Anda di halaman 1dari 8

1.

Aplikasi Titrasi Asam Basa

INDIKATOR TITRASI ASAM-BASA DARI EKSTRAK BUNGA SEPATU


(Hibiscus rosa sinensis L)

Titrasi asam-basa memerlukan indikator untuk menunjukkan perubahan warna pada setiap interval
derajad keasaman (pH). Indikator sintetis yang digunakan selama ini mempunyai beberapa kelemahan
seperti polusi kimia, ketersediaan dan biaya produksi mahal. Upaya penelitian sudah dilakukan untuk
menggantikan indikator sintetis dengan indikator dari ekstrak mahkota bunga sepatu. Indikator herbal
tersebut dibuat dengan cara mengekstrak mahkota bunga Hibiscus rosa sinensis L dengan mengunakan
pelarut metanol-asam asetat. Kemudian dievaluasi dengan indikator pembanding fenolftalein dan metil
oranye (produksi E merck) untuk titrasi asam-basa yaitu asam kuat-basa kuat, basa lemah-asam kuat dan
asam lemah-basa kuat. Dari hasil penelitian diketahui bahwa indikator dari mahkota bunga sepatu untuk
menunjukkan titik ekivalen dalam titrasi tersebut memberikan hasil yang setara dengan indikator
pembandingnya. Hasil penelitian menunjukkan, indikator dari mahkota bunga sepatu dapat sebagai
pengganti indikator sintetis (metil oranye dan fenolftalein) yang selama ini digunakan.

1. Bahan dan Alat Penelitian

Mahkota bunga sepatu (Hibiscus rosa sinensis L.) yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Trisik,
Kabupaten Kulon Progo, diidentifikasi di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Fakultas Biologi,
Universitas Gajah Mada. Bunga yang digunakan sebagai sampel adalah bunga yang berwarna merah.
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian adalah natrium carbonat, natrium bikarbonat, asam
asetat, indikator metil oranye (MO), indikator fenolftalein (PP), asam asetat, metanol, natrium
hidroksida, dan asam klorida, semua bahan kimia tersebut yang digunakan dalam penelitian ini
berderajad proanalisis produksi E. Merck.

Alat yang digunakan antara lain seker untuk ekstraksi (IKA®KS 130 basic), rotaevaporator Buchii (R-124),
corong Buchner, pH meter (Hanna HI-8314), buret mikro (JEN-CONS Scintific USA), pipet mikro
(SOLOREK Swiss), pipet volum, erlenmeyer, pengaduk magnet dan neraca analitik (Libror EB-330
Shimadzu)

2. Preparasi Ekstrak Mahkota Bunga Sepatu

Ditimbang sebanyak 50 g mahkota bunga sepatu, lalu dicuci dengan aquades sampai bersih, dipotong
kecil-kecil, kemudian ditambah pelarut n-heksana sebanyak 500 mL dan dimaserasi selama 20 jam
selanjutnya disaring. Residu hasil penyaringan diekstrak dengan pelarut etil asetat sebanyak 500 mL
selama 20 jam. Residu kemudian diekstraksi kembali dengan metanol-asam asetat sebanyak 500 mL
selama 20 jam. Hasil ekstraksi disaring dengan menggunakan penyaring kain kasa, kemudian disaring
kembali dengan kertas saring. Filtrat hasil penyaringan kemudian dievaporasi sampai volume menjadi
setengahnya. Hasil evaporasi siap digunakan sebagai indikator titrasi asam-basa.

3. Uji Coba Ekstrak Mahkota Bunga Sepatu Sebagai Indikator

a. Titrasi basa kuat dengan asam kuat.

Diukur sebanyak 45 mL larutan NaOH yang sudah distandarisasi, lalu dimasukkan dalam erlenmeyer,
kemudian ditambah beberapa tetes indikator ekstrak mahkota bunga sepatu sampai larutan berwarna
hijau muda, selanjutnya dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna. Titrasi
dilakukan 3 kali dan dicatat volume larutan HCl 0,1 N yang diperlukan untuk titrasi. Indikator fenolftalein
merupakan indikator titrasi asam-basa memiliki jangkauan pH 8,0-9,6 (Day dan Underwood, 1998),
indikator ini digunakan sebagai pembanding. Dilakukan penelitian yang sama dengan menggantikan
indikator ekstrak bunga sepatu dengan indikator pembanding fenolftalein.

b. Titrasi basa lemah dengan asam kuat.

Diukur sebanyak 45 mL NaHCO3, dimasukkan dalam erlenmeyer kemudian ditambah beberapa tetes
indikator dari ekstrak mahkota bunga sepatu sampai larutan berwarna hijau muda, kemudian dititrasi
dengan larutan HCl 0,1 N yang sudah distandarisasi. Penambahan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan
warna. Titrasi dilakukan 3 kali dan dicatat volume larutan HCl 0,1 N yang diperlukan untuk titrasi
Menurut Day dan Underwood (1998) indikator metil oranye mempunyai jangkauan pH 3,1-4,4
merupakan indikator titrasi basa lemah-asam kuat, sehingga indikator tersebut dipakai sebagai
pembanding. Dalam penelitian ini dikerjakan titrasi yang sama dengan menggunakan indikator metil
oranye sebagai pembanding.

c. Titrasi asam lemah dengan basa kuat.

Diukur sebanyak 45 mL larutan asam asetat (CH3COOH), dimasukkan dalam erlenmeyer kemudian
ditambah beberapa tetes indikator ekstrak bunga sepatu sampai larutan berwarna merah muda, lalu
dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N yang sudah distandarisasi. Penambahan NaOH 0,1 N sampai terjadi
perubahan warna. Titrasi dilakukan 3 kali dan dicatat volume larutan HCl 0,1 N yang diperlukan untuk
titrasi. Dalam penelitian ini dikerjakan titrasi yang sama dengan menggunakan indikator fenolftalen
sebagai pembanding.

2. Aplikasi Titrasi Redoks

PENGARUH SUHU PENYIMPANAN TERHADAP KADAR VITAMIN C BUAH SEMANGKA (Citrullus vullgaris,
Schand) DAGING BUAH BERWARNA MERAH DAN DAGING BUAH BERWARNA KUNING SECARA
IODIMETRI
Dari hasil uji kuantitatif didapatkan, kadar vitamin C buah semangka daging buah merah yang disimpan
pada suhu ruang 1,4313 mg/100 gram, buah semangka daging buah merah yang disimpan pada suhu
dingin 20,34 mg/100 gram, buah semangka daging buah kuning yang disimpan pada suhu ruang 10,1696
mg/100 gram, dan buah semangka daging buah kuning disimpan pada suhu dingin 27,3586 mg/100
gram. Ha diterima dan Ho ditolak (terdapat perbedaan pengaruh suhu). Sehingga disimpulkan bahwa
kadarvitamin C pada buah semangka yang disimpan pada suhu dingin lebih tinggi dibandingkan dengan
disimpan pada suhu ruang. Diperoleh hasil perhitungan menggunakan t-test kadar vitamin C buah
semangka daging buah merah penyimpanan pada suhu ruang dan dingin P = 0,002* berbeda signifikan
karena P< 0,05, buah semangka daging buah kuning penyimpanan pada suhu ruang dan dingin P =
0,001* berbeda signifikan karena P< 0,05

1. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Medik Universitas Malahayati Bandar Lampung pada
bulan Mei 2016. Alat yang digunakan adalah Beaker glass 100 ml, 250 ml, dan 500 ml, blender, buret 25
ml, erlenmeyer, gelas ukur 50 ml, labu takar 10 ml, 25 ml, dan 250 ml, neraca analit, pipet ukur 10 ml
dan 25 ml, spatula, tabung reaksi. Bahan yang digunakan adalah Amilum 1%, Aquadest bebas CO2, asam
sulfat (H2SO4) 2 N, Kalium Iodida (KI), kalium bikromat (K2Cr2O7)0,05 N, Larutan iodium (I2) 0,05 N,
Metilen blue P, natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,05 N.

2. Prosedur Penelitian

Pengambilan Sampel Sampel yang diambil adalah buah semangka daging buah merah dan semangka
daging buah kuning. Sampel buah semangka didapatkan dari petani semangka di daerah Margo Dadi
Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang Barat.

3. Preparasi Sampel

Sampel buah semangka daging buah merah dan semangka daging buah kuning dikupas dari kulitnya dan
dipisahkan dari biji kemudian ditimbang 100 gram (buah semangka daging buah merah dan daging buah
kuning).

4. Analisis Kualitatif

Prinsip: terjadi perubahan warna dengan larutan pereaksi.Perlakuan Sampel

Haluskan sampel bahan dengan blender hingga halus, kemudian ditimbang masing-masing 100 gram.
Tambahkan 25 ml aquadest, aduk hingga tercampur kemudian pisahkan air hasil blenderan.

Cara Kerja :
Masukkan sampel ke dalam tabung reaksi tambahkan 2 ml larutan sampel kemudian tambahkan 4 tetes
metilen blue P, hangatkan hingga suhu 40ºC.Akan terjadi perubahan warna biru tua menjadi biru muda
atau hilang dalam waktu 3 menit.Dilakukan 2 kali pengulangan.

Analisis Kuantitatif

Pembakuan Larutan Iodium1Iodium 0,05 N dengan Na2S2O3 0,05 N. Pipet 10 ml larutan Iodium dalam
erlenmeyer. Titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,05 N sampai berwarna kuning. Tambahkan 1 ml larutan
kanji. Titrasi sampai tidak berwarna.Pembakuan Natrium Tiosulfat dengan Kalium Bikromat (Depkes RI,
1995). Standardisasi Na2S2O3 0,05 N dengan K2Cr2O7 0,05 N. Timbang 50 mg K2Cr2O7 yang telah
dikeringkan pada suhu 120˚C. Masukkan ke dalam erlenmeyer lebih kurang 25 ml aquadest bebas CO2
kocok hingga larut. Buka tutup lalu tuang ke dalam erlenmeyer, tambahkan 500 mg KI, 500 mg Na2HCO3
dan 2,5 ml HCl P. Diamkan selama 10 menit di tempat gelap. Tambahkan 1 ml larutan amylum lalu titrasi
dengan Na2S2O3 sampai warna biru kehijauan.

Penetapan Kadar Vitamin C.

Ditimbang masing-masing 100 gram bahan kemudian haluskan masing-masing bahan dengan blender
hingga halus.Tambahkan 25 ml aquadest, aduk hingga tercampur kemudian pisahkan air hasil blenderan,
masukkan kedalam erlenmeyer 250 ml.Tambahkan 2 ml larutan amilum 1% titrasi segera dengan Iodium
0,05 N hingga warna biru tetap.

Rumus pembakuan natrium tiosulfat:

1 ml Iodium 0,05 N setara dengan 4,403 mg Asam Askorbat

3. Aplikasi Titrasi Kompleksometri


UJI KADAR DISOLUSI TABLET KALSIUM LAKTAT MENGGUNAKAN TITRASI KOMPLEKSOMETR

Pengujian disolusi tablet Kalsium Laktat betujuan untuk memastikan kadar zat aktif dari kalsium laktat
dapat terlarut dalam tubuh sehingga mencapai efek terapi yang diinginkan. Alat yang digunakan adalah
Disolusion Tester merk Hanson type Vision G2 Elite 8TM dengan menggunakan metode keranjang.
Media yang digunakan adalah aquadem dengan volume 500 ml tiap vesselsnya (tabung disolusi).
Pengukuran kadar tablet kalsium laktat diukur menggunakan titrasi kompleksometri, dimana indikator
yang digunakan adalah indikator EBT dan larutan standar yang digunakan adalah EDTA. Dari hasil
pengujian didapatkan kadar rata-rata tablet kalsium laktat sebesar 101,61% dengan kadar minimun
98,46%. Hasil ini menunjukkan bahwa tablet Kalsium Laktat yang di produksi oleh PT. Kimia Farma
(Persero) Tbk. Plant Medan memenuhi syarat sesuai dengan yang tertera di Farmakope Indonesia Edisi V
yaitu tiap unit sediaan tidak kurang dari Q + 5% = 80%, dimana Q = 75%.

1. Bahan
Bahan yang digunakan adalah 6 tablet kalsium laktat, aquadem, larutan buffer ammonia,
indikator Erichrome Black T (EBT) dan larutan baku Etilendiaminetetraacetic Acid (EDTA) 0,05 M.

2. Metode

a. Penimbangan Sampel
Sampel tablet kalsium laktat ditimbang menggunakan timbangan semimikro merk balance metler
toledo dengan range 570-630 mg per tabletnya.

b. Pembuatan Buffer Ammonia

Ditimbang NH4Cl sebanyak 17,6 gram, kemudian ditambahkan NH4OH sebanyak 142 mL, lalu
ditambahkan akuades hingga 250 mL

c. Pembuatan Indikator Erichrome Black T (EBT)

Ditimbang serbuk EBT sebanyak 200 mg, kemudian ditambahkan Trietanolamin sebanyak 15 mL
dan ditambahkan metanol sebanyak 5 mL. diaduk hingga homogen.

d. Pembuatan Larutan Etilendiaminetetraacetic Acid (EDTA) 0,05

Ditimbang EDTA sebanyak 20,82 gr, kemudian ditambahkan akuades hingga 100 mL.

e. Uji Disolusi

Dihidupkan alat disolusi tester, kemudian disiapkan 6 vessels (tabung gelas disolusi). Diatur suhu
pada tabung hingga 37⁰C ±0,5⁰C dengan kecepatan 100 rpm dengan waktu 45 menit.
Dimasukkan media aquades sebanyak 500 mL pada masing-masing vessels lalu ditunggu hingga
suhu stabil 37⁰C±0,5⁰C. Dipasang metode keranjang, lalu dimasukkan tablet kalsium laktat pada
masing-masing keranjang, kemudian dilakukan uji disolusi selama 45 menit.

f. Penetapan Kadar dengan Titrasi dalam Uji Disolusi

Setelah 45 menit alat dijalankan, dimatikan alat. Diambil cuplikan dengan spuit sebanyak 50 mL
dari masing-masing Vessels lalu dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 mL. Kemudian ditambahkan
5 mL larutan buffer ammonia dan 1 tetes indikator EBT. Dititrasi larutan tersebut menggunakan
larutan baku EDTA 0,05 M sampai terjadi perubahan warna dari merah rose menjadi biru
lembayung.

4. Aplikasi Titrasi Argentometri

Pengaruh Metode Pencucian terhadap Penurunan Kadar Klorin dalam Beras dengan Titrasi Argentometri

Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh metode pencucian terhadap penurunan kadar klorin
dalam beras. Beras yang digunakan terdiri dari 2 rentang harga berbeda yaitu mahal dan murah. Pada
titrasi argentometri, penentuan jumlah klorin ditunjukkan dengan adanya perubahan warna dari kuning
menjadi merah kecoklatan. Variasi metode pencucian dilakukan untuk melihat adanya pengaruh suhu
dan aliran air. Hasil penelitian menunjukan bahwa metode pencucian dengan variasi aliran air
memberikan penurunan kadar klorin yang tertinggi yaitu sebesar 22,54% untuk beras mahal dan 23,49%
untuk beras murah. Hasil uji t menunjukan bahwa metode variasi aliran air memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap penurunan kadar klorin dalam beras.

1. METODE

a. Alat dan bahan


Alat yang digunakan adalah buret (Pyrex) ukuran 50 mL, statif, klem, Erlenmeyer (iwaki) ukuran
250 mL, pipet ukur 1 mL; 10 mL, ball pipet, tabung reaksi, gelas beker 100 mL, corong gelas,
sendok sungu, neraca analitik (Ohaus), lumpang, alu, dan batang pengaduk.
Bahan yang digunakan adalah sampel beras yang diperoleh dengan sampling pada 5 pasar besar
di daerah Istimewa Yogyakarta dengan perbandingan harga mahal dan murah. Sampel dengan
kategori harga yang sama dihomogenkan, untuk sampel harga mahal tertanda beras A
sedangkan untuk sampel dengan harga murah tertanda beras B larutan air bebas mineral, kertas
saring, AgNO3 (MerckKGaA ) 0,0141 N sebagai larutan standar, larutan NaCl ( Merck KGaA)
0,0141 N untuk standarisasi, indikator K2CrO4 ( Merck KGaA ) 5%.

2. Prosedur Kerja
a. Pembuatan Larutan Standar AgNO3 0,0141 N Sebanyak 2,395 g AgNO3
ditimbang dan dilarutkan dengan air suling bebas klorida dalam gelas beker dan diencerkan
dengan air suling dalam labu ukur 1L kemudian dihomogenkan dan disimpan dalam botol
berwarna gelap beretiket.
b. Pembuatan Larutan Standar Primer NaCl 0,0141 N
Padatan NaCl dikeringkan dalam oven pada suhu 140℃ selama 2 jam,kemudian didinginkan
dalam desikator dan ditimbang 0,824 g NaCl kemudian dilarutkan dalam gelas beker
menggunakan air suling selanjutnya diencerkan dalam labu ukur 1 L dan disimpan dam botol
beretiket.
c. Pembuatan Indikator K2CrO4 5%
Sebanyak 5,0 g K2CrO4 dilarutkan dengan 10 mL air suling bebas klorida. Kemudian
ditambahkan larutan AgNO3 hingga terbentuk endapan merah kecoklatan yang jelas. Larutan
dibiarkan selama 12 jam kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh diencerkan kembali dengan
air suling bebas klorida hingga volume 100 mL.
d. Standarisasi Larutan AgNO3
Larutan NaCl 0,0141 N dipipet sebanyak 25 mL ditambah 1 mL indikator kalium kromat
(K2CrO4) 5% dan dititrasi dengan larutan baku AgNO3 0,0141 iniN hingga terjadi perubahan
warna dari kuning menjadi merah kecokelatan. Titrasi sampel diulangi sebanyak tiga kali dan
dilakukan titrasi blanko dengan 25 mL air bebas mineral ditambah dengan 1 mL indikator
kalium kromat dan dititrasi dengan larutan baku AgNO3 0,0141 N hingga terjadi perubahan
warna yang sama. Normalitas AgNO3 dapat ditentukan dengan rumus:

e. Uji Kualitatif Klorin


Uji kualitatif klorin dilakukan dengan menimbang sampel beras A dan B masing-masing 10 gram,
beras di haluskan dan dilarutkan dengan 50 mL air bebas mineral selanjutnya sampel di saring
dan diambil filtrat sebanyak 1 mL dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambah 1 mL larutan
AgNO3 0,0141 N. Hasil identifikasi dikatakan positif jika terdapat endapan putih pada larutan.

f. Uji Kuantitatif
Uji kuantitatif dilakuakan dengan menimbang sampel beras A dan B masing-masing 20 gram,
beras dihaluskan dan dilarutkan dengan 100 mL air bebas mineral selanjutnya sampel disaring
dan diambil filtratnya. Filtrat selanjutnya dititrasi dengan larutan AgNO3 0,0141 N hingga terjadi
perubahan warna dari kuning menjadi merah kecokelatan. Penentuan kadar klorin dalam satuan
persen dapat ditentukan dengan rumus:
g. Variasi Metode Pencucian
Metode yang terakhir yaitu mencuci beras dibawah air mengalir secara langsung, sampel
sebanyak 20 gram dicuci dibawah air mengalir dengan volume 350 mL dan menggunakan aliran
rendah hingga dapat dipastikan bahwa sampel beras sudah bersih dari klorin, selanjutnya
sampel beras dihaluskan dan dilarutkan dengan 100 mL air bebas mineral, larutan disaring dan
diambil filtrat untuk selanjutnya dititrasi dengan larutan AgNO3. Penentuan penurunan kadar
klorin dapat ditentukan dengan rumus:

Anda mungkin juga menyukai