Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan

2.1.1 Definisi Ikan

Menurut Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 pasal 1 ayat 4 mendefinisikan ikan


sebagai organisme yang seluruh atau sebagian siklus hidupnya berada dalam lingkungan
perairan. Sebagai negara archipelago, Indonesia dikelilingi oleh perairan yang melimpah. Hal
ini berimplikasi terhadap melimpahnya pula kekayaan sumber daya alam terhadap hasil
perairan dan salah satunya adalah ikan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian
Kelautan dan Perikanan, memaparkan bahwasanya total estimasi potensi sumber daya ikan di
11 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) menyentuh angka
12,01 juta ton per tahunnya dengan Jumlah Tangkapan Ikan yang Diperbolehkan (JTB)
adalah sebanyak 8,6 juta ton per tahun (kpp.go.id, 2022). Estimasi potensi ini dibagi ke dalam
sembilan kelompok sumber daya ikan yang meliputi 1) Ikan demersal, 2) Ikan karang, 3)
Pelagis kecil, 4) Cumi, 5) Udang penaeid, 6) Lobster, 7) Rajungan, 8) Kepiting, dan 9)
Pelagis besar.

Gambar 1. Ikan di Perairan Laut


Sumber: food.detik.com

Ikan termasuk ke dalam kelompok hewan vertebrata akuatik yakni hewan bertulang
belakang yang memiliki habitat di air, berdarah dingin, serta bernapas menggunakan insang.
Secara sistematik ikan ditempatkan pada Filum Chordata karena menggunakan insang untuk
mengambil oksigen yang terlarut pada air dan sirip yang dipergunakan untuk berenang. Ikan
dapat ditemukan hampir di berbagai jenis perairan dengan struktur fisik yang berbeda-beda,
sehingga demikian berdasarkan habitatnya, ikan dapat dikelompokkan menjadi tiga yakni
ikan air tawar, ikan air laut, dan ikan air payau. Secara umum karakteristik yang dimiliki oleh
ikan adalah tubuhnya ditutupi oleh sisik dan berlendir, memiliki rangka bertulang sejati dan
bertulang rawan, memiliki sirip tunggal atau berpasangan, memiliki operculum (tutup
insang), serta memiliki bagian tubuh yang jelas antara kepala, badan, dan ekor. Ikan memiliki
variasi ukuran dari yang sangat besar seperti hiu sampai yang berukuran sangat kecil seperti
ikan paedocypris progenetica yang umumnya ditemukan di rawa-rawa Pulau Sumatera
(Hanifah, 2022). Selain ukuran, variasi bentuk dari ikan juga beraneka ragam, kebanyakan
ikan memiliki bentuk torpedo dan pipih, namun ada juga bentuk ikan yang tidak beraturan
(Siagian, 2009).

Gambar 2. Ilustrasi Anatomi Ikan Secara Umum


Sumber: freepik.com

2.1.2 Komposisi Ikan

Ikan merupakan salah satu bahan pangan hewani yang diketahui memiliki kandungan
protein yang tinggi. Selain kandungan proteinnya, ikan memiliki kandungan air yang juga
tinggi yakni sekitar 70-80% dari berat dagingnya dengan pH yang mendekati netral (Kaban,
2019). Tingginya kandungan air tersebut yang dipacu pula dengan struktur jaringan ikan yang
lunak menyebabkan ikan sebagai media yang baik dalam pertumbuhan mikroorganisme,
sehingga mudah mengalami pembusukan apabila tidak melewati proses pengawetan.

Komposisi daging ikan dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor biologis dan
faktor eksternal. Faktor biologis mencakup internal dari ikan itu sendiri seperti jenis ikan,
umur ikan, dan sebagainya. Sementara faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari
luar meliputi habitat, musim, dan jenis makanan yang di konsumsi oleh ikan tersebut
(Anjasari, 2010). Ikan memiliki kualitas gizi yang tinggi dan beragam karena mengandung
zat-zat tertentu yang dibutuhkan oleh manusia, seperti protein, lemak, sedikit karbohidrat
berbentuk polisakarida yaitu glikogen, vitamin, dan garam-garam mineral. Protein pada ikan
sangat diperlukan bagi tubuh manusia karena bersifat mudah dicerna dan menyediakan asam
amino esensial serta non esensial (Wijayanti dkk, 2010). Ikan juga mengandung asam-asam
lemak tak jenuh dan kaya akan vitamin A dan vitamin D (Anjasari 2010).

2.1.3 Mutu Ikan

Ikan merupakan salah satu jenis bahan pangan hewani yang sangat mudah membusuk.
Pembusukan terjadi ketika ikan sudah mati karena pada kondisi tersebut reaksi enzimatis
dalam tubuh dan fungsi organ pada ikan sudah tidak bekerja, selanjutnya akan terjadi
aktivitas mikroorganisme pada tubuh ikan tersebut yakni proses dekomposisi yang mengarah
ke pembusukan (Nugraheni, 2010). Mutu atau kualitas dari ikan dapat dilihat dari tingkat
kesegarannya. Adapun kriteria mutu ikan menurut Nugraheni (2010) menvcakup beberapa
aspek seperti kualitas penyimpanan, penampakan dan bau, serta palatabilitas (rasa, tekstur,
penampilan). Menurutnya pula ikan yang segar dan ikan yang bermutu buruk dapat dikaji
dari tanda-tanda berikut.

Tabel 1. Perbedaan Ikan Segar dan Ikan Bermutu Buruk

Indikator Ikan segar Ikan bermutu buruk


Warna kulit Cerah, terang Suram
Sisik Melekat dengan kuat Mudah lepas
Lendir Tidak terdapat lendir di Banyak terdapat lendir di
permukaan badan, jika ada permukaan badan
jumlahnya sedikit
Mata Jernih, tidak suram, melotot Suram, tenggelam ke dalam
tempat mata
Bau Tidak ada tanda-tanda bau Busuk dan asam
busuk
Daging Segar, elastis, apabila Sayu, lemas, tidak mudah
ditekan dengan jari kembali apabila ditekan
bekasnya cepat kembali dengan jari
seperti semula
Kondisi di dalam air Banyak ikan tenggelam Ikan mengapung
2.1.4 Olahan Ikan

Sebagaimana jenis bahan pangan yang lainnya, ikan juga dapat diolah dengan
berbagai metode. Menurut Sinegar, dkk (2016) ada beberapa metode yang dapat dilakukan
pada proses pengolahan ikan yakni sebagai berikut.

a. Merebus atau Mengukus


Merebus merupakan suatu metode yang menggunakan bantuan air sebagai
media untuk mematangkan bahan pangan. Sementara itu mengukus adalah proses
pematangan bahan pangan yang mengandalkan uap panas dari air yang mendidih.
Waktu yang diperlukan untuk merebus atau mengukus ikan tergantung dari ketebalan
ikan. Semakin tebal ikan yang akan diolah maka akan membutuhkan lebih banyak
waktu untuk mematangkannya dengan metode ini dan begitupun sebaliknya.

Gambar 3. Proses Perebusan Ikan


Sumber: bigoven.com

b. Menggoreng
Menggoreng merupakan suatu metode yang menggunakan bantuan minyak
goreng untuk mematangkan bahan pangan. Umumnya indikator matang pada metode
ini adalah ketika ikan di kedua sisi berubah warna menjadi coklat keemasan. Namun,
perlu diingat bahwa penggunaan minyak yang berlebihan pada saat menggoreng ikan

Gambar 4. Proses Penggorengan Ikan


Sumber: dream.co.id
akan menurunkan suhu yang menyebabkan ikan akan menyerap lebih banyak minyak.

c. Memanggang
Memanggang menjadi metode yang cukup digemari karena pada prosesnya
dipergunakan bara api untuk mematangkan ikan. Selain daripada itu, metode ini juga
baik karena kadar protein pada ikan bakar masih terjaga. Adapan secara umum
prosedur kerjanya meliputi 1) Ikan yang sudah dibersihkan terlebih dahulu dipolesi
dengan minyak atau margarin kemudian bisa langsung dipolesi dengan bumbu juga,
2) Setelah itu ikan diletakkan pada pemanggangan. Ikan yang diolah dengan metode
ini akan menghasilkan warna coklat gelap.

Gambar 5. Proses Pemanggangan Ikan


Sumber: haibunda.com

2.2 Teknik Pengawetan

Teknik pengawetan merupakan metode yang diterapkan guna memperpanjang umur


simpan dan kualitas dari bahan pangan alami (Rahmawati, 2022). Pengawetan bertujuan
untuk menghindari pembusukan dengan menghambat pertumbuhan mikroorganisme,
sehingga makanan tidak cepat basi dapa dapat dikonsumsi dalam jangka waktu yang lebih
lama. Pada bahan pangan berupa ikan, teknik pengawetan yang sering digunakan yakni
pendinginan, pembekuan, penggaraman, pengeringan, dan pengasapan.

a. Pendinginan
Pendinginan merupakan salah satu metode yang digunakan dalam pengawetan
ikan dengan cara mendinginkan ikan. Media yang digunakan dalam proses
pendinginan ini bervariasi seperti mendinginkan dengan es, es kering, air dingin,
ataupun udara dingin. Adapun bentuk es yang digunakan pada metode pendinginan ini
adalah es balok, es tabung, es keping tebal, es keeping tipis, dan es halus. Suhu yang
ingin dicapai pun dapat bervariasi dan dapat dilihat pada tabel.

Tabel 2. Suhu dan Masa Simpan Ikan pada Proses Pendinginan

Suhu Masa simpan


16o C 1-2 hari
11o C 3 hari
5o C 5 hari
0o C 14-15 hari
Keunggulan dari proses ini yakni sifat asli ikan masih dapat dipertahankan
terutama jenis ikan seperti ikan tuna, tenggiri, kakap, lemuru, bawal, dan sebagainya.
Selain itu proses ini tergolong cepat, murah, dan efektif untuk meningkatkan daya
simpan ikan. Namun, kendati demikian, efisiensi dari metode ini tetap bergantung
pada tingkat kesegaran ikan sesaat sebelum didinginkan, sehingga sangat penting
untuk dilakukan pengecekan terlebih dahulu terhadap ikan, apakah ikan tersebut
masih dalam kondisi segar atau sebaliknya. Cara pendinginan dengan es batu meliputi
dua cara yakni sebagai berikut.
1. Tumpukan
Pada cara ini, pertama-tama es batu diletakkan di dasar wadah
penyimpanan kurang lebih setinggi 5 cm. Kemudian ikan dicampurkan ke
dalam wadah tersebut dengan es batu. Terakhir pada lapisan ikan teratas,
timbun kembali dengan es sampai setinggi kurang lebih 7 cm dan
kemudian tutup wadah.
2. Berlapis
Cara berlapis hampir mirip dengan tumpukan, hanya saja ikan disusun
secara teratur dengan bagian perutnya menghadap ke bawah agar cairan es
batu yang meleleh tidak tergenang di perut ikan. Selanjutnya pada lapisan
teratas kembali ditimbun dengan es setebal kurang lebih 7 cm.

a. b.

Gambar 6. Pendinginan Ikan dengan Cara a. Bertumpuk, b. Berlapis


Sumber: Modul Program Budidaya Ikan

b. Pembekuan
Metode ini hampir mirip dengan pendinginan karena keduanya sama-sama
memanfaatkan suhu rendah untuk memperpanjang umur simpan ikan. Hanya saja
pada teknik pembekuan suhu yang digunakan jauh lebih rendah dari teknik
pendinginan karena tujuan utama dari teknik ini adalah membekukan seluruh cairan
yang ada di dalam tubuh ikan. Pada prakteknya sebenarnya sangat sulit untuk
membekukan seluruh cairan yang ada dalam tubuh ikan mengingat sebagian cairan
tersebut memiliki titik beku yang berbeda-beda dan sangat rendah. Alat yang
digunakan untuk membekukan ikan disebut freezer.

Anda mungkin juga menyukai