Anda di halaman 1dari 15

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses
kelangsungan hidup manusia. Manusia telah memanfaatkan ikan sebagai bahan
pangan sejak beberapa abad yang lalu. Sebagai bahan pangan, ikan mengandung
gizi utama berupa protein, lemak, vitamin dan mineral. Protein ikan menyediakan
2/3 dari kebutuhan protein hewani, kandungan protein ikan relatif besar yaitu 15-
25 % / 100 g daging ikan. Selain itu, protein ikan terdiri dari asam-asam amino yang
hampir semuanya diperlukan oleh tubuh manusia. Ikan merupakan sumber protein
yang cepat mengalami proses pembusukan, oleh sebab itu ikan harus ada perlakuan
setelah pemanenan agar tidak terjadi pembusukan. Perlakuan pengawetan ikan
salah satunya adalah penggaraman.
Penggaraman adalah suatu metode yang digunakan untuk mengawetkan
produk hasil perikanan dengan menggunakan garam (NaCl), garam yang
digunakanbaik berupa kristal maupun larutan (Abbas, 1995).
Dari uraian diatas praktikum penggaraman ini penting dilakukan karena
mahasiswa diharapkan mampu mengetahui prinsip penggaraman pada ikan,
mengetahui perbedaan organoleptic antara penggaraman kering dan penggaraman
basah dan mengetahui hasil kadar air ikan dari perlakuan penggaraman kering dan
basah.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya praktikum penggaraman adalah sebagai
berikut:
1. Mahasiswa dapat mengetahui prinsip penggaraman ikan.
2. Mahasiswa dapat mengetahui perbedaan organoleptik antara penggaraman
kering dan penggaraman basah.
3. Mahasiswa dapat mengetahui hasil kadar air ikan dari perlakuan
penggaraman kering dan basah.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penggaraman
Penggaraman adalah suatu rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk
mengawetkan produk hasil perikanan dengan menggunakan garam. Garam yang
digunakan adalah jenis garam napur (NaCl), baik berupa kristal maupun larutan.
Mekanisme pengawetan ikan melalui proses penggaraman adalah yang pertama
garam menyerap air dari dalam tubuh ikan melalui proses osmosa, maka akibatnya
kandungan air dalam tubuh ikan yang menjadi media hidup bakteri menjadi
berkurang sehingga mengakibatkan proses metabolisme dalam tubuh bakteri
menjadi terganggu. Yang kedua garam juga menyerap air dari dalam tubuh bakteri
sehingga bekteri akan mengalami plasmolisis (pemisahan inti plasma) sehingga
bakteri akan mati. Teknologi penggaraman biasanya tidak digunakan sebagai
metode pengawetan tunggal, biasanya masih dilanjutkan dengan proses pengawetan
lain seperti pengeringan ataupun dengan perebusan (Abbas, 1995).
Teknologi penggaraman adalah cara yang paling banyak dilakukan untuk
mengawetkan ikan karena teknologinya yang sangat sederhana dan dapat dilakukan
oleh semua orang, juga cara pengawetan paling murah (Moeljanto, 1982).

2.2 Bahan yang Digunakan


2.2.1 Ikan Kembung
Ikan kembung adalah suatu ikan yang hidup di pantai dan pada musim
tertentu hidup bergerombol di permukaan laut, sehingga penangkapannya secara
besar-besaran mudah dilakukan. Jenis ikan Kembung yang tertangkap di Indonesia
terdiri dari spesies Rastelliger brachysoma, R. faughni dan R. kanagurta. Ikan
kembung memiliki nama lokal Rumahan, Temenong, Mabong, Pelaling, Banyar,
Kembung Lelaki. Habitat ikan kembung tersebar membentuk gerombolan
(schooling) besar di wilayah perairan pantai. Ikan ini sering ditemukan bersama
dengan ikan famili Clupeidae seperti Lemuru dan Tembang. Jenis makanannya
adalah Phytoplankton (Diatom), Zooplankton (Cladocera, Ostracoda, Larva
Polychaeta)(Wiadnya, 2014).
Ikan Kembung memiliki bentuk cerutu dan ditutupi oleh sisik. Matanya
mempunyai selaput yang berlemak, gigi yang kecil pada tulang rahang, tulang
insang panjang. Tubuhnya mempunyai dua buah sirip punggung dimana siri
punggung pertama terdiri atas jari – jari lemah dan sama dengan sirip dubur, tidak
mempunyai jari – jari keras. Terdapat lima sampai enam sirip tambahan (finlet)
dibelakang sirip dubur dan sirip punggung kedua. Sirip ekor bentuknya bercagak
dalam, sirip dada dengan dasar agak melebar dan sirip perut terdiri atas satu jari –
jari keras dan jari – jari lemah (Aminah, 2009).
Ikan kembung biasa dikenal dengan mackerel fish yaitu sebagai ikan
ekonomis penting dan potensi tangkapannya naik pada setiap tahunnya. Ikan ini
banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena kandungan gizi yang cukup tinggi,
harganya relatif murah dan mudah diperoleh di pasaran (Yulisma dkk., 2012).
Tabel 2.1 Kandungan Gizi Ikan Kembung per 100 gr Bahan
No Unsur Gizi Jumlah
1 Kalori (Kal) 103
2 Protein (Gr) 22
3 Lemak (Gr) 1
4 Kalsium (Mg) 20
5 Besi (Mg) 1,5
6 Fosfor(Mg) 200
7 Vitamin A (Si) 30
8 Vitamin B1 (Mg) 0,05
9 Air (Gr) 76
Sumber : Badan Ketahanan dan Penyuluhan, 2013.
2.2.2 Garam
Garam secara fisik adalah benda padatan berbentuk kristal dan berwarna
putih yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar Natrium
Chlorida. Garam mempunyai sifat atau karakteristik higroskopis yaitu mudah
menyerap air, bulk density (tingkat padatan) dari garam adalah sebesar 0,8 - 0,9 dan
titik leburnya pada suhu 801ºC (Purbani, 2003).
Garam umumnya dibuat dengan cara mengalirkan air laut kedalam petakan
lahan tanah yang dasarnya sudah padat dan rata. Kemudian air laut dibiarkan
terkena sinar matahari dan menguap sampai habis. Penguapan air akan
menghasilkan endapan kristal garam. Garam yang digunakan untuk mengawetkan
ikan sebaiknya memakai garam murni yaitu garam yang sebanyak mungkin
mengandung NaCl dan sekecil mungkin mengandung unsur lain seperti MgCl2,
CaCl2, MgSO4, CaSO4, lumpur serta kotoran lainnya. Garam yang baik dapat
diperoleh dengan pengendalian waktu dalam proses pengendapan garam. Tetapi
cara ini sulit dilakukan untuk menghasilkan garam berkualitas baik. Sehingga
kristal garam hasil endapan biasanya diolah lagi di pabrik pengolahan garam untuk
menghilangkan unsur-unsur yang merugikan (Purbani, 2003).

2.3 Jenis-jenis Penggaraman


Menurut Adawyah (2007), pada umumnya ada tiga macam jenis
penggaraman yaitu penggaraman kering, penggaraman basah, dan kench salting.
a. Penggaraman Kering (Dry Salting)
Penggaraman kering dilakukan dengan cara mencampurkan kristal garam
dengan ikan. Pada umumnya, ikan yang berukuran besar dibuang isi perut dan
badannya dibelah dua. Dalam proses penggaraman ikan ditempatkan didalam
wadah yang kedap air. Ikan disusun rapi dalam wadah selapis demi selapis dengan
setiap lapisan ikan ditaburi garam. Lapisan paling atas dan paling bawah wadah
merupakan lapisan garam. Garam yang digunakan pada proses penggaraman
umumnya berjumlah 10 % - 35 % dari berat ikan yang digarami.
b. Penggaraman Basah (Wet Salting)
Penggaraman basah menggunakan larutan garam 30- 35%. Penggaraman
basah dilakukan dengan cara merendam ikan kedalam larutan garam didalam
wadah atau bak penggaraman dengan konsentrasi tertentu, hal itu tergantung
dengan tingkat keasinan yang ingin didapatkan. Lama waktu perendaman
tergantung pada ukuran ketebalan tubuh ikan dan derajat keasinan yang diinginkan.
c. Kench Salting
Kench salting merupakan jenis penggaraman dengan cara mencampurkan
garam dengan ikan secara langsung tanpa menggunakan wadah / bak penggaraman,
penggaraman ini biasanya langsung dilakukan diatas lantai atau geladak kapal.
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggaraman
Menurut Moeljanto (1982), faktor – faktor yang mempengaruhi
penggaraman adalah sebagai berikut:
a. Kesegaran tubuh ikan, jika ikan yang semakin segar maka proses
penyerapan garam kedalam tubuh ikan akan semakin lambat.
b. Kandungan lemak, jika lemaknya terlalu tinggi maka proses penyerapan
garam juga akan semakin lambat.
c. Ketebalan daging ikan, jika semakin tebal maka penggaraman juga akan
lambat.
d. Kehalusan kristal garam, garam yang halus akan lebih cepat meresap atau
menyerap kedalam tubuh ikan. Namun jika penyerapan yang terlalu cepat
akan mengakibatkan permukaan daging ikan akan mengeras.
e. Suhu, semakin tinggi suhu larutan yang digunakan maka viskositas larutan
garam semakinkecil sehingga proses penyerahan akan mudah.
BAB 3 METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
1. Neraca Digital
2. Baskom Besar
3. Baskom Kecil
4. Sendok
5. Cup
6. Kertas
3.1.2 Bahan
1. Ikan Kembung
2. Air
3. Garam Kasar
4. Garam Halus
3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
3.2.1 Skema Kerja

Ikan

Penimbangan

Penggaraman Penggaraman
kering basah

Pendiaman selama 24
jam

Penimbangan

Pengamatan organoleptik dan


perhitungan kadar air

3.2.2 Fungsi Perlakuan


Pada praktikum penggaraman, seperti biasa sebelum melakukan praktikum
kita harus menyiapkan alat dan bahan terlebih dahulu. Alatnya adalah neraca
digital, baskom besar, baskom kecil, sendok, cup dan kertas. Bahannya adalah ikan
kembung, air, garam kasar dan garam halus. Kemudian setelah itu siapkan ikan 1
kelompok 1 ikan, selanjutnya penimbangan ikan menggunakan neraca digital untuk
mengetahui berat awal dari ikan. Langkah selanjutnya setelah penimbangan adalah
penggaraman ikan secara basah dan penggaraman secara kering. Pada praktikum
yang telah dilakukan untuk kelompok 2 dan 4 melakukan penggaraman kering,
kemudian untuk kelompok 6 dan 8 melakukan penggaraman basah. Penggaraman
kering dilakukan dengan cara melumuri ikan dengan garam halus, garam tersebut
bekerja dengan cara menyerap keluar cairan didalam tubuh ikan, sehingga garam
berubah menjadi larutan garam yang dapat merendam seluruh lapisan ikan. Untuk
penggaraman kering garam yang digunakan beratnya 50% dari berat
ikan. Penggaraman basah dilakukan dengan cara menimbang garam kasar yang
saat penimbangan garamnya diwadahi dengan cup, garam yang ditimbang sebesar
50% dari ikan dan untuk airnya 1:2 dari berat ikan, kemudian air dan garam
dilarutkan terlebih dahulu kedalam baskom kecil agar menjadi larutan. Setelah
garam larut masukkan ikan kedalam larutan yang ada didalam mangkok kecil,
larutan garam akan mengisap cairan tubuh ikan (sehingga konsentrasinya menurun)
dan ion-ion garam akan segera masuk kedalam tubuh ikan. Setelah dilakukan
penggaraman basah dan penggaraman kering, pendiaman selama 24 jam agar
proses penggaraman maksimal. Sebelum pendiaman 24 jam mangkok yang sudah
diisi dengan ikan tersebut ditutup dengan kertas. Selanjutnya setelah pendiaman
selama 24 jam lakukan penimbangan kembali dengan menggunakan neraca digital
untuk mengetahui berat akhir. Kemudian langkah terakhir lakukan pemngatan
organoleptik dan perhitungan kadar air.
BAB 4 HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan


Adapun hasil pengamatan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
Perlakuan Warna Aroma Tekstur Lendir
Penggaraman + +++ +++ +
kering
Penggaraman ++ ++ ++ ++
basah

4.2 Hasil Perhitungan


Adapun hasil perhitungan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
Perlakuan Kadar Air
Penggaraman kering 13 %
Penggaraman basah -5,4%
Keterangan : - Warna pucat (+), warna agak kuning (++), warna kuning (+++)
- Aroma tidak amis (+), aroma agak amis (++), aroma amis (+++)
- Tekstur lunak (+), tekstur agak keras (++), tekstur keras (+++)
- Tidak berlendir (+), berlendir (++), sangat berlendir(+++)
BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Uji Organoleptik


5.1.1 Warna
Pada praktikum penggaraman hasil output yang diperoleh adalah uji
organoleptik warna. Pada praktikum penggaraman dengan menggunakan 2
perlakuan yaitu penggaraman basah dan penggaraman kering, untuk bahan yang
digunakan pada penggaraman adalah ikan kembung. Pada penggaraman kering
diperoleh hasil warna pucat (+) dan untuk penggaraman basah diperoleh hasil
parameter (++) yaitu agak kuning.
Warna dari ikan kembung peda pada proses penggaraman kering adalah
berwarna seperti aslinya, atau tidak terjadi perubahan warna. Sedangkan untuk
penggaraman basah memiliki warna agak kekuningan (Soekarno, 1985).
Berdasarkan literatur dengan hasil praktikum terjadi kesesuaian, hal ini
kemungkinan dipengaruhi oleh waktu yang digunakan saat penggaraman sama
yaitu selama 24 jam, konsentrasi garam yang digunakan kemungkinan juga sama,
dan karakteristik warna sangat ditentukan oleh bahan baku dan aktivitas enzim dari
bakteri. Bakteri juga menyebabkan terjadi interaksi antara karbonil dari proses
oksidasi lemak dengan gugus asam amino dan protein. Pigmen yang ada pada
bakteri dapat diklasifikasikan ke dalam jenis pigmen karotenoid, antosianin,
tripilmethen, dan phanazin. Menurut Ketaren (1986), perubahan warna
(discoloration) bisa disebabkan oleh proses dari hidrolisis dan oksidasi lemak pada
tubuh ikan.
5.1.2 Aroma
Pada praktikum yang telah dilakukan untuk bisa mengetahui aroma bisa
dilihat dari parameter aroma. Untuk parameter warna yang digunakan yaitu dari
skala (+) hingga skala (+++). Dengan keterangan untuk aroma tidak amis (+), aroma
agak amis (++) dan aroma mais (+++). Hasil rata-rata dari parameter aroma untuk
penggaraman kering yaitu berbau amis (+++) dan untuk penggaraman basah yaitu
aromanya agak amis (++).
Menurut Soekarno (1985), aroma pada ikan kembung sesudah dilakukan
penggaraman kering yaitu beraroma agak amis dan untuk penggaraman basah juga
mempunyai aroma yang tidak terlalu amis atau agak amis.
Berdasarkan dari literature adanya kesesuaian untuk penggaraman basah,
namun untuk penggaraman kering tidak sesuai dengan literatur. Ketidaksesuaian
anatara literatur dengan hasil praktikum disebabkan oleh perbedaan waktu saat
penggaraman, perbedaan konsentrasi garam yang digunakan juga bisa
mempengaruhi hal ini diperkuat oleh pernyataan Winarno (2004), bahwa
konsentrasi pada garam juga mempengaruhi aroma pada ikan saat proses
penggaraman.
Aroma khas pada ikan peda disebabkan oleh adanya senyawa butyl adehid,
amino, dan senyawa anonym yang dihasilkan pada degradasi antara protein dan
lemak (Rahayu, et al., 1992).
5.1.3 Tekstur
Pada praktikum penggaraman yang sudah dilakukan untuk penggaraman
kering diperoleh hasil rata-rata untuk tekstur yaitu keras (+++) sedangkan pada
proses penggaraman basah diperoleh parameter untuk tekstur adalah (++)
teksturnya agak keras.
Selain warna dan aroma, tekstur juga sangat berpengaruh terhadap kesukaan
konsumen. Tekstur merupakan karakter sifat fisik yang ditimbulkan oleh elemen
struktural bahan pangan yang dapat dirasakan dan diraba oleh seseorang (Purnomo,
1995).
Menurut Soekarno (1985), untuk penggaraman kering teksturnya kaku atau
keras dan dagingnya padat. Sedangkan untuk penggaraman basajh hasilnya berbeda
dengan penggaraman kering yaitu untuk teksturnya tidak terlalu keras atau agak
keras.
Berdasarkan hasil praktikum dengan hasil pada literatur terjadi kesesuaian.
Menurut Rahayu et al (1992), tekstur pada ikan saat proses penggaraman
dipengaruhi oleh adanya kalsium dan magnesium pada garam. Menurut Adawyah
(2007), perubahan konsentrasi pada garam saat dalam fermentasi akan
menyebabkan terjadinya penarikan air dari jaringan ikan tersebut sehingga
menimbulkan perubahan fisik dan kimia seperti tekstur. Nilai tekstur juga
dipengaruhi oleh adanya ketidakmurnian garam sehingga bisa menyebabkan tekstur
keras dan kaku.
5.1.4 Lendir
Pada praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut untuk
lendir pada proses penggaraman kering yaitu tidak berlendir (+) dan untuk
penggaraman basah hasilnya berlendir (++).
Menurut Soekarno (1985), untuk penggaraman kering pada ikan kembung
diperoleh hasil untuk lendirnya tipis dan encer. Sedangkan pada penggaraman
basah diperoleh hasil untuk lendir yaitu berlendir.
Berdasarkan literatur dengan hasil praktikum terjadi kesesuaian. Hal ini
terjadi mungkin dikarenakan kesamaan konsentrasi garam yang digunakan. Karena
terjadi keseimbangan antara cairan tubuh ikan yang keluar dengan larutan garam
yang masuk. Hal itu yang menyebabkanlendir pada tubuh ikan berkurang bahkan
bisa juga tidak berlendir (Moeljanto, 1982).

5.2 Kadar Air


Pada praktikum penggaraman output yang dihasilkan yaitu menghitung
kadar air. Untuk perhitungan kadar air bisa menggunakan rumus sebagai berikut :
𝑎− 𝑏
Kadar air (BB%) = × 100%
𝑎

Dimana hasil yang sudah diperoleh pada penggaraman kering diproleh hasil yaitu
13% dan untuk penggaraman basah memproleh hasil – 5,4%.
Menurut Soekarno (1985) rata-rata kadar air sebesar 11% hingga 23,44%.
Berdasarkan literatur dengan hasil praktikum terjadi kesesuaikan untuk
penggaraman kering, namun untuk penggaraman basah terjadi ketidaksesuaian
karena pada praktikum kadar air yang dihasilkan adalah minus. Hal itu terjadi
kemungkinan karena ikan yang didiamkan volumenya menjadi bertambah, volume
bertambah karena konsentrasi garamnya lebih besar dari cairan tubuh ikannya itu
sendiri. Hal itu diperkuat dengan pernyataan dari Desroiser (1988), dimana semakin
besar kadar garam yang diberikan maka akan banyak air yang akan ditarik oleh ion
logam. Kemudian Menurut Moeljanto (1982), konsentrasi garam diluar tubuh ikan
lebih pekat dari cairan tubuh ikan maka garam akan merembes masuk kedalam
tubuh ikan tersebut. Semakin tinggi perbedaan konsentrasi antara cairan dalam ikan
dengan garam maka akan semakin cepat proses penetrasi garam kedalam tubuh ikan
secara bersamaan dengan keluarnya cairan dalam tubuh ikan karena adanya tekanan
osmosa.
BAB 6 PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum penggaraman adalah sebagai berikut :
1. Prinsip penggaraman ikan adalah pengawetan bahan pangan dengan
menggunakan garam sebagai pengawetnya. Garam menyerap air dari dalam
tubuh ikan melalui proses osmosa, maka akibatnya kandungan air dalam
tubuh ikan yang menjadi media hidup bakteri menjadi berkurang sehingga
mengakibatkan proses metabolisme dalam tubuh bakteri menjadi terganggu.
2. Perbedaan organoleptik antara penggaraman kering dan penggaraman basah
terjadi karena proses yang digunakan berbeda, perbedaan organoleptik juga
terjadi karena adanya konsentrasi garam. Pada penggaraman kering untuk
warna diperoleh hasil pucat (+), aroma amis (+++), tekstur keras (+++) dan
tidak berlendir (+). Pada penggaraman basah untuk warna diperoleh hasil
agak kuning (++), aroma agak amis (++), teksturnya agak keras (++) dan
berlendir (++).
3. Hasil kadar air ikan dari perlakuan penggaraman kering setelah dirata-rata
adalah13% dan untuk penggaraman basah diperoleh hasil kadar air -5,4%.

6.2 Saran
Adapun saran pada praktikum penggaraman adalah sebaiknya uji
organoleptik yang amati tidak hanya warna, tekstur, aroma, lendir dan kadar air
saja. Mungkin bisa ditambahkan kadar protein dan kadar lemak.
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Siregar. 1995. Ikan Asin. Yogyakarta : PT Kanisius.

Adawyah , R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Aminah S. 2009. Analisis Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Kembung (Rastrelliger


spp). Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi DIY. 2012. Data Kandungan
Gizi Bahan Pangan dan Hasil Olahannya. Yogyakarta: Badan
Ketahanan Pangan.

Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta : UI press.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI


Press.

Moeljanto, R. 1982. Penggaraman dan Pengeringan Ikan. Jakarta : PT Penebar


Swadaya.

Purbani. 2003. Buku Panduan Pembuatan Garam Bermutu. Jakarta: Badan Riset
Kelautan dan Perikanan.

Purnomo, Hari. 1995. Aktifitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan.
Jakarta : UI Press.

Rahayu, et al. 1992. Teknologi Fermentasi Produk Perikanan. Bogor : Departemen


Pendidikan Dan Kebudayaan.

Soekarno. 1985. Penilaian Organoleptik Ikan. Jakarta: Pusat Pengembangan


Teknologi Pangan.

Wiadnya. D, Setyohadi. 2014. Sumber Daya Ikan, Malang : Pengantar Ilmu


Kelautan dan Perikanan.

Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Yulisma, A., Yulvizar, C., dan Rudi, E., 2012. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan
Lama Penyimpanan terhadap Total Plate Count (TPC) Bakteri pada
Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) Asin. Aceh : Universitas Syiah Kuala.

Anda mungkin juga menyukai