Disusun Oleh :
Dosen Pengampu :
Adham Prayudi, S.St.Pi., M.Tr.Pi.
KAMPUS LAMPUNG
2023
BAB I
PENDAHULUAN
Ikan tergolong bahan makanan yang mudah sekali busuk, oleh sebab itu agar
sampai di tangan konsumen masih dalam keadaan baik, diperlukan cara-cara penanganan
yang baik, dari sekian banyak upaya manusia untuk mempertahankan mutu ikan yang
umum dilakukan adalah pengolahan secara tradisional dari pengawetan hasil ikan yang
ditangkap diantaranya teknologi pengawetan ikan dengan cara penggaraman ikan atau
pengasinan.
Pengawetan ikan menggunakan garam biasa disebut juga dengan pengasinan.
Pemanfaatan garam digunakan untuk membunuh bakteri pembusuk pada ikan. Hasil akhir
dari pengasinan yaitu ikan asin, teksturnya kering dan rasanya asin karena menggunakan
garam berbentuk kristal maupun larutan.
Penggaraman adalah teknik pengawetan menggunakan garam dengan konsentrasi
tinggi yang biasa diaplikasikan pada ikan, daging, produk sayuran, dan bahan pangan
lainnya. Terdapat dua macam teknik penggaraman yaitu penggaraman basah (wet salting)
dan penggaraman kering (kench salting). Penggaraman yang umum dilakukan adalah jenis
penggaraman kering yaitu penggaraman yang menggunakan kristal garam yang
dicampurkan dengan ikan atau produk penggaraman lainnya (Syahruddin, 2013). Tujuan
penggaraman adalah untuk pengawetan dan perubahan sensoris yang diinginkan seperti
tekstur, warna, serta aroma dan rasa yang khas. Fungsi penggaraman adalah menghambat
mikroorganisme pencemar tertentu secara selektif karena garam bersifat bakteriostatik.
Mikroba pembusuk atau proteolitik dan pembentuk spora adalah mikroba yang paling
terpengaruh oleh kadar garam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Peristiwady (2006) ikan dari famili Leiognathidae memiliki ciriciri badan agak
pipih sampai sangat pipih, pada kepala bagian atas tengkuk kepala berduri. Ikan ini memiliki
sirip punggung dengan 8 jari-jari keras (jarang 7 atau 9) dan 16-17 jari-jari lemah, sirip dubur
dengan 3 jari-jari keras dan 14 jari-jari lemah. Jari-jari keras ke-2 selalu paling panjang.
Badan tertutup sisik dan lingkaran kecil yang halus.
Ikan peperek umumnya digolongkan ke dalam tiga genus, yakni Gazza, Leiognathus,
dan Secutor. Genus Gazza memiliki ciri-ciri mulut yang dapat disembulkan ke arah depan
dan memiliki gigi-gigi seperti taring. Genus Leiognathus memiliki mulut datar dan dapat
disembulkan ke arah depan atau ke bawah. Pada mulut tidak terdapat gigi seperti taring.
Sementara pada genus Secutor mulut miring, mulut dapat disembulkan ke arah atas. Pada
mulut tidak terdapat gigi seperti taring (Peristiwady 2006).
2.5. Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian
air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui
penggunaan energi panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut di kurangi sampai batas
sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamya. Keuntungan pengeringan
adalah bahan menjadi lebih awet dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga
mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga
menjadi berkurang sehingga memudahkan transpor, dengan demikian di harapkan biaya
produksi menjadi lebih murah (Murniyati, 2000).
Di samping keuntungan-keuntunganya, pengeringan juga mempunyai beberapa
kerugian yaitu karena sifat asal bahan yang di keringkan dapat berubah, misalnya
bentuknya, misalnya bentuknya, sifat-sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu dan
sebagainya. Kerugian yang lainya juga disebabkan beberapa bahan kering perlu pekerjaan
tambahan sebelum di pakai, misalnya harus di basahkan kembali (rehidratasi) sebelum di
gunakan. Agar pengeringan dapat berlangsung, harus di berikan energi panas pada bahan
yang di keringkan, dan di perlukan aliran udara untuk mengalirkan uap air yang terbentuk
keluar dari daerah pengeringan. Penyedotan uap air ini daoat juga di lakukan secara vakum.
Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari
bahan tersebut, dan uap air yang di ambil berasal dari semua permukaan bahan tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan benda,
suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara, dan waktu pengeringan (Murniyati,
2000).
Pengeringan merupakan proses mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana
perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan
terhambat atau terhenti. Semakin banyak kadar air dalam suatu bahan, maka semakin cepat
pembusukannya oleh mikroorganisme. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat
mempunyai waktu simpan yang lebih lama dan kandungan nutrisinya masih ada. Akan tetapi
misalnya pada ikan asin, dilakukan penggaraman terlebih dulu sebelum dikeringkan. Ini
dilakukan agar spora yang dapat meningkatkan kadar air dapat dimatikan (Desroirer, 2008).
1. Pengeringan Alami
Metode pengeringan secara alami adalah suatu proses pengeringan yang dilakukan
dengan menggunakan media angin dan sinar matahari. Dalam pengeringan alam, ikan
dijemur diatas rak-rak yang dipasang miring (+15o) kearah datangnya angin dan diletakkan
ditempat terbuka supaya terkena sinar matahari dan hembusan angin secara langsung.
Keunggulan pengeringan alami adalah proses sangat sederhana, murah dan tidak
memerlukan peralatan khusus sehingga gampang dilakukan oleh semua orang.
Pengeringan dengan sinar matahari merupakan jenis pengeringan tertua, dan hingga saat
ini termasuk cara pengeringan yang populer di kalangan petani terutama di daerah tropis.
Teknik pengeringan yang dilakukan dengan secara langsung maupun juga tidak langsung
(dikeringanginkan), dengan rak-rak maupun lantai semen atau tanah serta penampung
bahan lainnya (Moeljanto, 1992).
Pada proses pengeringan ini, angin berfungsi untuk memindahkan uap air yang terlepas
dari ikan, dari atas ikan ke tempat lain sehingga penguapan berlangsung lebih cepat. Tanpa
adanya pergerakan udara, misalnya jika penjemuran ditempat tertutup (tanpa adanya
hembusan angin), pengeringan akan berjalan lambat. Selain tiupan angin, pengeringan
alami juga dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari pada saat penjemuran berlangsung.
Makin tinggi intensitasnya maka proses pengeringan akan semakin cepat berlangsung
begitupun sebaliknya. Oleh karena itu, proses pengeringan alami sering terhambat pada
saat musim penghujan karena intensitas cahaya matahari sangat kurang. Karena lambatnya
pengeringan, proses pembusukan kemungkinan tetap berlangsung selama proses
pengeringan (Budiman, 2008).
2. Pengeringan Mekanis
Pada metode pengeringan secara mekanis, ikan disusun diatas rak-rak
penyimpanan didalam ruangan tertutup yang dilengkapi dengan beberapa lubang ventilasi.
Kedalam ruangan tersebut, ditiupkan hawa panas yang dihasilkan dari elemen pemanas
listrik. Hawa panas ditiupkan dengan sebuah kipas angin atau blower supaya mengalir ke
arah rak-rak ikan. Angin yang membawa uap air dari tubuh ikan akan keluar dari lubang-
lubang ventilasi. Pengeringan mekanis memiliki beberapa keunggulan antara lain Ketinggian
suhu, kelembaban dan kecepatan udara mudah diatur. Sanitasi dan higiene lebih mudah
dikendalikan. Tidak memerlukan tempat yang luas. Waktu pengeringan menjadi lebih teratur
(tidak terpengaruh oleh adanya musim hujan (Hardjosentono, 2009).
Pengeringan dengan pemanas buatan mempunyai beberapa tipe alat dimana pindah
panas berlangsung secara konduksi atau konveksi, meskipun beberapa dapat pula dengan
cara radiasi. Alat pengering dengan pindah panas secara konveksi pada umumnya
menggunakan udara panas yang dialirkan, sehingga enersi panas merata ke seluruh bahan.
Alat pengering dengan pindah panas secara konduksi pada umumnya menggunakan
permukaan padat sebagai penghantar panasnya (Hardjosentono, 2009).
3. Ikan Asin
Ikan asin merupakan bahan makanan yang terbuat dari daging ikan yang diawetkan
dengan menambahkan banyak garam. Prosedur kerja dalam pembuatan ikan asin adalah
lakukan penyiangan ikan dengan membuang insang, sisik dan isi perut kemudian ikan
dibelah menjadi dua atau dalam bentuk fillet butterfly ikan. Metode penggaraman yang
digunakan adalah metode penggaraman kombinasi antara penggaraman kering dan basah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dari produk suatu ikan asin adalah ketebalan daging ikan,
konsentrasi garam, jenis garam, kandungan lemak pada suatu daging ikan, dan suhu pada
tubuh ikan (Mucthadi, 1992).
Ikan asin merupakan bahan makanan yang terbuat dari daging ikan yang diawetkan
dengan menambahkan banyak garam. Dengan metode pengawetan ini daging ikan yang
biasanya membusuk dalam waktu singkat dapat disimpan di suhu kamar untuk jangka waktu
berbulan-bulan, walaupun biasanya harus ditutup rapat. Ikan sebagai bahan makanan yang
mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino essensial yang diperlukan oleh
tubuh, disamping itu nilai biologisnya mencapai 90%, dengan jaringan pengikat sedikit
sehingga mudah dicerna oleh konsumen (Adawyah, 2007).
Dengan demikian prinsip pembuatan olahan ikan asin merupakan salah satu cara
untuk memperpanjang daya simpan dan menambah nilai jual dari produk tersebut. Sehingga
hal ini sangat penting diketahui bagi kita terutama seorang praktikan jurusan perikanan
sebagai seorang akademisi dan merupakan ranah bidang ilmu pengetahuan kita. Cara
pengawetan ini merupakan usaha yang paling mudah dalam menyelamatkan hasil
tangkapan nelayan. Dengan penggaraman proses pembusukan dapat dihambat sehingga
ikan dapat disimpan lebih lama. Penggunaan garam sebagai bahan pengawet terutama
diandalkan pada kemampuannya menghambat pertumbuhan bakteri dan kegiatan enzim
penyebab pembusukan ikan yang terdapat dalam tubuh ikan (Tarwiyah, 2001).
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
4.1. HASIL
Hasil dari praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional tentang
Pembuatan Ikan Asin Petek Regang (Eubleekeria rapsoni) Menggunakan Metode
Penggaraman Kombinasi “Basah dan Kering” Dengan Presentase Garam 10%, yaitu
penampakan ikan asin petek regang memiliki warna putih kuning kecoklatan khas ikan asin,
memiliki aroma spesifik jenis ikan asin, tekstur daging yang kering dan renyah serta rasa
gurih khas ikan asin. Ikan asin dengan metode penggaraman kombinasi atau penggaraman
basah dan kering menghasilkan produk ikan asin yang baik dikarenakan dengan
penggunaan metode keduanya yaitu metode basah (wet salting) dan metode kering (kench
salting) adalah metode yang efektif dalam pembuatan ikan asin. Dengan penggunaan kedua
metode ini menghasilkan ikan asin dengan rasa yang kuat sehingga konsentrasi garam yang
digunakan harus pas dan tidak berlebihan.
4.2. PEMBAHASAN
Berdasarkan praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan tentang penggaraman
yang telah dilakukan, kami melakukan penggaraman pada ikan segar yang mana kelompok
kami dapat melakukan perlakuan terhadap ikan petek regang (Eubleekeria rapsoni). Seperti
yang telah kita ketahui bahwa garam bersifat higroskopis yang dimana kinerja dari garam
tersebut saat dilumuri diseluruh permukaan tubuh ikan yakni dengan garam tersebut
menarik keluar air dari dalam tubuh ikan atau dapat dikatakan garam menyerap cairan tubuh
ikan, selain itu garam juga menyerap cairan tubuh bakteri sehingga proses metabolisme
bakteri terganggu karena kekurangan cairan, akhirnya bakteri mengalami kekeringan dan
menyebabkan kematian.
Hal yang pertama dilakukan saat praktikum adalah menimbang berat ikan sebanyak
500 gram. Selanjutnya menimbang garam sesuai perlakuan, dimana diuji untuk ikan dengan
persentasi garam 10% dapat dihasilkan berat garam sebanyak 50 gram dan membuat
larutan garam dengan presentase garam 10% dalam 500 ml air. Praktikum dilaksanakan
yang selanjutnya menyiangi atau membersihkan bagian dalam tubuh ikan baik itu jeroan
ataupun insang dengan dilanjutkan membelah tubuh ikan menjadi dua dengan bentuk
butterfly, setelah itu ikan dicuci bersih lalu dilumuri dengan garam yang konsentrasi dan
persennya telah ditentukan sebelumnya atau menggunakan metode penggaraman kering
(kench salting). Penggunaan garam yakni menggunakan garam kasar sehingga garam
dapat terserap kedalam tubuh ikan dan menarik keluar air dari dalam tubuh ikan tersebut
dengan cepat. Penggaraman yang kedua yaitu dengan metode penggaraman basah (wet
salting) dengan cara melarutkan garam sebanyak 50 gram dalam 500 ml air. Setelah
membuat larutan garam, ikan yang sudah dilakukan penggaraman kering selanjutnya
dilakukan penggaraman basah dengan dimasukkan air larutan garam ke dalam ikan yang
sudah dilakukan penggaraman kering. Selanjutnya ikan direndam selama 24 jam di dalam
wadah tertutup.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
Berikut kesimpulan yang diperoleh dari praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan
Tradisional, antara lain sebagai berikut :
1. Garam berfungsi menarik air keluar dari dalam tubuh ikan
2. Garam yang baik untuk penggaraman yakni garam yang sedikit mengandung Ca dan
Mg.
3. Setiap bahan pangan yang mengalami pengeringan akan mengalami penurunan
berat, karena adanya penguapan pada bahan pangan saat pengeringan dan yang
tersisa hanya padatan dan air yang terikat.
4. Akan terjadi perubahan warna pada bahan pangan setelah proses pengeringan, hal
ini dikarenakan adanya reaksi-reaksi non-enzimatik
5. Faktor yang mempengaruhi proses pengeringan antara lain suhu, luas permukaan
bahan, ukuran, kadar lemak, dan metode yang digunakan.
5.2. SARAN
Praktikum sudah berjalan dengan lancar, sejauh ini belum ada saran baik untuk asisten
maupun praktikum yang bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA