Anda di halaman 1dari 14

TUGAS TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN TRADISIONAL

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN IKAN ASIN


MENGGUNAKAN METODE PENGGARAMAN KOMBINASI “KERING DAN BASAH”
DENGAN KONSENTRASI 10%

Disusun Oleh :

1. TESA FEBRIYANTI : 58223214398


2. SITI RAHMANA DELIMUNTE : 58223214396
3. HALIMAH MUTIARA ELOK : 58223214362
4. AYU APRILIA PURNOMO PUTRI : 58223214346
5. FEBBY SALVI KHAIRANI : 58223214360
6. HARIS SULISTIAWAN : 58223214361
7. M. FAIZ RAKHA PASARIBU : 58223114372
8. LUQMAN HAKIM : 58223114372
9. THUFAIL ZAKI : 58223114376

Dosen Pengampu :
Adham Prayudi, S.St.Pi., M.Tr.Pi.

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN

KAMPUS LAMPUNG

2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Ikan tergolong bahan makanan yang mudah sekali busuk, oleh sebab itu agar
sampai di tangan konsumen masih dalam keadaan baik, diperlukan cara-cara penanganan
yang baik, dari sekian banyak upaya manusia untuk mempertahankan mutu ikan yang
umum dilakukan adalah pengolahan secara tradisional dari pengawetan hasil ikan yang
ditangkap diantaranya teknologi pengawetan ikan dengan cara penggaraman ikan atau
pengasinan.
Pengawetan ikan menggunakan garam biasa disebut juga dengan pengasinan.
Pemanfaatan garam digunakan untuk membunuh bakteri pembusuk pada ikan. Hasil akhir
dari pengasinan yaitu ikan asin, teksturnya kering dan rasanya asin karena menggunakan
garam berbentuk kristal maupun larutan.
Penggaraman adalah teknik pengawetan menggunakan garam dengan konsentrasi
tinggi yang biasa diaplikasikan pada ikan, daging, produk sayuran, dan bahan pangan
lainnya. Terdapat dua macam teknik penggaraman yaitu penggaraman basah (wet salting)
dan penggaraman kering (kench salting). Penggaraman yang umum dilakukan adalah jenis
penggaraman kering yaitu penggaraman yang menggunakan kristal garam yang
dicampurkan dengan ikan atau produk penggaraman lainnya (Syahruddin, 2013). Tujuan
penggaraman adalah untuk pengawetan dan perubahan sensoris yang diinginkan seperti
tekstur, warna, serta aroma dan rasa yang khas. Fungsi penggaraman adalah menghambat
mikroorganisme pencemar tertentu secara selektif karena garam bersifat bakteriostatik.
Mikroba pembusuk atau proteolitik dan pembentuk spora adalah mikroba yang paling
terpengaruh oleh kadar garam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Petek


2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi
Menurut Saanin (1984) klasifikasi dari ikan petek adalah sebagai berikut:
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Subordo : Percoidea
Divisi : Perciformes
Famili : Leiognathidae
Spesies : Eubleekeria rapsoni
Nama Indonesia : Peperek, pepetek, atau petek

Menurut Peristiwady (2006) ikan dari famili Leiognathidae memiliki ciriciri badan agak
pipih sampai sangat pipih, pada kepala bagian atas tengkuk kepala berduri. Ikan ini memiliki
sirip punggung dengan 8 jari-jari keras (jarang 7 atau 9) dan 16-17 jari-jari lemah, sirip dubur
dengan 3 jari-jari keras dan 14 jari-jari lemah. Jari-jari keras ke-2 selalu paling panjang.
Badan tertutup sisik dan lingkaran kecil yang halus.
Ikan peperek umumnya digolongkan ke dalam tiga genus, yakni Gazza, Leiognathus,
dan Secutor. Genus Gazza memiliki ciri-ciri mulut yang dapat disembulkan ke arah depan
dan memiliki gigi-gigi seperti taring. Genus Leiognathus memiliki mulut datar dan dapat
disembulkan ke arah depan atau ke bawah. Pada mulut tidak terdapat gigi seperti taring.
Sementara pada genus Secutor mulut miring, mulut dapat disembulkan ke arah atas. Pada
mulut tidak terdapat gigi seperti taring (Peristiwady 2006).

Gambar 1. Bentuk morfologi petek regang (Eubleekeria rapsoni)


2.2. Penggaraman
Penggaraman merupakan proses pengawetan yang banyak dilakukan di berbagai
negara, termasuk Indonesia. Proses tersebut menggunakan garam sebagai media
pengawet, baik yang berbentuk kristal maupun larutan. Selama proses penggaraman, terjadi
penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan dari tubuh ikan karena
perbedaan konsentrasi. Cairan itu dengan cepat dapat melarutkan kristal garam atau
mengencerkan larutan garam. Bersamaan dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan,
partikel garam akan memasuki tubuh ikan. Lama kelamaan kecepatan proses pertukaran
garam dan cairan semakin lambat dengan menurunnya konsentrasi garam di luar tubuh ikan
dan meningkatnya konsentrasi garam di dalam tubuh ikan. Bahkan pertukaran garam dan
cairan tersebut berhenti sama sekali setelah terjadi keseimbangan. Proses itu
mengakibatkan pengentalan cairan tubuh yang masih tersisa dan penggumpalan protein
(denaturasi serta pengerutan sel-sel tubuh ikan sehingga sifat dagingnya berubah)
(Suryanto, 2003).
Selama proses penggaraman berlangsung terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh
ikan dan keluarnya cairan dari tubuh ikan karena adanya perbedaan konsentrasi. Cairan
tersebut dengan cepat akan melarutkan kristal garam atau mengencerkan larutan garam.
Bersamaan dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan, partikel garam pun masuk ke
dalam tubuh ikan. Ikan yang telah mengalami proses penggaraman, sesuai dengan prinsip
yang berlaku, akan mempunyai daya simpan tinggi karena garam dapat berfungsi
menghambat atau menghentikan reaksi autolisis dan membunuh bakteri yang terdapat di
dalam tubuh ikan. Cara kerja garam di dalam menjalankan fungsi kedua sebagai berikut.
Garam menyerap cairan tubuh ikan, selain itu garam juga menyerap cairan tubuh bakteri
sehingga proses metabolisme bakteri terganggu karena kekurangan cairan, akhirnya bakteri
mengalami kekeringan dan mati (Budiman, 2004).

2.3. Metode Penggaraman


Pengawetan ikan dengan cara penggaraman terdiri dari 2 proses yaitu ,proses
penggaraman dan proses pengeringan. Adapun tujuan dari proses penggaraman yakni
untuk memperpanjang masa awet dan daya simpan ikan. Ikan yang digarami dapat
menghambat atau membunuh bakteri penyebab kebusukan ikan (Adawiyah, 2007).

1. Penggaraman Kering (Dry Salting)


Metode penggaraman kering menggunakan kristal garam yang dicampurkan dengan
ikan. Pada umumnya, ikan yang berukuran besar dibuang isi perut dan badannya dibelah
dua. Dalam proses penggaraman ikan ditempatkan di dalam wadah yang kedap air. Ikan
disusun rapi dalam wadah selapis demi selapis dengan setiap lapisan ikan ditaburi garam.
Lapisan paling atas dan paling bawah wadah merupakan lapisan garam. Garam yang
digunakan pada proses penggaraman umumnya berjumlah 10 % - 35 % dari berat ikan yang
digarami. Pada waktu ikan bersentuhan dengan kulit atau daging ikan (yang
basah/berair),garam itu mula-mula akan membentuk larutan pekat. Larutan ini kemudian
akan meresap ke dalam daging ikan melalui proses osmosa. Jadi, kristal garam tidak
langsung menyerap air, tetapi terlebih dahulu berubah jadi larutan. Semakin lama larutan
akan semakin banyak dan ini berarti kandungan air dalam tubuh ikan semakin berkurang
(Budiman, 2008).
2. Penggaraman Basah (Wet Salting)
Penggaraman basah menggunakan larutan garam 30-50% (setiap 100 liter larutan
garam berisi 30-50 kg garam). Ikan dimasukan kedalam larutan itu dan diberi pemberat agar
semua ikan terendam, tidak ada yang terapung. Ikan direndam dalam jangka waktu tertentu
tergantung pada ukuran dan tebal ikan serta erajat keasinan yang diinginkan. Didalam
proses osmosis, kepekaan makin lama makin berkurang, karena air dari dalam daging ikan
secara berangsur-angsur masuk kedalam larutan garam, sementara sebagian molekul
garam masuk kedalam daging ikan. Karena kecenderungan daging ikan penurunan
kepekaan larutan garam itu, maka proses osmosis akan semakin lambat dan pada akhirnya
berhenti. Larutan garam yang lewat jenuh adalah jumlah garam lebih banyak dari jumlah
yang dapat dilarutkan sehingga dapat dipergunakan untuk memperlambat kecenderungan
itu (Adawiyah, 2007).
Bedanya dengan penggaraman kering adalah larutan garam perendam ikan dibuat
lebih dulu sehingga konsentrasi larutan ini disesuaikan dengan selera dan keperluan.
Umumya larutan garam yang digunakan 30% - 50% (setiap 100liter larutan garam berisi 30-
50 kg garam). Kench salting hampir sama dengan penggaraman kering, tetapi larutan
garam yang terbentuk dibiarkan mengalir keluar dari wadah. Wadah yang digunakan tidak
kedap air tetapi berupa keranjang. Ikan yang dilumuri garam ditumpuk dalam keranjang dan
dipadatkan serta ditutup rapat (Moeljanto, 1992).

3. Penggaraman Campuran (Kench Salting)


Pada dasarnya, teknik penggaraman ini sama dengan pengaramankering (dry
salting) tetapi tidak mengunakan bak /wadah penyimpanan. Ikandicampur dengan garam
dan dibiarkan diatas lantai atau geladak kapal, larutanair yang terbentuk dibiarkan mengalir
dan terbuang. Kelemahan dari cara iniadalah memerlukan jumlah garam yang lebih banyak
dan proses penggaramanberlangsung sangat lambat (Budiman, 2008).

2.4. Jenis-Jenis Garam


Garam dapur yang mempunyai nama kimia sodium klorida (rumus kimia: NaCl)
adalah senyawa kimia yang tersusun dari sodium (Na) dan klorida (Cl). Sodium (Na) adalah
salah satu elemen penting dalam tubuh untuk proses metabolisme sel, dan merupakan
mineral dalam darah dan cairan limpa. Sodium (Na) juga diperlukan tubuh untuk menjaga
fungsi saraf dan otot. Kebutuhan tubuh terhadap sodium bisa didapatkan dari asupan
makanan. Sumber sodium yang murah meriah adalah garam dapur. Jelasnya, garam dapur
yang kita gunakan untuk memasak tidak hanya sebagai pelengkap rasa, tetapi juga untuk
memenuhi kebutuhan sodium dalam menjaga keseimbangan fungsi tubuh. Garam dapur
atau sodium klorida (rumus kimia: NaCl). tidak hanya diproduksi dari air laut saja. Bahan
kimia ini bisa juga ditambang dari dalam bumi, yaitu dari endapan mineral sodium klorida
yang terbentuk lama dan tertutup lapisan bumi (Martini, 2010).
Garam meja merupakan olahan dari garam laut, butirannya lebih halus, dan biasanya
diberi tambahan mineral lainnya. Namun, garam meja mempunyai kandungan iodium lebih
sedikit. Garam meja merupakan olahan dari garam laut, butirannya lebih halus, dan
biasanya diberi tambahan mineral lainnya. Namun, garam meja mempunyai kandungan
iodium lebih sedikit. Garam meja diproses dengan cara yang sangat murni. Sehingga
membentuk butiran yang halus dan lembut. Meskipun garam bukan sumber yodium yang
utama, tapi di dalamnya terkandung zat yang sangat penting untuk kesehatan tiroid. Nutrisi
tersebut, pertama kali ditambahkan ke dalam garam pada tahun 1920. Bertujuan untuk
mencegah gondok dan gangguan neurokognigtif, yang muncul akibat kurang yodium
(Ishikawa, 1988).

2.5. Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian
air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui
penggunaan energi panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut di kurangi sampai batas
sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamya. Keuntungan pengeringan
adalah bahan menjadi lebih awet dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga
mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga
menjadi berkurang sehingga memudahkan transpor, dengan demikian di harapkan biaya
produksi menjadi lebih murah (Murniyati, 2000).
Di samping keuntungan-keuntunganya, pengeringan juga mempunyai beberapa
kerugian yaitu karena sifat asal bahan yang di keringkan dapat berubah, misalnya
bentuknya, misalnya bentuknya, sifat-sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu dan
sebagainya. Kerugian yang lainya juga disebabkan beberapa bahan kering perlu pekerjaan
tambahan sebelum di pakai, misalnya harus di basahkan kembali (rehidratasi) sebelum di
gunakan. Agar pengeringan dapat berlangsung, harus di berikan energi panas pada bahan
yang di keringkan, dan di perlukan aliran udara untuk mengalirkan uap air yang terbentuk
keluar dari daerah pengeringan. Penyedotan uap air ini daoat juga di lakukan secara vakum.
Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari
bahan tersebut, dan uap air yang di ambil berasal dari semua permukaan bahan tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan benda,
suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara, dan waktu pengeringan (Murniyati,
2000).
Pengeringan merupakan proses mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana
perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan
terhambat atau terhenti. Semakin banyak kadar air dalam suatu bahan, maka semakin cepat
pembusukannya oleh mikroorganisme. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat
mempunyai waktu simpan yang lebih lama dan kandungan nutrisinya masih ada. Akan tetapi
misalnya pada ikan asin, dilakukan penggaraman terlebih dulu sebelum dikeringkan. Ini
dilakukan agar spora yang dapat meningkatkan kadar air dapat dimatikan (Desroirer, 2008).

2.6. Metode Pengeringan


Pengawetan secara pengeringan dilakukan setelah dilakukan proses penggaraman.
Pengeringan adalah suatu proses pengawetan pangan yang sudah lama dilakukan oleh
manusia. Metode pengeringan ada dua, yaitu metode pengeringan secara alami dan buatan
/ mekanis) (Desroirer, 2008).

1. Pengeringan Alami
Metode pengeringan secara alami adalah suatu proses pengeringan yang dilakukan
dengan menggunakan media angin dan sinar matahari. Dalam pengeringan alam, ikan
dijemur diatas rak-rak yang dipasang miring (+15o) kearah datangnya angin dan diletakkan
ditempat terbuka supaya terkena sinar matahari dan hembusan angin secara langsung.
Keunggulan pengeringan alami adalah proses sangat sederhana, murah dan tidak
memerlukan peralatan khusus sehingga gampang dilakukan oleh semua orang.
Pengeringan dengan sinar matahari merupakan jenis pengeringan tertua, dan hingga saat
ini termasuk cara pengeringan yang populer di kalangan petani terutama di daerah tropis.
Teknik pengeringan yang dilakukan dengan secara langsung maupun juga tidak langsung
(dikeringanginkan), dengan rak-rak maupun lantai semen atau tanah serta penampung
bahan lainnya (Moeljanto, 1992).
Pada proses pengeringan ini, angin berfungsi untuk memindahkan uap air yang terlepas
dari ikan, dari atas ikan ke tempat lain sehingga penguapan berlangsung lebih cepat. Tanpa
adanya pergerakan udara, misalnya jika penjemuran ditempat tertutup (tanpa adanya
hembusan angin), pengeringan akan berjalan lambat. Selain tiupan angin, pengeringan
alami juga dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari pada saat penjemuran berlangsung.
Makin tinggi intensitasnya maka proses pengeringan akan semakin cepat berlangsung
begitupun sebaliknya. Oleh karena itu, proses pengeringan alami sering terhambat pada
saat musim penghujan karena intensitas cahaya matahari sangat kurang. Karena lambatnya
pengeringan, proses pembusukan kemungkinan tetap berlangsung selama proses
pengeringan (Budiman, 2008).

2. Pengeringan Mekanis
Pada metode pengeringan secara mekanis, ikan disusun diatas rak-rak
penyimpanan didalam ruangan tertutup yang dilengkapi dengan beberapa lubang ventilasi.
Kedalam ruangan tersebut, ditiupkan hawa panas yang dihasilkan dari elemen pemanas
listrik. Hawa panas ditiupkan dengan sebuah kipas angin atau blower supaya mengalir ke
arah rak-rak ikan. Angin yang membawa uap air dari tubuh ikan akan keluar dari lubang-
lubang ventilasi. Pengeringan mekanis memiliki beberapa keunggulan antara lain Ketinggian
suhu, kelembaban dan kecepatan udara mudah diatur. Sanitasi dan higiene lebih mudah
dikendalikan. Tidak memerlukan tempat yang luas. Waktu pengeringan menjadi lebih teratur
(tidak terpengaruh oleh adanya musim hujan (Hardjosentono, 2009).
Pengeringan dengan pemanas buatan mempunyai beberapa tipe alat dimana pindah
panas berlangsung secara konduksi atau konveksi, meskipun beberapa dapat pula dengan
cara radiasi. Alat pengering dengan pindah panas secara konveksi pada umumnya
menggunakan udara panas yang dialirkan, sehingga enersi panas merata ke seluruh bahan.
Alat pengering dengan pindah panas secara konduksi pada umumnya menggunakan
permukaan padat sebagai penghantar panasnya (Hardjosentono, 2009).

3. Ikan Asin
Ikan asin merupakan bahan makanan yang terbuat dari daging ikan yang diawetkan
dengan menambahkan banyak garam. Prosedur kerja dalam pembuatan ikan asin adalah
lakukan penyiangan ikan dengan membuang insang, sisik dan isi perut kemudian ikan
dibelah menjadi dua atau dalam bentuk fillet butterfly ikan. Metode penggaraman yang
digunakan adalah metode penggaraman kombinasi antara penggaraman kering dan basah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dari produk suatu ikan asin adalah ketebalan daging ikan,
konsentrasi garam, jenis garam, kandungan lemak pada suatu daging ikan, dan suhu pada
tubuh ikan (Mucthadi, 1992).
Ikan asin merupakan bahan makanan yang terbuat dari daging ikan yang diawetkan
dengan menambahkan banyak garam. Dengan metode pengawetan ini daging ikan yang
biasanya membusuk dalam waktu singkat dapat disimpan di suhu kamar untuk jangka waktu
berbulan-bulan, walaupun biasanya harus ditutup rapat. Ikan sebagai bahan makanan yang
mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino essensial yang diperlukan oleh
tubuh, disamping itu nilai biologisnya mencapai 90%, dengan jaringan pengikat sedikit
sehingga mudah dicerna oleh konsumen (Adawyah, 2007).
Dengan demikian prinsip pembuatan olahan ikan asin merupakan salah satu cara
untuk memperpanjang daya simpan dan menambah nilai jual dari produk tersebut. Sehingga
hal ini sangat penting diketahui bagi kita terutama seorang praktikan jurusan perikanan
sebagai seorang akademisi dan merupakan ranah bidang ilmu pengetahuan kita. Cara
pengawetan ini merupakan usaha yang paling mudah dalam menyelamatkan hasil
tangkapan nelayan. Dengan penggaraman proses pembusukan dapat dihambat sehingga
ikan dapat disimpan lebih lama. Penggunaan garam sebagai bahan pengawet terutama
diandalkan pada kemampuannya menghambat pertumbuhan bakteri dan kegiatan enzim
penyebab pembusukan ikan yang terdapat dalam tubuh ikan (Tarwiyah, 2001).
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1 TEMPAT DAN WAKTU


Praktikum Teknologi Penanganan Hasil Perikanan Tradisional tentang
Pembuatan Ikan Asin Petek Regang (Eubleekeria rapsoni) ini dilaksanakan di TeFa
Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Kampus Lampung. Pada Rabu, 27
September 2023 pukul 13.00 WIB sampai dengan selesai.

3.2 ALAT DAN BAHAN


3.2.1. Alat
Alat yang digunakan untuk praktikum pengasinan ini adalah pisau, talenan,
wadah, dan timbangan.
3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan adalah Ikan Petek Regang (Eubleekeria rapsoni)
segar, garam kasar dan larutan garam dengan masing-masing
konsentrasinya 10%. Berat ikan sebanyak 500 gram. Garam yang digunakan
sebanyak 50 gram presentase 10% dari berat ikan dan larutan garam
sebanyak 500 ml dari presentase 10% berat ikan.

3.3 CARA KERJA


Berikut cara kerja yang dilakukan pada praktikum Teknologi Pengolahan Hasil
Perikanan Tradisional antara lain sebagai berikut :
1. Ikan dicuci bersih lalu ditimbang.
2. Ikan disiangi dan dibelah menjadi bentuk butterfly (seperti bentuk kupu-kupu).
3. Garam kasar ditimbang.
4. Pembuatan larutan garam.
5. Wadah disiapkan lalu garam ditaburkan ke dalam wadah, kemudian ikan
disusun hingga seterusnya dengan metode garam-ikan-garam.
6. Larutan garam dimasukkan ke dalam wadah yang sudah dilakukan
penggaraman kering (kench salting) .
7. Dilakukan perendaman selama 24 jam.
8. Dilakukan penjemuran ikan asin selama 1-2 hari hingga kering menggunakan
panas sinar matahari.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL
Hasil dari praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional tentang
Pembuatan Ikan Asin Petek Regang (Eubleekeria rapsoni) Menggunakan Metode
Penggaraman Kombinasi “Basah dan Kering” Dengan Presentase Garam 10%, yaitu
penampakan ikan asin petek regang memiliki warna putih kuning kecoklatan khas ikan asin,
memiliki aroma spesifik jenis ikan asin, tekstur daging yang kering dan renyah serta rasa
gurih khas ikan asin. Ikan asin dengan metode penggaraman kombinasi atau penggaraman
basah dan kering menghasilkan produk ikan asin yang baik dikarenakan dengan
penggunaan metode keduanya yaitu metode basah (wet salting) dan metode kering (kench
salting) adalah metode yang efektif dalam pembuatan ikan asin. Dengan penggunaan kedua
metode ini menghasilkan ikan asin dengan rasa yang kuat sehingga konsentrasi garam yang
digunakan harus pas dan tidak berlebihan.

4.2. PEMBAHASAN
Berdasarkan praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan tentang penggaraman
yang telah dilakukan, kami melakukan penggaraman pada ikan segar yang mana kelompok
kami dapat melakukan perlakuan terhadap ikan petek regang (Eubleekeria rapsoni). Seperti
yang telah kita ketahui bahwa garam bersifat higroskopis yang dimana kinerja dari garam
tersebut saat dilumuri diseluruh permukaan tubuh ikan yakni dengan garam tersebut
menarik keluar air dari dalam tubuh ikan atau dapat dikatakan garam menyerap cairan tubuh
ikan, selain itu garam juga menyerap cairan tubuh bakteri sehingga proses metabolisme
bakteri terganggu karena kekurangan cairan, akhirnya bakteri mengalami kekeringan dan
menyebabkan kematian.
Hal yang pertama dilakukan saat praktikum adalah menimbang berat ikan sebanyak
500 gram. Selanjutnya menimbang garam sesuai perlakuan, dimana diuji untuk ikan dengan
persentasi garam 10% dapat dihasilkan berat garam sebanyak 50 gram dan membuat
larutan garam dengan presentase garam 10% dalam 500 ml air. Praktikum dilaksanakan
yang selanjutnya menyiangi atau membersihkan bagian dalam tubuh ikan baik itu jeroan
ataupun insang dengan dilanjutkan membelah tubuh ikan menjadi dua dengan bentuk
butterfly, setelah itu ikan dicuci bersih lalu dilumuri dengan garam yang konsentrasi dan
persennya telah ditentukan sebelumnya atau menggunakan metode penggaraman kering
(kench salting). Penggunaan garam yakni menggunakan garam kasar sehingga garam
dapat terserap kedalam tubuh ikan dan menarik keluar air dari dalam tubuh ikan tersebut
dengan cepat. Penggaraman yang kedua yaitu dengan metode penggaraman basah (wet
salting) dengan cara melarutkan garam sebanyak 50 gram dalam 500 ml air. Setelah
membuat larutan garam, ikan yang sudah dilakukan penggaraman kering selanjutnya
dilakukan penggaraman basah dengan dimasukkan air larutan garam ke dalam ikan yang
sudah dilakukan penggaraman kering. Selanjutnya ikan direndam selama 24 jam di dalam
wadah tertutup.

Setelah penggaraman dilanjutkan dengan pengeringan ikan tersebut selama 1-2


hari. Ikan yang digarami dan dikeringkan menjadi awet karena garam dapat menghambat
atau membunuh bakteri penyebab kebusukan. Selain itu dengan dilakukannya pengeringan
kadar air dalam ikan yang menjadi faktor dasar pertumbuhan bakteri semakin kecil sehingga
proses pengawetan dapat lebih sempurna. Saat uji organoleptik mengenai produk ikan asin
yang telah jadi, dimana ikan asin yang kering dengan penggaraman yang sempurna yakni
ikan asin petek regang dengan rasa dan aroma yang pas.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN
Berikut kesimpulan yang diperoleh dari praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan
Tradisional, antara lain sebagai berikut :
1. Garam berfungsi menarik air keluar dari dalam tubuh ikan
2. Garam yang baik untuk penggaraman yakni garam yang sedikit mengandung Ca dan
Mg.
3. Setiap bahan pangan yang mengalami pengeringan akan mengalami penurunan
berat, karena adanya penguapan pada bahan pangan saat pengeringan dan yang
tersisa hanya padatan dan air yang terikat.
4. Akan terjadi perubahan warna pada bahan pangan setelah proses pengeringan, hal
ini dikarenakan adanya reaksi-reaksi non-enzimatik
5. Faktor yang mempengaruhi proses pengeringan antara lain suhu, luas permukaan
bahan, ukuran, kadar lemak, dan metode yang digunakan.

5.2. SARAN
Praktikum sudah berjalan dengan lancar, sejauh ini belum ada saran baik untuk asisten
maupun praktikum yang bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA

Saputriani (2017). Laporan Praktikum Penggaraman Dan Pengeringan Ikan Sarden.


Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Sumatra Selatan
saputrianidress.blogspot.com/2017/04/laporan-praktikum-
penggaraman-dan.html
Yulianti, Devi (2022). Laporan Praktikum Pemindangan Ikan. Politeknik Ahli Usaha
Perikanan. Jakarta
https://www.scribd.com/dokument/626123157/
LaporanPraktikumPemind-angan | PDF (scribd.com)
adoc.pub_bab-ii-tinjauan-pustaka-21-ikan-peperek-klasifikas.pdf
https://www.bing.com/ck/a?!
&&p=13001964d8b9b38fJmltdHM9MTY5NjM3NzYwMCZpZ3VpZD0xMGVlNTA2OS1lZTQzL
TYzMWEtMWMwNy00MjE1ZWYxNTYyNWEmaW5zaWQ9NTQzMA&ptn=3&hsh=3&fclid=1
0ee5069-ee43-631a-1c07-
4215ef15625a&psq=penggaraman+kering&u=a1aHR0cDovL3JlcG9zaXRvcnkudW5pa2EuY
WMuaWQvMTk4OTcvMi8xNC5JMS4wMDg0JTIwRUxJU0ElMjBIQVJZQU5UTyUyMCUyOD
YuNjklMjkuLnBkZiUyMEJBQiUyMEkucGRmIzp-
OnRleHQ9RGFsYW0lMjBwcm9zZXMlMjBwZW5nZ2FyYW1hbiUyMGtlcmluZyUyQyUyMGd
hcmFtJTIwYWthbiUyMG1lbmdlbHVhcmthbiUyMGFpcix5YW5nJTIwZGloYXNpbGthbiUyMG
1lbWlsaWtpJTIwdGVrc3R1ciUyMGRhZ2luZyUyMHlhbmclMjBsZWJpaCUyMHBhZGF0Lg&nt
b=1
LAMPIRAN

Gambar 1. Penimbangan Ikan Petek 500 gram

Gambar 2. Proses Fillet Butterfly

Gambar 3. Fillet Butterfly

Gambar 4. Pencucian Ikan Petek


Gambar 5. Menimbang garam 50 gr

Gambar 6. Perendaman Ikan Asin dengan garam 50 gr

Gambar 7. Penjemuran Ikan Asin

Gambar 9. Hasil Penjemuran

Gambar 10. Kemasan Ikan Asin

Anda mungkin juga menyukai