pada awal masa kanak-kanak atau usia tua.

Kejang nonepilepsi psikogenik mungkin terjadi pada kondisi kejiwaan yang khusus,

sebagai contoh, anak-anak dengan parasomnias (misalnya,night teror), dan serangan

ketakutan.

2.3 ETIOLOGI

Penyebab dari kejang psikogenik, antara lain ialah:

a. Gangguan somatoform

Kebanyakan disebabkan karena gangguan somatoform atau reaksi konversi.

Kejang psikogenik dapat merupakan gejala tersendiri atau bagian dari kelaiana

pervasive spserti sindroma Briquet yang mana kejang psikogenik merupakan salah

satu dari banyak keluhan seperti nyeri kepala atau nyeri tubuh. Sekitar 15% penderita

konvers menunjukkan adanya kejang psikogenik.

Pada umumnya keluhan konversi merupakan mekanisme untuk mendapatkan

‘keuntungan primer’ dan ‘keuntungan sekunder’. Di dalam keuntungan primer,

keluhan konversi bertujuan menutup konflik mental di bawah kesadaran. Suatu

pikiran yang tidak diinginkan dan menyakitkan direpreai dan energi emosional diubah

3
menjadi keluhan fisik. Sedangkan pada keuntungan sekunder, keluhan konversi

bertujuan untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkannya atau menghindari sesuatu

yang tidak diharapkanya. Riwayat adanya trauma dan atau penyalahgunaan seksual

sering mencetuskan penderita konversi.

b. Kecemasan Akut

Kecemasan akut ini berlangsung sepintas, paroksimal di mana penderita

merasa tersendiri, terasing. Psikofisiologi ditandai dengan palpitasi, perasaan tertekan,

sensasi yang tidak nyata, mandi keringat, takikardia, sesak nafas, muntah, mencret

dan sesak nafas dan kemudian jatuh dalam keadaan kelelahan.

Diagnosis kecemasan akut ini biasanya dapat ditentukan bila dijumpai 3 hal

berikut. 1) waktu serangan samapai 15 menit kadang 30 menit lebih lama dari

serangan kejang epilepsi. 2) kesadaran tidak terganggu meskipun pada umumnya

merasa aneh atau asing, tetapi interaksi lingkunagn masih mungkin. Openderita

dengan jelas dapat menerangkan urutan serangan, kecuali bila penderita jatuh pingsan.

Dan sering terjadi hiperventilasi dan 3) rekaman EEG dalam batas normal.

c. Amnesia disosiatif

Ditandai dengan satu atau lebih episode ketidakmampuan untuk mengingat

informasi pribadi, biasanya yang bersifat traumatik atau terlalu menekan; dan

gangguan merupakan lebih dari keadaan lupa biasa. Yang khas, penderita gagal untuk

mengingat kembali semua kejadian pada waktu peristiwa itu terjadi.

d. Dissosiative fugue

Mendadak, penderita meninggalkan rumah atau temapt kerjanya, seakan

mencari identitas baru dan dan dapat bingung, disorientasi dengan ketidakmampuan

untuk mengingat masa lampaunya. Penderita menyanggah semua kejaidan yang

dilakukan pada waktu serangan ‘fugue’.

4
2.4 PATOFISIOLOGI

Tidak seperti kejang epilepsi, kejang nonepilepsi psikogenik tidak diakibatkan dari

perubahan listrik yang abnormal di otak; akan tetapi merupakan manifestasi fisik dari

gangguan psikologis. Gangguan psikologis tersebut terdiri dari gangguan konversi, gangguan

somatoform yang biasanya terjadi tanpa disadari. Kejang nonepilepsi psikogenik juga

diakibatkan dari kepura-puraan seperti malingering. Kasus ini jarang tetapi sulit untuk

membuktikan4.

2.5 GEJALA DAN TANDA

Seringkali kejang non epilepsi psikogenik sangat sulit dibedakan dengan kejang

epilepsi. Untuk mendiagnosis kejang psikogenik diperlukan anamnesis dan pemeriksaan

yang cermat. Berikut gejala dan tanda yang membedakan kejang psikogenik dan kejang

epilepsi3.

Kejang Psikogenik Kejang Epileptik


Remaja atau dewasa Semua umur

Serangan waktu malam dapat terjadi, Serangan waktu malam dapat terjadi,
baik diketahui penderita atau keluarga penderita tidak merasa/tidak tahu

Jarang dijumpai gigitan lidah, bila ada Sering dijumpai gigitan lidah
pada pipi atau ujung lidah ____________

Tidak ngompol Sering mengompol

Tidak dijumpai luka di tubuh Sering dijumpai luka-luka di tubuh

5
Aura macam-macam pembauan dan ‘Perasaan aneh’ dan sensasi di
penglihatan abdomen_____

Ada konflik mendasarinya dan penderita Penderita sadar bahwa konflik dapat
tidak menyadarinya mencetuskan kejang

EEG normal EEG abnormal

Tidak sembuh dengan OAE Sembuh dengan OAE

Gerakan bervariasi. Seringkali hanya Stereotifik, biasanya meliputi kedua fase


tonik atau klonik. Komponene klonik klonik dan tonik. Gerakan klonik
bervariasi amplitudo dan frekuensinya melemah bila kejang berlanjut
selama serangan. Gerakan pelvia
menonjol.Gerakan-gerakan pseodoklonik

Kesadaran bervariasi, seringkali masih Biasanya hilang sama sekali saat


mungkin berkommunikasi saat serangan, serangan kejang, mata membuka saat
mata cenderung menutup serangan

Dapat melawan kekangan, kadang- Tidak terpengaruh kekangan


kadsang menghentikan serangan.

Berhentinya serangan dapat berangsur, Berhentinya serangan dapat berlangsung


seringkali dengan penampakan emosi; singkat atau memanjang bila disertai
bingung, mengantuk, atau tidur jarang automatisasi. Biasanya bingung,
terjadi mengantuk atau tertidur

6
2.6 DIAGNOSIS BANDING

a. Kejang absense

Kejang absens dapat dibagi menjadi kejang absens simpel (tipikal) atau disebut

juga petit mal dan kejang absens kompleks (atipikal). Kejang absens tipikal

ditandai dengan berhentinya aktivitas motorik secara tiba – tiba, kehilangan

kesadaran sementara secara singkat yang disertai dengan tatapan kosong. Sering

tampak kedipan mata berulang saat episode kejang terjadi. Episode kejang terjadi

kurang dari 30 detik. Sedangkan pada kejang absens atipikal ditandai dengan

gerakan seperti hentakan berulang yang bisa ditemukan pada wajah dan

ekstremitas, dan disertai dengan perubahan kesadaran7

b. Pusing, Vertigo, dan ketidakseimbangan

Pusing merupakan salah satu masalah keseimbangan yang sering dikeluhkan

masyarakat. Pusing yang dikeluhkan pasien seperti perasaan benda sekeliling

berputar terhadapnya sekitar 21%, pusing ringan dan hilang timbul sekitar 29%,

atau pusing dan menganggap dirinya berputar terhadap sekelilingnya sekitar 13%.

Gejala pusing dapat hilang beberapa hari, minggu sampai bulan. Vertigo berasal

dari bahasa latin, vertere artinya memutar. Derajat ringan sampai yang paling

ringan dari vertigo disebut dizziness dan giddiness. Vertigo adalah persepsi dari

perasaan bergerak atau berputar terhadap objek di sekitarnya. Dizziness adalah

rasa pusing tidak spesifik seperti goyah, rasa disorientasi ruangan seperti

berbalik2.

c. Miastenia Gravis

Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh

suatu kelemahanabnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan

secara terus-menerus dan disertaidengan kelelahan saat beraktivitas8

7
d. Status Epileptikus

Kondisi kejang berkepanjangan mewakili keadaan kedarutan medis dan

neurologis utama. International League Againts Epilepsy mendefinisikan status

epileptikus sebagai aktivitas kejang yang berlangsung terus menurus selama 30

menit atau lebih9

2.7 DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN

Seperti kita ketahui bahwa kejang psikogenik ini tidak mempunyai kriteria yang

absolut, tetapi sering disangka suatu serangan epilepsi. Penegakan diagnosis kejang

psikologis ini harus dilakukan dengan abservasi cermat. Saat ini dapat dilakukan perekaman

video dan monitoring dengan EEG pada waktu serangan, pencatatan EEG iktal dan pasca

iktal. Akan tetapi sarana monitoring semacam ini belum ada di Indonesia dan biaya cukup

mahal. Asumsi yang dapat kita gunakan antara lain:

a. Kebanyakan penderita dengan serangan kejang psikogenik tidak menunjukkan tanda

kejang umum tonik-klonik atau kejang komplek parsial.

b. Hanya sebagian kecil dari kejang epilepsi yang ditandai dengan kejadian yang tidak

umum yang membuat klasifikasi menjadi sulit.

c. Semakin berpengalaman dokter yang sering menangani masalah kejang,

kemungkinana untuk membuat diagnosis secara benar semakin besar.

Penentuan diagnosis epilepsi dapat sulit, karena adanya kondisi-kondisi kronis lain.

Hal paling utama adalah kemampuan anamnesis untuk menyingkirkan diagnosis lain. Di

samping kemampuan untuk mendiagnosis, kejang nonepilepsi juga dipastikan dengan EEG-

VIDEO. Tidak boleh lupa, melakukan tes kepribadian sedikit banyak memberikan petunjuk

adanya kejang nonepilepsi psikogenik5.

8
Riwayat pasien mungkin menunjukkan arah diagnosis. Petunjuk-petunjuk umum

berguna dalam praktik klinik dan dapat mengarahkan pada kejang yang dipengaruhi

psikogenik4.

a. Resisten terhadap Obat Anti Epilepsi (OAE) merupakan petunjuk pertama kejang

nonepileptik psikogenik, meskipun epilepsi yang sudah kebal OAE juga menunjukkan

gejala yang sama.

b. Adanya pencetus yang tidak biasa untuk epilepsi mungkin mengarah pada diagnosis

kejang nonepileptik psikogenik. Contohnya pencetus emosi seperti stress atau

perubahan kepribadian. Pemicu lainnya seperti nyeri, bergerak tiba-tiba, mendengar

bunyi dan melihat cahaya merupakan tanda kejang yang sebenarnya (epilepsi).

c. Riwayat psikososial menunjukkan adanya perilaku maladaptif atau berhubungan

diagnosis psikiatri perlu dicurigai kejang nonepilepsi psikogenik. Memperhatikan

evaluasi status mental, terutama tingkat perhatian, overdramatisasi, dan corak histeris.

Pada pemeriksaan Pada pemeriksaan Fisik dan neurologis ditemukan dalam batas

normal. Pemeriksaan Psikologi menunjukkan adanya episode psikogenik termasuk

kecemasan, depresi, afek tidak sesuai, konsentrasi yang lemah (la belle indifference), keluhan

somatik yang mengarah pada gangguan somatik serta adanya hubungan yang abnormal

dengan anggota keluarga.

9
2.8 TERAPI

Penjelasan kepada pasien dan reaksi pasien terhadap penyakitnya sangat penting

untuk menentukan keberhasilan terapi. Terkadan dokter mengalami kesulitan dalam

memberikan keterangan yang jelas kepada pasien atau keluarganya tentang penyakit ini. Hal

ini menyebabkan pasien sering melanjutkan terapi untuk epilepsi.

Terapi untuk kejang nonepilepsi psikogenik juga meliputi psikoterapi dan obat-

obatan untuk mengobati gelisah atau depresi, seperti trisiklik antidepresan, MAOI, SSRI.

Sertraline, hingga dosis maksimum 200 mg, dapat menurunkan angka kejadian

kejang nonepilepsi psikogenik (psychogenic nonepileptic seizures, PNES) sebesar 50%.

Selain sebagai terapi depresi dan ansietas, dalam uji klinis serotonin selective reuptake

inhibitors (SSRIs) memperlihatkan kemungkinan digunakan untuk gangguan konversi atau

somatoform dan beberapa gangguan kepribadian. Gangguan konversi atau somatoform dan

gangguan kepribadian ini terjadi sebagai gangguan penyerta pada kejang nonepilepsi

psikogenik sehingga SSRI menjadi obat yang potensial. Hipotesisnya adalah bahwa

mengatasi gejala depresi, ansietas, dan impulsivitas yang diperantarai serotonin akan

menurunkan kejang.

Dosis sertraline yang diberikan adalah 25 mg sampai hari ke 15, kemudian

ditingkatkan menjadi 50 mg setiap dua minggu hingga dosis maksimum 200 mg/hari, kecuali

dibatasi oleh efek samping. Pada 33 subjek penelitian memperlihatakan bahwa mereka yang

menerima sertaline mengalami penurunan 45% kejadian kejang dua minggu selama periode

12 minggu terapi6.

10
2.9 KOMPLIKASI

Kebanyakan pasien dengan kejang nonepilepsi psikogenik telah menggunakan obat

antikejang karena didiagnosis epilepsi. Sebagian kecil pasien kejang nonepileptikus

psikogenik juga menerima pengobatan intravena dengan diagnosis status epileptikus sehingga

mengakibatkan pasien diintubasi dan masuk ICU tanpa indikasi yang benar3.

2.10 PROGNOSIS

a. Gejala berlangsung lebih dari 10 tahun, hampir separuh pasien epilepsi

psikogenik mengalami kejang berulang dan mengalami ketergantungan

dengan sosial.

b. Prognosis membaik dengan memberikan pendidikan, di mana onset penyakit

terjadi pada usia muda, episode nondramatik, dan sedikit keluhan somatoform,

dengan skor dissosial yang rendah pada dimensi kepribadian high order

(seperti hambatan, emosional tidak stabil, dan mudah terangsang).

c. Pasien dengan kejang katatonik mempunyai prognosis lebih baik daripada

kejang tipe convulsif.5

11
BAB III

KESIMPULAN

Epilepsi adalah gangguan pada otak yang menyebabkan terjadinya kejang berulang.

Kejang terjadi ketika aktivitas listrik didalam otak tiba-tiba terganggu. Gangguan ini dapat

menyebabkan perubahan gerakan tubuh, kesadaran, emosi dan sensasi. Tidak semua kejang

disebabkan oleh epilepsy. Kejang juga dapat disebabkan oleh kondisi tertentu sepeti

meningitis, ensefalitis atau trauma kepala.

Seperti kita ketahui bahwa kejang psikogenik ini tidak mempunyai kriteria yang

absolut, tetapi sering disangka suatu serangan epilepsi. Penegakan diagnosis kejang

psikologis ini harus dilakukan dengan abservasi cermat. Penentuan diagnosis epilepsi dapat

sulit, karena adanya kondisi-kondisi kronis lain. Hal paling utama adalah kemampuan

anamnesis untuk menyingkirkan diagnosis lain. Di samping kemampuan untuk mendiagnosis,

kejang nonepilepsi juga dipastikan dengan EEG-VIDEO. Tidak boleh lupa, melakukan tes

kepribadian sedikit banyak memberikan petunjuk adanya kejang nonepilepsi psikogenik

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Carold Campfield. 2008. What is epilepsy. www.epilepsy.com


2. Steven C Schachter . 2006. What Cause Epilepsy. www.epilepsy.com
3. Syed TU, Lafrance WC Jr, Kahriman ES, et al. Can semiology predict psychogenic
nonepileptic seizures? a prospective study. Ann Neurol. Jun 2011;69(6):997-1004.
[Medline].
4. Benhadis SR. psychogenic Nonepileptic Seizures. [homepage on the internet]. 2015
Oct 09 [cited 2018 Jan 10]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1184694
5. Baslet G. Psychogenic nonepileptic seizures: a treatment review. What have we

learned since the beginning of the millennium?. [homepage on the internet]. 2012 Dec

06 [cited 2018 Jan 21]. Available from:

http://dash.harvard.edu/bitstream/handle/1/10579237/3523560.pdf?sequence=1

6. LaFrance WC, Keitner GI, Papandonatos GD, Blum AS, Machan JT, Ryan CE, et al.

Pilot pharmacologic randomized controlled trial for psychogenic nonepileptic

seizures. [homepage on the internet]. 2010 Sept 28 [cited 2016 Jan 04]. Available

from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3013487

7. William Wilson. 2015. Kejang. www. scribd.com

8. Metaliasari Made. 2010. Miastenia Gravis. www. scribd. com

9. Nursyamsiah. 2014. Status Epileptikus. www. scribd. com

13

Anda mungkin juga menyukai