Anda di halaman 1dari 15

Modul 1

Penentuan Kadar Air Produk Pertanian

1.1. Landasan Teori


Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan
dalam satuan persen. Kadar air juga merupakan karakteristik yang sangat penting dalam
bahan pangan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta ikut menentukan
kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut. Kadar air menyebabkan mudahnya bakteri,
kapang, dan khamir untuk berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan pada bahan
hasil pertanian.
Penentuan kadar air dalam bahan pangan dapat ditentukan dengan dua metode, yaitu
metode langsung dan metode tidak langsung. Metode penentu kadar air cara langsung
merupakan pengukuran langsung kandungan air bahan. Sedangkan cara tidak langsung yaitu
menentukan kandungan air dengan mengukur tahanan atau tegangan listrik yang ditimbulkan
oleh air bahan, atau dengan mengukur penyerapan gelombang mikro, sonik atau ultrasonik
oleh air bahan, atau dengan mengukur sifat spektroskopi air bahan.
Analisis kadar air cara langsung dibedakan ke dalam beberapa metode, yaitu: dengan
metode pengeringan, desikasi, termogravimetri, destilasi, dan metode Karl Fischer. Untuk
analisis kadar air bahan cara tidak langsung dapat digunakan metode-metode listrik-
elektronika, penyerapan gelombang mikro, penyerapan gelombang sonik dan ultrasonik, dan
metode spektroskopi.

1.2. Tujuan
Menentukan dan memahami kadar air pada produk pertanian sebagai parameter
penentu kualitas produk.

1.3. Alat dan Bahan


Alat dan Instrumen Bahan
1. Cawan Aluminium 1. Alpukat
2. Desikator 2. Jahe
3. Mortar 3. Kubis
4. Neraca Analitik 4. Singkong
5. Oven Pengering 5. Tempe
6. Pisau

1.4. Prosedur
1.4.1. Preparasi Sampel
1. Kupas bahan percobaan dari kulit atau kemasannya.
2. Iris tipis bahan percobaan menggunakan pisau untuk digunakan sebagai sampel uji
kasar.
3. Haluskan bahan percobaan menggunakan mortar untuk digunakan sebagai sampel uji
halus.

1.4.2. Penentuan Kadar Air Metode Gravimetri


1. Panaskan cawan aluminium selama 10-15 menit hingga didapatkan bobot konstan
(bobot cawan konstan disimbolkan dengan a ).
2. Timbang sampel uji, baik sampel kasar dan sampel halus, sebanyak 1-3 gram pada
cawan aluminium yang konstan (bobot sampel dan cawan disimbolkan dengan b ).
3. Keringkan sampel menggunakan oven pengering pada suhu 105°C selama 1-3 jam.
4. Dinginkan sampel pada desikator selama 10-15 menit pada desikator dan timbang
sampel kering (bobot sampel kering disimbolkan dengan c ).
5. Tentukan kadar air sampel berdasarkan perhitungan basis basah dan basis kering
menggunakan persamaan berikut.
b−(c−a) b−(c −a)
KA bb = × 100 % KA bk = ×100 %
b ( c−a)

1.5. Hasil Percobaan dan Objektif Pembahasan


Tabel 1.1. Penentuan kadar air produk pertanian
Bobot Bobot Bobot Kadar Air (%)
Produk
Perlakuan Cawan Basah Kering Basis Basis
Pertanian
(g) (g) (g) Basah Kering
Halus
Alpukat
Kasar

Halus
Jahe
Kasar

Halus
Kubis
Kasar

Halus
Singkong
Kasar

Halus
Tempe
Kasar
Keterangan:
1. Bandingkan kadar air produk berdasarkan perbedaan perlakuan (halus dan kasar)
menggunakan pendekatan analisis tertentu, seperti deskriptif atau statistik (uji
independent t-Test).
2. Bandingkan hasil percobaan dengan hasil penelitian atau SNI produk pertanian yang
relevan.
3. Pengaruh perbedaan kadar air produk terhadap sifat dan karakteristiknya (berkaitan
dengan mutu atau kualitas produk).
Modul 2
Penentuan Nilai pH dan Total Asam Produk Pertanian

2.1. Landasan Teori


Derajat keasaman atau pH dalam suatu produk pertanian memiliki nilai rentang yang
berbeda-beda. Hal tersebut dipengaruhi oleh perbedaan varietas dan tingkat kematangannya.
Penentuan pH berkaitan dengan kadar asam yang terkandung di dalamnya, sehingga semakin
asam suatu produk pertanian maka semakin kecil nilai pH-nya. Nilai pH dapat diukur
menggunakan alat bantu seperti pH meter dan atau kertas indikator pH.
Keasaman yang dimiliki oleh produk pertanian selain diukur melalui nilai pH dapat
ditentukan dengan mengukur konsentrasi total asam tertitrasi (TAT). Pengukuran TAT
dilakukan dengan mentitrasi kandungan asam yang ada dalam produk pertanian
menggunakan basa standar. Asam pada TAT umumnya berupa asam-asam organik seperti
sitrat, malat, laktat, dan tartarat. Adanya asam organik berpengaruh terhadap cita rasa, warna,
kestabilan terhadap mikroorganisme, dan kualitas selama penyimpanan. TAT dan kandungan
gula pada produk pertanian sering digunakan sebagai indikator kematangan karena secara
alami terdapat dalam produk pertanian melalui mekanisme metabolisme dan fermentasi.

2.2. Tujuan
Memahami metode penentuan nilai pH dan TAT serta pengaruhnya terhadap kualitas
dan karakteristik produk pertanian.

2.3. Alat dan Bahan


Alat dan Instrumen Bahan
1. Biuret 1. Alpukat
2. Erlenmeyer 2. Indikator PP
3. Gelas Beaker 3. Jahe
4. Mortar 4. Kubis
5. Neraca Analitik 5. NaOH 1 N
6. Pipet Tetes 6. Singkong
7. Pisau 7. Tempe

2.4. Prosedur
2.4.1. Preparasi Sampel
1. Haluskan sampel sebanyak 10-20 g menggunakan mortar kemudian pindahkan ke gelas
beaker.
2. Tambahkan aquades sebanyak 100 mL untuk mengencerkan sampel menjadi bentuk
suspensi cairan.
3. Saring suspensi dan gunakan sari cairan sebagai sampel uji.

2.4.2. Pengukuran Nilai pH


1. Kalibrasi pH meter sebelum digunakan.
2. Ukur sampel selama ±1 menit untuk dicatat nilai pH-nya.
3. Lakukan pengukuran sebanyak 3 kali replikasi/pengulangan kemudian tentukan rata-
rata dan standar deviasinya.
2.4.3. Penentuan Konsentrasi TAT
1. Ambil sampel sebanyak 10-20 mL dan masukkan ke erlenmeyer.
2. Tambahkan indikator PP sebanyak 3-5 tetes.
3. Titrasi sampel menggunakan NaOH 1 N hingga terjadi perubahan warna menjadi merah
muda.
4. Tentukan konsentrasi TAT menggunakan persamaan berikut.
V × N NaOH × P × BM asam
TAT = NaOH × 100 %
ms × 1000 ×valensi
Keterangan
TAT : Konsentrasi total asam tertitrasi (%)
V NaOH : Volume titrasi NaOH (mL)
N NaOH : Normalitas NaOH
P : Faktor pengenceran sampel
BM asam : Bobot molekul asam, asam sitrat (210) dan asam askorbat (176,13)
ms : Bobot sampel (g)
valensi : Valensi ion asam (H+)

2.5. Hasil Percobaan dan Objektif Pembahasan


Tabel 2.1. Nilai pH dan konsentrasi TAT beberapa produk pertanian
Bobot Volume Titrasi TAT As. Sitrat TAT As. Askorbat
Jenis Sampel Nilai pH
(g) (mL) (%) (%)

Alpukat

Jahe

Kubis

Singkong

Tempe

Keterangan:
1. Bandingkan hasil percobaan dengan hasil penelitian terdahulu yang relevan.
2. Menjelaskan pengaruh nilai pH dan TAT terhadap kualitas produk pertanian yang
diujikan.
Modul 3
Sifat Fisiko Kimia Minyak dan Lemak

3.1. Landasan Teori


Minyak merupakan suatu bahan pangan yang dapat diperoleh dari bahan nabati.
Komponen utama dari minyak adalah rangkaian susunan trigliserida yang berikatan dengan
asam lemak-asam lemak tertentu. Perbedaan yang mendasar antara minyak dan lemak
mencakup dari sumber bahan penghasilnya dan bentuk saat berada di suhu ruang. Minyak
memiliki bentuk cair saat berada di suhu ruang sedangkan lemak berbentuk padat.
Minyak dapat diperoleh dari proses yang panjang, sehingga penjagaan mutu dan
kualitas perlu diperhatikan. Mutu dan kualitas dari minyak dapat dilihat berdasarkan sifat
fisiko kimia yang dimiliki dari berbagai minyak. Sifat fisiko kimia minyak berbeda-beda
tergantung jenis minyaknya dan dinyatakan baik atau memenuhi standar setelah
dibandingkan dengan standar minyak yang ada. Adapun contoh pembanding yang biasa
digunakan adalah SNI minyak ataupun sertifikasi ISO.
Sifat fisiko kimia minyak menjadi salah satu dasar pertimbangan untuk menentukan
harga jualnya. Terutama dalam bidang industri, sifat fisiko kimia ini sangat diperhatikan
karena selain menjadi pertimbangan harga jual juga dapat menjadi penentuan kualitas
minyak. Tentunya dasar-dasar pengujian sifat fisiko kimia perlu dipahami sebagai
pengetahuan dasar dalam bidang teknologi minyak, beberapa sifat fisiko kimia dari minyak
meliputi penentuan bilangan asam, bilangan penyabunan, dan bilangan iod.

3.2. Tujuan
Memahami teknik atau metode pengujian sifat fisiko kimia minyak dan lemak
(bilangan asam, penyabunan, dan iod) serta mampu membedakan kualitas minyak
berdasarkan hasil analisis percobaan.

3.3. Alat dan Bahan


Alat dan Instrumen Bahan
1. Aluminium Foil 1. Aquades 9. Larutan Na2S2O3 0,1 N
2. Buret 2. Amilum 1% 10. Larutan Wijs
3. Erlenmeyer 3. Etanol 11. Minyak Curah
4. Gelas Ukur 4. Indikator PP 12. Minyak Goreng Sawit
5. Pendingin Tegak 5. Larutan HCl 0,5 N 13. Minyak Kelapa
6. Pipet Tetes 6. Larutan KI 14. Minyak Sawit Merah
7. Pipet Volumetrik 7. Larutan Kloroform 15. Minyak Bekas
8. Larutan KOH 0,1 N dan Menggoreng (4 jenis)
0,5 N 16. Tisu

3.4. Prosedur
3.4.1. Penentuan Bilangan Asam
1. Timbang dan masukkan sampel minyak sebanyak 2-3 g ke erlenmeyer.
2. Tambahkan etanol 95% sebanyak 50 mL untuk melarutkan sampel.
3. Tambahkan 3-5 tetes indikator PP pada sampel yang telah dilarutkan.
4. Titrasi sampel menggunakan larutan KOH 0,1 N hingga terjadi perubahan warna
sampel menjadi merah mudah dan tidak berubah selama 15-30 detik.
5. Tentukan bilangan asam sampel minyak menggunakan persamaan berikut.
BM KOH ×V KOH × N KOH
BA=
m
Keterangan:
BA : Bilangan asam sampel minyak (mg KOH/g minyak)
BM KOH : Bobot molekul KOH (56,1 g/mol)
V KOH : Volume titrasi larutan KOH (mL)
N KOH : Normalitas larutan KOH
m : Bobot sampel minyak (g)

3.4.2. Penentuan Bilangan Penyabunan


1. Timbang dan masukkan sampel minyak sebanyak 2,5-4,0 g ke erlenmeyer.
2. Tambahkan KOH 0,5 N secara perlahan-lahan sebanyak 25 mL menggunakan pipet.
3. Didihkan larutan menggunakan pendingin tegak hingga sampel minyak tersabunkan.
4. Tiriskan larutan, kemudian tambahkan 3 tetes indikator PP.
5. Titrasi larutan menggunakan HCl 0,5 N hingga terjadi warna merah menghilang.
6. Tentukan bilangan penyabunan sampel minyak menggunakan persamaan berikut.
( A−B)×28,05
BP=
m
Keterangan
BP : Bilangan penyabunan sampel minyak
A : Volume titrasi HCl 0,5 N untuk blanko (mL)
B : Volume titrasi HCl 0,5 N untuk sampel minyak (mL)
28,05 : Tetapan setengah bobot molekul KOH
m : Bobot sampel minyak (g)

3.4.3. Penentuan Bilangan Iod


1. Timbang dan masukkan sampel minyak sebanyak ±0,3 g ke erlenmeyer.
2. Tambahkan kloroform sebanyak 15 mL menggunakan gelas ukur.
3. Tambahkan larutan Wijs sebanyak 25 mL menggunakan pipet volumetrik.
4. Tutup erlenmeyer menggunakan aluminium foil selama 1-2 jam.
5. Tambahkan larutan KI 15% sebanyak 10 mL kemudian aquades 100 mL, tutup
erlemneyer dan homogenkan campuran larutan (dengan cara digoyang-goyang).
6. Titrasi sampel dengan larutan Na2S2O3 0,1 N yang telah distandarisasi hingga warna
kuning habis memudar.
7. Tambahkan larutan amilum 1% sebagai indikator dan lanjutkan titrasi hingga warna
biru menghilang.
8. Tentukan bilangan iod sampel minyak menggunakan persamaan berikut.
12,69 ×(V b−V s)× N
BI=
m
Keterangan:
BI : Bilangan iod sampel minyak (%)
Vb : Volume titrasi Na2S2O3 untuk blanko (mL)
Vs : Volume titrasi Na2S2O3 untuk sampel (mL)
N : Normalitas larutan standar Na2S2O3 0,1 N
m : Bobot sampel minyak (g)

3.5. Hasil Percobaan dan Objektif Pembahasan


Tabel 3.1. Penentuan bilangan asam dari jenis minyak yang berbeda
Bobot Sampel Volume Titrasi Bilangan Asam
Jenis Minyak Ulangan
(g) (mL) (mg KOH/g)
1
Minyak Curah
2
Jelantah 1
Minyak Curah 2
1
Minyak Goreng Sawit
2
Jelantah 1
Minyak Goreng Sawit 2
1
Minyak Kelapa
2
Jelantah 1
Minyak Kelapa 2
1
Minyak Sawit Merah
2
Jelantah 1
Minyak Sawit Merah 2

Tabel 3.2. Penentuan bilangan penyabunan dari jenis minyak yang berbeda
Bobot Sampel Volume Titrasi Bilangan
Jenis Minyak Ulangan
(g) (mL) Penyabunan
Blanko - - -
1
Minyak Curah
2
Jelantah 1
Minyak Curah 2
1
Minyak Goreng Sawit
2
Jelantah 1
Minyak Goreng Sawit 2
1
Minyak Kelapa
2
Jelantah 1
Minyak Kelapa 2
1
Minyak Sawit Merah
2
Jelantah 1
Minyak Sawit Merah 2
Tabel 3.3. Penentuan bilangan iod dari jenis minyak yang berbeda
Bobot Sampel Volume Titrasi Bilangan Iod
Jenis Minyak Ulangan
(g) (mL) (%)
Blanko - - -
1
Minyak Curah
2
Jelantah 1
Minyak Curah 2
1
Minyak Goreng Sawit
2
Jelantah 1
Minyak Goreng Sawit 2
1
Minyak Kelapa
2
Jelantah 1
Minyak Kelapa 2
1
Minyak Sawit Merah
2
Jelantah 1
Minyak Sawit Merah 2

Keterangan:
1. Bandingkan setiap parameter percobaan (bilangan asam, penyabunan, dan iod) dari
masing-masing jenis minyak berdasarkan perbedaan kerusakan minyak menggunakan
pendekatan analisis tertentu, seperti deskriptif atau statistik (uji dependent t-Test).
2. Bandingkan hasil percobaan dengan hasil penelitian atau SNI minyak goreng sawit dan
minyak kelapa.
3. Menjelaskan mekanisme kerusakan minyak berdasarkan setiap parameter percobaan
yang dianalisis (bilangan asam, penyabunan, dan iod).
Modul 4
Analisis Kualitatif Karbohidrat

4.1. Landasan Teori


Kata karbohidrat berasal dari kata karbo dan air. Secara sederhana karbohidrat
didefinisikan sebagai polimer gula. Karbohidrat adalah karbon yang mengandung gugus
hidroksil. Karbohidrat yang paling sederhana bisa berupa aldehid (disebut polihidroksi
aldehid atau aldosa) atau berupa keton (polihidroksiketon atau ketosa). Berdasarkan
pengertian diatas diketahui bahwa karbohidrat terdiri atas atom C, H, dan O. adapun rumus
umum dari karbohidrat adalah Cn(H2O)n atau CnH2nOn.
Pengujian karbohidrat secara kualitatif hanya menunjukkan suatu bahan atau produk
pertanian mengandung karbohidrat. Beberapa pengujian tersebut meliputi uji Molisch, uji
iodin, uji Benedict, uji Seliwanoff, dan uji Barfoed. Uji Molisch menunjukkan larutan yang
bereaksi positif akan memberikan cincin yang berwarna ungu ketika direaksi dengan
alfanaftol dan asam sulfat pekat. Uji iodin digunakan untuk memisahkan amilum atau pati
yang terkandung dalam larutan dan reaksi postifinya ditandai dengan adanya perubahan
menjadi warna biru. Uji Benedict bertujuan untuk mengetahui adanya gula pereduksi dalam
suatu larutan dengan indicator yaitu adanya perubahan warna khusunya menjadi merah bata.
Uji Seliwanoff adalah uji yang spesifik terhadap gula ketosaheksosa seperti fruktosa yang
didehidrasi untuk memberikan derifat furfuralnya yang akan mengalami kondensasi dengan
membentuk senyawa kompleks yang berwarna merah. Uji Barfoed digunakan untuk
membedakan antara monosakarida dan disakarida. Monosakarida akan teroksidasi oleh ion
Cu2+ membentuk gugus karboksilat dan endapan tembaga oksida yang berwarna merah bata
serta mengendap.

4.2. Tujuan
Mampu mengidentifikasi sifat-sifat dari karbohidrat dalam bentuk polisakarida,
oligosakarida, disakarida, dan monosakarida serta memahami prinsip dan mekanisme analisis
kualitatif karbohidrat pada suatu produk pertanian.

4.3. Alat dan Bahan


Alat dan Instrumen Bahan
1. Mortar 1. Alpukat
2. Neraca Analitik 2. Gula Pasir
3. Pipet Tetes 3. Larutan Benedict
4. Pipet Ukur 4. Nasi
5. Rak Tabung Reaksi 5. Singkong
6. Tabung Reaksi
7. Vortex

4.4. Prosedur
4.4.1. Preparasi Sampel
1. Timbang bahan sebanyak 10-20 g menggunakan neraca analitik.
2. Haluskan bahan hingga mendapatkan sari berbentuk cairan. Apabila bahan sukar
mengeluarkan sari, tambahkan aquades secukupnya.
3. Simpan bahan yang telah disarikan sebagai sampel uji.

4.4.2. Uji Benedict Karbohidrat


1. Masukkan larutan Benedict sebanyak 3 mL menggunakan pipet ukur ke dalam tabung
reaksi.
2. Tambahkan sampel uji sebanyak 5 tetes.
3. Homogenkan campuran larutan menggunakan vortex dan kemudian simpan pada
tempat gelap selama 10 menit.
4. Amati perubahan warna dan endapan yang terbentuk.

4.5. Hasil Percobaan dan Objektif Pembahasan


Tabel 4.1. Hasil analisis kualitatif kandungan karbohidrat beberapa produk pertanian
Jenis Sampel Perubahan Warna Endapan Foto dan Keterangan
Alpukat

Gula Pasir

Nasi

Singkong

Keterangan:
1. Bandingkan hasil percobaan dengan hasil penelitian yang relevan.
2. Lampirkan kandungan total karbohidrat setiap sampel uji berdasarkan hasil penelitian
terdahulu.
3. Menjelaskan mekanisme reaksi pengujian kualitatif karbohidrat menggunakan metode uji
Benedict.
Modul 5
Analisis Kualitatif Protein

5.1. Landasan Teori


Protein adalah sekelompok senyawa organik yang nyaris keseluruhannya terdiri atas
karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen. Protein biasanya suatu polimer yang tersusun atas
banyak subunit (monomer) yang dikenal sebagai asam amino. Protein merupakan
makromolekul yang paling melimpah di dalam sel dan menyusun lebih dari setengah berat
kering pada semua organisme. Sebagai makro molekul, protein merupakan senyawa organik
yang mempunyai berat molekul tinggi dan berkisar antara beberapa ribu sampai jutaan dan
tersusun dari C, H, O dan N serta unsur lainnya seperti S yang membentuk asam-asam amino.
Semua protein pada semua makhluk, dibangun oleh oleh susunan dasar yang sama, yaitu 20
macam asam amino baku yang molekulnya sendiri tidak mempunyai aktivitas biologis
sedang protein sebagai enzim dan hormon mempunyai fungsi khusus.
Biuret adalah senyawa dengan dua ikatan peptida yang terbentuk pada pemanasan dua
mulekul urea. Ion Cu2+ dari preaksi biuret dalam suasana basa akan berekasi dengan
polipeptida atau ikatan-ikatn peptida yang menyusun protein membentuk senyawa kompleks
berwarna ungu atau violet. Reaksi ini positif terhadap dua buah ikatan peptida atau lebih,
tetapi negatif untuk asam amino bebas atau dipeptida. Semua asam amino, atau peptida yang
mengandung asam-α amino bebas akan bereaksi dengan ninhidrin membentuk senyawa
kompleks berwarna biru-ungu.

5.2. Tujuan
Memahami sifat dan mampu mengidentifikasi jenis-jenis protein yang terdapat pada
bahan dan produk hasil pertanian.

5.3. Alat dan Bahan


Alat dan Instrumen Bahan
1. Mortar 1. CuSO4 0,1 M
2. Neraca Analitik 2. Daging Ayam
3. Pipet Tetes 3. NaOH 10%
4. Pipet Ukur 4. Susu
5. Rak Tabung Reaksi 5. Telur Rebus
6. Tabung Reaksi 6. Tempe
7. Vortex

5.4. Prosedur
5.4.1. Preparasi Sampel
1. Timbang bahan sebanyak 10-20 g menggunakan neraca analitik.
2. Haluskan bahan hingga mendapatkan sari berbentuk cairan. Apabila bahan sukar
mengeluarkan sari, tambahkan aquades secukupnya.
3. Simpan bahan yang telah disarikan sebagai sampel uji.
5.4.2. Uji Biuret Protein
1. Masukkan sampel uji sebanyak 1 mL ke tabung reaksi.
2. Tambahkan larutan NaOH 10% sebanyak 1 mL.
3. Tambahkan larutan CuSO4 0,1 M sebanyak 1 mL.
4. Amati perubahan warna yang terjadi.

5.5. Hasil Percobaan dan Objektif Pembahasan


Tabel 5.1. Hasil analisis kualitatif kandungan protein beberapa produk pertanian
Jenis Sampel Perubahan Warna Endapan Foto dan Keterangan
Daging Ayam

Susu

Telur Rebus

Tempe

Keterangan:
1. Bandingkan hasil percobaan dengan hasil penelitian yang relevan.
2. Lampirkan kandungan total protein setiap sampel uji berdasarkan hasil penelitian
terdahulu.
3. Menjelaskan mekanisme reaksi pengujian kualitatif protein menggunakan metode uji
biuret.
Modul 6
Karakterisasi Sifat Fisik Minyak Atsiri

6.1. Landasan Teori


Minyak atsiri merupakan suatu zat khas yang berada dalam suatu tanaman. Biasanya
minyak atsiri ini memberikan aroma khasi dari tanaman tersebut. Jumlah minyak atsiri pada
suatu tanaman tidaklah besar, apalagi sifat dari minyak atsiri yang mudah menguap di suhu
ruang membuat minyak ini memiliki nilai yang tinggi. Selain jumlahnya yang sedikit dan
sifatnya yang mudah menguap, minyak atsiri ini memiliki senyawa khas yang hanya dimiliki
oleh suatu tanaman. Senyawa khas inilah yang memberikan aroma khas dari suatu tanaman.
Indonesia dikenal sebagai negara eksportir minyak atsiri. Hal ini dikarenakan
keberagaman tanaman yang hidup di Indonesia dan tentunya memiliki kandungan minyak
atsiri yang memiliki nilai jual di pasar dunia. Walaupun memiliki nilai jual yang tinggi,
minyak atsiri Indonesia lebih sering diekspor dalam bentuk bahan mentah. Minyak atsiri ini
sering digunakan sebagai bahan baku dari wewangian seperti parfum. Adapun kelemahan
minyak atsiri Indonesia disebabkan oleh kurangnya teknologi produksi yang penentuan mutu
minyak atsiri Indonesia menjadi suatu kelemahan tersendiri. Oleh karena itu, perlu dilakukan
evaluasi terhadap karakteristik fisik minyak atsiri sebagai salah satu parameter kualitas
produk.

6.2. Tujuan
Mampu mengidentifikasi jenis minyak atsiri dan menerapkan metode analisis dalam
mengkarakterisasi sifat dan kualitas minyak atsiri.

6.3. Alat dan Bahan


Alat dan Instrumen Bahan
1. Neraca Analitik 1. Aquades
2. Penangas Dingin 2. Etanol Teknis
3. Penggaris 3. Hidrosol Jahe
4. Piknometer 4. Hidrosol Kulit Lemon
5. Pipet Tetes 5. Minyak Lavender
6. Tabung Reaksi 6. Minyak Peppermint
7. Termometer 7. Minyak Sereh Wangi

6.4. Prosedur
6.4.1. Penentuan Warna
1. Ambil sampel sebanyak 10 mL ke tabung reaksi dengan menggunakan pipet tetes.
2. Sandarkan sampel ke kertas HVS atau dinding dengan latar putih bersih.
3. Amati warna sampel secara langsung dengan jarak pengamatan sejauh 30 cm.

6.4.2. Penentuan Bobot Jenis


1. Timbang bobot awal piknometer (m p).
2. Masukkan aquades ke dalam piknometer hingga meluap dan tidak ada gelembung
udara.
3. Celupkan piknometer ke dalam air pada suhu konstan 25°C selama 30 menit.
4. Timbang bobot piknometer bersisi aquades (ma).
5. Kosongkan piknometer dan cuci menggunakan etanol, lalu keringkan menggunakan
oven.
6. Masukkan sampel uji ke dalam piknometer hingga tidak ada gelembung udara di dalam
piknometer.
7. Celupkan piknometer ke dalam air pada suhu konstan 25°C selama 30 menit.
8. Timbang bobot piknometer berisi sampel uji (ms ).
9. Tentukan bobot jenis sampel menggunakan persamaan berikut.
m s−m p
ρ s= × ρa
m a−m p
Keterangan
ρs : Bobot jenis sampel (g/cm3)
mp : Bobot piknometer kosong (g)
ma : Bobot piknometer berisi aquades (g)
ms : Bobot piknometer berisi sampel (g)
ρa : Bobot jenis air pada suhu 25°C (g/cm3)

6.5. Hasil Percobaan dan Objektif Pembahasan


Tabel 6.1. Karakteristik fisik beberapa jenis minyak atsiri dan hidrosol
Jenis Sampel mp ma ms ρs Warna dan Keterangan
Minyak
Lavender
Minyak
Peppermint
Minyak
Sereh Wangi
Hidrosol Jahe

Hidrosol
Kulit Lemon
Keterangan:
1. Bandingkan hasil percobaan dengan hasil penelitian yang relevan.
2. Tentukan kualitas sampel yang diuji berdasarkan karakteristik fisik yang didapati dengan
standar yang berlaku.
3. Menjelaskan pengaruh teknologi produksi terhadap rendahnya kualitas sampel.

Anda mungkin juga menyukai