Oleh :
Meliputi derajat keasamaan (pH) (Bouton et al, 1971) daya ikat air (%) dan susut masak
dengan metode Hamm (Soeparno, 1998) dan keempukan (mm) yang diukur dengan alat
penetrometer (Kartika et al, 1988) dengan berat sempel pengujian keempukan sebesar 50 g. nilai
pH nugget diukur dengan pH meter yang telah di kalibrasi dengan buffer pH 7,0 (Bouton et al,
1971). Analisis kadar kolesterol menggunakan metode Liebermann-Burchards (Plummer, 1987)
dengan membandingkan absorbasi larutan kolesterol standar, serta warna dengan metode Hunter
menggunakan alat kromameter dengan ruang warna (color space) dan yang diukur adalah nilai L
yaitu nilai kecerahan.
Pengujian daya mengikat air merupakan pengujian untuk mengetahui seberapa besar
daging tersebut mampu mengikat air bebas. Daya Mengikat Air (DMA) diukur dengan
menggunakan metode penekanan Hamm (T. Suryati, 2006). Selain itu menurut Pearson dan
Young (1971) parameter yang dapat digunakan untuk melihat daya mengikat air pada daging
dapat dilakukan dengan melihat tingkat kelembaban daging, daging yang lembab
mengindikasikan bahwa daya mengikat daging tersebut terhadap air cukup tinggi, sedangkan
daging yang agak kering mengindikasikan daya mengikat daging tersebut telah berkurang, hal ini
biasanya ditandai dengan penampakan warna daging yang agak kehitaman (daging DFD).
Penurunan nilai daya ikat air oleh protein daging, dan pada saat penyegaran kembali
(thawing) daging beku, terjadi kegagalan serabut otot menyerap kembali semua air yang
mengalami translokasi atau keluar pada saat penyimpanan beku (Bratzler et al., 1977 dan Lawrie,
1979). Proses pembekuan juga dapat meningkatkan kerusakan protein daging, sehingga daya ikat
air terhadap protein daging akan semakin lemah, yang akan menyebabkan nilai daya ikat air
(Bhattacharya et al., 1988). Hal ini juga akan terlihat pada banyaknya cairan yang keluar (drip)
pada saat daging beku tersebut di thawing. Semakin tinggi cairan yang keluar dari daging
menunjukkan bahwa nilai daya ikat air oleh protein daging tersebut semakin rendah (Soeparno,
1998). Penurunan nilai daya mengikat air juga dapat meningkatkan nilai susut masak (Jamhari,
2000).
Susut Masak
Nilai susut masak merupakan nilai massa daging yang berkurang setelah proses
pemanasan atau pengolahan masak. Nilai susut masak ini erat kaitannya dengan daya mengikat
air. Semakin tinggi daya mengikat air maka ketika proses pemanasan air dan cairan nutrisipun
akan sedikit yang keluar atau yang terbuang sehingga massa daging yang berkurangpun sedikit.
Menurut Yanti (2008) daging yang mempunyai angka susut masak rendah, memiliki kualitas
yang baik karena kemungkinan keluarnya nutrisi daging selama pemasakan juga rendah. Daging
beku atau disimpan dalam suhu dingin cenderung akan mengalami perubahan protein otot, yang
menyebabkan berkurangnya nilai daya ikat air protein otot dan meningkatnya jumlah cairan yang
keluar (drip) dari daging (Anon dan Calvelo, 1980).
Keempukan
Kadar protein dianalisis menggunakan metode AOAC (1995). Sampel dihitung sebanyak
0,5 sampai 3,0 g lalu dimasukkan ke dalam labu kjeldahl dan didestruksi dengan menggunakan
20 ml asam sulfat pekat dengan pemanasan sampai terjadi larutan berwarna jernih. Larutan hasil
destruksi diencerkan dan didestilasi dengan penambahan 10 ml NaOH 10%. Destilat ditampung
dalam 25 ml larutan H3BO3 3%. Larutan H3BO3 dititrasi dengan larutan HCl standar dengan
menggunakan metal merah sebagai indikator. Hasil titrasi ini total nitrogen dapat diketahui.
Kadar protein sampel dihitung dengan mengalikan total nitrogen dan faktor koreksi.
Kadar Abu
Kadar lemak dianalisis menggunakan metode AOAC (1995). Labu lemak yang
ukurannya sesuai dengan alat ektraksi Soxhlet dikeringkan dalam oven. Kemudian didinginkan
dalam desikator dan ditimbang hingga bobot tetap. Sebanyak lima gram sampel dibungkus
dengan kertas saring, kemudian ditutup dengan kapas wool yang bebas lemak. Kertas saring
yang berisi sampel tersebut dimasukkan dalam alat ektraksi soxhlet, kemudian dipasang alat
kondensor ditasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut lemak (kloroform : etanol, 1:2)
dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran yang digunakan. Selanjutnya
dilakukan refluks minimum lima jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna
jernih. Pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Kemudian labu lemak
yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105C. Selanjutnya didinginkan
dalam desikator dan dilakukan penimbangan hingga diperoleh bobot tetap.
Perubahan yang diamati dalam penelitian ini adalah sifat fisikokimia nygget. Sifak fisik
yang diukur meliputi : daya ikat (%), susut masak (%), dan keempukkan (mm/g/10 detik),
sedangkan sifat kimia yang diukur adalah kadar air (%), protein (%), dan lemak (%). Pengukuran
daya ikat air menggunakan metode Hamm, pengukuran susut masak dilakukan dengan prosedur
kerja mengacu kepada Soeparno, 1998. Uji keempukan dilakukan secara objektif dengan
menggunakan aat pengukur penetrometer dengan prosedur kerja mengacu kepada Muctadi dan
Sugiyono, 1992. Pengukuran kadar air, protein dan lemak menggunakan analisis proksimat
berdasarkan metode AOAC, 1995.
4. Pengujian sifat mikrobiologi pada produk nugget
Uji indicator sanitasi
Pada uji ini mikroba yang dijadikan indicator sanitasi adalah Enterokoki dan
Bifidobacterium. Bifidobacterium merupakan bakteri anaerob yang biasa ditemukan pada produk
unggas. Sedangkan Enterokoki adalah kelompok bakteri yang jarang terdapat pada produk
unggas sehingga dapat dijadikan indicator sanitasi pada produk unggas. Enterokoki juga dapat
bertahan pada pembekuan dan pengeringan sehingga cocok digunakan untuk menguji produk
beku.
Uji yang dilakukan adalah uji mikroba tahan panas (thermofilik) untuk mengetahui
apakah ada mikroba yang masih bertahan hidup setelah penggorengan dan pengovenan. Selain
itu, uji mikroba tahan suhu rendah (psikotrofik) juga perlu di uji untuk mengetahui keberadaan
mikroba yang masih hidup setelah pembekuan
Produk nugget mengalami proses pengolahan dengan panas dan kemudian disimpan
dalam kemasan (beberapa produk dikemas secara vakum). Sehingga perlu diketahui keberadaan
bakteri anaerob yang hidup selama penyimpanan.Pengujian sifat organoleptik meliputi atribut
warna, rasa, tekstur, dan daya terima.