Anda di halaman 1dari 14

MATERI DAN METODE

Praktikum Ilmu Nutrisi Ternak dengan acara Analisis Proksimat Bahan

Pakan dilaksanakan pada hari Senin sampai Rabu, 20 – 22 Maret 2017 pukul

07.00 – 19.00 WIB di Laboratorium Ilmu Nutrisi Pakan, Fakultas Peternakan dan

Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang.

Materi

Materi yang digunakan dalam praktikum meliputi alat dan bahan. Bahan

yang digunakan yaitu sampel tepung Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss),

H2SO4 0,3N 50 ml, NaOH 1,5 N 25 ml, N-hexane 25 ml, air panas 100 ml, N-

hexane, katalisator (potassium sulfat + cupri sulfat), H 2SO4 pekat, H3BO4 4%,

indikator Methyl Red dan Brom Cresol Green, NaOH 45%, dan HCl 0,1 N.

Alat yang digunakan meliputi kertas minyak, botol timbang, timbangan

analitik, oven, eksikator, crusible porselin, pinset, tanur listrik, beker glass, gelas

ukur, corong Buchner, kertas saring Ashless, alat soxhlet, labu penyari, pendingin

tegak, water bath, labu destruksi, labu erlenmayer, kompor listrik, dan alat-alat

destilasi dan destruksi.

Metode

Kadar Air

Metode yang dilakukan untuk analisis kadar air adalah botol timbang

dicuci dengan air, kemudian dikeringkan dalam oven selama 1 jam dalam suhu
105°C. Botol timbang kemudian dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam

eksikator selama 15 menit lalu ditimbang menggunakan timbangan analitis.

Sampel daun mimba ditimbang sebanyak 1 g pada kertas minyak lalu di

masukkan ke dalam botol timbang, kemudian kertas minyak ditimbang lagi.

Sampel kemudian dikeringkan dalam oven selama 6 jam pada suhu 105°C, setelah

6 jam sampel diambil kemudian didinginkan dalam eksikator lalu ditimbang.

Pengovenan diulangi sampai berat sampel konstan yaitu dengan selisih

penimbangan 0,2 mg. Rumus perhitungan kadar air adalah sebagai berikut :

( Berat botol timbang + Sampel sesungguhnya ) - Setelah oven


Kadar air= x 100%
Sampel sesungguhnya

Kadar Abu

Metode yang digunakan untuk analisis kadar abu yaitu crusible porselin

dicuci dengan air, kemudian dikeringkan di oven selama 1 jam dalam suhu 105°C.

Crusible porselin kemudian dikeluarkan dari oven dan didinginkan ke dalam

eksikator selama 15 menit kemudian ditimbang dengan timbangan analitis.

Sampel bahan kemudian ditimbang dengan menggunakan kertas minyak. Crusible

porselin yang didalamnya terdapat sampel kemudian dipijarkan dalam tanur listrik

selama 6 jam pada suhu 600°C sampai berubah menjadi abu putih. Crusible

porselin kemudian diangkat dari tanur listrik yang sebelumnya didinginkan

sampai suhunya dibawah 120°C dan didinginkan lagi ke dalam eksikator selama

15 menit kemudian ditimbang. Rumus perhitungan kadar abu adalah sebagai

berikut :
Setelah tanur - Crusible porselin
Kadar abu= x 100%
Sampel sesungguhnya

Kadar Serat Kasar

Metode yang digunakan untuk analisis kadar serat kasar adalah alat dan

bahan yang akan digunakan disiapkan dan kemudian dicuci. Beker glass

kemudian dimasukkan kedalam oven selama 1 jam pada suhu 105°C, lalu

didinginkan di eksikator selama 15 menit dan ditimbang. Sampel bahan pakan

ditimbang dan dimasukkan ke dalam beker glass. Larutan NaOH 1,5N sebanyak

25 ml ditambahkan kedalam beker glass lalu dimasak dan diamati hingga

mendidih, setelah itu H2SO4 0,3N sebanyak 50 ml ditambahkan kembali hingga

mendidih selama 30 menit. Beker glass beserta isinya kemudian disaring

menggunakan kertas saring Ashless yang dipasang pada pompa vacum yang

sebelumnya di oven selama 1 jam dan ditimbang. Penyaringan dilakukan dalam

labu penghisap kemudian dicuci berturut- turut menggunakan 50 ml air panas, 50

ml H2SO4 0,3 N, 50 ml air panas, dan 25 ml N-Hexane. Kertas saring dan isinya

kemudian di masukkan ke dalan cawan porselin lalu dioven selama 6 jam.

Crusible porselin beserta kertas saring dan sampel kemudian di dinginkan dalam

eksikator selama 15 menit dan ditimbang. Crusible porselin beserta kertas saring

dan sampel kemudian dipijarkan dalam tanur listrik selama 6 jam pada suhu

600°C. Crusible porselin beserta kertas saring dan sampel lalu didinginkan dalam

eksikator selama 15 menit dan ditimbang. Rumus perhitungan kadar serat kasar

adalah sebagai berikut :


Setelah oven - Setelah tanur - Kertas saring
Kadar Serat Kasar= x 100%
Sampel sesungguhnya

Kadar Lemak Kasar

Metode yang digunakan untuk analisis kadar serat kasar yaitu sampel

ditimbang dalam kertas saring kemudian dibungkus dengan menggunakan kertas

saring tersebut dan dioven selama 6 jam pada suhu 105°C. Sampel kemudian

dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam eksikator selama 15 menit lalu

ditimbang dengan timbangan analitis. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam

alat soxhlet yang terpasang dalam water bath. N-Hexane kemudian dituangkan ke

dalam labu penyaring dan alat pendingin tegak kemudian dipasang dengan dialiri

air dingin. Sampel kemudian disaring menggunakan N-Hexane yang diekstraksi

ke dalam soxhlet selama lebih dari 30 menit dengan sirkulasi 10 kali. Kertas

saring yang berisi sampel dikeluarkan dari alat soxhlet dan diangin-anginkan

sampai tidak berbau. Sampel kemudian dikeringkan dalam oven selama 2 jam

dalam suhu 105°C, kemudin didinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan

ditimbang. Rumus perhitungan kadar serat kasar adalah sebagai berikut :

Setelah oven pertama - Setelah oven kedua


Kadar Lemak Kasar = x 100%
Sampel sesungguhnya x BK/100

Kadar Protein Kasar

Metode yang digunakan untuk analisis kadar protein kasar yaitu sampel

ditimbang sebanyak 1 g menggunakan kertas minyak kemudian sampel

dimasukkan ke dalam labu destruksi. Katalisator campuran berupa pottasium


sulfat dan cupri sulfat ditambahkan masing-masing sebanyak 3,5 dan 4,0 g. H2SO4

pekat kemudian ditambahkan sebanyak 15 ml. Labu destruksi yang berisi sampel

kemudian didestruksi dalam lemari asam hingga warna berubah menjadi hijau

jernih dan setelah itu ditunggu hingga dingin. Proses destilasi kemudian dilakukan

dengan menggunakan H3BO4 4% sebanyak 20 ml dan diberikan 2 tetes Metil Red

(MR) dan Brom Cresol Green (BCG). Sampel yang telah didestruksi kemudian

dimasukkan ke dalam labu destilasi kemudian ditambahkan 70 ml aquades dan 60

ml NaOH 45%. Destilasi dilakukan sampai penangkap warna berubah dari ungu

menjadi hijau. Hasil dari proses destilasi kemudian ditirtasi menggunakan HCl 0,1

N sampai terbentuk warna ungu. Rumus perhitungan kadar protein kasar adalah

sebagai berikut :

( titran sampel - blangko ) x N HCl x 0,014 x 6,25 x 100%


Kadar Protein=
Sampel sesungguhnya

Kadar BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen)

Metode yang digunakan untuk analisis kadar BETN yaitu dengan cara

100% dikurangi dengan kadar abu, kadar serat kasar, kadar lemak kasar dan

kadar protein kasar. Rumus perhitungan kadar BETN adalah sebagai berikut :

Kadar BETN = 100%- (Kadar Abu + Serat Kasar + Lemak Kasar + Protein Kasar)
HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan praktikum Analisis Proksimat pada sampel tepung daun

Mimba (Azadirachta indica A. Juss.) diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil analisis proksimat tepung daun Mimba


Parameter Hasil Analisis* Referensi**
---------------%-------------
Kadar Air 12,26 15,29
Kadar Abu 5,52 7,16
Kadar Protein Kasar 9,87 26,24
Kadar Serat Kasar 20,36 18,47
Kadar Lemak Kasar 1,27 2,09
Kadar BETN 67,95 45,77
Sumber : *Dalam 100% BK
**Syahroni (2011)

Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan diperoleh hasil bahwa tepung

daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss.) mengandung kadar air sebesar 12,26%,

kadar abu daun Mimba sebesar 5,52%, kadar serat kasar daun Mimba sebesar

20,36%, kadar lemak kasar daun Mimba sebesar 1,27%, kadar protein kasar daun

Mimba sebesar 9,87%, kadar BETN daun Mimba sebesar 67,95%.

Kadar Air

Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hasil bahwa kadar air pada

sampel daun Mimba sebesar 12,26%. Hasil ini relatif dibawah dari hasil uji

Syahroni (2011) sebesar 15,29%. Faktor yang mempengaruhi analisis kadar air

adalah lamanya penjemuran, perbedaan umur tanaman dan kualitas tanaman.

Menurut Sutardi (2009) bahwa perbedaan kadar air ini dapat terjadi karena adanya

perbedaan pada umur tanaman dan kualitas tanaman dan lama penjemuran bahan
pakan dapat  mempengaruhi data yang dihasilkan. Proses penguapan vitamin larut

air pada saat pengovenan sampel diduga dapat berperngaruh terhadap kadar air.

Oktavia (2008) menjelaskan bahwa pemanasan dengan suhu tinggi akan

menyebabkan vitamin yang larut air yang menguap dan menyebabkan kandungan

air berubah. Kelemahan dari analisis kadar air ini yaitu adanya penguapan asam

lemak dan vitamin yang larut air yang menyebabkan perbedaan hasil kadar air.

Hal ini sesuai dengan pendapat Ramadhia dkk. (2012) yang menyatakan bahwa

adanya penguapan kandungan air terikat dan kandungan air bebas (asam lemak

dan vitamin) merupakan kelemahan karena dapat menurunkan kadar air.

Kadar Abu

Berdasarkan hasil praktikum analisis kadar abu tepung daun Mimba

diperoleh hasil bahwa kadar abu daun Mimba adalah sebesar 5,52 %. Hasil ini

relatif mendekati dari hasil uji Syahroni (2011) sebesar 7,16%. Faktor yang

mempengaruhi hal tersebut karena adanya bahan anorganik yang hilang karena

menguap. Menurut Sarifudin dkk. (2015) bahwa hilangnya sebagian bahan

mineral anorganik pembentuk abu di dalam sampel pada saat dipanaskan dalam

tanur listrik akan mempengaruhi kadar abu yang dihasilkan. Perbedaan hasil

tersebut juga bisa dikarenakan daun yang akan digunakan sebagai sampel

memiliki umur yang berbeda, sehingga unsur-unsur yang terkandung didalamnya

juga berbeda. Menurut Liferdi dkk. (2008) bahwa umur adalah salah satu faktor

yang memepengaruhi variasi kombinasi unsur-unsur mineral dalam bahan

makanan yang berasal dari tanaman. Kelemahan analisis kadar abu yaitu terdapat
bahan organik yang hilang dan menguap, contohnya Sulfur yang menguap dan

berikatan dengan H2S yang merupakan gas yang tidak berwarna, berbau dan

beracun. Jaya (2015) menjelaskan bahwa sebagian mineral tertentu yaitu sulfur

dalam sampel daun menguap menjadi gas H2S yang menyebabkan kandungan

mineral di dalam daun berkurang.

Kadar Serat Kasar

Berdasarkan hasil analisis Serat Kasar daun Mimba diperoleh hasil bahwa

kadar kandungan serat kasar daun Mimba yaitu sebesar 20,36%. Hasil ini relatif

diatas dari hasil uji Syahroni (2011) sebesar 18,47%. Aiman dan Astuti (2008)

menjelaskan bahwa hilangnya senyawa organik selain serat kasar seperti

karbohidrat dan protein pada saat perebusan akan mempengaruhi kadar dari serat

kasar. Suhardiman (2015) menyatakan bahwa kadar serat kasar juga dipengaruhi

oleh umur tanaman, semakin tua umur tanaman maka semakin besar kadar serat

kasarnya. Kelemahan dari analisis kadar serat kasar yaitu adanya kandungan serat

kasar seperti hemiselulosa dan lignin yang larut pada saat proses pemasakan

menggunakan H2SO4 0,3 N dan NaOH 1,5 N. Menurut Karim (2014) bahwa

terdapatnya kandungan hemiselulosa dan lignin akibat larut pada proses

perebusan akan mempengaruhi kandungan serat kasar sehingga cenderung

bertambah kadarnya.
Kadar Lemak Kasar

Berdasarkan hasil analisis proksimat tepung daun Mimba diperoleh hasil

bahwa kadar lemak kasar pada tepung daun Mimba sebesar 1,27%. Hasil ini

relatif mendekati dari hasil uji Syahroni (2011) sebesar 2,09%. Hal ini

dipengaruhi adanya vitamin yang larut dalam lemak yaitu vitamin A, D, E dan K

sampel daun Mimba yang ikut larut pada saat proses penyaringan menggunakan

N-hexane. Menurut Aminah dan Hersoelistyorini (2012) bahwa penurunan kadar

lemak dapat disebabkan karena padatan yang hilang yaitu beberapa vitamin A, D,

E, K yang larut saat perendaman. Larutnya klorofil daun pada saat penyaringan

menggunakan N-hexane juga merupakan faktor penyebab rendahnya kadar lemak

kasar daun mimba terhadap literatur. Arfandi dkk. (2013) melaporkan bahwa

klorofil merupakan ester yang mudah larut dalam pelarut organik seperti dietil

eter sehingga larutnya klorofil tersebut menyebabkan kadar lemak daun berubah.

Kelemahan dari analisis kadar lemak yaitu tidak hanya lemak yang larut dalam

pelarut lemak tetapi juga komponen senyawa organik lain yang bukan lemak larut

dalam pelarut lemak sehingga terhitung sebagai lemak, contohnya klorofil dan

vitamin yang larut dalam lemak. Menurut Sartika (2008) bahwa larutnya senyawa

organik yang bukan lemak ke dalam pelarut lemak akan mempengaruhi

perhitungan kadar lemak suatu bahan.

Kadar Protein Kasar

Berdasarkan hasil analisis protein kasar tepung daun mimba diperoleh

hasil bahwa kadar protein kasar pada tepung daun mimba sebesar 9,87%. Hasil ini
relatif dibawah dari hasil uji Syahroni (2011) sebesar 26,24%. Hal ini dipengaruhi

karena umur tanaman yang terlalu tua sehingga mempengaruhi kandungan

protein. Menurut Savitri dkk. (2012) bahwa semakin tua umur suatu tanaman

maka produksi daun menurun, hal ini mempengaruhi kandungan protein suatu

tanaman. Selain umur tanaman yang terlalu tua, perbedaan ini juga disebabkan

oleh rendahnya unsur hara N yang diserap oleh tanaman sehingga kandungan

protein kasarnya lebih rendah. Wati dkk. (2012) menjelaskan bahwa unsur hara N

yang diserap oleh tanaman digunakan untuk pertumbuhan vegetatif dan proses

fotosintesis. Semakin banyak jumlah unsur hara yang diserap oleh tanaman maka

semakin tinggi kandungan protein kasar pada tanaman, begitu juga sebaliknya.

Kelemahan analisis protein kasar yaitu tidak semua N yang terkandung dalam

bahan pakan murni protein, tetapi ada N non protein yang dihitung sebagai

protein, yaitu urea, amonia, nitrat, dan lain-lain. Menurut Budimawaranti (2011)

bahwa pengukuran protein kasar berdasarkan jumlah N yang terkandung dalam

bahan pakan sedangkan tidak semua N bahan pakan dalam bahan pakan adalah

protein, jadi semua semua komponen yang mengandung N dalam bahan pakan

dihitung sebagai protein.

Kadar BETN

Berdasarkan hasil analisis BETN tepung daun mimba diperoleh hasil

bahwa kadar BETN pada tepung daun mimba sebesar 67,95%. Hasil ini relatif

diatas dari hasil uji Syahroni (2011) sebesar 45,77%. Menurut Gazali (2014)
bahwa kadar BETN bergantung pada hasil analisis seperti kadar air, kadar abu,

kadar serat kasar, kadar lemak kasar dan kadar protein kasar.

Kandungan BETN yang relatif tinggi disebabkan karbohidrat yang tinggi

pada bahan pakan. Menurut Dhalika dkk. (2012) bahwa kandungan karbohidrat

yang tinggi pada bahan pakan akan berpengaruh terhadap kandungan serat kasar

dan BETN, hal tersebut dikarenakan serat kasar dan BETN merupakan komponen

dari karbohidrat.
SIMPULAN

Simpulan

Berdasarkan hasil praktikum Ilmu Nutrisi Ternak dapat diambil

kesimpulan bahwa kadar abu dan kadar lemak kasar daun Mimba sama dengan

standar. Kadar air dan kadar protein kasar daun Mimba berada dibawah standar,

sedangkan kadar serat kasar dan dan kadar BETN daun Mimba berada diatas

standar.
DAFTAR PUSTAKA

Aiman, U. dan N. Astuti. 2012. Mikroorganisme selulolitik dari berbagai substrat


peranannya dalam meningkatkan kualitas hijauan makanan ternak. J.
AgriSains. 3 (4): 71-87.

Aminah,S. dan W. Hersoelityorini. 2012. Karakteristik kimia tepung kecambah


Serealia dan kacang-kacangan dengan variasi Blanching. Seminar Hasil-
Hasil Penelitian – LPPM UNIMUS 2012. Hal: 209-217.

Arfandi, A., Ratnawulan dan Y. Darvina. 2013. Proses pembentukan Feofitin


daun Suji sebagai bahan aktif Photosensitizer akibat pemberian variasi
suhu. Pillar Of Phisics. 1 (1): 68-76.

Budimawaranti. 2011. Komposisi dan Nutrisi pada Susu Kedelai. FMIPA UNY,
Yogyakarta.
Dhalika, T., Mansyur dan A. Budiman. 2012. Evaluasi karbohidrat dan lemak
batang tanaman Pisang (Musa paradisia K. Val) hasil fermentasi anaerob
dengan suplementasi Nitrogen dan Sulfur sebagai bahan pakan ternak. J.
Pastura. 2 (2): 97-101.
Gazali, M. 2014. Kandungan Lemak Kasar, Serat Kasar dan BETN Pakan
Berbahan Jerami Padi, Daun Gamal dan Urea Mineral Molases Liquid
dengan Perlakuan Berbeda. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin,
Makassar. (Skripsi)

Jaya, F. T. 2014. Adsorpsi Emisi Gas CO, NO, dan NOx menggunakan Karbon
Aktif dari Limbah Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L.) pada
Kendaraan Bermotor Roda Empat. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Hasanuddin, Makassar. (Skripsi).

Karim, I. I. 2014. Kandungan ADF, NDF, Selulosa, Hemiselulosa, dan Lignin


Silase Pakan Komplit Berbahan Dasar Jerami Padi dan Beberapa Level
Biomassa Murbei (Morus Alba). Fakultas Peternakan. Universitas
Hasanuddin, Makassar. (Skripsi).
Liferdi, R. Purwanto, A. D. Susila, K. Idris dan I. W. Mangku. 2008. Korelasi
kadar kara Fosfor daun dengan produksi tanaman Manggis. J.
Hortikultura. 18 (3): 285-294.

Oktavia, D. A. 2007. Kajian SNI 01-2886-2000 makanan ringan ekstrudat. J.


Standarisasi. 9 (1): 1-9.
Ramadhia, M., S. Kumalaningsih dan I. Santoso. 2012. Pembuatan tepung Lidah
Buaya (Aloe vera L.) dengan metode Foam-Mat Drying. J. Teknologi
Pertanian. 13 (2): 125-137.

Sarifudin, A., R. Ekafitri, D. N. Suharman, dan S. K. D. F. A. Putri. 2015.


Pengaruh penambahan telur pada kandungan proksimat, karakteristik
aktivitas air bebas (Aw) dan tekstural Snack bar berbasis Pisang (Musa
paradisiaca). Agritech. 35 (1): 1-8.

Sartika, R. A. D. 2008. Pengaruh asam lemak jenuh, tidak jenuh dan asam lemak
trans terhadap kesehatan. J. Kesehatan Masyarakat Nasional. 2 (4): 154-
160.

Savitri, M.V., Sudarwati, H., dan Hermanto. 2012. Pengaruh umur pemotongan
terhadap produktivitas gamal (Gliricidia sepium). J. Ilmu-Ilmu Peternakan.
23(2): 25-35.

Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 2007. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian, Edisi Kedua. Liberty, Yogyakarta.

Suhardiman, M. I. 2015. Pengaruh Pupuk Mikoriza Terhadap Kandungan


Selulosa dan Hemiselulosa Rumput Gajah Mini (Penisetum purpureum
Cv. Mott) dan Rumput Benggala (Panicum maximum). Fakultas
Peternakan. Universitas Hasanuddin, Makassar. (Skripsi).

Syahroni, M. Y. 2011. Kecernaan Serat Complete Feed dengan Sumber Protein


Daun Gamal yang Disubstitusi Daun Mimba secara In Vitro. Fakultas
Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. (Skripsi).

Wati, R. Sumarsono dan Surahmanto. 2012. Kadar protein kasar dan serat kasar
Eceng Gondok sebagai sumber daya pakan di perairan yang mendapat
limbah kotoran Itik. J.Animal Agricultural. 1 (1): 181-191.

Anda mungkin juga menyukai