Anda di halaman 1dari 20

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses
kelangsungan hidup manusia. Manusia telah memanfaatkan ikan sebagai bahan
pangan karena ikan mengandung zat gizi berupa protein, lemak, vitamin dan
mineral (Junianto, 2003). Komposisi berat dapat digunakan untuk memperkirakan
atau menghitung berapa bagian dari tubuh ikan yang dapat digunakan sebagai
bahan makanan dan bahan-bahan lainnya. Komposisi berat ikan dipengaruhi oleh
jenis ikan, jenis kelamin, musim penangkapan (Hadiwiyoto, 1993).
Ikan kakap dikenal sebagai ikan yang bernilai jual tinggi. Ikan kakap
kebanyakan diminati oleh masyarakat menengah keatas selain kaya protein
mengkonsumsi ikan kakap juga mampu meningkatkan stamina (Anonymus,
2017). Ikan kakap tergolong dalam jenis ikan dasar. Ikan kakap akan hidup secara
berkelompok dengan habitat disekitar karang ataupun rumpon (Anonymus, 2017).
Rendemen adalah persentase bagian tubuh yang dapat dimanfaatkan yang
kemudian ditimbang beratnya. Setiap perusahaan yang mengolah produk udang
beku selalu menetapkan standar minimal rendemen, jika rendemen yang
diperoleh sesuai dengan standar, maka jumlah produksi yang dihasilkan akan
maksimal dan sedikit bagian yang terbuang. Dengan maksimalnya jumlah
produksi yang dihasilkan, maka keuntungan yang diperkirakan oleh perusahaan
akan tercapai. Rendemen dapat dijadikan sebagai tolok ukur terhadap cara kerja
karyawan yang bekerja lebih efektif, karena pada saat pemotongan kepala
dilakukan dengan cepat dan rendemen yang dihasilkan sesuai dengan standar
minimal yang ditetapkan. Dengan sedikitnya bagian daging yang terbuang maka
kerugian akan diminimalisir (Hafiluddin dkk, 2014). Dengan memperhatikan hal
tersebut, maka pada karya ilmiah praktik akhir ini penulis mengambil judul tentang
“STUDI TENTANG HUBUNGAN BERAT IKAN TERHADAP RENDEMEN DAN
PRODUKTIFITAS KARYAWAN FILLET KAKAP (Lutjanus sp.) BEKU DI PT.
TRIDAYA ERAMINA BAHARI, MUARA BARU-JAKARTA UTARA”

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pelaksanaan Praktik Akhir ini adalah:
1) Mengetahui alur proses pengolahan Fillet Kakap beku.
2) Mengetahui mutu bahan baku dan produk akhir pada pengolahan
Fillet Kakap beku
3) Mengetahui penerapan rantai dingin pada setiap tahapan alur
proses
2

4) Mengetahui hubungan antara ukuran ikan terhadap rendemen


produk akhir Fillet Kakap beku.
5) Mengetahui hubungan antara usia, masa kerja dan tingkat
pendidikan terhadap produtifitas tenaga kerja produk akhir Fillet Kakap
beku.

1.3 Batasan Masalah


1) Pengamatan alur proses pengolahan Fillet Kakap (lutjanus sp)
Beku dari penerimaan bahan baku sampai dengan penyimpanan di dalam
Cold storage.
2) Pengamatan mutu bahan baku seperti ALT dan produk akhir
melalui pengujian organoleptik dan mikrobiologi (ALT, E.coli dan
Salmonella)
3) Mengamati penerapan rantai dingin pada setiap tahapan alur
proses. pengamatan meliputi suhu ikan (penerimaan bahan baku sampai
penyimpanan), suhu air dan suhu ruang
4) Mengetahui hubungan antara ukuran ikan terhadap rendemen
produk akhir Fillet Kakap Beku pada tahap fillet dan perapihan
5) Mengetahui hubungan usia, masa kerja dan tingkat pendidikan ikan
terhadap produktifitas tenaga kerja pada produk akhir Fillet Kakap Beku
pada tahap fillet dan perapihan
3

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Taksonomi Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.)

2.1.1 Klasifikasi Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.)


Klasifikasi dari ikan kakap merah menurut (Said, 2007) adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Sub Kingdom : Metazoa
Phylum : Chordata
Sub Phylum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Sub Ordo : Peroidea
Famili : Lutjanidae
Genus : Lutjanus
Species : Malabaricus, Ruselli, Fulvilamma, Lutjanus, Vita,
Lineolatus, Decussatus.

Gambar 1. Ikan kakap merah (Lutjanus Sp)


Sumber : Kordi dan Gufran,1997

2.1.2 Morfologi Ikan kakap merah (Lutjanus sp.)


Ikan ini mempunyai sirip punggung berjari-jari keras, kuat dan kaku, atau
jari-jari sirip yang mengeras dan liat, duri sirip punggung hampir terpisah antara
sirip punggung depan dan belakang, jari-jari siripnya terdiri dari 7-13 jari-jari sirip
punggung depan dan satu jari-jari sirip keras punggung belakang dan selebihnya
adalah sirip lunak 9-15 buah, 3 jari-jari keras sirip dubur dan 6-17 sirip lunak.
4

Gurat sisi berlanjut, sirip ekor membulat dan bersisik ktenoid, tulang
rahang atas melewati mata sebelah belakang sedangkan rahang bawahnya lebih
menonjol ke depan dari rahang diatasnya, bentuk kepala tirus ke depan berwarna
perak keabu-abuan atau biru kehijauan (ikan dewasa), pada waktu masih burayak
(umur 1-3 bulan) warnanya gelap, kemudian menjadi terang setelah berumur 3-5
bulan (gelondong). Pada bagian rahang atas meupun bawah bergigi kecil dan
tajam ini menandakan bahwa ikan ini ikan buas.(Kordi dan Gufran,1997)

2.1.3 Komposisi Kimia Ikan Kakap (Lutjanus sp.)


Komposisi kimia ikan kakap. Nilai proksimat ikan kakap bisa dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 1. Nilai proksimat ikan kakap

Nama Spesies Kadar Kadar Kadar Mineral/ Karbohidrat


lokasi air (%) protein lemak
Abu
kasar (%)
(%)
Kakap Lutjanus 75,4 20,1 3,1 1,2 0,2
putih calcalifer

Kakap Lutjanus 75,5 20,8 2,3 1,3 0,1


merah malabaricu
s
Sumber : (Nurjanah dkk, 2011)

2.2 Proses Pengolahan Fillet Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) Beku

2.2.1 Penanganan dan Pengolahan Fillet Kakap Merah Beku


Cara penanganan dan pengolahan fillet kakap merah beku (SNI 01-
2696.1-2006) :
1) Penerimaan
Bahan baku yang diterima di unit pengolahan diuji secara organoleptik dan
dilakukan verifikasi bakteri patogen dan parasit. Penanganan dilakukan secara
cepat, cermat dan saniter dengan suhu produk mencapai suhu 4,4 °C atau lebih
rendah untuk bahan baku segar dan maksimal -18 °C. Bahan baku diidentifikasi
dan diberi kode untuk kemudahan dalam penelusuran (traceability) dan
dipertahankan sampai tahapan produk akhir.
2) Sortasi 1
Ikan dipisahkan berdasarkan jenis, mutu dan ukuran. Sortasi harus
dilakukan dengan cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat produk maksimal
5

5˚C. Tujuan sortasi adalah mendapatkan mutu, ukuran dan jenis yang sesuai
serta bebas dari kontaminasi bakteri patogen

.
3) Penyiangan
Ikan disiangi untuk dibuang sisik dan isi perut. Penyiangan harus dilakukan
dengan cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat produk maksimal 5˚C.
Tujuan penyiangan adalah mendapat ikan yang bersih dari sisik dan isi perut.
4) Pencucian 1
Ikan dicuci dengan air bersih dan dingin. Pencucian harus dilakukan
dengan cepat, cermat dan saniter, dengan tetap menjaga suhu pusat produk
maksimal 5˚C. Sehingga didapat ikan yang bersih dari kotoran yang menempel
pada ikan.
5) Pemfiletan
Ikan difillet secara cepat, cermat dan saniter dengan tetap menjaga suhu
pusat produk maksimal 5˚C. Tujuan pemfilletan adalah mendapatkan ikan yang
bersih dan sesuai ukuran yang diperlukan serta bebas dari bakteri patogen.
6) Perapihan
Fillet ikan kakap kemudian dirapihkan dengan cara memotong daging
perut dan membuang tulang yang masih tersisa secara cepat, cermat dan saniter
dengan tetap menjaga suhu pusat produk maksimal 5˚C. Tujuannya adalah
mendapatkan fillet ikan yang bersih dan rapi.
7) Pencucian 2
Fillet ikan kemudian dicuci dengan air bersih dan dingin. Pencucian harus
dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dengan tetap menjaga suhu pusat
produk maksimal 5˚C. Tujuannya adalah mendapatkan fillet kakap yang bersih.
8) Sortasi 2
Fillet ikan kakap kemudian dipisahkan berdasarkan ukuran. Sortasi harus
dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dengan tetap menjaga suhu pusat
produk maksimal 5˚C. Tujuannya adalah mendapatkan fillet yang sesuai dengan
ukuran dan terhindar dari bakteri patogen.
9) Penimbangan
Fillet kemudian ditimbang satu per satu untuk mengetahui beratnya
dengan menggunakan timbangan yang telah dikalibrasi. Penimbangan harus
dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dengan tetap menjaga suhu pusat
6

produk maksimal 5˚C. Tujuan penimbangan adalah mendapatkan berat fillet ikan
yang sesuai ukuran yang telah ditentukan.
10) Penyusunan dalam pan
Fillet ikan kakap kemudian disusun dalam pan yang telah dilapisi plastik
satu per satu. Proses penyusunan harus dilakukan secara cepat, cermat dan
saniter dengan tetap menjaga suhu pusat produk maksimal 5˚C.Tujuannya adalah
mendapatkan bentuk fillet ikan yang rapi.
11) Pembekuan
Fillet ikan kakap dibekukan dengan metoda pembekuan cepat, hingga
suhu pusat ikan mencapai maksimal –18˚C. Tujuannya adalah mendapatkan fillet
kakap dengan suhu pusat maksimal – 18˚C secara cepat.
12) Penggelasan
Fillet ikan kakap merah yang telah dibekukan kemudian disemprot dengan
air dingin pada suhu 0–1˚C. Proses penggelasan harus dilakukan dengan cepat,
cermat, dan saniter. Tujuannya adalah mendapatkan produk fillet ikan kakap
merah beku dengan lapisan es bening secara merata agar tidak terjadi dehidrasi
pada daging ikan saat penyimpanan.
13) Pengepakan
Fillet kemudian dibungkus plastik secara individual dan dimasukan dalam
master karton sesuai dengan label. Pengepakan harus dilakukan secara cepat,
cermat dan saniter. Tujuan pengepakan adalah melindungi produk dari
kontaminasi dan kerusakan selama transportasi.

2.3 Mutu Ikan Kakap Merah


2.3.1 Diskripsi Mutu Fillet Ikan Kakap Merah Beku (SNI 01-2696.1-2006)
Syarat bahan baku dalam proses pengolahan fillet kakap beku sesuai
dengan (SNI 01-2696.2-2006), yaitu bahan baku bersih, bebas dari setiap bau
yang menandakan pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan,
bebas dari sifat-sifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak
membahayakan kesehatan.
Secara organoleptik bahan baku mempunyai karasteristik kesegaran
sekurang-kurangnya sebagai berikut :
1) Kenampakan utuh sedikit cacat, mata cerah, cemerlang;
2) Bau segar spesifik jenis;
3) Tekstur elastis , padat dan kompak;
Tabel 2. Syarat mutu dan keamanan fillet ikan kakap beku
7

Jenis Uji Satuan Persyaratan


1. Organoleptik - Minimal 7 (skor 1-9)
2. Cemaran mikroba *
- ALT Koloni/g 5,0 x 105
- Escherichia coli APM/g <3
- Salmonella Negatif/25 g
- Vibrio cholera
- Vibrio Negatif/25 g
parahaemolyticus <3
3. Cemaran logam *
- Arsen (As) mg/kg Maks. 1,0
- Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,1
mg/kg Maks. 0,5**
- Merkuri (Hg)
mg/kg Maks. 0,5
- Timah (Sn) mg/kg Maks. 1,0**
- Timbal (Pb) mg/kg Maks. 40,0
mg/kg Maks. 0,3
mg/kg Maks. 0,4**
4. Kimia*
- Histamin*** mg/kg Maks 100
5. Residu kimia*
 Kloramfenikol**** - Tidak boleh ada
 Malachite green dan - Tidak boleh ada
leuchomalachite green****
 Nitrofuran (SEM, - Tidak boleh ada
AHD, AOZ, AMOZ)****
6. Racun Hayati*
- Ciguatoksin***** - Tidak terdeteksi
7. Parasit* - Tidak boleh ada
CATATAN: * Bila diperlukan
** untuk ikan predator
*** untuk ikan scrombroidae (scrombroid), clupeidae, pomatomidae
coryphaenedae
**** untuk ikan hasil budidaya
***** untuk ikan karang

2.3.2 Kemunduran Mutu Ikan


Menurut (Murniati dan Sunarman, 2000) Ikan ditangkap akan segera
membusuk. Kecepatan membusuknya dipengaruhi oleh beberapa faktor :
1) Cara penangkapan, Ikan yang ditangkap dengan payang, trawl, pole-and-
line dsb, akan lebih baik keadaannya bila dibandingkan dengan yang
ditangkap dengan gill net, longline dsb. Pada alat-alat yang pertama (payang
8

dsb.) ikan yang tertangkap segera ditarik di atas dek, sedangkan pada alat-
alat yang kedua ikan yang tertangkap dan mati dibiarkan agak lama terendam
di dalam air sehingga keadaannya sudah kurang baik sewaktu dinaikkan ke
atas dek.
2) Reaksi ikan menghadupi kematiannya. Ikan-ikan yang dalam hidupnya
bergerak cepat seperti longkol, tengiri, cucut, biasanya meronta kuat bila
terkena alat penangkap, dan akibatnya banyak kehilangan tenaga, cepat
mati, rigor mortis cepat terjadi dan cepat pula berakhir, Ini berarti bahwa ia
cepat pula membusuk. Berbeda dengan misalnya ikan bawal, ia tidak banyak
reaksi terhadap alat penangkap; bahkan kadang-kadang ia masih hidup
ketika naik ke atas dek, jadi masih banyak simpanan tenaga. Akibatnya, ia
lama memasuki rigor mortis dan lama pula dalam keadaan rigor; berarti
pembusukan padanya berlangsung terlambat.
3) Jenis dan ukuran ikan. Kecepatan pembusukan berbeda pada tiap jenis
ikan karena perbedaan komposisi kimianya. Ikan-ikan yang kecil membusuk
lebih cepat dari pada ikan yang lebih besar.
4) Keadaan fisik sebelum tertangkap. Ikan yang kondisi fisiknya lemah,
misalnya ikan yang sakit, lapar atau habis bertelur, akan lebih cepat
membusuk.
5) Keadaan cuaca. Keadaan udara yang panas, berawan, atau hujan, laut
yang banyak bergelombang, mempercepat pembusukan.
6) Cara penanganan dan penyimpanan. Jika ikan yang dalam keadaan rigor
diperlakukan dengan kasar misalnya ditumpuk terlalu banyak, terlempar,
terkena benturan, terinjak, terlipat (dibengkokkan atau diluruskan) dsb,
pembusukan akan berlangsung lebih cepat. Pembusukan dapat diperlambat
jika ikan disiangi dan disimpan pada suhu yang cukup rendah.

2.3.3 Proses Kemunduran Mutu Ikan


1) Proses Kemunduran Mutu Secara Autolysis
Autolisis adalah proses penguraian protein dan lemak oleh enzim
(protease dan lipase) yang terdapat dalam daging ikan. Kerusakan ikan yang
disebabkan oleh autolisis nyata akan tampak padaa perubahan cita rasa, tekstur
dan kenampakan (Murniyati dan Sunarman, 2000). Proses penurunan mutu
secara autolisis (enzymatik, self digestion) berlangsung sebagai aksi kegiatan
enzim yang mengurangi senyawa kimia pada jaringan tubuh ikan. Enzim bertindak
sebagai katalisator yang menjadi pendorong dan motor segala perubahan
senyawa biologis yang terdapat pada ikan, baik perubahan yang sifatnya
membangun sel dan jaringan tubuh, maupun yang merombaknya. Segera setelah
ikan mati, seluruh sistem tata tertib enzimatik yang tadinya mengatur ikan hidup,
9

akan berantakan. Setiap enzim bereaksi semaunya menurut fungsinya yang


berakibat jaringan dan organ ikan berubah menjadi busuk (Ilyas, 1983).
2) Proses Kemunduran Secara Bakteriologi
Kerusakan mikrobiologi disebabkan karena aktivitas mikroba, terutama
bakteri. Pertumbuhan mikroba dalam memenuhi kebutuhan hidupnya,
memerlukan energi yang dapat diperoleh dari substrat tempat hidupnya. Daging
ikan merupakan substrat yang baik untuk bakteri karena dapat menyediakan
senyawa-senyawa yang dapat menjadi sumber nitrogen, sumber karbon, dan
kebutuhan-kebutuhan nutrien lainnya untuk kebutuhan hidupnya (Hadiwiyoto,
1993).
Mikroba yang paling berperan dan dominan pada kerusakan atau
pembusukan ikan adalah bakteri. Bakteri telah ada sewaktu ikan masih hidup,
yaitu pada insang, ginjal, kotoran dan permukaan tubuhnya. Saat ikan masih
hidup, bakteri tidak menyerang daging ikan karena ikan mempunyai ketahanan
sementara kebutuhan bakteri untuk hidupnya telah terpenuhi dari lingkungannya
tetapi setelah ikan mati, daging ikan `kehilangan ketahanannya dan kebutuhan
bakteri tidak lagi dapat dipenuhi dari lingkungannya maka bakteri akan
menggunakan daging untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan populasinya
segera berkembang cepat sehingga mempercepat kerusakan ikan.
Perkembangan bakteri bermula dari insang dan ginjalnya, kemudian menyerang
kulit dan peritoniumnya. Keadaan tertentu perkembangan bakteri dan juga
autolisis akan menyebabkan ikan menjadi busuk (Hadiwiyoto, 1993).
3) Proses Kemunduran Mutu Secara Kmiawi
Proses kemunduran mutu ikan sewcara kimiawiterjadi karena semua
komponen senyawa kimia yang terdapat didalam tubuh ikan terurai menjadi
metabolit – metabolit sedeehana. Proses perubahan pada ikan dapat juga terjadi
karena proses oksidasi lemak. Meskipun tidak berpengaruh terhadap kesehatan,
bau ini sangat merugikan proses pengolahan maupun prengawetan karena dapat
menurunkan mutu dan daya jualnya (Junianto, 2003).
Rupa ikan dan daging berubah ke arah coklatt kusam. Cara mencegah
proses oksidasi adalah dengan ikan hasil tangkapan segera diturunkan suhunya
hingga menjadi 0oC dengan cara memberikan es untuk mempertahankan mutu
ikan hasil tangkapan hingga didaratkan (Nurjanah et.al., 2004).

2.4 Rendemen
Komposisi berat ikan diartikan sebagai berat masing-masing bagian
(organ) tubuh ikan, pada umumnya dinyatakan sebagai persentase terhadap
10

seluruh tubuh ikan. Komposisi berat penting untuk diketahui, karena tidak semua
ikan dapat dimakan, tetapi mungkin dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak,
obat-obatan dan lain sebagainya. Bagian tubuh ikan yang dapat dimakan dan
yang tidak dapat dimakan di dalam praktek pengolahan sering kali tidak berguna,
disebabkan kadang-kadang tidak mungkin mengadakan preparasi secara
sempurna sehingga bagian yang dapat dimakan saja yang terolah.
Komposisi berat dapat digunakan untuk memperkirakan atau menghitung
berapa bagian dari tubuh ikan yang dapat digunakan sebagai makanan.
Komposisi berat ikan dipengaruhi oleh jenis ikan, jenis kelamin, musim
penangkapan. Disamping itu, untuk mendapatkan bagian-bagian atau organ-
organ ikan tidak dipisahkan secara anatomis, melainkan dipisahkan dengan cara
praktis untuk keperluan pengolahan (Hadiwiyoto, 1993)
2.4.1 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Rendemen
Faktor-faktor yang mempengaruhi rendemen sebagai berikut (Hadiwiyoto,
1993):
1) Ukuran ikan
Ikan yang berukuran kecil mempunyai daging yang sedikit sehingga
rendemen akhir akan didapatkan kecil dibandingkan dengan ikan yang berukuran
besar yang mempunyai daging yang lebih banyak dan mempunyai rendemen
akhir yang besar pula, hal ini disebabkan karena semakin besar ukuran ikan maka
kekenyalan daging sangat mempengaruhi dalam pemfilletan ikan.
2) Kesegaran ikan
Dalam penetuan persentase rendemen, faktor kesegaran merupakan
faktor utama, semakin segar bahan baku, maka semakin mudah dikerjakan
karena daging lebih banyak dan tidak lengket pada tulang dan lebih kenyal,
sehingga persentase yang diperoleh lebih tinggi.
3) Keahlian pekerja
Faktor keahlian pekerja juga mempengaruhi besar kecilnya persentase
fillet yang dihasilkan. Keterampilan karyawan dapat terwujud apabila karyawan
telah mempunyai pengalaman yang cukup, ketekunan dan ketelitian bekerja,
dimana pekerja yang ahli akan menghasilkan rendemen yang lebih besar

2.5 Produktivitas
Produktifitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai (keluaran)
dengan keseluruhan sumber daya (masukan) yang dipergunakan per satuan
waktu, definisi ini mengandung cara atau metode pengukuran, walaupun secara
teori dapat dilakukan tetapi secara praktek sukar dilakukan, dikarenakan sumber
11

daya masaukan yang dipergunakan umumnya terdiri dari banyak macam dengan
proporsi yang berbeda.

2.5.1 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Produktifitas


Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat produktifitas tenaga kerja
adalah sebagai berikut (Ravianto, 1986) :

1) Jenis Kelamin

Faktor jenis kelamin ikut menentukan tingkat partsipasi dan produktivitas


seseorang dalam bekerja. Tenaga kerja pada dasarnya tidak dapat dibedakan
berdasarkan pada jenis kelamin. Tetapi pada umumnya laki-laki akan lebih
produktif untuk pekerjaan yang mengandalkan kekuatan fisik. Seperti pada
industri kecil kerupuk sanjai tenaga kerja laki-laki lebih dibutuhkan karena pada
industri ini mengandalkan kekuatan fisik.

2) Umur

Faktor umur seseorang ikut menentukan tingkat partisipasi kerjanya dalam


mencari nafkah. Makin bertambah usia seseorang makin bertambah pula
partisipasinya tetapi akan menurun pula pada usia tertentu sejalan dengan faktor
kekuatan fisik yang makin menurun pula. Faktor usia akan sangat berpengaruh
pada pekerjaan yang sangat mengandalkan kekuatan dan kemampuan fisik ten
kerja. Seperti tenaga kerja kerupuk sanjai, usia akan sangat mempengaruhi
produktivitas kerjanya karena lebih dominan mengandalkan kekuatan fisik.

3) Tingkat Pendidikan

Semakin tinggi pendidikan seseorang maka pikiran, wawasan serta


pandangannya akan semakin luas sehingga dapat berfikir lebih baik dan cepat
sehingga output yang dihasilkan akan bernilai lebih tinggi. Selain itu,
keterampilan seseorang juga memegang peranan penting dalam meningkatkan
produktivitas. Keterampilan berkembang melalui dan di dalam pekerjaan, dimana
keterampilan dapat ditingkatkan melalui latihan.

4) Pengalaman Kerja

Pengalaman dalam pekerjaan industri kecil kerupuk sanjai pada umumnya


meningkatkan kemampuan kerja seseorang. Pengalaman kerja dapat
menggambarkan tingkat penguasaan seseorang terhadap sesuatu pekerjaan,
yang ada pada akhirnya menjadi ahli dibidangnya atau dengan kata lain menjadi
12

spesialisasi. Dengan demikian, kesempatan memasuki lapangan pekerjaan untuk


orang yang lebih berpengalaman akan lebih besar.

5) Tingkat Upah

Upah merupakan salah satu alat motivator untuk meningkatkan produktivitas


kerja karena upah merupakan imbalan yang akan diterima seseorang setelah
bekerja, makin tinggi upah akan membuat karyawan meningkatkan
produktivitas kerjanya.

3. METODE PRAKTIK

3.1. Waktu dan Tempat


Praktik Akhir ini dilaksanakan mulai tanggal 19 Februari sampai dengan 19
Mei 2018 bertempat di PT. Tridaya Eramina Bahari, Muara Baru, Jakarta Utara

3.2. Alat dan Bahan


3.2.1. Alat
Alat yang digunakan untuk menghitung produktivitas meliputi, Stopwatch,
kalkulator, buku dan alat tulis, timbangan, dan thermometer digital untuk
mengukur suhu pusat ikan, serta peralatan-peralatan yang tersedia selama
proses produksi diperusahaan seperti: keranjang plastik, bak pencucian, dan lain-
lain. Alat yang digunakan untuk uji organoleptik adalah scoresheet penilaian
organoleptik pada bahan baku (ikan kakap) dan penilaian organoleptik untuk
produk akhir (fillet kakap beku) serta panelis sebagai penilaian mutu organoleptik.
Alat-alat untuk pengujian meliputi alat untuk pengujian (ALT, E coli,
Salmonella) dan alat-alat pembantu dalam proses pengujian lainnya.

3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan adalah bahan baku yang dipakai dalam proses
pengolahan yaitu ikan kakap merah (Lutjanus sp.) segar, serta bahan pembantu
lainya seperti air dan es.

3.3 Metode Pengumpulan Data


3.3.1 Metode pengumpulan data primer
Data primer merupakan data yang diambil secara langsung terhadap alur
proses penanganan dan pengolahan fillet kakap merah (Lutjanus Sp.) beku,
pengamatan di perusahaan, dan secara spesifik membahas rendemen.

3.3.2 Metode pengumpulan data sekunder


13

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara mencatat data yang


menjadi arsip perusahaan seperti hasil pengujian mikrobiologi (ALT, Ecoli,
Salmonella) bahan baku dan produk akhir, struktur organisasi dan keadaan umum
perusahaan meliputi lokasi, tata letak, sejarah dan perkembangan perusahaan,
serta studi literatur dari berbagai tulisan yang berkaitan dengan permasalahan
praktik.

3.4 Metode Kerja


3.4.1 Pengamatan alur proses fillet ikan kakap merah (Lutjanus Sp.) beku
Proses pengolahan fillet Kakap merah beku ini dilakukan sesuai dengan
SNI fillet ikan Kakap merah beku (SNI 01-2696.1-2006). Pengamatan alur
prosesnya dimulai dari penerimaan bahan baku hingga produk akhir, untuk
mengetahui skema pengamatan pada masing-masing tahapan alur proses dapat
dilihat pada Tabel 3.

No Tahapan Proses Pengamatan Alat Frekuensi


1. Penerimaan - suhu - scoresheet 6 kali
bahan baku - berat awal bahan -thermometer pengamatan
baku digital dengan 2
-mutu saat - timbangan pengulangan
penerimaan bahan
baku (Mikro Alt, e.
coli, Salmonella)

2. Sortasi 1 - suhu ikan - thermometer 6 kali


- proses Sortasi digital pengamatan
- hasil sortasi - timbangan dengan 2
kali
pengulangan

3 Penyiangan - suhu ikan -thermometer 6 kali


digital pengamatan
dengan 2
kali
pengulangan

4 Pencucian 1 - suhu air -thermometer 6 kali


- suhu ikan digital pengamatan
- proses pencucian
14

dengan 2
kali
pengulangan

5 Pemfilletan - suhu ikan - thermometer 30 kali


- suhu ruangan digital pengamatan
- proses -thermohygrometer dengan 2
pemfilletan - pisau kali
- rendemen setelah - timbangan pengulangan
di fillet - stopwatch
- produktifitas
6 Perapihan - suhu ikan - thermometer 30 kali
- suhu ruangan digital pengamatan
- proses perapihan -thermohygrometer dengan 2
- rendemen setelah - timbangan kali
perapihan - stopwatch
pengulangan
-produktifitas
7 Pencucian 2 - suhu air - thermometer 6 kali
- suhu ikan digital pengamatan
- proses pencucian dengan 2
kali
pengulangan
8 Sortasi 2 - suhu ikan - thermometer 6 kali
- proses sortasi digital pengamatan
dengan 2
kali
pengulangan
9 Penimbangan 2 - berat ikan - 6 kali
- suhu ikan thermometer pengamatan
-proses digital dengan 2
penimbangan kali
pengulangan
10 Penyusunan -suhu ikan - 6 kali
dalam pan - proses thermometer pengamatan
penyusunan digital dengan 2
kali
pengulangan
11 Pembekuan - suhu produk - thermocouple 6 kali
pengamatan
dengan 2
kali
pengulangan
12 Penggelasan - suhu air - 6 kali
-proses thermometer pengamatan
penggelasan digital dengan 2
kali
pengulangan
13 Packing - proses packing - 6 kali
- bahan pengemas thermohygrometer pengamatan
15

- suhu ruangan dengan 2


kali
pengulangan

3.4.2 Pengujian mutu bahan baku dan produk akhir


1) Pengujian organoleptik
Pengujian akan mutu ikan dilakukan dengan uji organoleptik dimana
pengamatan dengan menggunakan panca indra sebagai alat penentu dalam
penentuan nilai. Pengujian ini dilakukan pada saat bahan baku ikan datang
dengan menggunakan alat bantu score sheet ikan segar dan ikan beku. Pengujian
organoleptik dilakukan berdasarkan SNI 2729-2013 dengan cara memberikan nilai
pada lembar penilaian jumlah panelis enam.
Penilain sensori produk akhir dilakukan oleh enam panelis terhadap
kenampakan lapisan es, pengeringan (dehidrasi), dan perubahan warna
(diskolorisasi). Pengujian organoleptik produk akhir sesuai SNI 01-2696.1-2006.
Pengujian organoleptik dilakukan dengan metode skoring test. Skala angka
dicantumkan dalam scoresheet organoleptik yang kemudian panelis langsung
memberikan penilaian terhadap score sheet tersebut.

P(x + 1,96.s/ √n )) ≤ μ ≤(x − (1,96.s/ √n )) ≅


95%

X́ =
∑ Xi
i −1
n
x1
¿
¿
S2 = n
Keterangan : n = adalah banyaknya panelis;
¿ ∑
S2 = adalah keragamani−1nilai mutu;
¿
1,96 = adalah koefisien standar deviasi pada taraf 95%;
X́ = adalah nilai mutu rata-rata;
X i = adalah nilai mutu dari panelis ke i, dimana i = 1,2,3......n;
S = adalah simpangan baku nilai mutu.
P = adalah Nilai organoleptik

2) Pengujian mikrobiologi (ALT, Salmonella, dan E.coli)


Pengujian mutu mikrobiologi dilakukan terhadap bahan baku dan produk
akhir dengan mengambil beberapa sampel secara acak dan dilakukan pengujian
dilakukan sesuai dengan SNI 2332.3.2015. Pengujian E Coli dilakukan sesuai
16

dengan SNI 01-2332.1.2015. dan pengujian Salmonella dilakukan sesuai dengan


SNI ISO 6579:2015. Pengujian dilakukan dengan mengirimkan satu sampel ke
Laboratorium Balai Pengujian Mutu Pengolahan Hasil Perikanan dan Kelautan
DKI jakarta dan hasil akhir yang didapatkan adalah nilai rata-rata mikrobiologi dari
masing-masing sampel.

3.4.3 Pengamatan Suhu


1) Suhu Ikan/Produk
Pengamatan suhu produk pada proses pengolahan kerapu fillet beku
dilakukan pada tahap-tahap tertentu. Pada penerimaan bahan baku, suhu di ukur
dengan menggunakan thermometer dengan menusukkan hingga titik pusat
thermalnya melalui bagian punggung ikan (untuk bahan baku), dan dengan
menusukkan ketitik pusat daging pada produk akhir (kerapu fillet beku).
Pengamatan suhu produk dilakukan 6 kali dan pengulangan 2 kali dalam kurung
waktu 3 (tiga) bulan praktik.

2) Suhu Air
Pengamatan suhu produk pada proses pengolahan kerapu fillet beku
dilakukan pada tahap-tahap tertentu seperti pada proses pencucian ikan ketika
ikan diterima. Suhu air yang berkontak langsung dengan ikan diupayakan < 100C.
Pengamatan suhu air dilakukan 6 kali dan pengulangan 2 kali dalam kurung waktu
3 (tiga) bulan praktik.
3) Suhu Ruang
Suhu ruangan sangat berpengaruh terhadap mutu hasil pengolah ikan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu dan waktu penyimpanan berpengaruh
terhadap pertumbuhan bakteri dan fungi pada ikan. Suhu beku (-6 0C) dan suhu
dingin (100C) penyimpanan selama 24 jam dapat menghambat pertumbuhan
bakteri dan fungi (Siburian dkk, 2012). Pengamatan suhu ruang dilakukan 6 kali
dan pengulangan 3 kali dalam kurung waktu 2 (dua) bulan praktik. Umumnya
pengamatan dilakukan pada semua ruangan UPI yang melibatkan proses

3.4.4 Pengamatan rendemen


Mengetahui rendemen fillet ikan kakap dilakukan penimbang berat ikan
kakap pada tahap pemfilletan dan perapihan. Rendemen diamati menggunakan
perbandingan ukuran ikan yang digolongkan pada kisaran 1 kg, 2 kg, 3 kg, 4 kg,
dan 5 kg. Perhitungan rendemen dilakukan sebanyak 30 kali pengamatan dan 2
kali pengulangan.
Perhitungan rendemen menggunakan rumus :

Rendemen =
Berat akhir
X 100
Berat awal
17

3.4.5 Pengamatan Produktifitas


Perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui efektifitas waktu antar tenaga
kerja satu dengan yang lain. Beberapa faktor yang dapat menjadi pembeda
produktifitas tenaga kerja adalah :
1) Usia Pekerja
Dilakukan pada pengamatan pemfilletan dan perapihan, usia pekerja
digolongkan pada kisaran umur 21-25 tahun, 26-30 tahun, 31-35 tahun, 36-40
tahun dan >40 tahun.
2) Masa Kerja
Dilakukan pada pengamatan pemfilletan dan perapihan, dilakukan pada
tenaga kerja yang lama masa kerjanya adalah 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun dan 4
tahun.

3) Pendidikan Karyawan
Dilakukan pada pengamatan pemfilletan dan perapihan, Pendidikan
tenaga kerja digolongkan dari Pendidikan Sekolah Dasar (SD), SMP dan SMA
atau sederajatnya.
Perhitungan produktifitas dilakukan pada tahapan pemfilletan dan
perapihan, dilakukan 30 kali pengamatan dengan 2 kali pengulangan. Diketahui
rumus perhitungan produktifitas adalah sebagai berikut :

Jumlah hasil produksi


Produktivitas tenaga kerja=
waktu
satuan
orang

3.5 Metode Analisis Data


Analisis deskriptif yaitu penyajian dilakukan dengan menjelaskan hal-hal
yang diamati penulis selama praktek sesuai dengan batasan masalah kemudian
dianalisis dan diolah yang selanjutnya dikaji dengan referensi yang ada sesuai
dengan tujuan dan batasan masalah yang telah ditetapkan. Sekaligus melukiskan
secara sistematis fakta tertentu dengan faktual dan cermat.
Analisis komparatif yaitu analisis yang membandingkan hasil pengamatan
secara kuantitatif (secara pasti) yang selanjutnya dikaitkan dengan literatur,
narasumber ataupun dengan pengamatan lain yang serupa, apakah terdapat
18

kesamaan atau perbedaan hasil pengamatan dengan bahan perbandingan


tersebut. Data yang telah diperoleh kemudian diolah, untuk selanjutnya dievaluasi
dan dirangkum.
Dengan melakukan studi perbandingan antara teori dengan kenyataan
yang ada di lapangan selama praktik, maka akan didapatkan sebuah kesimpulan
dari hasil pengamatan. Analisis data perhitungan meliputi :
1) Persamaan regresi linear Sederhana
Tujuan dari regresi linear adalah untuk untuk mengetahui korelasi terhadap
variabel yang berbeda-beda meliputi usia pekerja, lama masa kerja dan tingkat
Pendidikan karyawan dengan uji regresi sederhana. Regresi linear sederhana ini
digunakan untuk melihat hubungan produktivitas terhadap masa kerja dan umur
pekerja pada tahapan pemfilletan dan perapihan (trimming).

Y = a + bX

Keterangan :

Y = Variabel dependen atau variabel terikat (produktivitas)

a = Koefisien intecept

b = Koefisien slope atau kemiringan garis regresi (menunjukkan angka


peningkatan ataupun penurunan variabel dependen yang didasarkan pada
variabel independen)

X = variabel independen atau variabel bebas (masa kerja, waktu kerja, usia dan
gender)

Koefisien a dan b dapat dihitung dengan rumus :

X
∑ ¿ (∑ Y )
¿
2
∑ X¿
∑¿ Y −b ∑ X
a= n ¿
n
n ∑ XY −¿
b=¿

Keterangan :

b = slope atau kemiringan garis regresi


19

∑ = tanda penjumlahan

X = nilai variabel independen

Y = nilai variabel dependen

n = jumlah sampel atau jumlah pengamatan

2) Uji Chi square


Tujuan uji chi square disini adalah untuk mengetahui korelasi produktivitas
terhadap rendemen. Uji kai kuadrat dapat digunakan untuk ada tidaknya
hubungan antara beberapa variabel yang berbeda, dalam kasus variabel yang
berbeda adalah rendemen dan prouktifitas. Sebagai rumus dasar dari uji kai
kuadrat adalah:

X2 =
2
(O−E)
∑ E

Keterangan :
O = frekuensi hasil observasi

E = Frekuensi yang diharapkan


20

Nilai E = (Jumlah sebaris x jumlah sekolom) atau jumlah df = (b-1) (k-1)

Anda mungkin juga menyukai