Anda di halaman 1dari 8

III.

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa dan Proses Pengolahan

Hasil Pertanian dan Laboratorium Kimia dan Biokimia Hasil Pertanian, Fakultas

Pertanian serta Laboratorium Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas

Jambi pada bulan November sampai dengan Desember 2006.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah: kedelai kuning, karagenan

(ĸ-karagenan), polisorbat 80, gula pasir, sorbitol, minyak sawit, natrium sitrat,

vanili, air, dan asam asetat 25%. Sedangkan bahan kimia yang digunakan untuk

analisa kimia adalah: aquades, CuSO4, H2SO4, NaOH 35%, H3BO3 4%, indikator

metil merah, HCl 0,1N, larutan buffer, dan minyak sawit.

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: neraca analitik, gelas ukur,

baskom, panci, saringan, blender, kompor, kain saring, sendok pengaduk, gelas

piala, stopwatch, thermometer, oven, pipet tetes dan botol jam steril. Sedangkan

alat-alat yang digunakan untuk analisa kimia adalah: labu kjeldahl, lemari asam,

stopwatch, gelas piala, neraca analitik, erlenmeyer, pipet tetes, alat distilasi,

magnetic stirrer, mixer, gelas ukur, pH meter, dan buret.


3.3 Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan

perlakuan penambahan bahan penstabil karagenan (K) yang terdiri dari enam taraf

perlakuan, yaitu:

k0 = tanpa penambahan karagenan

k1 = penambahan karagenan 0,4% (b/b)

k2 = penambahan karagenan 0,8% (b/b)

k3 = penambahan karagenan 1,2% (b/b)

k4 = penambahan karagenan 1,6% (b/b)

k5 = penambahan karagenan 2,0% (b/b)

dari berat curd protein yang digunakan. Setiap perlakuan diulang sebanyak empat

kali sehingga diperoleh 24 satuan percobaan.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Kedelai yang digunakan adalah kedelai kuning yang diperoleh dari Desa

Rantau Rasau Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Biji kedelai dibersihkan dari

kotoran, kerikil, pasir, potongan ranting dan batang kedelai. Biji rusak, hitam dan

berkapang harus dibuang. Selanjutnya kedelai dibagi sebanyak 300 gram untuk

setiap sampel, kemudian biji kedelai dicuci sampai bersih. Kotoran dan biji yang

mengapung dibuang. Pencucian dilakukan sampai air bilasan tampak jernih.

Biji kedelai yang telah dicuci direndam dalam air dengan perbandingan 1:3

(b/v) selama 12 jam, kemudian dicuci dan ditiriskan. Selanjutnya biji kedelai direbus

pada suhu 80⁰C selama 10 menit dan ditiriskan. Hasil rebusan yang telah ditiriskan
ditambahkan dengan air panas (80⁰C) dan digiling dengan blender selama 7 menit.

Perbandingan antara kedelai kering dan air panas yang ditambahkan adalah 1:8 (b/v).

Bubur kedelai yang diperoleh dipanaskan kembali hingga mencapai suhu 90⁰C

selama 10 menit. Selanjutnya disaring dengan kain saring, sehingga diperoleh susu

kedelai.

Susu kedelai ditambahkan larutan asam asetat untuk mengendapkan

proteinnya. Perbandingan asam asetat dan air = 1:90 (v/v), dan perbandingan

larutan asam asetat dan susu kedelai = 1:2 (v/v). Pengendapan dilakukan selama 5

menit, kemudian dilanjutkan dengan pemisahan antara curd protein dan whey

protein menggunakan kain saringan. Curd protein ditimbang seberat 200 gram

untuk setiap satuan percobaan.

Curd protein (dadih) dipanaskan pada suhu 55⁰C selama 10 menit.

Selanjutnya ditambahkan karagenan (sesuai perlakuan), polisorbat 80 (1,0%), gula

pasir (30%), natrium sitrat (1,0%), sorbitol (1,0%), vanili (1,0%) dan minyak sawit

hasil RBD (Refined bleached and deodorized) (1,0%) sambil dicampur dan diaduk

sampai terbentuk emulsi. Diagram air pembuatan produk oles dapat dilihat pada

Lampiran 1.

3.5 Parameter Yang Diamati

Pengamatan dilakukan terhadap kadar protein, stabilitas emulsi, pH, daya


oles, warna, aroma dan rasa.
3.5.1 Kadar protein dengan cara makro-kjeldahl AOAC (1970 diacu dalam
Sudarmadji et al 1997)

Sampel sebanyak + 0,4 gram dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml.

Kemudian ditambahkan 4 ml H2SO4 dan 0,5 gram CuSO4, sehingga diperoleh

perbandingan H2SO4, dan CuSO4 yaitu 20 : 1 yang merupakan katalisator.

Selanjutnya pada tahap destruksi, semua bahan dalam labu Kjeldahl dipanaskan

dalam lemari asam. Tahap destruksi dilakukan mula-mula dengan api kecil (low)

kemudian dibesarkan (high) sampai larutan berwarna jernih, kemudian dibiarkan

menjadi dingin. Selanjutnya larutan ditambahkan 50 ml aquades dan 20 ml NaOH

35%, kemudian dilanjutkan dengan tahap distilasi. Labu Kjeldahl perlahan-lahan

dipanaskan sampai dua lapisan cairan tersebut tercampur, kemudian pemanasan

diteruskan dengan cepat sampai mendidih ± 15 menit. Distilat yang dihasilkan

ditampung dalam Erlenmeyer yang telah berisi 10 ml H3BO3 4% dan 3 tetes

indikator metil merah. Distilat dihentikan sampai volume distilat meniadi dua kali

volume semula. Hasil distilasi dititrasi dengan HCI 0,1 N. Akhir titrasi ditandai

dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda. Dilakukan juga

penetapan blanko dengan menggantikan bahan dengan aquades.

Kadar protein dapat dihitung dengan rumus:

(ml HClcontoh−ml HClblanko)x 14,008x100%


Kadar Nitrogen =
g sampel x 1000

Kadar Protein = Kadar Nitrogen × faktor konversi (6,25)


3.5.2 Stabilitas emulsi (Okezie dan Bello, 1988)

Sebanyak 1,5 gram sampel ditambahkan dengan 12,5 ml aquades, kemudian

ditambahkan lagi 12,5 ml minyak sawit sambil diaduk menggunakan mixer selama

30 detik dengan kecepatan sedang, lalu proses pengadukan dilanjutkan selama 60

detik dengan kecepatan tinggi. Hasil pengadukan dipindahkan ke dalam gelas ukur

50 ml. Perubahan volume emulsi, minyak dan air dicatat pada interval waktu 60

menit dari jam ke-0 sampai jam ke-6.

3.5.3 pH (Apriyantono et al, 1989)

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Sebelum

dilakukan pengukuran, pH meter distandarisasi dulu. Langkah-langkah yang

dilakukan adalah pada awalnya pH meter dinyalakan dan dibiarkan stabil selama

15-30 menit. Selanjutnya suhu pH meter disesuaikan dengan suhu larutan buffer.

Elektroda dibilas dengan aquades dan dikeringkan dengan cara menempelkan

kertas tissue pada bagian pinggir dan ujung elektroda, kemudian pH meter

dikalibrasi untuk standarisasi dengan cara elektroda dicelupkan dalam larutan

buffer pH 4 dan set pengatur pH, kemudian elektroda dibiarkan beberapa saat

sehingga setimbang dengan larutan buffer dan diperoleh bacaan yang stabil. Dan

selanjutnya hal yang sama dilakukan pada larutan buffer pH 7.

Setelah pembacaan pH meter stabil, maka dilakukan pengukuran pada larutan

sampel. Larutan sampel diperoleh dengan terlebih dahulu melarutkan 10 g sampel

dalam 25 ml aquades, dihomogenkan dan dibiarkan selama ±15 menit. Pengukuran

pH dilakukan dengan cara mencelupkan elektroda ke dalam larutan sampel, set


pengukur pH dan elektroda dibiarkan beberapa sat sampai diperoleh pembacaan pH

stabil. Selanjutnya elektroda dibilas dengan menggunakan aquades.

3.5.4 Daya Oles (Soekarto, 1985)

Karakteristik sifat organoleptik yang utama untuk menentukan kualitas

produk oles adalah daya oles yang menggambarkan sifat plastisitas produk. Daya

oles diuji dengan menggunakan uji perbandingan jamak yaitu untuk mengetahui

tingkat perbandingan daya oles sampel yang dihasilkan dengan sampel dari produk

oles (peanut butter) yang telah dipasarkan. Pengujiannya melibatkan para panelis

agak terlatih yang terdiri dari mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian Fakultas

Petanian Universitas Jambi sebanyak 15 panelis. Sampel yang akan diuji, disajikan

dalam wadah (cup) plastik transparan dan disertai dengan sampel baku yaitu selai

mentega kacang (peanut butter). Pengamatan daya oles dilakukan dengan cara

mengoleskan sampel pada roti, sampel dioleskan dengan menggunakan spatula.

Lembar pengujian (kuisioner) dan skor penilaian uji perbandingan jamak dapat

dilihat pada Lampiran 2 dan Tabel 4.

Tabel 4. Skor penilaian uji perbandingan jamak

Skor Daya Oles


7 Sangat lebih baik dari R
6 Lebih baik dari R
5 Agak lebih baik dari R
4 Sama dengan R
3 Agak lebih buruk dari R
2 Lebih buruk dari R
1 Sangat lebih buruk dari R
Keterangan : R = referensi berupa selai kacang
3.5.5 Warna, aroma, dan rasa (Soekarto, 1985)

Warna, aroma, dan rasa diuji dengan menggunakan uji hedonik, untuk

mengetahui perbedaan dan tingkat kesukaan panelis terhadap sampel yang

disajikan. Pengujiannya melibatkan para panelis agak terlatih yang terdiri dari

mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Petanian Universitas Jambi

sebanyak 15 panelis. Lembar pengujian (kuisioner) dan skor penilaian uji hedonik

dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Tabel 5.

Tabel 5. Skor penilaian uji hedonic


Skor Warna Aroma Rasa
5 Sangat suka Sangat suka Sangat suka
4 Suka Suka Suka
3 Agak suka Agak suka Agak suka
2 Tidak suka Tidak suka Tidak suka
1 Sangat tidak suka Sangat tidak suka Sangat tidak suka

3.6 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisa secara statistic dengan menggunakan analisis

ragam Fisher (Steel dan Torrie, 1993) untuk data kuantitatif, yang model

matematikanya adalah sebagai berikut:

Yij = ε
μ + τi + ij

Dimana : Yij = Nilai pengamatan

μ = Nilai tengah umum

τi = Pengaruh perlakuan

εij = Komponen acak


Apabila hasil analisis tersebut menunjukkan perbedaan yang nyata (5%) atau

sangat nyata (1%), maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji pembanding

ganda polynomial (Steel dan Torrie, 1993).

Apabila terhadap data kualitatif dilakukan dengan menggunakan uji Friedman

(Daniel, 1989) yang model matematikanya adalah sebagai berikut :

12
Xr2 = bk (k+1) ∑ Rj2 – 3b (k + 1)

Dimana : b = banyak pengamatan (ulangan)

K = banyak perlakuan

Rj = jumlah rangking pada perlakuan ke-j

Bila data hasil analisis Friedman menunjukkan pengaruh nyata, maka dilakukan

pembanding ganda Friedman (Daniel, 1989), dengan rumus sebagai berikut :

√𝑏𝑘 (𝑘+1)
│Rj – Rj'│≥ z 6

Dimana : Rj = jumlah – jumlah peringkat perlakuan ke-j

Rj' = jumlah – jumlah peringkat perlakuan ke-j'

z = nilai tabel yang luas daerah disebelah kanannya adalah α/k(k/1)

b = banyak pengamatan (ulangan)

k = banyak perlakuan

Anda mungkin juga menyukai