Pendahuluan
Isi perut ikan merupakan limbah perikanan yang bila tidak diolah dengan baik akan
mencemari lingkungan. Menurut Kaban dan Daniel (2005), dalam isi perut ikan dan kepala
terdapat kandungan minyak cukup banyak. Minyak ikan tersebut bisa dimanfaatkan sebagai
bahan tambahan dalam industri pembuatan pakan ternak dan industri lainnya. Selain itu
beberapa jenis ikan tawar berpotensi menghasilkan minyak ikan yang pada umumnya
memiliki kandungan EPA cukup tinggi. Sehingga bisa bermanfaat untuk menjaga kesehatan
dan mencegah beberapa penyakit degeneratif seperti jantung, kanker, diabetes, dan
sebagainya. Untuk mendapatkan minyak ikan ada beberapa cara pengolahan. Jenis
pengolahan yang umum dilakukan yaitu pengolahan secara basah (wet rendering method),
dan pengolahan secara kering (dry rendering method). Wet renderring method adalah
proses pengolahan dengan penambahan sejumlah air selama berlangsungnya proses
pengolahan. Dry renderring method adalah cara pengolahan tanpa penambahan air selama
proses pengolahan berlangsung (Estiasih, 2009).
Metodeologi
Metode penelitian yang digunakan adalah metode experimental laboratories.
Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok. Sebagai perlakuan
adalah perbedaan suhu pengukusan dengan sistim steam jacket yaitu suhu 80±2o C, 70±2o
C, dan 60±2o C selama 20 menit, serta pemasakan dengan dry renderring method pada
90±2o C selama 30 menit sebagai kontrol. Masing-masing perlakuan diulang 3kali.
Berdasarkan hasil uji statistik data pada tabel 2, maka dapat diketahui bahwa
semakin rendah suhu pengukusan yang dilakukan pada proses pengolahan minyak ikan
kasar dapat mengurangi bilangan peroksida minyak ikan kasar tersebut. Kandungan rata-
rata bilangan peroksida tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol yaitu pemasakan minyak
ikan dengan suhu 90±2o C secara dry renderring method dengan nilai sebesar 20,11±0,12
meq/kg. Sedangkan kandungan rata-rata bilangan peroksida terendah terdapat pada
pemasakan minyak ikan secara steam jacket dengan suhu 60±2o C yaitu sebesar
14,85±0,03 meq/kg. Bilangan peroksida dalam minyak yang dimasak dengan metoda dry
renderring (kontrol) lebih tinggi dibandingkan dengan metode pengukusan secara steam
jacket, karena suhu yang digunakan pada metoda dryrenderring lebih tinggi sehingga
menyebabkan rantai karbon dalam ikatan rangkap pada minyak terputus dan berikatan
dengan oksigen. Menurut Gunawan, et al (2003) reaksi tersebut dapat membuat peroksida
minyak bertambah. Sehingga semakin tinggi suhu yang diterapkan pada minyak akan
menyebabkan kandungan peroksida semakin tinggi. Menurut Bimbo (1998), standar
kandungan bilangan peroksida pada minyak ikan kasar yang baik adalah sebanyak 3-20
meq/kg. Dengan standar itu maka dapat diketahui perlakuan yang memenuhi standar adalah
pemasakan minyak ikan dengan sistim steam jacket pada suhu 80±2o C, 70±2o C, dan
60±2o C. Sedangkan perlakuan kontrol yaitu pemasakan secara dry renderring method
dengan suhu 90±2o C tidak memenuhi standar karena memiliki bilangan peroksida > 20
meq/kg.
Pendahuluan
Pemindangan merupakan rangkaian proses penggaraman yang diikuti dengan
proses perebusan atau pengukusan. Proses pembuatan pindang yaitu dengan cara
pengukusanatau perebusandalam lingkungan yang mengandung garam(Moeljanto,
1992).Jenis-jenis ikan yang sering digunakan sebagai bahan baku ikan pindang antara lain:
bandeng, tongkol kembung, cakalang amas, nila, layang dan lain-lain (Budiman,
2004).Proses ketengikan disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh
dalam lemak. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang
disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepatreaksi seperti cahaya, panas,
peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat dan enzim-enzim lipoksidase
(Winarno, 1992).Asap cair merupakan larutan dispersi asap kayu dalam air, yang dibuat
dengan mengkondensasikan asap hasil pembakaran tidak sempurna dari
kayu(Swastawati, 2007).Asap cair mengandung berbagai senyawa yang dapat
dikelompokkan ke dalam fenol, asam dan karbonil (Pszczola, 1995).Senyawa kimia
tersebut dapat berperan sebagai bakteriostatik, bakteriosidal dan dapat menghambat
oksidasi lemak (Girard, 1992). Asap cair memiliki berbagai fungsi dalam
pemanfaatannya sehingga telah digunakan untuk berbagai tujuan dalam
pengaplikasiannya. Beberapa penelitian aplikasi asap cair pada makanan seperti bandeng
preto (Yuwanti, 2005), sosis lele (Ernawati et al., 2012), dan bakso (Arnim et al., 2012)
Metodeologi
Materi yang digunakan pada penelitian adalah ikan pindang layang (decapterus sp.)
dari Sentra Pengasapan, Demak. Pindang layang diberikan 2 perlakuan yakni perendaman
dengan asap cair selama selama 20 menit dan tanpa perendaman asap cair. Pindang yang
telah direndam asap cair dan pindang tanpa perendaman asap cair disimpan dalam suhu
ruang (250C) selama 6 hari. Pengamatan dilakukan selama 6 hari dengan pengujian
(kadar air, fenol,lemak, angka peroksida dan TBA) setiap 2 hari sekali yakni hari ke-0, 2, 4,
dan 6.Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah RALpola terbagi
oleh waktu ”Split Plot in Time”. Faktor konsentrasi asap cairdengan 2 taraf (0%dan 3%)
sebagai sub plotdan faktor lama penyimpanandengan 4taraf (hari ke-0, 2, 4dan 6) sebagai
main plotmasing-masing diulang 3kali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan asap cair pada ikan pindang
berdasarkan faktor penambahan konsentrasi asap cair, faktor penyimpanan dan
interaksi kedua faktor memberikan pengaruh beda nyata(P>0,05) terhadap nilai angka
peroksida.Adapun hasil analisis statistik perlakuan pindang dengan asap cair dan
tanpa asap cair pada hari yang sama yakni di hari ke-0, 2, 4 dan 6
memberikanperbedaan nyata (P>0,05). Hasil pengujian angka peroksida pada hari ke-0
meningkat hingga hari ke-4 pada kedua perlakuan dan selanjutnya menurun pada hari ke-6
B. TBA(Thiobarbituric Acid)
Hasil pengujian TBApindang layang selama penyimpanan suhu ruang harike-0, 2, 4 dan
6 tersaji pada Tabel 5
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan asap cair pada ikan pindang
berdasarkan faktor penambahan konsentrasi asap cair, faktor penyimpanan dan
interaksi kedua faktor memberikan pengaruh beda nyata(P>0,05) terhadap nilai
TBA.Adapun hasil analisis statistik perlakuan pindang dengan asap cair dan tanpa asap cair
pada hari yang sama yakni di hari ke-0, 2, 4 dan 6 memberikan perbedaan nyata
(P>0,05). Hasil pengujian TBAharike-0 meningkat hingga hari ke-4 pada kedua perlakuan
dan selanjutnya menurun pada hari ke-6.
Metodeologi
Metode maserasi yang digunakan mengacu pada metode yang digunakan Martinus
et al. (2014) dengan modifikasi pada lama maserasi. Metode yang dilakukan yaitu dengan
menimbang 100 gram sampel yang sudah dikeringkan kemudian direndam dengan 300 ml
etanol 96% selama 24 jam. Hasil maserasi dikumpulkan kemudian diuapkan dengan rotary
evaporator pada suhu 40°C, sehingga didapatkan ekstrak kental pada masing-masing
sampel. Setelah ekstrak masing-masing sampel diperoleh, maka dilakukan beberapa uji
antara lain; aktivitas antioksidan, kandungan total fenol, dan kandungan total flavonoid.
Angka Peroksida (Badan Standardisasi Nasional, 1998)
Uji angka peroksida dilakukan dengan menghaluskan daging udang, kemudian
ditimbang masing-masing sebanyak 1 gram. Sampel dimasukkan dalam erlenmeyer
tertutup, kemudian ditambahkan 20 ml kloroform. Tahap selanjutnya ditambahkan asam
asetat-kloroform dengan perbandingan 3:2 kemudian ditambahkan 1 ml larutan KI jenuh dan
digojong agar sampel dan pereaksi dapat homogen. Erlenmeyer berisi sampel tersebut
disimpan pada ruangan gelap selama 30 menit dan ditambahkan 100 ml aquades dan 3-4
tetes larutan pati 1%, kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0,002 N
Thiobarbituric Acid (TBA) (Apriyantono et al., 1989)
Ditimbang masing-masing 10 gram sampel yang sudah dihancurkan kemudian
ditambahkan 50 ml aquades dan dihancurkan dengan waring blender. Sampel yang sudah
hancur kemudian dipindahkan ke labu destilasi dan ditambahkan HCl 4N serta batu didih
dan pencegah buih. Dan didestilasi sehingga diperoleh destilat sebanyak 50 ml. Destilat
yang diperoleh dipindahkan sebanyak 5 ml ke tabung reaksi tertutup, kemudian
ditambahkan 5 ml reagen TBA. Larutan dicampur dan dipanaskan selama 35 menit pada air
mendidih. Setelah proses pemanasan, tabung raeksi tertutup dianginanginkan hingga suhu
normal, dilakukan pembacaan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang
528 nm. Perhitungan TBA yang dinyatakan dalam mg malonaldehid per Kg sampel.
Bilangan TBA=7,8 D.
Hasil dan Pembahasan
1.Angka Peroksida
Angka peroksida pada udang yang direndam dengan Sargassum sp. menunjukkan
nilai yang berbeda nyata pada hari ke-8. Namun, nilai ini tidak berbeda nyata dari kontrol
maupun perendaman dengan daun teh. Hasil berbeda nyata adalah pada hari ke-12.
Perendaman Sargassum berbeda nyata dengan kontrol tetapi tidak berbeda nyata dengan
perendaman daun teh. Angka peroksida Sargassum sp. menunjukkan nilai yang berbeda
nyata dari kontrol, ada dua kemungkinan yaitu antioksidan dalam Sargassum sp. dapat
menghambat laju peroksida atau senyawa aldehid sudah terurai menjadi senyawa
malonaldehid dan memasuki tahap kerusakan lemak berikutnya. Menurut pendapat Dewi et
al. (2011), angka peroksida tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah mengalami
oksidasi. Angka yang lebih rendah bukan selalu berarti menunjukkan kondisi oksidasi masih
berjalan pada tahap awal tetapi dimungkinkan produk hasil oksidasi lemak sudah terurai
menjadi senyawa lain pada tingkat lanjut.
Metode
Penelitian ini bersifat experimental laboratoriesdengan model Rancangan Acak
Kelompok (RAK)pola Split Plot In Time. Parameter utama yang diamati adalah PV dan
TBA. Parameter penunjang adalah pH dan organoleptik.
Hasil dan Pembahasan
1. Analisa Pengujian TBA
Berdasarkan hasil penelitian, nilai TBAfillet Ikan Bandeng selama penyimpanan dingintersaji
pada gambar 2
Terjadi peningkatan angka TBA selama penyimpanan suhu dingin pada hari ke 3,6,
dan 9. Hal ini terjadi kenaikan jumlah penguraian hasil oksidasi lipida seiring
dengan makin lamanya penyimpanan disebabkan karena peroksida –peroksida
sebagai hasil oksidasi primer terurai lebih lanjut menjadi aldehid, keton, dan alkhohol.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa angka TBA menurun seiring dengan
meningkatnya konsentrasi lidah buaya yang diberikan pada ikan. Hal ini sesuai dengan
Harikedua (2012), konsentrasi air jahe 3% memiliki penetrasi ke dalam daging ikan
lebih besar daripada 2%, 1%, dan 0%, karena daya ikat terhadap radikal bebas dari
lemak ikan juga lebih besar pada konsentrasi yang lebih tinggi. Menurut Salam
(2007),
Semakin tinggi kandungan asam lemak tak jenuh pada bahan akan
menyebabkan cepat lambatnya proses oksidasi serta kenaikan dan penurunan
angka TBA. Tamaela (2003), menambahkan bahwa salah satu faktor yang
menentukan banyaknya malonaldehid dari peroksidasi asam-asam lemak poli tak jenuh
adalah tingkat ketidakjenuhan asam lemak.Menurut Ketaren (1986), beberapa faktor
yang mempengaruhi kecepatan oksidasi adalah keberadaan oksigen, suhu dan
cahaya. Semakin banyak oksigen pada lingkungan di sekitar produk maka produk
akan lebihcepat teroksidasi. Suhu penyimpanan juga mempengaruhi tingkat oksidasi,
dimana produk yang disimpan pada suhu ruang lebih mudah teroksidasi dibandingkan
produk yang disimpan pada suhu dingin. Semakin tinggi intensitas cahaya yang
berkontak dengan produk juga dapat mempercepat proses oksidasi
5. PENGARUH SENYAWA BIOAKTIF BUAH MANGROVEAvicennia marina
TERHADAP TINGKAT OKSIDASI FILLETIKAN NILA MERAH O. niloticus
SELAMA PENYIMPANAN DINGIN
The Effect of Mangrove Fruits AvicenniamarinaBioactive Compounds to the Oxidation Level
of Red Tilapia Fillet O. niloticusduring Cold Storage
Bobby Septian Sipayung, Widodo Farid Ma'ruf*), Eko Nurcahya Dewi
Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Jurusan Perikanan,Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas DiponegoroJl. Prof. Soedarto,SH, Tembalang, Semarang, Jawa
Tengah –50275, Telp/Fax. +6224 7474698Email: bobbysipayung@gmail.com
Metode
Penelitian ini meliputi dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama.
Penelitian pendahuluan dilakukan uji kandungan metabolit sekunder dengan menggunakan uji
fitokimia untuk mengetahui ada tidaknya senyawa bioaktif pada buah mangrove, kemudian
dilakukan uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH untuk melihat seberapa besar potensi
buah mangrove sebagai antioksidan, serta pencarian konsentrasi terbaik untuk diaplikasikan
pada penelitian utama. Pada pencarian konsentrasi terbaik bahan bakubuah mangrove api-api
diambil sebanyak 2 kg dari tambak Mangunharjo pada sore hari. Pembuatan ekstrak dari
Simplisia buah mangrove menggunakan metode infundasi dengan variabel bertingkat, caranya
simplisia buah mangrove ditambah pelarut aquades dengan perbandingan 1:2,5, 1:5 dan 1:7,5.
Diambil simplisia yang sudah dicampur dengan pelarut, kemudian direbus menggunakan panci
infusa sampai suhu mencapai 900C dengan dibiarkan selama 15 menit. Hasilnya disaring dan
diambil cairannya dan siap diaplikasikan.Pada penelitian utamafilletikan Nila Merah yang masih
segar dipotong menjadi bentuk filletmenggunakan pisau stainless steel dan pencucian dengan
air bersih sehingga tidak terjadi kontaminasi pada filletikan. Perlakuan perendaman filletikan Nila
Merah pada buah mangrove api-api dengan perbandingan buah mangrove dengan aquades
1:7,5 selama 15 menit yang didapatkan dari hasil penenelitian pendahuluan pencarian
konsentrasi terbaik. Kemudian pengamatan dengan menggunakan parameter utama uji FFA
sebagai indikator kerusakan lemak, kemudian tingkat oksidasi lemak diukur dengan uji PV, TBA
dan parameter pendukung uji organoleptik, pH, Aw, dan Kadar Air.Metode penelitianyang
digunakan adalah pola petak terbagi oleh waktu / split plot in time, dimana main plotadalah lama
penyimpanan dingin selama 12 hari pada suhu 50 C dan pengamatan dilakukan pada hari ke-0,
ke-4, ke-8, dan ke-12.
Hasil dan Pembahasan
Grafik rata-rata PV filletikan Nila Merah selama penyimpanan dingin tersaji dalam Gambar 4
Pada perlakuan A kenaikan nilai PV tertinggi terdapat diantara hari ke-8 dan ke-12 sebesar 3,15
miliequivalen/kg lipid dan pada perlakuan B kenaikan nilai PV tertinggi juga terdapat diantara
hari ke-8 dan ke-12 sebesar 1,708 miliequivalen/kg lipid. Hal ini sesuai dengan pendapat
Ketaren , yang menyatakan kenaikan angka peroksida terjadi karena adanya oksidasi yaitu
terjadi kontak antara oksigen dengan lemak, dimana oksidasi dimulai dengan pembentukan
peroksida dan hidroperoksida, kadar peroksida dalam lemak akan meningkat seiring
pertambahan waktu. Hal ini sesuai dengan pendapat Khamidinal et al. , kerusakan minyak atau
lemak yang disebabkan oleh reaksi oksidasi dapat dicegah dengan penambahan antioksidan.
Pada perlakuan A nilai PV tertinggi terdapat pada hari ke 12 yaitu 13,478 miliequivalen/kg lipid
dan pada perlakuan B nilai PV tertinggi juga terdapat pada hari ke 12 yaitu 10,133
miliequivalen/kg lipid.
Grafik rata-rata TBA filletikan Nila Merah selama penyimpanan dingin tersaji dalam Gambar 5
Nilai TBA pada penelitian ini pada dasarnya tergolong rendah karena pada penyimpanan dingin
sampai hari ke 12 tahap oksidasi masih banyak membentuk peroksida dan hiperperoksida dan
masih belum banyak terurai menjadi malonaldehid, hal ini dapat dilihihat dari nilai PV yang masih
tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Rosari et al. menyatakan bahwa peningkatan angka TBA
berhubungan dengan peningkatan peroksida sebagai produk awal terbentuknya malonaldehid.
Reaksi oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukkan peroksida dan hidroperoksdia pada
dasarnya tidak berbau dan berasa namun komponen tersebut sangat labil dan dengan cepat
teroksidasi lebih lanjut menghasilkan berbagai komponen organik berantai pendek seperti
aldehid, keton, asam, dan komponen lain yang berkontribusi pada bau tengik. Hal ini sesuai
dengan pendapat Harikedua , bahwa antioksidan dapat memperpanjang umur simpan bahan
pangan terhadap proses deteriorisasi yang disebabkanoleh oksidasi seperti ketengikan,
perubahan warna dan hilangnya nilai nutrisi.
Metode
Penelitian inidilakukan experimentallaboratory dengan menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL)dengan 4 perlakuan yaitu perbedaan konsentrasi asap cair
0%, 1%, 2%, 3% dengan 3 kali pengulangan)
Prosedur penelitian adalah sebagai berikut:pemilihan bahan baku (Ikan teri
segar), pencucian, perebusan (garam 5% dari air perebusan), penirisan, penambahan
asap cair (1%, 2%, 3%), penjemuran selama 5 jam, produk ikan teri asin kering.
Pembuatan Larutan Asap Cair
2. Nilai TBA
Nilai hasil perhitungan kadar tba ikan teri galer (Stolephorus indicus)(Van Hasselt,
1983) disajikan pada Tabel 5.Berdasarkanuji ANOVA didapatkan kesimpulanbahwa
Fhitung(1,410E3)>Ftabel(8,85) yang artinya konsentrasi asap cair yang berbeda
memberikan pengaruh terhadap nilai TBA ikan teri galer. Berdasarkan Tabel 10, nilai TBA
ikan teri galer kontrol dengan perlakuan perbedaan konsentrasi asap cair berbeda nyata.
Ikan teri galer kontrol memiliki nilai TBA sebesar 0,853mg malonaldehid/kg.
Tabel 5. Nilai Kadar TBA Ikan Teri Galer
dengan konsentrasi asap cair 2% sebesar 0,530 mg malonaldehid/kg dan konsentrasi asap cair
3% sebesar 0,400 mg malonaldehid/kg. Tujuan dilakukan uji TBA untuk mengetahui adanya
reaksi lebih lanjut pada lemak yang menyebabkan ketengikan. Lemak yang tengik akan bereaksi
dengan asam thiobartiturat menghasilkan warna merah. Uji ini berdasarkan atas terbentuknya
pigmen berwarna merah sebagai hasil dari reaksi kondensasi antara 2 molekul TBA dengan 1
molekul malonat dialdehida .Penentuan nilai TBA adalah suatu tes kimia untuk uji ketengikan
yangdapat digunakan pada bermacam-macam bahan dan merupakan uji yang paling sering
digunakan untuk mengukur ketengikan. Besarnya angka TBA berhubungan dengan ketengikan
oksidatif pada bahan pangan. Analisisnilai TBA digunakan untuk mengetahui kerusakan
lemak.Malonaldehid adalah salah satu senyawa aldehid yang dihasilkan dari reaksi oksidasi
Acid untuk mengetahui kemampuan antioksidan dalam menghambat laju reaksi terminasi pada
proses oksidasi lipid. Semakin tinggi nilai absorbansi berarti aktivitasantioksidannya semakin
rendah.Menurut Ernawati menyatakan bahwa perlakuan pengasapan cair dapat menekan tingkat
oksidasi. Penggunaan redestilat asap cair ini dianggap tepat dalam pengolahan ikan asap
karena sifatnya yang larut air serta kemampuan penetrasi yang cukup baik ke dalam daging ikan
aktivitasnya dengan lebih baikPenambahan asap cair pada sampel Ikan teri galer terbukti dapat
Iskari Ngadiarti1 , Clara M. Kusharto2 , Dodik Briawan 2 , Sri Anna Marliyati2 , dan Dondin Sayuthi3
Metode
Dari Tabel 3 terlihat bahwa kadar lemak proksimat MIL dalam 100 gram minyak adalah
97,76 g, sedangkan MILT 94, 41 g. Asam lemak bebas pada MIL adalah 0,05 persen dan
asam lemak bebas pada MILT adalah 0,08 persen. Bilangan asam pada MIL adalah 0,06,
dan pada MILT adalah 0,14. Bilangan peroksida dan bilangan TBA berturut-turut adalah 0,21
dan 0,68 pada MIL dan 1,90 dan 0,83 pada MILT
8. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap Stabilitas Minyak Ikan dan
Mikrokapsul Minyak Ikan
Effect of Temperature and Storage Time of Fish Oil and Fish Oil Microcapsules Stabilities
Montesqrit dan Ovianti. R
Metode
Metode yang digunakan adalah metode ekperimen dengan menggunakan
Rancangan Acak Lengkap pola faktorial 2 x 3 dan 3 ulangan untuk masing-masing minyak
ikan dan mikrokapsul minyak ikan. Faktor A (suhu penyimpanan : suhu refrigerator dan suhu
ruang) dan faktor B (lama penyimpanan : 15, 30 dan 45 hari). Peubah yang diamati:
Bilangan Peroksida dengan Metoda Titrasi (Soedarmadji, 1984), Bilangan TBA dengan
Metode AOCS cd 19-90 (1990) dan Bilangan Total Oksidasi (Budjianto, 2001).
Penelitian ini diawali dengan penimbangan sampel sebanyak 15g dan dimasukan ke
dalam vial yang ditutup dengan aluminium foil. Sampel disimpan dalam suhu refrigerator
(80C) dan suhu ruang (270C) selama perlakuan (15, 30 dan 45 hari). Kemudian dilakukan
analisa terhadap peubah-peubah yang diuji.
Pada Gambar 1 (B) terlihat tidak ada interaksi antara suhu dan lama penyimpanan,
akan tetapi perbedaan suhu sangat nyata (P<0.01) mempengaruhi bilangan peroksida.
Mikrokapsul yang disimpan pada suhu refrigerator (suhu 80C).mendapatkan bilangan
peroksida lebih rendah dibandingkan dengan disimpan pada suhu ruang, sedangkan lama
penyimpanan tidak mempengaruhi bilangan peroksida baik pada suhu ruang maupun suhu
refrigerator.
2. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Minyak Ikan dan Mikrokapsul Minyak Ikan
terhadap Bilangan TBA
Pada Gambar 2 terlihat bilangan TBA pada minyak ikan berkisar antara 23.
nmol/gr dan sebesar 17.– 47.30 nmol/gr pada MMI .
Pengukuran bilangan TBA adalah salah satu metode yang digunakan untuk menentukan
produk sekunder hasil oksidasi minyak.Uji TBA merupakan metode sederhana dan cepat
untuk menentukkan tingkat degradasi lemak dari aldehid yang tidak dapat dimetabolisme
seperti malonaldehid. Penentuan bilangan TBA ini berdasarkan pengukuran konsentrasi
malonaldehid yang terbentuk dalam sampel minyak selama proses oksidasi. Hasil penelitian
Montesqrit , selama penyimpanan minyak ikan sampai minggu ke-4 didapatkan angka
bilangan TBA 2,19 µ mol/gr. Tidak adanya pengaruh perlakuan suhu dan lama penyimpanan
terhadap bilangan TBA pada MI maupun MMI disebabkan karena pada pengujian stabilitas
oksidatif lebih spesifik melihat tingkat oksidasi dari minyak atau lemak tersebut dan selama
penyimpanan pemecahan asam lemak dalam mikrokapsul tidak terlalu tinggi menghasilkan
senyawa malonaldehid atau keton yang merupakan senyawa yang toksik.
9. PEMURNIAN MINYAK IKAN PATIN MENGGUNAKAN
MAGNESOL DALAM PEMBUATAN MAYONES
Metode
1. Bilangan Peroksida
Asam lemak utama dari minyak ikan patin berupa PUFA terutama EPA dan DHA
mempengaruhi bilangan TBA. Bilangan TBA menunjukkan adanya
pembentukan malonaldehid (Novia 2009). Kandungan tersebut rentan terhadap
reaksi autooksidasi ditandai dengan aroma tengik pada minyak. Hal ini disebabkan oleh
tiga faktor yaitu proses oksidasi, adanya enzim dan proses hidrolisis (Raharjo 2006).
Reductionof Marine Catfish Fish Jambal Roti oxidation (Arius thalassinus) by Edible Film
Implication Through Storage at Room Temperature
Metode
Proses pembuatan ikan jambal roti adalah penerimaan bahan baku tanpa
kepala dan isi perut, pengisian rongga perut dengan garam sebanyak 30% dari
berat ikan, perendaman selama 1 hari, pembongkaran dan pengeluaran garam dari
rongga perut, pembelahan atau filleting ikan, pencucian pada alir mengalir, dan
penjemuran dibawah sinar matahari sampai kering selama 3 hari.
Ikan jambal roti yang telah siap diberi perlakuan dengan dikemas
menggunakan edible film, non edible filmdan tanpa edible film. Sampel ikan jambal roti
disimpan dalam suhu ruang selama 8 minggu. Pengujian dilakukan pada penyimpanan
minggu ke 0,2,4,6 dan 8.
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkanhasil penelitian, grafik perubahan nilai PV ikan jambal roti selama penyimpanan
suhu ruang tersaji pada Gambar 2.Peroxide Value merupakan produk primer oksidasi lemak
berupa peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi. Analisis
terhadap PV ditujukan untuk mengetahui jumlah peroksida yang terbentuk selama penyimpanan.
Hasil analisa ragam data nilai PV ikan jambal roti selama penyimpanan suhu ruang bersifat
normal dan homogen. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa lama penyimpanan
berpengaruh sangat nyata terhadap nilai PV, sedangkan perlakuan dan interaksi antara
perlakuan dan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata. Sesuai dengan Gambar2, produk
ikanjambal roti pada semua perlakuan mengalami peningkatan angka peroksida pada minggu ke
0 sampai minggu ke 4 karena telah terbentuk peroksida-peroksida pada tahap propagasi
sedangkan pada minggu ke 6 dan 8 mengalami penurunan angka peroksida karena terjadi
dekomposisi hidroperoksida yang antara lain membentuk malonaldehid sebagai hasil oksidasi
sekunder. Menurut pendapat Dewi et al. , angka peroksida yang lebih rendah bukan berarti
menunjukkan kondisi oksidasi masih berjalan pada tahap awal tetapi dimungkinkan produk hasil
oksidasi lemak sudah terurai menjadi senyawa lain pada tingkat lanjut. Hal ini ditambahkan oleh
Sampels yang menyatakan bahwa pada tahap awal oksidasi akan terjadi kenaikan secara terus
menerus dan mencapai maksimum kemudian pada saat itu kecepatan reaksi produksi sekunder
meningkat dan peroksida menurun.Perlakuan non edible filmdidapatkan angka peroksidalebih
rendah dibandingkan pada perlakuan edible film hal ini juga berkaitan dengan perbedaan
karakteristik edible film salah satunya pada permeabilitas oksigen dan uap air, dan edible film
memiliki permeabilitas lebih tinggi dibandingkan dengan non edible film.
Berdasarkan hasil penelitian, grafik perubahan nilai TBA ikan jambal roti selama
penyimpanan suhu ruang tersaji pada Gambar 3.
Asam thiobarbituric merupakan salah satu parameter untuk menentukan derajat ketengikan produk olahan
yang ditandai dengan bau tengik dari produk. Analisa terhadap TBA ditujukan untuk mengetahui jumlah
malonaldehid yang terbentuk selama penyimpanan ikan jambal roti. Hasil analisis sidik ragam menunjukan
bahwa lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap nilai TBA, sedangkan perlakuan dan
interaksi antara perlakuan dan lamapenyimpanan tidak berpengaruh nyata.Terjadi peningkatan angka TBA
selama penyimpanan suhu ruang pada minggu ke 0,2,4,6 dan 8. Hal ini terjadi karena terurainya lipida
menjadi peroksida dan selanjutnya menjadi aldehid tidak jenuh yang merupakan hasil pemecahan
hidroperoksida menjadi malonaldehid. Perlakuan kontrol mengalami peningkatan paling tinggi karena
selama penyimpanan sangat mudah tereduksi dibandingkan ikan jambal roti yang dikemas edible film.
Menurut Sallam , nilai maksimum yang masih mengindikasikan kualitas baik dari daging ikan adalah 5%.
Berdasarkan sumber lain Hermanianto et.al.,, produk dengan kandungan lemak tinggi seperti ikan
dikatakan baik apabila memilik nilai TBA kurang dari 3 mg malonaldehid/kg sampel
11. PENENTUAN UMUR SIMPAN BAKSO WARNA IKAN LELE (Clarias Sp)
Metode
Metoda yang digunakan adalah uji organoleptis metoda multiple comparison test
dimana panelis diminta untuk membandingkan sampel 0 hari (kontrol) dengan sampel
0,2,4,6,dan 8 hari, dengan skore 1-6. Panelis yang digunakan adalah panelis terlatih
sebanyak 15 orang (Meilgard 1999).
Pada penentuan tingkat kerusakan minyak yang dinyatakan dengan angka TBA (thio-
barbituric acid), maka sampel pada hari ke- 6 menunjukkan hasil yang berbeda nyata
dengan sampel kontrol (hari ke-0 dengan nilai TBA 0,123 mg malanoaldehid/kg sampel
dalam berat kering. Uji organoleptik menggunakan panelis sebanyak 15 orang dan
dibandingkan dengan hasil uji TBA, hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 2
Tabel 2. Penentuan tingkat ketengikan (bau) menggunakan uji organoleptik dan uji
TBA
Angka TBA pada bakso warna yang tidak diterima oleh panelis ini lebih rendah dari pada
angka TBA dari ikan salmon (Salmo salar) yaitu sebesar 1.76 + 0.04 mg melanoaldehid/kg
bahan pada hari ke-18 penyimpanan beku, sedangkan pada hari ke-0 TBA ikan salmon
tersebut adalah 0,29+0,04 mg melanoaldehid/kg bahan (Sauza dkk 2010). Nilai TBA
sebesar 1-2 mg melanoaldehid/kg bahan pada ikan adalah batas nilai yang terjadinya
perubahan bau yang signifikan. Angka TBA yang masih bisa diterima oleh panelis pada filet
ikan mas hari ke-16 mencapai 0,46 mg melanoaldehid/kg bahan. Besarnya kandungan TBA
produk akan tergantung pada kandungan TBA awal sebagai raw material (Languardi 2011).
Kandungan asam lemak bebas dan asam lemak tidak jenuh yang tinggi pada produk olahan
ikan patin merupakan penyebab dari tingkat ketengikan yang tinggi. Kandungan asam lemak
tidak jenuh, polyunsaturated fatty acid (PUFA) selain bermanfaat untuk kesehatan ternyata
dapat mempermudah oksidasi lemak sehingga menyebabkan ketengikan (Syuryanti dan
Suryaningrum 2009).