Anda di halaman 1dari 11

KD 3.

6 Mengevaluasi data hasil analisis titrimetri


KD 4.6 Membuat laporan hasil evaluasi data analisis titrimetri
PRAKTIKUM
MEMBEDAKAN LARUTAN ASAM, BASA, DAN NETRAL MENGGUNAKAN KERTAS LAKMUS

A. Tujuan Percobaan : membedakan larutan asam, larutan basa, dan larutan netral dengan
indikator kertas lakmus.
B. Alat dan bahan :
Alat :
1. Plat tetes
2. Kertas lakmus merah dan biru
Bahan :
1. Air sabun
2. Air jeruk
3. Larutan garam
4. Air tanah
5. Cuka dapur
C. Cara kerja :
1. Letakkan bahan pada plat tetes, beri label untuk memudahkan analisis
2. Gunting kertas lakmus merah dan biru dengan ukuran 1 x 1 cm
3. Masukkan kertas lakmus merah dan biru pada setiap bahan
4. Amat perubahan warna yang terjadi pada lakmus merah dan biru
D. Data Pengamatan
Isilah tabel berikut berdasarkan pengamatan Anda!
No

Nama Bahan

Perubahan Warna Pada Kertas Lamus

Lakmus Merah
Lakmus Biru

Air sabun

Air Jeruk

Larutan garam

Air Tanah

Cuka dapur

B. Analisis Data
1. Kelompokkan larutan-larutan yang anda uji menurut sifatnya (asam, basa, atau netral)!
2. Tuliskan laporan pada percobaan ini
PRAKTIKUM MEMBUAT INDIKATOR ALAMI
A. Tujuan Percobaan
Membuat indikator alami dari ekstrak kulit buah naga
B. Dasar Teori :
Indikator alami merupakan zat yang diperoleh dari isolasi bahan alam yang dapat memberikan warna
unik dalam larutan asam dan basa. Indikator alami yang biasanya dilakukan dalam pengujian asam basa
adalah tumbuhan yang berwarna atau memiliki pigmen spesifik, berupa bunga-bungaan, umbi- umbian,
kulit buah, dan dedaunan.
Perubahan warna indikator bergantung pada pigmen tanamannya, misalnya bunga sepatu merah di
dalam larutan asam akan berwarna merah dan di dalam larutan basa akan berwarna hijau, kol ungu di
dalam larutan asam akan berwarna merah keunguan dan di dalam larutan basa akan berwarna hijau,
atau kunyit yang akan tetap berwarna oranye dalam larutan asam dan menjadi kecoklatan dalam larutan
basa.
Salah satu alternatif tumbuhan yang dapat digunakan untuk indikator alami adalah kulit buah naga.
Perubahan warna yang dihasilkan dari indikator kulit buah naga yaitu dari merah muda (ketika
penambahan asam) sedangkan pada penambahan basa akan berubah menjadi kuning. Selain berguna
sebagai indikator dalam titrasi asam basa, pemanfaatan kulit buah naga dapat pula menggalakkan aksi
mengurangi sampah dengan cara mengubahnya menjadi bahan yang bermanfaat (Recycle).
C. Alat dan Bahan : Alat :
1. Batang pengaduk 7. Tabung reaksi
2. Blender, 8. Labu ukur
3. Buret corong, 9. Neraca analitik digital
4. Erlenmeyer, 10. pH meter
5. Gelas kimia, 11. Pipet tetes
6. Kaca arloji, 12. Pipet ukur Bahan :
1. Akuades
2. Etanol (C2H5OH) 96%
3. Larutan buffer pH 1-14
4. HCl
5. NaOH
6. Asam oksalat (H2C2O4. 2H2O)

D. Prosedur kerja
1. Cuci kulit buah naga hingga bersih
2. Keringkan dengan tissu
3. Timbang kulit buah naga segar sebanyak 100 g.
4. Tambahkan pelarut etanol 96% dengan perbandingan (1: 2).
5. Kulit buah
6. Campuran sampel dan pelarut kemudian dihancurkan dengan blender.
7. Sampel yang sudah diblender kemudian dimaserasi selama 24 jam untuk memperoleh ekstrak.
8. Hasil ekstrak disaring dengan kertas saring, kemudian diletakkan pada botol gelap.
9. Buatlah larutan dengan pH 1 - 14
10. Uji larutan yang telah dibuat dengan indikator dari ektrak kulit buah naga

E. Hasil pengamatan
No Larutan Perubahan Warna
1 pH 1
2 pH 2
3 pH3
4 pH 4
5 pH 5
6 pH 6
7 pH 7
8 pH 8
9 pH 9
10 pH 10
11 pH 11
12 pH 12
13 pH 13
14 pH 14

Pertanyaan
1. Apakah yang kalian temukan pada saat indikator ditambahkan pada larutan-larutan dengan pH
berbeda?

2. Buatlah laporan percobaan!


ANALISIS KUANTITATIF
KONVENSIONAL

BAB
II TITRASI ASAM BASA

Setelah proses pembelajaran diharapkan siswa dapat:

1. Mengolah dan mengevaluasi data dari hasil analisis titrasi asidimetri maupun alkalimetri
secara tepat

A. Pengolahan Data dan Perhitungan


1. Konsentrasi larutan
Satuan kosentrasi ada beberapa macam, antara lain ppm, prosentasi, molalitas, molaritas, dan lain-lain.
Satuan tersebut akan dijelaskan di bawah ini, simak baik baik.
Pernahkah Anda mendengar HCl 0,01 N? Nah ”N” tersebut menunjukkan satuan normalitas atau setara
dengan gram per liter larutan. Berat setara itu sendiri adalah ukuran kapasitas reaktif dari suatu molekul
yang terlarut dalam larutan. Jika dibandingkan dengan Molaritas ”M”, Normalitas memiliki kegunaan
yang lebih banyak, karena normalitas mewakili konsentrasi molar hanya dari komponen asam atau
komponen basa saja. Komponen asam merupakan zat yang menyatakan jumlah atau kosentrasi ion H+
yang berada dalam larutan asam, sedangkan komponen basa adalah ion OH- yang telarut dalam larutan
basa.
Bedasarkan definisi di atas, normalitas dapat dirumuskan sebagai berat setara zat terlarut dalam satu
liter larutan. Normalitas dari suatu larutan dapat dihitung dengan diketahuinya massa dan volume dari
larutan tersebut dengan cara sebagai berikut:
Normalitas ( N ) = jumlah mol ekivalen zat terlarut
Volume larutan
Berdasarkan rumus dasar tersebut, jumlah ekivalen zat terlarut dapat dihitung dengan cara
mengalikannya dengan ekivalen suatu zat.
Sedangkan jumlah mol dapat dihitung dari masaa zat dibagi dengan masa molekul relatifnya (Mr) yang
dapat diketahui dengan menjumlahkan massa tiap atom penyusunnya. Oleh karena itu, normalitas
dapat dirumuskan dengan rumus di bawah ini:
Normalitas ( N ) = massa zat x e
Mr x volume
Dimana ”e” pada rumus diatas merupakan ekivalen dari zat terlarut dalam suatu larutan, jika molaritas
adalah jumlah mol per satuan volume sehingga rumus Normalitas dapat dituliskan menjadi:
Normalitas ( N ) = M x e
Dimana M adalah molaritas dari larutan dan e adalah ekivalen dari larutan.
Dari persamaan di atas banyak sekali berbicara tentang ekivalen, maka kita harus mengetahui terlebih
dahulu tentang ekivalen.
Sifat larutan ada yang bersifat asam, basa atau netral. Pembawa sifat asam yaitu ion H+ dan pembawa
sifat basa adalah adanya ion OH-, ekivalen adalah keadaan dimana jumlah H+ atau OH- yang terlibat
dalam satu molekul zat terlarut dalam keadaan setara, sebagai contoh:
a. HCl terdiri dari ion H+ dan ion Cl- sehingga dapat diketahui bahwa jumlah ekivalen atau e yaitu 1
karena hanya terdapat 1 ion H+ dalam 1 molekul.
b. H2SO4 terdiri dari 2 ion H+ dan 1 ion SO 2-, sehingga asam sulfat dikatakan memiliki jumlah ekivalen
2
c. NaOH terdiri dari 1 ion Na+ dan 1 ion OH- sehingga natrium hidroksida memiliki jumlah ekivalen 1
d. Ba(OH)2 terdiri dari 1 ion Ba2+ dan 2 ion OH- sehingga Barium hidroksida memilik jumlah ekivalen 2

2. Cara Menghitung Hasil Titrasi.


a. Kenormalan (Nortnality = N) .
Kenormalan atau normalitas jarang digunakan dalam perhitungan suatu ilmu kimia, yang sering
digunakan adalah perhitungan dalam bentuk mol, molalitas, molaritas, ppm, persen .
Untuk mempermudah perhitungan stoikiometrinya dalam analisa titrimetri satuan normalitas lebih
sering digunakan, karena reaksi antara titran dan titrat adalah jumlah ekivalennya. Sehingga perhitungan
berdasarkan volume ketika antara titran dan titrat mencapai titik ekivalen

ekivalen
N Liter

kalau kita memakai penitaran,

Bila VQ ml larutan Q setara dengan vP ml larutan P yang kenormalannya nP, untuk mencari kenormalan
Q:
mg ekivalen Q = mg ekivalen P

VQ x NQ = VP x NP NQ = VP x NP
VQ
a. Menghitung dalam kadar persen.
Jika kita melihat kemasan dalam suatu makanan seringkali kita melihat kadar zat dituliskan dalam
bentuk persen (%), yang dalam perhitungannya sering dituliskan seperti di bawah ini:
% X = Bobot X x 100 % Bobot sampel

Dari data hasil penentuan kadar metode titrasi yang diperoleh maka perhitungannya adalah sebagai
berikut:
mg ekivalen X = mg ekivalen titran mg ekivalen X = ml x N (titran)
dari mg ekivalen supaya menjadi mg harus dikalikan bobot ekivalen (BE) atau bobot setara (bst).
mg X = mg ekivalen X x BE X mg X.= ml x N titran x BE X
sehingga jika disubstitusikan dengan rumus di atas yang %X, maka Kadar X (%) = ml titran x N titran x BE
X x 100 %
mg cuplikan

b. Faktor pengenceran
Berbeda dengan gravimetri, dalam titrimetri sampel atau cuplikan yang berupa padatan ditimbang
terlebih dahulu kemudian dilarutkan dalam suatu labu ukur sesuai dengan ukuran yang ada yaitu 50 mL,
100 mL atau 250 mL atau ukuran yang lainnya. Setelah itu sampel atau cuplikan yang sudah dilarutkan di
pipet sebagian ke dalam erlenmeyer kemudian diberikan zat tambahan seperti indikator baru kemudian
dititrasi. Titran tidaklah digunakan seluruhnya untuk bereaksi dengan seluruh zat yang ada dalam
sampel atau cuplikan.
Pernahkan Anda mendengar faktor pengenceran? Faktor pengenceran meruapakan bilangan yang
didapatkan dari kebalikan seberapa bagian larutan cuplikan yang dipipet dari seluruh larutan. Untuk
memahami definisi tersebut, coba pahami contoh berikut ini:
mg cuplikan dilarutkan dalam labu ukur 100 ml, kemudian dipipet 25 ml larutan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer kemudian dititar.

larutan yang dipipet = bagian dari seluruh larutan.

faktor pengenceran =
Kadar zat bila memakai faktor pengenceran (A)

Anda mungkin juga menyukai